Sophia menolak, "Mau ngapain? Kamu istirahat aja di rumah."Padahal jarang-jarang Diego bisa istirahat, apalagi Sophia melihat luka Diego belum sembuh."Aku bosan di sini sendirian, aku temenin aja." Diego memang berniat menemani Sophia.Dia tidak berani keluar sendirian karena takut dikenali.Sophia pun berkata, "Oke. Tapi nanti kamu nunggu di luar, jangan sampai orangtuaku melihatmu.""Oke, nggak masalah."Diego memakai baju dan topi yang baru dibeli, membungkus dirinya dengan rapat, lalu pergi bersama Sophia.Di luar, mereka pergi naik bus.Diego mengernyit, "Kenapa nggak naik taksi? Padat sekali ini orangnya.""Hemat." Sophia menjawab dengan singkat, padat dan jelas.Diego terdiam, "Bukannya bulan ini kamu punya banyak uang? Jangan terlalu hemat lah sama diri sendiri."Sebagai orang yang tidak kekurangan uang sejak kecil, Diego sama sekali tidak memahami cara Sophia membelanjakan uang.Sophia mengabaikannya.Begitu sampai di halte yang dituju, Sophia langsung turun bus dan Diego me
"Aku sudah bayar, kalau kalian nggak tinggal di rumah sakit, rumah sakit juga nggak akan mengembalikan uangnya," kata Sophia sambil menatap kedua orangtuanya yang sudah beruban dengan tubuh yang makin kurus, dia merasa sangat sedih.Penghasilan Sophia yang kecil tidak cukup untuk biaya pengobatan orangtuanya, uangnya hanya cukup untuk biaya rawat inap dan kemoterapi.Akhirnya Diego tahu kenapa Sophia terlihat tidak bahagia, karena setiap kali Sophia melihat orangtuanya, dia akan menyalahkan diri karena tidak berguna yang bahkan tidak mampu membayar perawatan medis orangtuanya.Setelah lama mengobrol dengan orangtuanya, Sophia akhirnya keluar kamar karena takut suasana hatinya yang buruk karena frustrasi akan mempengaruhi orangtuanya.Diego yang menunggu di koridor rumah sakit, samar-samar mendengar obrolan Sophia dengan orangtuanya.Dia juga tidak menyangka ada keluarga yang begitu menyedihkan di masyarakat ini.Namun meski sengsara, mereka tetap tidak menyerah dan berusaha menjalani k
Manajer itu tahu situasi keluarga Sophia, dia menghela napas."Sophia, kamu gadis yang baik, tapi penyakit parah orangtuamu itu kayak jurang maut. Uang sebanyak apa pun bakal habis. Mendingan kamu simpan uangmu supaya kamu bisa hidup lebih baik," bujuk manajer itu.Sophia menggeleng, "Pak manajer, aku tahu ucapanmu itu masuk akal, tapi aku nggak bisa."Sophia tidak bisa menghentikan pengobatan orangtuanya dan melihat mereka meninggal begitu saja."Selama masih ada secercah harapan, dia akan mengobati penyakit orangtuanya."Oke, aku akan minta departemen keuangan kasih kamu 200 juta, cukup nggak?"Sophia mengangguk berulang kali dengan penuh rasa terima kasih di matanya, "Cukup, terima kasih Pak manajer, terima kasih."Manajer itu menghela napas lagi, "Sama-sama. Kita semua pekerja, jadi kita harus saling bantu.""Kalau begitu Pak, aku kerja dulu."Entah bagaimana dia bisa membalas kebaikan manajer ini, namun Sophia akan bekerja lebih giat untuk meringankan beban manajer.Manajer itu me
Diego mengernyit. Namun saat hendak masuk, Diego mendengar suara Sophia dari dalam ruangan, "Kak, mau tambah dua botol bir lagi nggak?""Oke! Aku tahu kamu lagi butuh uang buat keluargamu.""Terima kasih, Kak." Sophia langsung mengucapkan terima kasih.Mereka mendapat komisi untuk setiap botol bir yang terjual.Diego perlahan mengendurkan tangannya pada pegangan pintu.Diego sadar kalau sekarang dia masuk, usaha Sophia akan sia-sia, mustahil juga dapat bonus.Diego mundur selangkah dan berniat menunggu Sophia keluar dari ruangan itu saat tiba-tiba dia terpikir sesuatu."Apa aku taruhkan saja ya uang ini?" Diego bergumam pada dirinya sendiri.Diego ingat, ada seorang bos yang bilang padanya ada sebuah barang yang tidak terlalu mahal perlu dijual. Asal Diego bisa menjualnya, dia akan dapat komisi tiga kali lipat.Diego menatap uang 200 juta di tangannya. Harusnya uang ini cukup buat beli barang itu, 'kan?Setelah Diego memantapkan hati, dia langsung bergegas pergi sambil berkata pada rek
"Maaf, aku ada urusan mendadak. Boleh aku bayar nanti?" tanya Sophia."Kapan? Kami pulang kerja jam lima." Suster itu melanjutkan, "Kami nggak bisa bantu banyak dalam urusan pembayaran begini, kamu ngerti, 'kan?"Sophia meremas ponselnya erat-erat."Ya aku tahu, aku akan sampai sebelum jam lima.""Oke."Setelah menutup telepon, Sophia bahkan tidak sempat merasa sedih.Karena tidak dapat menemukan Diego, dia hanya bisa meminta manajer membantunya.Sayangnya manajer itu juga tidak dapat berbuat apa-apa, "Aku sudah minta departemen keuangan ngasih kamu 200 juta lho. Sekarang aku nggak bisa membuat pengecualian apa pun."Manajer itu juga seorang pekerja.Sinar di mata Sophia meredup.Sekarang dia harus bagaimana?Manajer juga tahu dia ikut bersalah dalam kasus kali ini, tidak seharusnya dia memberikan uang itu pada Diego tanpa sudah benar-benar paham orang seperti apa Diego itu."Sophia, aku cuma ada uang 40 juta, itu uang pribadiku. Kamu tahu 'kan, semua uangku dipegang istriku?"Sophia b
Entah keberuntungan apa yang bisa mempertemukan Diego dengan wanita baik hati ini.Sayang sekali Diego tidak bisa menghargai Sophia, dia malah membawa kabur uang Sophia dan menginvestasikannya."Jangan khawatir, aku nggak akan nyuruh kamu melakukan kejahatan apa pun. Kamu cuma perlu melakukan sesuai perintahku. Uang 200 juta tadi nggak perlu kamu kembalikan," ucap Deron.Sophia hidup dalam kekurangan, tidak usah dipikir kapan dia bisa mengembalikan uang 200 juta itu.Sophia mengangguk, "Oke, selama kamu nggak nyuruh aku melakukan kriminal, aku setuju."Apa pun yang terjadi, Sophia tidak akan senekat itu. Bagaimana kalau terjadi sesuatu? Siapa yang akan menjaga orangtuanya?"Ya."...Diego sudah berhasil membeli banyak barang dan sekarang hendak cari tempat untuk menjualnya.Ponselnya kehabisan baterai, jadi dia tidak tahu Sophia meneleponnya.Diego mau menjual pulang barang ini secepat mungkin agar dia bisa mendapatkan uang untuk diberikan pada Sophia dan tunggakan rumah sakit segera t
Nenek Diego merasa agak malu saat mendengar pertanyaan Reina, tapi dia tetap menjawab, "Kamu rawat nenek ya."Begitu ucapan ini terlontar, orang pertama yang ternganga adalah Sisil.Wanita tua ini tidak menganggap Reina sebagai cucunya, berani sekali minta Reina merawatnya?Lagipula, dia bukan nenek kandung Reina.Reina terlihat tenang dan sama sekali tidak terkejut dengan ucapan nenek Diego yang begitu mengejutkan."Merawatmu? Memang semua anakmu sudah meninggal?" sahut Reina.Ekspresi nenek Diego tiba-tiba berubah, "Reina, kamu ngomong apa? Kamu nyumpahin pamanmu mati?""Paman? Aku nggak punya paman tuh. Ibuku itu anak tunggal dan nggak punya saudara laki-laki sama sekali." Setelah jeda sesaat, Reina melanjutkan, "Kalau anakmu belum mati, ya minta dirawat sama dia lah. Sudah seharusnya 'kan anak merawat ibunya yang sudah tua?"Reina tahu kenapa nenek Diego datang dan meminta Reina untuk merawatnya.Karena nenek Diego sudah mengambil uang putranya dan memberikannya pada Diego.Sekaran
Pernah suatu kali, Reina menginap di rumah Keluarga Libera.Kedua cucu perempuan Keluarga Libera tidak sengaja memecahkan vas antik dan menyalahkan Reina.Saat nenek Diego tahu, dia mulai memukuli Reina dengan membabi buta.Saat nenek Diego akhirnya merasa tangannya sakit, dia meminta kedua cucu perempuannya untuk gantian memukuli Reina. Meski Reina sudah mohon ampun, mereka tetap menghajar Reina dan menguncinya di luar rumah.Akhirnya, Reina ditolong Anthony.Waktu itu sedang musim hujan.Kalau Anthony tidak datang tepat waktu, Reina mungkin sudah mati beku.Setelah itu, Anthony meminta nenek Diego untuk memeriksa kamera pengawas. Nenek Diego yang takut pada Anthony yang kaya pun akhirnya membuka rekaman kamera pengawas dan mendapati dirinya sudah salah menghukum."Oh, ternyata aku salah ya? Yah, tapi sudah terlanjur salah, mau gimana? Masa kedua anak itu dipukul juga?"Nenek Diego tidak meminta maaf. Sebaliknya, dia berkata, "Reina, aku lebih tua dari kamu. Nggak peduli apa yang aku
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba