"Aku lapar ... lapar banget ...." Diego berteriak dengan bersusah payah.Urat malu Diego sudah putus.Melihat Diego tidak terlihat seperti penipu, gadis itu pun mengambil keputusan."Oke, tunggu di sini. Aku belikan makanan dulu."Gadis itu menarik tangannya dan berjalan menuju toko kelontong terdekat.Di sana, dia melihat roti kukus yang di lemari kaca. Gadis itu langsung memborong empat buah dan memberikannya pada Diego.Saat Diego melihat empat roti kukus polos, dia merasa sedikit jijik dan tidak mau memakannya."Ayo makan, tadi katanya lapar?" Gadis itu menyodorkan roti kukus itu ke mulut Diego.Diego masih tidak mau makan, meskipun dia sangat lapar."Nggak ada yang lain?" tanya Diego dengan suara lemah.Ekspresi gadis itu langsung berubah, "Kayaknya kamu nggak kelaparan. Mestinya aku nggak perlu kasihan sama kamu."Gadis itu memasukkan lagi roti kukus yang dia beli ke kantong belanjaan dan hendak pergi.Diego buru-buru meraih celananya, "Mau ... mana, aku mau ...."Dia sangat lapa
Setelah akhirnya bertemu dengan orang yang bersedia membantunya, mana mungkin Diego membiarkan gadis itu pergi begitu saja?Diego pun mengikuti gadis itu langkah demi langkah.Mulanya gadis itu tidak memperhatikannya, tapi saat dia sampai di lantai bawah tempat tinggalnya, dia memergoki Diego yang mengikutinya.Gadis itu langsung balik badan dengan ekspresi terkejut, "Ngapain kamu ngikutin aku ke sini?"Diego menatapnya dengan penuh harap, "Tolong tampung aku."Gadis itu mengepalkan tangannya."Kan sudah kubilang nggak mungkin!"Padahal tadi gadis itu merasa Diego orang baik yang pantas ditolong, tidak disangka ternyata Diego adalah seorang bajingan.Kalau tahu dari awal akan begini, dia tidak akan bersimpati."Pergi sekarang juga atau aku lapor polisi."Diego langsung ketakutan, "Oke, oke, aku pergi. Tolong jangan lapor polisi."Diego balik badan hendak pergi, tapi tiba-tiba kepalanya terasa sakit dan penglihatannya menjadi gelap.Tubuhnya langsung terjatuh ke tanah dengan keras, kepa
"Ya sudah kalau sudah bangun, pergi sana," ucap gadis itu dengan nada kesal.Diego merasa seluruh tubuhnya sangat sakit. Dia tidak mau pergi, ke mana pula dia harus pergi?Dia tidak mau hidup di jalanan."Siapa namamu?" Diego malah bertanya pada gadis itu.Gadis itu menjawab, "Sophia Aries."Sophia?"Namaku Diego." Diego memperkenalkan dirinya, "Kukasih tahu ya, aku itu anak orang kaya. Kalau kamu bersedia menampungku, nanti waktu aku pulang, aku pasti balas kebaikanmu."Kalau Diego keluar dari rumah ini sekarang, sama saja dia akan mati.Para penagih hutang masih mencarinya ke mana-mana, jadi Diego tidak berani pulang."Oh. Ya kalau begitu cepat pulang sana, aku nggak perlu kamu balas budi kok."Sophia merasa Diego sedang membual.Kalau Diego benar-benar kaya, mana mungkin bisa begitu terpuruk?Diego bisa melihat Sophia tidak mempercayainya, tapi dia tidak dapat membuktikannya, "Aku masih nggak enak badan. Boleh nggak aku nginap di sini dua hari lagi?"Meski tempat ini kumuh dan kecil
Sophia benar-benar terdiam. Orang aneh macam apa yang dia selamatkan?Sophia menjawab sambil menyantap mi-nya."Orangtuaku sakit dan aku anak tunggal. Keluargaku menjauh dari keluarga kami."Sejak orangtuanya jatuh sakit, semua sanak saudara menghindarinya.Diego langsung mengerti posisi Sophia."Hahh, aku nggak nyangka ada orang semenyedihkan kamu di dunia ini."Diego berpikir, kalau dia masih jadi dirinya di masa lalu, sedikit sedekah dari Diego pasti bisa membuat hidup Sophia berbalik 180 derajat.Meski ucapan ini terkesan penuh simpati, entah mengapa Sophia malah merasa kesal."Makanya kamu jangan jadi parasit aku. Sana pergi kalau sudah kenyang, aku beneran nggak punya duit."Diego tidak ingin pergi begitu saja."Sophia, aku itu nggak bohong sama kamu. Selama aku bisa menghubungi kakakku, dia pasti mau ngasih uang sebanyak yang kamu minta."Sophia memutar bola matanya, "Kamu itu sudah besar, tapi masih nyari kakakmu lah, nyari saudara lah. Kamu nggak merasa dirimu itu nggak bergun
Hujan turun dengan deras di hari ziarah makam.Saat ini, di pintu masuk rumah sakit.Reina yang bertubuh kurus sedang memegang laporan tes kehamilan dari rumah sakit, di kertas itu tertera sebuah kata yang tercetak tebal."Negatif.""Sudah tiga tahun menikah belum hamil juga?""Astaga, bisa-bisanya ada wanita yang begitu nggak berguna seperti kamu. Kalau nggak cepat hamil, kamu pasti akan didepak keluar dari Keluarga Sunandar, lalu bagaimana dengan Keluarga Andara?"Treya Libera yang berpakaian anggun mengentakkan sepatu hak tingginya. Dia menunjuk Reina dan terlihat sangat kecewa.Reina menatap kosong, begitu banyak kalimat yang ingin dia ungkapkan, tetapi pada akhirnya hanya terucap sebuah kata."Maaf.""Aku nggak butuh maaf. Aku mau kamu hamil anak Maxime, ngerti?"Reina tercekat, tidak tahu harus menjawab apa.Reina dan Maxime sudah menikah selama tiga tahun, tetapi Maxime tidak pernah sekalipun menyentuhnya.Mana mungkin dia bisa hamil?Treya kembali melirik Reina yang terlihat le
Semua orang yang ada di ruangan itu menengok ke arah pintu.Sontak, suasana jadi hening.Reina melirik Maxime, tatapan pria itu begitu jernih, jelas dia sama sekali tidak mabuk.Reina sadar dia sudah ditipu Marshanda.Saat Maxime melihat sosok Reina, bola matanya yang gelap pun menegang.Sedangkan Jovan dan yang lainnya yang barusan mendukung Maxime untuk menerima perasaan Marshanda, semua tersenyum canggung.Harusnya Reina tidak datang."Nana, jangan salah paham. Jovan cuma bercanda, sekarang Max dan aku hanya teman biasa."Marshanda-lah yang pertama kali memecah ketenangan.Sebelum Reina sempat menjawab, Maxime yang kehilangan kesabaran sudah berdiri lebih dulu."Nggak perlu menjelaskan apa pun padanya."Setelah itu, Maxime berjalan ke depan muka Reina dan bertanya, "Mau apa ke sini?""Kupikir kamu mabuk, jadi aku datang untuk menjemputmu pulang," jawab Reina jujur.Maxime mencibir, "Sepertinya kamu nggak ingat sepatah kata pun yang kukatakan, ya."Maxime mengecilkan suaranya sehingg
Suara Reina begitu tenang dan ringan.Seolah perceraian ini hanya hal sepele.Pupil mata Maxime menegang."Apa katamu?"Selama pernikahan mereka, seketerlaluan apa pun perlakuan Maxime padanya, Reina tidak pernah menyebut kata 'cerai'.Sebenarnya Maxime paham betul betapa Reina sangat mencintainya.Tatapan Reina yang awalnya kosong saat ini berubah menjadi sangat tajam."Pak Maxime, selama ini aku sudah menjadi penghalangmu.""Kita cerai saja."Maxime meremas tinjunya kuat-kuat."Kamu dengar pembicaraanku barusan, 'kan? Keluarga Andara sudah berada di ujung jurang, apa bedanya menikah denganku atau menikah dengan orang lain?""Apa tujuanmu bercerai? Kamu mau anak atau mau uang? Atau mau mengancamku supaya aku nggak melakukan apa pun pada Keluarga Andara?" Maxime bertanya dengan dingin."Jangan lupa, aku sama sekali nggak mencintaimu, ancamanmu nggak berguna untukku!"Sosok Maxime di mata Reina tiba-tiba menjadi kabur. Reina merasa tenggorokannya tercekat dan telinganya sakit. Bahkan de
Alat bantu dengarnya terselimuti darah ....Pupil mata Reina bergetar, dia buru-buru menyeka telinganya dengan tisu, melepas seprai dan mencucinya.Reina takut akan ketahuan karena Lyann pasti mengkhawatirkan kondisinya. Jadi, dia diam-diam mengemasi semua barangnya lalu membuat alasan asal dan berpamitan pada Lyann.Sebelum pergi, diam-diam Reina meninggalkan sebagian uang tabungannya di meja di samping tempat tidur.Lyann mengantar Reina ke stasiun sambil melambaikan tangan dengan enggan.Lyann sangat mengkhawatirkan Reina yang sangat kurus, jadi dia menghubungi orang dalam Grup Sunandar.Sekretaris Maxime langsung melapor begitu tahu pengasuh Reina yang menelepon.Hari ini adalah hari ketiga sejak kepergian Reina.Ini juga pertama kalinya Maxime menerima telepon yang berhubungan dengan Reina.Maxime sedang duduk di kantornya dan begitu mendapat kabar ini, dia sangat senang. Benar 'kan perkiraannya, wanita itu tidak akan bertahan lebih dari tiga hari.Suara Lyann pun terdengar dari u
Sophia benar-benar terdiam. Orang aneh macam apa yang dia selamatkan?Sophia menjawab sambil menyantap mi-nya."Orangtuaku sakit dan aku anak tunggal. Keluargaku menjauh dari keluarga kami."Sejak orangtuanya jatuh sakit, semua sanak saudara menghindarinya.Diego langsung mengerti posisi Sophia."Hahh, aku nggak nyangka ada orang semenyedihkan kamu di dunia ini."Diego berpikir, kalau dia masih jadi dirinya di masa lalu, sedikit sedekah dari Diego pasti bisa membuat hidup Sophia berbalik 180 derajat.Meski ucapan ini terkesan penuh simpati, entah mengapa Sophia malah merasa kesal."Makanya kamu jangan jadi parasit aku. Sana pergi kalau sudah kenyang, aku beneran nggak punya duit."Diego tidak ingin pergi begitu saja."Sophia, aku itu nggak bohong sama kamu. Selama aku bisa menghubungi kakakku, dia pasti mau ngasih uang sebanyak yang kamu minta."Sophia memutar bola matanya, "Kamu itu sudah besar, tapi masih nyari kakakmu lah, nyari saudara lah. Kamu nggak merasa dirimu itu nggak bergun
"Ya sudah kalau sudah bangun, pergi sana," ucap gadis itu dengan nada kesal.Diego merasa seluruh tubuhnya sangat sakit. Dia tidak mau pergi, ke mana pula dia harus pergi?Dia tidak mau hidup di jalanan."Siapa namamu?" Diego malah bertanya pada gadis itu.Gadis itu menjawab, "Sophia Aries."Sophia?"Namaku Diego." Diego memperkenalkan dirinya, "Kukasih tahu ya, aku itu anak orang kaya. Kalau kamu bersedia menampungku, nanti waktu aku pulang, aku pasti balas kebaikanmu."Kalau Diego keluar dari rumah ini sekarang, sama saja dia akan mati.Para penagih hutang masih mencarinya ke mana-mana, jadi Diego tidak berani pulang."Oh. Ya kalau begitu cepat pulang sana, aku nggak perlu kamu balas budi kok."Sophia merasa Diego sedang membual.Kalau Diego benar-benar kaya, mana mungkin bisa begitu terpuruk?Diego bisa melihat Sophia tidak mempercayainya, tapi dia tidak dapat membuktikannya, "Aku masih nggak enak badan. Boleh nggak aku nginap di sini dua hari lagi?"Meski tempat ini kumuh dan kecil
Setelah akhirnya bertemu dengan orang yang bersedia membantunya, mana mungkin Diego membiarkan gadis itu pergi begitu saja?Diego pun mengikuti gadis itu langkah demi langkah.Mulanya gadis itu tidak memperhatikannya, tapi saat dia sampai di lantai bawah tempat tinggalnya, dia memergoki Diego yang mengikutinya.Gadis itu langsung balik badan dengan ekspresi terkejut, "Ngapain kamu ngikutin aku ke sini?"Diego menatapnya dengan penuh harap, "Tolong tampung aku."Gadis itu mengepalkan tangannya."Kan sudah kubilang nggak mungkin!"Padahal tadi gadis itu merasa Diego orang baik yang pantas ditolong, tidak disangka ternyata Diego adalah seorang bajingan.Kalau tahu dari awal akan begini, dia tidak akan bersimpati."Pergi sekarang juga atau aku lapor polisi."Diego langsung ketakutan, "Oke, oke, aku pergi. Tolong jangan lapor polisi."Diego balik badan hendak pergi, tapi tiba-tiba kepalanya terasa sakit dan penglihatannya menjadi gelap.Tubuhnya langsung terjatuh ke tanah dengan keras, kepa
"Aku lapar ... lapar banget ...." Diego berteriak dengan bersusah payah.Urat malu Diego sudah putus.Melihat Diego tidak terlihat seperti penipu, gadis itu pun mengambil keputusan."Oke, tunggu di sini. Aku belikan makanan dulu."Gadis itu menarik tangannya dan berjalan menuju toko kelontong terdekat.Di sana, dia melihat roti kukus yang di lemari kaca. Gadis itu langsung memborong empat buah dan memberikannya pada Diego.Saat Diego melihat empat roti kukus polos, dia merasa sedikit jijik dan tidak mau memakannya."Ayo makan, tadi katanya lapar?" Gadis itu menyodorkan roti kukus itu ke mulut Diego.Diego masih tidak mau makan, meskipun dia sangat lapar."Nggak ada yang lain?" tanya Diego dengan suara lemah.Ekspresi gadis itu langsung berubah, "Kayaknya kamu nggak kelaparan. Mestinya aku nggak perlu kasihan sama kamu."Gadis itu memasukkan lagi roti kukus yang dia beli ke kantong belanjaan dan hendak pergi.Diego buru-buru meraih celananya, "Mau ... mana, aku mau ...."Dia sangat lapa
Reina sedang menonton video penderitaan Diego.Dia tidak merasa iba sama sekali, Diego pantas menerima semua ini.Jika orang lain diberi kesempatan reinkarnasi menjadi Diego, mereka pasti akan memanfaatkan momen hidup dengan baik. Namun, coba lihat apa yang dilakukan Diego? Dia hanya tahu cara menghamburkan uang, dia sangat egois dan tidak memikirkan keluarganya sama sekali.Deron bertanya pada Reina, "Sudah cukup?""Belum. Aku mau dia lebih menderita supaya dia tahu nggak mudah untuk mulai dari awal dan nggak gampang cari uang." Reina berkata dengan kejam."Oke."...Setelah Diego diusir dari hotel, dia kehilangan ponsel dan semua harta beda, bahkan uang untuk makan saja tidak ada.Dia hanya bisa luntang-lantung di jalanan.Dua hari kemudian."Sakit banget ...."Sekarang bulan Desember, cuaca semakin dingin dan Diego tidak punya pakaian tebal.Kruyuk ....Karena sangat lapar, Diego mendatangi sebuah restoran dan melongok ke dalam, ingin sekali dia makan di dalam. Diego meraba sekujur
Diego tidak tersentuh sama sekali dengan ucapan neneknya..Sebaliknya, dia bertanya, "Nenek, masih punya uang nggak? Aku lagi butuh uang, boleh transfer nggak?"Padahal nenek Diego pikir cucunya menelepon untuk mengembalikan pinjaman, tidak disangka Diego malah minta pinjaman tambahan."Cucuku sayang, aku sudah ngasih semua uangku ke kamu. Nenek nggak punya uang lagi."Nenek Diego tampak sedih.Dia masih memikirkan bagaimana cara menutupi kekurangan putranya."Nggak perlu banyak, puluhan juta aja cukup.""Aku benar-benar nggak punya uang lagi ....""Nenek mau lihat aku mati?" Diego langsung membentak begitu melihat dia tidak bisa mendapatkan uang.Nenek Diego langsung menjadi khawatir, "Ada apa? Kamu kenapa?""Nenek nggak usah khawatir soal itu, kasih aja aku uangnya," jawab Diego dengan tidak sabar."Tapi sekarang Nenek benar-benar nggak punya uang." Nenek Diego ingin sekali memberikan uang yang dibutuhkan Diego, tapi dia tidak punya.Uang yang nenek Diego dapat dari paman Diego semua
Sorot tatapan Reina terlihat sangat tidak percaya melihat betapa patuhnya Raihan.Bagaimana caranya Liane bisa membuat Raihan menjadi sepatuh ini?"Pergilah," kata Liane.Raihan pun mundur selangkah demi selangkah, lalu berkata kepada Reina sambil tersenyum, "Nana, jaga ibumu baik-baik, ya. Paman benar-benar nggak bermaksud jahat."Raihan berjalan mundur keluar dari kamar rawat, lalu menutup pintu dengan hati-hati.Begitu dia pergi, Reina langsung menghampiri Liane."Ini ada apa sih, Bu?""Kok kamu nggak kasih tahu Ibu ada masalah segawat itu di kantor?" tanya Liane berpura-pura kesal.Reina menundukkan kepalanya."Soalnya aku ingin mencoba menyelesaikannya sendiri dulu."Pertimbangan utama Reina adalah kesehatan Liane. Dia takut tubuh Liane akan tumbang karena terbawa amarah.Tentu saja Liane mengerti jalan pikiran Reina, tetapi dia tetap berkata, "Ibu nggak menyalahkanmu, Ibu hanya berharap kamu bisa lebih mengandalkan Ibu.""Iya.""Kondisi Ibu makin memburuk, waktu Ibu untuk bisa me
Saat Marshanda mendengar ini, hatinya tiba-tiba menjadi dingin.Dia masih ingin mengucapkan sesuatu yang lain, tetapi suara perawat terdengar dari belakang, "Telepon siapa kamu!"Marshanda langsung menutup telepon dan berpura-pura menekan nomor telepon secara acak."Keluar! Kalau nggak aku panggil Kak Max. Kalau dia tahu aku di sini, dia pasti akan datang untuk menyelamatkanku. Kamu nanti akan dibunuh sama dia!"Perawat itu melangkah maju dengan marah, "Kamu gila ya? Aku potong lho tanganmu."Marshanda meringis."Nggak, nggak, aku nggak berani ulangin lagi.""Kamu nggak berani, kenapa nggak balik ke kamarmu!" ucap perawat itu.Beraninya Marshanda kembali?Masalahnya kalau kembali, Marshanda pasti akan dipukul oleh temannya yang sakit jiwa itu.Namun dia tahu jika tidak menurut, perawat akan memberinya obat penenang. Jadi Marshanda hanya bisa masuk ke kamar.Saat dia masuk, dia berdoa agar teman sekamarnya sedang tidur.Marshanda membuka pintu dan memasuki kamar, dia langsung merasa leg
Morgan memperhatikan kedua orang itu pergi dengan depresi.Dia sendirian di depan pintu vila, angin dingin menderu-deru dan dia pun batuk-batuk.Pelayan yang melihatnya berkata, "Tuan Morgan, di luar dingin, silakan masuk ke dalam?"Morgan menggeleng, "Nggak, aku mau pergi.""Kalau begitu aku ambilkan jaket dulu sebentar.""Nggak perlu."Morgan menolak dan masuk ke dalam mobil.Di mata para pelayan, Morgan mudah bergaul, dia rendah hati dan sopan, tidak terlihat seperti tuan muda.Morgan duduk di dalam mobil dan kemarahan di wajahnya hilang.Dia menyetir, tapi tidak tahu ke mana harus pergi.Hari ini, Morgan sadar dia itu kesepian.Tanpa disadar, Morgan melajukan mobil ke apartemen tempat tinggal Jess.Sejak Jess mengundurkan diri, Morgan jadi pemarah.Ini pernah terjadi sekali.Yaitu waktu di luar negeri dia menerima kabar Reina sudah menikah dengan Maxime.Morgan pikir dia tidak akan merasa seperti itu lagi, tapi sekarang dia merasakannya lagi.Dia merasa seperti ada batu di hatinya.