Reina membuat Marshanda diboikot dari industri hiburan, hidup Marshanda jadi hancur berantakan dan hal ini membuatnya gila."Pak Maxime, tolong aku lah ... Tolong pandang hubungan baik kita dulu, kumohon ...."Hubungan baik yang dulu ....Begitu teringat masa lalu keduanya, Maxime menatap Marshanda dengan jijik."Marshanda, berani banget ya kamu mengungkit masalah ini!"Maxime melangkah maju selangkah demi selangkah, sekujur tubuhnya diselimuti aura dingin.Marshanda gemetar ketakutan.Dia sungguh ketakutan."Aku terpaksa melakukannya karena Tuan Morgan yang memintaku. Kalau aku nggak melakukannya, dia akan membunuhku!"Lagi-lagi si Morgan!Kesabaran Maxime terhadap Morgan sudah habis. Maxime sudah bertekad, dia akan mulai memberikan pelajaran pada Morgan."Kamu takut dia membunuhmu, tapi nggak takut sama aku?" Maxime bertanya balik.Marshanda masih ingin menjelaskan, tapi ....Sisil dan Deron yang sudah pulang kerja pun sampai. Mereka turun dari mobil."Marshanda!"Sisil berteriak mem
Seiring berjalannya waktu, Syena merasa sangat tidak nyaman.Karena Syena sudah tidak bisa menghubungi siapa pun, keesokan harinya Syena mencoba menghubungi Morgan yang selama ini sulit dia hubungi.Awalnya Syena pikir Morgan tidak akan datang, tidak disangka ternyata Morgan bersedia datang.Syena buru-buru merapikan rambutnya yang berantakan, mencoba sebaik mungkin membuat dirinya terlihat tidak terlalu terpuruk.Dia duduk di hadapan Morgan dan menatapnya dengan penuh cinta, "Morgan, terima kasih ya sudah datang menemuiku."Morgan sama sekali tidak tergerak saat melihat penampilan Syena saat ini."Kamu nggak perlu berterima kasih. Aku datang buat ngasih tahu sesuatu."Syena mengernyit bingung, "Ada apa?""Kamu masih ingat waktu kamu diperkosa dulu?" tanya Morgan.Syena mematung, memori bagai neraka itu langsung muncul di benaknya.Wajah Syena tampak pucat, "Mo ... Morgan ... Kamu ngomongin apa?"Morgan bersandar santai di kursinya."Mereka itu orang suruhanku."Ucapan ini seperti hali
Syena mengajukan permohonan untuk mengunjungi putrinya.Sekarang Syena masih punya uang dan sudah menemukan pengacara.Mengingat putrinya sedang sakit parah, Syena pun diberi kesempatan untuk menjenguk putrinya selama satu hari.Di rumah sakit.Syena menatap anak kecil berwajah pucat yang terbaring di ranjang rumah sakit. Tidak ada tatapan kasih sayang seorang ibu sama sekali di mata Syena, yang ada hanya amarah!"Ini semua salahmu!" Syena mulai mencekik Talitha.Mungkin karena Talitha masih terlalu kecil atau terlalu lemah, dia tidak menangis atau merintih sama sekali.Ketika Syena teringat Talitha adalah alat Morgan untuk membalas dendam padanya, Syena ingin anaknya mati!Tiba-tiba, pengacara Syena datang, "Nona Syena."Syena langsung berhenti.Dia menatap pengacaranya dengan berpura-pura menyedihkan."Pak Bastian, lihatlah anakku masih sangat kecil, dia nggak punya siapa pun yang merawatnya. Pak Bastian harus bantu aku, aku nggak bisa masuk penjara."Bastian sebagai pengacara Syena
Reina pun bertanya-tanya, "Kok tiba-tiba?"Rizki menunduk, menyembunyikan rasa bersalahnya."Kemarin 'kan Anda amnesia dan belum memaafkan Bu Liane, jadi aku ingin lebih banyak membantu dan mendampinginya. Setelah kamu ingat semua, sekarang saatnya aku melepas tanggung jawabku."Rizki bermaksud menyerahkan diri ke polisi.Ketika menculik Riko, dia hampir membunuh Riko dan Reina.Reina ingat semua ini.Sejujurnya, mana mungkin Reina rela benar-benar melupakan semua?Sampai sekarang saja bekas luka di sisi kanan wajahnya masih membekas dan terus menjadi pengingat.Namun, pelaku kejadian ini bukan hanya Rizki."Kalau kamu mau menyerahkan diri, ibuku juga dong?" Reina bertanya dengan tenang.Rizki tampak terkejut dan buru-buru menjelaskan, "Masalah ini semua salahku, nggak ada hubungannya dengan Bu Liane. Dia ditipu. Nona, dia itu ibumu. Dia nggak pernah berniat menyakitimu, bahkan dia rela mengorbankan nyawanya sendiri demi Nona tanpa berpikir dua kali.""Lagian, dengan kondisi kesehatann
Rizki langsung menolak tanpa berpikir, "Nyonya ngomong apa? Aku itu bukan pria terhormat, siapa yang mau menikah sama aku? Lagian, aku nggak kepikiran buat menikah sih."Mana ada orang yang tidak mau memulai sebuah keluarga sendiri?Liane menghabiskan sebagian besar waktu hidup untuk mencari putrinya.Dia menghela napas tak berdaya dan mengatakan yang sebenarnya, "Rizki, umurku sudah nggak lama lagi."Ucapan Liane seperti petir yang menyambar Rizki.Rizki membelalak tidak percaya."Nyonya ngomong apa? Kok nggak bisa hidup lama? Jangan mikir sembarangan."Liane sangat berpikiran terbuka dan tersenyum, "Aku nggak asal ngomong kok, dokter yang bilang gitu. Dia bilang dengan kondisiku sekarang, bisa hidup lebih dari dua tahun saja sudah sebuah mukjizat."Tangan Rizki yang mendorong kursi roda spontan menegang, wajahnya yang tegas kehilangan wibawa dalam sekejap."Dokter itu ngawur! Nanti aku bakal nanya sendiri sama mereka, kalau mereka nggak sanggup, kita ganti dokter."Liane menoleh mena
Tak lama kemudian, datanglah sebuah mobil mewah di depan mereka.Reina melihat Joanna datang bersama si kembar yang masih kecil."Bu."Joanna tersenyum dan mengangguk, "Nana."Liane perlahan membuka matanya.Joanna langsung berjalan mendekat, "Halo, besan."Joanna dan Liane pun langsung mengobrol dengan akrab.Reina kebetulan juga menemani keempat anaknya bermain."Mama ...."Leo dan Liam belum bisa bicara lancar.Reina senang sekali mendengar celotehan si kembar.Tiba-tiba ponsel Reina berdering, Alana meneleponnya."Nana.""Ada apa?""Bisa nggak kamu datang ke rumah Keluarga Tambolo?" bisik Alana.Reina sadar ada yang tidak beres dan langsung setuju, "Oke, aku ke situ sekarang."Reina memberi tahu Joanna dan Liane, lalu pergi ke rumah Keluarga Tambolo.Melihat Reina hendak pergi, Riko pun berkata, "Ma, aku temani.""Oke."Reina dan Riko naik mobil menuju Keluarga Tambolo.Alana sudah dari tadi menunggu Reina di gerbang rumah. Begitu melihat Reina dan Riko datang, dia menghela napas l
Riko tidak keberatan diusir dan dengan patuh kembali ke kamarnya.Apalagi dia sudah tahu sebagian besar rahasia Alana dan ibunya.Saat Alana berduaan saja dengan Reina di ruang tamu, dia akhirnya berkata, "Nana, aku belum kasih tahu Jovan dan kakek kalau aku hamil.""Kenapa kamu nggak bilang aja sekarang?" Reina menatap Alana dan samar-samar bisa melihat tanda-tanda kehamilan.Alana meremas tangannya, "Aku selalu merasa sikap Jovan itu berubah-ubah sama aku. Apalagi anak orang kaya kayak dia, sejujurnya aku nggak percaya sama dia."Selama ini Alana hanya pernah sekali saja jatuh cinta dan hubungan ini hampir membuatnya terpuruk.Meski sekarang sudah menikah, dia sangat waspada."Tapi kita nggak bisa menyembunyikan masalah ini." Reina memberikan komentar jujur."Ya."Alana menghela napas, dia menatap Reina, "Nana, katanya kamu sama Riko mau pergi ke ibu kota? Aku boleh ikut nggak?""Hah?"Reina tercengang, "Mau ngapain kamu ke ibu kota?""Ya aku bilang aja dapat kerja di sana, terus bal
"Alana, Kakek lupa ngasih tahu, hari ini adalah hari peringatan kematian orang tua Jovan," kata Tuan Besar Jacob.Alana membelalak tidak percaya.Akhirnya Alana paham apa yang terjadi pada Jovan hari ini."Tahun lalu juga kayak ini."Tahun lalu, Alana sama sekali tidak peduli dengan Jovan, jadi dia tidak menanyakan hal itu padanya.Tuan Besar Jacob menghela napas, "Jovan masih terlalu kecil waktu orangtuanya meninggal, kejadian itu membuatnya trauma."Tuan Besar Jacob terdiam sesaat dan melanjutkan, "Alana, apa boleh bantu Jovan?"Alana mengernyit tidak mengerti, "Gimana aku bisa bantu dia?""Kakek bisa lihat, Jovan itu suka sama kamu. Boleh nggak kamu temani dia jalan-jalan, supaya dia nggak mengurung diri di kamar. Dia tuh memang kelihatan riang dan suka ngomong sembarangan, tapi sebenarnya hatinya sangat rapuh. Dia butuh teman dan diajak ngobrol." Tuan Besar Jacob menjelaskan.Setelah mendengar cerita Tuan Besar Jacob secara keseluruhan, Alana jadi bersimpati pada Jovan.Ibu Alana j
Sebenarnya, ini bukan menjelaskan semuanya dengan jelas, tetapi menempatkan identitas dengan jelas bahwa Ari tidak pantas untuk Reina dan dia tidak lebih baik dari Maxime.Sekarang, Ari merasa sangat bersalah, "Bu Reina, kita akan bertemu lagi lain kali. Kali ini, aku yang mentraktirmu dan Tuan Maxime."Maxime segera membalas, "Nggak perlu. Saat datang, aku sudah bayar."Dia tidak mau menerima traktiran dari saingan cintanya, dia juga bukan orang yang suka gratisan.Ari makin malu, lalu mengangguk mengerti sebelum pergi bersama orang tuanya.Setelah dia pergi, Reina menghela napas panjang, merasa masih belum pulih dari semua kejutan yang baru saja terjadi."Apa maksudnya ini?" Reina bergumam pada dirinya sendiri.Maxime menatapnya dengan ramah. "Sudah percaya 'kan kamu sekarang?"Reina menghela napas, masih sedikit tidak percaya."Apa mungkin Ari mengarang jawaban yang barusan?"Dia tidak mengerti kenapa seorang selebriti pria populer menyukai seorang wanita yang lebih tua beberapa tah
"Bu, jangan konyol." Ari membela Reina, "Itu masalahku sendiri, nggak ada hubungannya sama dia."Ari memang penurut dan pengertian sejak kecil, kecuali untuk urusan jatuh cinta dan menikah.Melihatnya membela wanita lain, hati Retno jadi makin tidak nyaman, lalu melampiaskan kemarahannya pada Reina."Namamu Reina?" tanya Retno sambil menatapnya tajam. "Apa suamimu tahu tentang hubunganmu dengan Ari?"Kata-kata dingin Retno terus terlontar, "Kamu sudah menikah, punya anak dan terlihat sedikit lebih tua dari Ari. Jadi, kamu harusnya sangat pandai dalam memanipulasi laki-laki muda, bukan? Menurutmu, apa yang akan suamimu lakukan kalau aku memberitahunya semua ini?"Jika orang ini bukan ibu Ari, Reina pasti sudah membalas tanpa ampun."Tante, aku nggak memanipulasi anak Tante, jadi jangan bicara sembarangan tentangku. Usia anak Tante sudah dua puluhan, bukankah dia punya pendapat sendiri?" kata Reina dengan tegas.Ari mendengarkan percakapan antara Reina dan ibunya sendiri, mengerti bahwa
Sudut mulut Imran bergerak pelan, apakah itu kabar baik?"Lalu bagaimana sekarang?"Mereka berharap bisa bertemu dengan calon menantu mereka hari ini, tetapi tidak disangka semuanya tidak seperti yang mereka bayangkan.Retno berpikir sejenak, lalu menjawab, "Karena anak kita lebih suka yang sudah menikah, kenapa kita nggak carikan janda saja untuknya?"Raut wajah Imran terlihat makin aneh."Kamu nggak lagi bercanda?""Di zaman sekarang ini, bercerai bukanlah masalah besar." Retno berpikiran terbuka. "Yang penting anak kita bisa cepat menikah dan memberi kita cucu."Imran tidak menolak atau membantah.Dia hanya diam saja.Retno menganggapnya sebagai jawaban persetujuan darinya."Ayo. Karena ini salah paham, kita pulang saja." Imran berdiri.Pada saat itulah dia tiba-tiba mendengar Ari berkata lagi, "Bu Reina, apa kamu dan Tuan Maxime rujuk? Kamu sudah yakin nggak mau mempertimbangkan yang lain?"Reina sedikit bingung dengan pertanyaan yang tiba-tiba itu."Kenapa kamu tanya begitu?""Mak
Reina dan Maxime tiba di dalam restoran sesuai dengan waktu yang telah disepakati. Maxime menerima telepon dan keluar sebentar.Melihatnya dari kejauhan, Ari langsung berjalan cepat ke arahnya.Setelah sampai di tempat itu, dia melihat sekeliling dan bertanya, "Katanya Tuan Maxime datang juga, di mana dia?""Oh, dia keluar sebentar buat jawab telepon," jawab Reina.Mendengar itu, Ari mengangguk dan duduk di seberang Reina.Dia tidak menyadari bahwa saat ini orang tuanya sedang duduk di ruang sebelah.Orang tua Ari senang saat melihat orang yang ditemui putra mereka adalah seorang wanita dan memiliki penampilan yang khas."Ternyata dia sudah punya pacar, tapi menyembunyikannya dari kita," kata Imran.Retno bertanya bingung, "Apa kamu nggak merasa wanita ini agak familier? Sepertinya aku pernah melihatnya di suatu tempat."Sebelumnya, Ari dan Reina pernah digosipkan dan berita keduanya menjadi pemberitaan hangat.Pada waktu itu, Retno sempat melihat foto profil Reina di berita."Memang n
Ibu kota.Keluarga Yinandar sangat meriah seperti biasa, Naria takut kedua orang tua itu kesepian, jadi meminta Reta untuk kembali lebih awal untuk menemani mereka merayakan Tahun Baru.Begitu Reina dan yang lainnya tiba, keduanya terlihat sangat gembira.Keempat cicit kecil itu memanggil mereka, kemudian mereka memberi keempatnya hadiah.Reina melihat bahwa mereka tidak bisa memegang semua hadiah itu dengan tangan mereka."Kakek, Nenek, kenapa beli banyak hadiah begini?""Kami senang karena mereka datang. Setiap kali kami melihat sesuatu yang bagus dan menyenangkan, kami berpikir untuk membelinya dan menyimpannya untuk mereka."Reina tidak berkata apa-apa lagi saat mendengar ini.Reina meminta keempat anaknya bermain bersama kakek dan neneknya, kemudian dia dan Maxime bisa keluar jalan-jalan, lalu sorenya menemui Ari....Rumah Ari.Ayah dan ibunya memegang banyak foto perempuan cantik dan menyerahkannya kepadanya. "Coba lihat."Ari hanya melirik mereka dan mengalihkan pandangannya."
"Ya."Riko mengiakan dengan sangat patuhDia menguap dan menyuruh ketiga adiknya untuk bangun.Kedua adiknya yang paling kecil langsung bangun, tetapi Riki yang selalu bersikap malas tidak mau bangun."Hoaam, Kak, aku masih ingin tidur. Kamu balik dulu saja, aku mau tidur sambil peluk Mama."Reina tidak bisa menahan tawa saat melihat adegan ini."Ya, kalian istirahat di sini dulu saja." Reina tidak tega berpisah dengan beberapa anak.Rasanya sangat bahagia bisa bersama anak-anak.Namun, Maxime berkata dengan tidak sabar, "Cepatlah."Riki beranjak dari lantai dengan gusar saat mendengar suara marah papanya."Ayo pergi." Dia menepuk lipatan di tubuhnya. Ternyata dia sudah bangun sejak tadi, dia hanya sengaja tidak ingin meninggalkan tempat itu.Reina melihat tanpa daya saat keempat anaknya pergi. Lalu, dia menggerutu kepada Maxime, "Kamu kenapa, sih? Kenapa ngusir mereka begitu?"Maxime bergegas menghampirinya dan memeluknya."Kalau ada mereka, bagaimana kita bisa punya waktu berdua?"".
Ketika Morgan pergi, dia melewati ruang tamu, melewati Aarav dan Daniel."Kamu baru pulang, apa sudah mau pergi lagi?" Daniel bertanya saat melihat Aarav akan keluar rumah."Hmm," jawab Morgan singkat.Daniel mengerutkan keningnya. "Jangan pergi, tunggu sampai makan nanti."Morgan tidak sependapat, bersikap seakan tidak mendengar perkataannya dan terus melangkahkan kakinya keluar rumah.Sikapnya membuat Daniel merasa canggung.Aarav yang berada di sampingnya memperhatikan semuanya dalam diam. Dia menyesap tehnya, lalu berkata, "Anak-anak sudah besar, jadi suka memberontak. Rendy juga sering membuatku kesal, jadi jangan ambil pusing.""Hmm." Daniel mengangguk."Kalau nggak ada yang lain, kami akan pulang dulu. Aku minta tolong kepadamu untuk bicara dengan Max terkait kerja sama ini." Aarav berhenti sejenak, lalu menambahkan, "Bagaimanapun juga, kamu itu ayah Max, kepala keluarga.""Kak, jangan khawatir."Daniel mengantarnya pergi.Sebenarnya Daniel tidak bodoh, mana mungkin dia tidak ta
Daniel mengangguk berulang kali. "Tentu saja, Kak."Setelah mengatakan itu, sebagai orang tua yang baik, dia langsung melangkah mendekati Tommy."Tommy, kalau kamu nggak mau pakai topeng ini, kamu nggak perlu memakainya."Daniel memaafkan Tommy atas nama Riko tanpa menanyakan apa yang terjadi hari itu.Riko mengerti orang seperti apa kakeknya, dia pun tidak marah.Tommy segera melepaskan topeng Siluman Babi itu dari wajahnya. Dia menginginkan topeng Raja Kera, siapa yang menginginkan topeng Siluman Babi.Aarav pura-pura memelototinya. "Tommy, cepat bilang terima kasih sama Kakek.""Terima kasih, Kakek.""Ini bukan apa-apa, nggak perlu berterima kasih," kata Daniel sambil tertawa.Aarav memperhatikan bahwa situasi di sini begitu harmonis dan bahagia, jadi dia mengutarakan tujuan kedatangannya."Max, karena kita keluarga, aku nggak akan basa-basi. Aku dengar IM Grup memiliki proyek di luar negeri yang membutuhkan penghubung? Bagaimana pendapatmu tentang perusahaan kita?"Maxime tahu bahw
"Ayah, kalau Ayah benar-benar ingin berubah, lebih baik bersikap baik pada Ibu dulu, itu yang utama." Maxime mengatakan ini dari lubuk hatinya yang terdalam. "Apa Ayah ingat, saat aku dan Reina ingin bercerai, bukankah Ayah menasihatiku biar nggak cerai dengannya atau aku akan menyesal nantinya.""Saat ini, apa Ayah menyesal?" tanya Maxime.Wajah Daniel sedikit menegang.Dalam hal hubungan dan perasaan, pihak yang menyaksikanlah yang akan sadar lebih jelas.Pada awalnya, dia bisa melihat sekilas bahwa Reina adalah menantu yang baik, dia pun memperlakukan Maxime dengan baik. Jika Maxime menceraikannya, dia pasti tidak akan bisa menemukan orang lain yang akan memperlakukannya dengan baik.Demikian pula, Maxime juga menerapkan situasi ini kepada ayahnya."Sayangnya, aku dan ibumu sudah tua dan berbeda darimu saat itu. Kamu nggak ngerti."Daniel masih tidak bisa melepaskan harga dirinya dengan meminta rujuk.Maxime sadar akan hal ini dan tidak mencoba membujuknya lebih jauh."Oh ya, bagaim