Riko tahu kabar baik apa yang dibicarakan oleh Tuan Besar Jacob tanpa perlu bertanya."Kakek buyut mau kasih tahu aku bakalan punya adik, 'kan?"Tuan Besar Jacob tampak bingung, "Hah? Kok Riko tahu?"Dia baru mendengar kabar dari Alana dan Jovan hari ini.Mereka berdua bilang, mereka merahasiakannya dari Tuan Besar Jacob untuk memberinya kejutan."Hm, nebak aja sih," ucap Riko, dia tidak mengatakan yang sebenarnya.Lagipula kalau dia mengaku pada Tuan Besar dirinya sudah tahu dari awal, Tuan Besar Jacob pasti mengomelinya karena sudah menyembunyikan hal ini.Tuan Besar Jacob tidak ambil pusing, "Memangnya otak anak muda beda, cepat tanggap banget. Iya, Alana hamil, sudah dua bulan!""Selamat ya Kakek buyut, akhirnya bisa menggendong cicitmu sendiri." Riko memberinya selamat dengan tulus.Tuan Besar Jacob tertawa terbahak-bahak, "Pokoknya gimana juga, Riko juga cicitku, kalian semua sama.""Ya." Riko mengangguk.Dia tahu Tuan Besar Jacob bukan tipe orang yang tidak akan membuangnya sete
Nah, ini baru benar.Riko mengangguk puas, "Oke, jangan khawatir, Ma."Reina merasa jauh lebih lega.Malamnya setelah Reina mandi, dia ngobrol dengan Maxime sebentar, lalu pergi ke kamar Liane di bawah tatapan kesal Maxime."Bu."Liane sudah berbaring, tapi belum tidur.Ketika melihat Reina datang, dia mengernyit bingung, "Nana, kok ke sini?"Reina berjalan ke tempat tidur dan duduk, "Hari ini boleh nggak aku tidur sama Ibu?"Liane tertegun, menatap wajah Reina dan ragu-ragu."Sudah sebesar ini kok masih mau tidur sama Ibu? Nggak gampang lho kamu dan Maxime bisa hidup bareng lagi, harusnya kalian memupuk hubungan supaya makin kuat."Reina memeluk Liane sambil berkata, "Maxime dan aku 'kan sudah bareng selama bertahun-tahun, nggak masalah lah. Aku cuma tidur sama Ibu semalam aja.""Anak lain selalu tidur sama ibunya waktu kecil, 'kan aku nggak pernah tidur sama Ibu."Reina awalnya hanya ingin manja pada Liane.Tidak disangka ucapan ini malah membuat Liane merasa lebih bersalah.Liane me
Setelah minum obat, Liane beristirahat cukup lama di kamar dan tubuhnya perlahan terasa membaik.Saat Liane keluar kamar, semua orang sudah menunggunya untuk sarapan."Bibi Liane, ini semua tadi baru aku beli. Kira-kira Bibi suka nggak? Dulu 'kan Bibi yang bikinin sarapan buat kita, tapi aku nggak bisa masak, jadi aku beli aja deh," ucap Sisil sambil tersenyum.Liane berjalan menghampiri meja makan dan melihat berbagai sarapan yang lezat. Dia pun memuji, "Wah kayaknya ini. Sudah cukup, Bibi bukan orang yang pilih-pilih makanan kok.""Syukurlah! Kalau gitu aku ambilkan bubur dulu ya.""Oke. Terima kasih."Sisil menyajikan bubur untuk Liane.Riki juga mengupas sebuah udang untuknya, "Nenek, ini dimakan ya udangnya."Tatapan Liane penuh dengan gejolak emosi.Selama hidup, baru sekarang dia menyadari apa itu kebahagiaan."Oke, terima kasih Riki.""Nenek, kata mama kita semua itu keluarga, jadi nggak perlu ngomong terima kasih.""Ya, oke."Liane menunduk dan menghabiskan semua makanan di pi
Reina mengangguk, "Kamu harus jagain dia baik-baik ya. Ini 'kan kehamilan pertamanya dan dia nggak punya pengalaman. Kalau ada yang kalian nggak ngerti, tanya langsung aja ya sama aku."Meski Jovan adalah seorang dokter, dia bukan dokter kandungan."Oke."Jovan mengangguk, "Jangan khawatir, aku akan menjaga Alana dengan baik."Dia sangat senang saat tahu Alana sedang mengandung anaknya.Dia langsung menaikkan tunjangan karyawan rumah sakit.Reina pun pulang bersama Liane.Dalam perjalanan pulang, Liane merasa lelah dan hampir ketiduran berulang kali.Reina melihatnya dan berkata, "Bu, kalau ngantuk sini menyender di bahuku.""Oke." Liane tidak menolak, dia bersandar pada Reina dan menutup matanya.Entah setelah berapa lama, tiba-tiba Reina merasa bahunya terasa hangat.Dia menoleh dan melihat Liane mimisan.Reina sontak membelalak dan berkata pada sopir, "Cepat balik ke rumah sakit!""Ya." Sopir itu langsung putar arah kembali menuju rumah sakit.Reina memeluk Liane sambil terus berter
Vior terlihat sangat cemas.Dokter melepas maskernya dan tampak gelisah, "Untuk sementara dia sudah nggak kritis, tapi ... tubuhnya sudah benar-benar rusak, dia nggak bisa bertahan lama."Tubuh Vior limbung seketika."Apa karena makanan dia beberapa hari yang lalu ada racunnya?"Dokter bertanya dengan bingung, "Memangnya kamu nggak tahu kalau kondisi kesehatannya sudah amat parah?"Vior mengernyit tidak percaya."Kok bisa?"Dia bergumam.Dokter juga bingung melihat respons Vior.Reina yang berdiri di depan dokter tidak terkejut karena dia sudah mengetahuinya sejak lama."Dokter, mohon bantuannya ya," ucap Reina dengan suara serak.Dokter mengangguk, "Nggak apa-apa. Sekarang ini, pokoknya sebisa mungkin temani pasien.""Ya.".Reina melihat Liane didorong kembali ke ruang rawat.Vior yang tersadar dari lamunan pun menoleh menatap Reina dan bertanya, "Kak Nana sudah tahu kondisi bibi sejak lama?"Reina menjawab jujur."Yah, aku baru tahu beberapa hari yang lalu waktu aku menyelidiki kamu
Liane tampak pucat, tapi dia tetap lanjut bicara."Dulu, Ibu 'kan sudah dijebak oleh saudara angkatku dan banyak minum obat. Ibu juga pernah dikurung dan hampir mati terbakar, waktu itu Ibu menghirup terlalu banyak gas berbahaya. Meski ayahmu menyelamatkanku, tapi Ibu menderita luka bakar parah dan hampir mati.""Sejak itu meski Ibu sudah berobat, berbagai penyakit tetap menggerogoti tubuh Ibu, wajar kalau umur Ibu nggak akan panjang."Reina mendengarkan dalam diam, dia tidak tahu harus berkata apa, tenggorokannya terasa seperti tersayat pisau.Saat akhirnya bisa menemukan ibu kandungnya, mereka malah akan terpisah oleh kematian.Liane bisa melihat kesedihan Reina. Dia ingin menghibur Reina, tapi tidak tahu harus berkata apa.Liane juga merasa sangat bersalah. Reina tumbuh tanpa kasih sayang ibu dan tertindas dari kecil."Nana ... Ibu memang nggak berguna. Meski akhirnya bisa menemukanmu, tapi nggak lama lagi aku akan mati."Reina hanya bisa menggeleng."Bu, jangan bilang begitu. Aku n
Maxime terdiam, dia juga tidak tahu harus menjawab apa.Reina tidak menunggu jawaban Maxime dan langsung melanjutkan, "Aku cuma asal tanya."Reina tersenyum pahit.Sebenarnya bukan kematian yang Reina takuti, tapi dia takut orang-orang di sekitarnya yang akan meninggalkannya.Pertama ayahnya, lalu Lyann ....Sekarang, kesehatan ibunya semakin buruk.Belakangan ini Reina sering memimpikan orang-orang meninggalkannya. Saat bangun, wajah Reina penuh dengan derai air mata.Maxime memeluknya dengan lembut."Jangan terlalu dipikirkan, semua orang 'kan bakal mati dan kita akan berkumpul kembali di satu tempat."Reina tercekat saat mendengar kata 'berkumpul kembali'. "Serius?" tanya Reina."Ya, serius."Padahal dulu Maxime tidak mungkin akan mengucapkan kata-kata seperti ini. Maxime juga tidak paham saat ini dirinya kenapa.Sebenarnya bagi Maxime hidup dan mati dan bukanlah masalah besar, tapi dia tidak tega melihat Reina sedih.Karena mereka sedang di tempat umum, Reina keluar dari pelukan Ma
Mungkin karena posisinya sekarang Reina tiba-tiba merasakan kasih sayang seorang ibu yang begitu lama dia dambakan, jadi Reina sangat takut kehilangan.Reina membasuh dirinya dengan air dingin berulang kali untuk membuat dirinya merasa lebih baik, lalu keluar dari kamar mandi.Malam itu.Reina minta Maxime untuk pulang dan menjaga Riki, sementara dia tinggal bersama Liane.Vior juga mau tinggal.Liane dengan terpaksa menyetujui kemauan kedua orang itu.Malamnya, Liane kembali merasa sangat kesakitan.Dia menggertakkan gigi dan tidak bisa tidur sama sekali.Reina yang tahu kondisi Liane pun mendatanginya, "Ibu nggak bisa tidur ya? Ngobrol sebentar yuk? Lagian aku juga nggak ngantuk."Vior juga mengangguk berulang kali."Iya Bi, kita ngobrol yuk?"Liane setuju, "Oke."Vior yang pertama membuka obrolan, "Kak Nana, ceritain masa kecilmu dong, aku belum tahu lho."Masa kecil ....Ketika Reina menceritakan masa kecilnya, dia tidak menyebutkan hal-hal yang tidak menyenangkan dan hanya menceri
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba