"Nana, terima kasih banyak ya." Sisca berterima kasih dengan tulus."Nggak apa-apa. Jangan buru-buru bilang terima kasih, 'kan belum tahu bakal berhasil apa nggak."Reina penasaran kenapa Morgan ingin bertemu dan bicara dengannya.Setelah menutup telepon, dia menceritakan hal ini pada Maxime.Maxime tahu, kalau Reina sudah ambil keputusan, tidak bisa diganggu gugat."Kalau gitu aku temenin.""Oke."Reina menghubungi Morgan.Lalu, Morgan mengiriminya alamat.Ketika Reina melihat alamatnya, matanya sedikit bergetar.Tempat ketemu yang dipilih Morgan berada di tepi danau kecil dekat kediaman utama Keluarga Sunandar. Reina masih ingat waktu masih kecil, saat dia akan menyelinap keluar, dia akan menemui Morgan di sini."Oke," balas Reina.Di sisi lain, Morgan sedang duduk di kantor sambil mengetukkan jarinya pelan ke meja.Jess yang sedang bekerja, saat ini juga mengernyit bingung kenapa Morgan menolak permintaan Sisca.Padahal jelas-jelas Morgan tidak menyukai Talitha, kenapa Morgan tidak
Di tepi danau.Reina dan Maxime sampai lebih dulu dan berteduh di sebuah paviliun kecil karena hujan.Maxime berdiri, melihat pemandangan yang familiar dan berkata, "Sebelumnya aku pernah ke sini sama kamu.""Masa?" Reina mengernyit bingung, "Kamu juga pernah ke sini sama aku?""Lupa?" Maxime menoleh menatap Reina dan merasa kecewa.Reina ingin bilang, dia bukan lupa tapi salah ingat orang.Maxime dan Morgan terlihat sama persis. Mungkin waktu itu Reina tidak tahu mana yang Morgan dan mana yang Maxime.Maxime sadar kebingunan Reina, dia tersenyum dan berkata, "Waktu itu kamu dipukul sama teman sekelasmu dan menangis sepanjang jalan. Kebetulan kita bertemu, terus kamu jatuh ke dalam pelukanku dan cerita kalau kamu habis ditindas.""Aku bahkan mukul balik teman-teman kamu itu dan membuat mereka pindah ke sekolah lain."Reina perlahan ingat masalah ini setelah diungkit Maxime."Jadi itu kamu ...."Pantas saja, Reina merasa Maxime agak aneh hari itu.Maxime yang Reina temui biasanya selalu
"Kak Maxime, Nana."Morgan yang sudah berjalan sampai di dekat paviliun pun memanggil mereka berdua.Reina dan Maxime menoleh menatap Morgan."Ya," sahut Maxime, lalu dia berbisik pada Reina, "Kalau terjadi sesuatu, langsung kasih tahu aku ya. Aku tungguin kamu di sini.""Oke."Maxime berjalan keluar dari paviliun.Morgan memegangi payung Reina."Terima kasih." Reina mengucapkan terima kasih dengan sopan, lalu mundur selangkah dan menjauh dari Morgan.Morgan melihat semua gerakan kecil Reina dan tidak berkata apa-apa.Reina langsung berkata, "Sisca itu teman baikku. Dia nggak bisa hamil dan sangat ingin mengadopsi Talitha. Kamu setuju saja ya, Talitha dia adopsi dia?"Morgan mengencangkan cengkeramannya pada payung di tangannya saat melihat Reina begitu tidak sabar berhadapan dengannya. Morgan tidak menjawab Reina dan malah melihat sekeliling."Kita sudah lama nggak ke sini, 'kan?"Reina mengangguk, "Ya.""Kamu tahu nggak belakangan ini aku sering mimpiin masa kecil kita?" Morgan menam
Reina menoleh menatapnya, "Jess?"Jess langsung mendatanginya, "Apa Pak Morgan menolak permintaanmu?"Reina mengangguk, "Ya."Jess juga tidak menyangka, "Kenapa dia begitu ya? Sebenarnya apa salah Talitha ke dia?""Begitulah, kita nggak tahu isi hati seseorang," sahut Reina.Jess menggenggam tangan Reina dan berkata, "Menurutku Pak Morgan punya pertimbangan sendiri, Nona Reina jangan salahkan dia. Nanti aku ngomong sama dia dan pasti cari cara agar Nona Sisca bisa mengadopsi Talitha."Jess juga sering menjenguk Talitha.Talitha sangat lucu dan bijaksana, tidak seharusnya anak seperti Talitha jadi anak yatim piatu tanpa ada yang mencintainya."Terima kasih ya."Kemudian Reina berkata pada Jess, "Tapi sepertinya dia nggak punya pertimbangan lain sih. Jess, aku ingetin ya, jangan sampai tertipu sama dia."Wajah Jess mematung, dia tidak mengerti."Pak Morgan memang agak keras kepala, tapi dia bukan orang jahat."Dulu, Reina juga berpikiran sama.Jess masih ingin mengucapkan sesuatu, tetapi
Jess baru ingat, sekarang adalah waktu kerja.Dia langsung memesan makanan untuk Erik, lalu menatap Erik dengan sungkan, "Aku harus balik ke kantor."Erik menatap Jess dengan sedih, "Kamu mau ninggalin aku sendirian di rumah sakit? Dokter bilang, aku harus dirawat di rumah sakit untuk observasi selama dua tiga hari, takut ada luka dalam yang belum ketahuan."Jess pun mengatur jadwalnya."Nanti abis kerja, aku ke sini.""Terus aku makan dan mandinya gimana?" tanya Erik.Jess berpikir sejenak, "Bisa, nanti aku ambil cuti dua hari buat jagain kamu."Baru akhirnya Erik merasa puas, tapi dia masih bertanya, "Terus nanti si Morgan bakalan marah nggak?"Jess menggeleng, "Harusnya sih nggak, aku belum pernah cuti kok dari dulu. Lagian, aku 'kan cuti karena kamu kecelakaan, ini masalah besar."Tadi sebelum ke sini, Jess sudah berniat ambil cuti untuk mengurus Erik.Erik adalah tunangannya, selain keluarganya sendiri, mulai sekarang Erik adalah orang paling penting bagi Jess."Jess, kamu baik ba
Jess langsung kembali ke rumah sakit, tetapi sebelum sempat masuk ke kamar rawat Erik, dia mendengar percakapan dari dalam.Jess tidak bermaksud menguping, tapi dia mendengar nama Morgan.Jess spontan terpaku dan tidak jadi mengetuk pintu."Apa Morgan melakukan hal ini buat balas dendamnya si Maxime?""Nggak mungkin, hubungan si Morgan itu nggak baik sama si Maxime," ucap Erik pada lawan bicaranya, "Kali ini aku lengah sih, aku nggak nyangka bakal ketemu penjahat licik kayak dia yang bakal nyuruh orang buat nabrak aku."Jess langsung tercengang saat mendengar ucapan Erik.Sopir taksi yang menabrak Erik ... orang suruhan Morgan?Benarkah Morgan yang melakukannya?Tapi kenapa?"Ya ... kayaknya kita juga nggak bisa ngapa-ngapain sih kali ini. Ya sudah aku pulang dulu ya, kalau ada apa-apa langsung kabarin aku ya."Orang yang bicara dengan Erik adalah temannya.Saat Jess mendengar teman Erik akan keluar kamar, dia langsung mencari tempat untuk sembunyi.Setelah orang itu pergi, Jess menung
Jess tahu Erik berkata seperti ini untuk menghiburnya."Ya." Jess mengangguk. Meski begitu, dia langsung teringat ucapan Reina hari ini juga sikap buruk Morgan.Mungkin karena dulu Jess terlalu terobsesi dengan Morgan, atau karena selama mereka di luar negeri Morgan selalu dalam keadaan sakit.Jadi, selama ini Jess hanya melihat sisi baik Morgan, tetapi sekarang, dia perlahan-lahan menyadari Morgan berbeda dan itu tidak sesederhana yang terlihat di permukaan."Sudah, nggak usah dibahas lagi." Erik bisa melihat Jess sedikit tidak senang, jadi dia langsung mencari topik lain.Jess pun tidak lanjut membicarakan masalah ini....Di sisi lain, Sisca juga tahu negosiasi Reina tidak berhasil.Sisca kecewa, tapi dia berkata, "Kalau aku nggak bisa mengadopsi Talitha, aku tetap bakal sering mengunjunginya."Reina tidak tahu harus berkata apa.Sisca berkata, "Eh, Nana kamu tahu nggak? Aku tahu si Cath ada dimana.""Cepat banget?" tanya Reina."Menurut aku malah lama banget aku baru tahu." Saat in
Ibu Carlos masih bisa berpikir jernih. Waktu melihat Cath hampir kehabisan napas, dia langsung membujuk putranya."Carlos, cepat lepaskan dia, jangan sampai dia mati di tanganmu."Carlos tersadar dan langsung menghempaskan Cath.Cath terhempas ke lantai dengan keras hingga terbatuk berulang kali.Carlos sudah tidak punya rasa kasihan pada Cath. Dia menghampiri Cath dan menendangnya, "Aku tanya sekali lagi, di mana uangnya?"Cath terbatuk sambil menggeleng, "Beneran ... Uhuk! Uhuk! Sudah ... dicuri."Carlos terlalu malas terus bicara dengan Cath, jadi dia minta bantuan ibunya untuk menggeledah seluruh ruangan untuk memastikan apa Cath membohonginya atau tidak.Sayangnya, setelah mencari lebih dari setengah jam mereka tidak menemukan apa pun.Saat ini Cath sudah lebih tenang, wajahnya berlinang air mata."Aku nggak bohong, benar-benar sudah dicuri, kalau nggak aku sudah terbang ke luar negeri.""Kurang ajar!" Carlos menendangnya lagi.Ibu Carlos hanya bisa menuding Cath, "Bahkan meski ka
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim
Hidup memang tidak bisa diprediksi.Diego memandang Sophia yang terbaring tidak jauh dari sana melalui cahaya yang redup, tiba-tiba merasa bahwa kehidupan seperti ini tampaknya menyenangkan.Dia memejamkan mata dan memasuki alam mimpi.Pada hari pertama tahun ini, ada kegembiraan di mana-mana.Reina mengajak keempat anaknya membuat boneka salju di halaman rumah, sementara Maxime mengawasi mereka dari jauh.Mereka tampak harmonis.Pada saat itu, sebuah mobil melaju di luar rumah.Morgan duduk di dalam mobil mewah, menyaksikan pemandangan ini dari jauh. Dia tidak merasakan apa pun di dalam hatinya.Simpul di tenggorokannya bergulir pelan saat dia memberi isyarat kepada pengemudi untuk menepi.Saat Morgan turun, Reina juga memperhatikannya.Baru satu atau dua bulan sejak terakhir kali Reina melihatnya, tetapi Morgan terlihat kehilangan sebagian besar berat badannya. Bahkan wajahnya terlihat sangat tirus.Dia dan Maxime adalah saudara kembar, dulu mereka terlihat persis sama. Namun, sekara
Sophia bisa memahami pemikiran keduanya.Di masa lalu, semua orang biasanya pulang ke pedesaan untuk merayakan malam Tahun Baru, di mana kerabat dan tetangga tinggal bersama, berbicara dan mengobrol dengan gembira.Namun, Tahun Baru kali ini mereka harus tinggal di kota karena khawatir penyakit kedua orang tuanya kambuh dan tidak bisa sampai ke rumah sakit tepat waktu."Ya, kalau sudah selesai, kalian harus tidur." Sophia membujuk keduanya, seakan mereka adalah anak kecil.Erna dan Robi pun bersimpati padanya. Mereka menganggukkan kepala tanda setuju. "Ya."Diego juga menemani di samping, membicarakan tentang acara yang mereka saksikan kepada keduanya."Program-program sekarang nggak sebagus dulu. Sayang sekali, Tahun Baru sudah nggak semeriah dulu," kata Robi pelan.Dia juga tahu bahwa di pedesaan pun demikian. Semua orang bermain dengan ponsel mereka, jadi komunikasi secara langsung pun jadi berkurang."Kalau tahun depan kita pulang kampung, pasti akan lebih meriah," kata Sophia samb
Tahun Baru hampir tiba.Reina menyiapkan banyak kebutuhan Tahun Baru, mengirimkan sebagian untuk kakek dan neneknya.Sebagian lagi, dia tetap menyimpannya di rumah sendiri.Pada malam Tahun Baru.Reina dan Maxime membawa anak-anak mereka kembali ke kediaman Keluarga Sunandar. Pertemuan ini membuat suasana menjadi sangat meriah.Namun, di meja makan, hubungan Joanna dan Daniel agak renggang.Daniel menunjukkan wajah muram. "Max, tolong hubungi Morgan. Katakan padanya bahwa hari ini, di malam Tahun Baru, dia harus kembali."Morgan sudah lama tidak kembali ke kediaman Keluarga Sunandar.Daniel menghubunginya beberapa kali, tetapi panggilannya selalu ditolak."Ayah, Morgan bukan anak kecil lagi, dia akan pulang kalau memang ingin pulang. Kalau nggak, jangan diambil pusing," kata Maxime dengan tenang."Bicara apa kamu ini. Malam Tahun Baru harusnya jadi reuni keluarga, mana bisa dibenarkan kalau Morgan nggak pulang?" tegur Daniel.Di sampingnya, Joanna menyuapi Leo makanan pendamping ASI de
Setelah makan sampai kenyang, semua orang duduk bersama dan mengobrol cukup lama.Ketika tiba waktunya untuk tidur di malam hari, Sophia dan Diego tidur secara terpisah.Namun, Erna berpikiran sangat terbuka. "Kalian berdua akan menikah, nggak masalah kalau tidur di satu kamar.""Apa boleh begini?" Sophia sedikit tidak percaya.Dia pernah menjalin hubungan, tetapi Erna selalu menyuruhnya untuk menjaga diri dan tidak melakukan hubungan badan atau apa pun sebelum mereka menikah.Sekarang, ibunya ini malah menawarinya tidur dengan Diego?"Tentu saja boleh, masyarakat sekarang sudah nggak seperti dulu lagi," kata Erna sambil tersenyum.Zaman sudah berbeda. Sekarang, kondisinya dan suaminya sudah seperti ini, jadi Sophia harus mempertahankan pria sebaik Diego."Tapi ...." Sophia masih ragu, merasa ada yang aneh dengan kedua orang tuanya.Erna mendorongnya ke kamar Diego. "Sudah, masuk sana. Ayahmu sudah ingin menggendong cucu."Kata-kata itu membuat Sophia makin tidak percaya.Dia didorong
"Apa kakakmu sudah menikah?" Erna bertanya, mengambil alih pembicaraan.Para wanita biasanya khawatir akan memiliki seorang kakak ipar yang terlalu mendominasi di dalam keluarga mertua."Sudah menikah dan punya beberapa anak," kata Diego dengan jujur."Oh, begitu rupanya." Mata Erna tertuju pada Robi.Robi tidak basa-basi lagi dan bicara langsung pada intinya, "Diego, sejujurnya sejak bertemu denganmu, kami merasa kamu anak yang baik.""Hanya saja, kami nggak tahu bagaimana pendapatmu tentang Sophia ...."Sebelum Robi sempat menyelesaikan kalimatnya, Diego mengambil alih pembicaraan, "Aku sangat menyukai Sophia dan aku pasti akan memperlakukannya dengan baik di masa depan."Sophia menyantap makanannya dengan menunduk tanpa berkata apa-apa.Meskipun ini adalah kalimat yang telah mereka bicarakan dan sepakati, dia masih agak malu ketika mendengar ada seorang pria mengatakan bahwa dia mencintainya dan akan memperlakukannya dengan baik.Melihat Sophia bersikap seperti itu, Robi dan Erna ma
Ketika Robi dan Erna mendengar bahwa orang tua Diego sudah meninggal dunia, mereka menatapnya dengan kesedihan di matanya."Orang tuamu seharusnya belum terlalu tua, kenapa mereka bisa meninggal?"Diego berkata dengan jujur, "Ayah mengalami kecelakaan mobil dan ibu meninggal karena kanker."Mendengar ini, Erna makin merasa tidak tega kepada Diego."Anak baik, jangan sedih. Mulai sekarang, kami akan jadi keluargamu."Diego mengangguk berulang kali. "Ya."Sophia berdiri di samping, melihat keakraban Diego dan kedua orang tuanya. Pembicaraan ini seakan dia dan Diego benar-benar bersama."Ayah dan Ibu, kalian bicara dulu saja, aku akan menyiapkan makanan," kata Sophia.Diego langsung berdiri. "Sophia, aku akan membantumu. Om, Tante, kalian istirahat dulu saja.""Ya."Senyum di wajah Erna dan Robi belum hilang sejak mereka melihat Diego.Ketika putri mereka dan Diego pergi ke dapur untuk memasak bersama ....Erna tidak bisa menahan diri lagi dan berkata, "Diego anak yang sangat baik, tampan
Robi langsung bertingkah seperti orang yang sangat bersemangat. "Aku dan Ibumu merasa makin bersemangat akhir-akhir ini. Sepertinya setelah kita kembali untuk merayakan Tahun Baru, kita nggak perlu lagi dirawat di rumah sakit."Melihat wajah pucat kedua orang tuanya, Sophia tahu bahwa mereka hanya ingin menghibur dan membohonginya.Namun, dengan momen hangat seperti ini, tentu saja dia tidak akan merusaknya."Hmm, baguslah."Robi berencana untuk menanyakan identitas Diego.Sophia berdiri. "Kita kembali dulu saja dan lanjutkan pembicaraan di sana. Tempat ini terlalu kecil dan nggak ada tempat istirahat. Setelah pulang nanti, aku akan memasak makanan untuk kalian. Kalian bisa bicara dengan Diego pelan-pelan.""Ya, ya, ya."Keduanya mengangguk berkali-kali.Sejujurnya, mereka sangat ingin keluar, tidak ingin terus tinggal di rumah sakit.Namun, penyakit mereka sangat serius. Jika mereka meninggalkan rumah sakit terlalu lama, nyawa mereka mungkin akan jadi taruhannya.Sophia juga mengetahu