Reina membungkuk dan bertanya, "Ada sesuatu yang penting?"Reina begitu dekat sehingga Maxime samar-samar bisa mencium wangi tubuh Reina.Maxime melihat Reina yang polos, dia pun mengangguk, "Ya, ada."Reina jadi serius dan duduk tegak.Namun beberapa jam kemudian, Reina baru sadar ternyata urusan penting yang dimaksud Maxime adalah ....Mereka sedang berpelukan di ranjang, Reina merasa tubuhnya remuk tidak bertulang.Maxime masih mencium kening Reina, masih mau ronde berikutnya."Nggak, nggak, aku nggak kuat." Reina buru-buru melambaikan tangannya dan menolak.Maxime melihat Reina sangat lelah, dia pun menahan diri. "Oke nggak usah buru-buru, kita lanjutin nanti malam.""Hah?"Reina benar-benar tidak mau."Nggak, nanti malam aku mau pergi ke kediaman utama untuk jenguk anak-anak."Selama ini Reina telah melupakan keempat putranya.Reina yakin Riko dan Riki pasti sangat sedih.Si kembar yang langsung dia tinggalkan tepat setelah mereka lahir juga kasihan."Kalau gitu nanti malam kita n
Riki mengangguk berulang kali, "Mama memang yang terbaik."Reina menatap Riki dan tersenyum, lalu memeluknya lama sekali.Sesampainya di kediaman utama, Reina mengajak Riki keluar dari mobil.Ketika para pelayan di kediaman utama melihat Reina dan Maxime datang, mereka semua langsung menyambut, "Nyonya, Tuan. Apa kalian datang menemui Tuan Leo dan Tuan Liam?""Ya." Reina mengangguk."Kami akan langsung memberi tahu Nyonya Joanna." Seorang pelayan langsung menghadap Joanna.Joanna sangat senang saat mendengar bahwa Reina dan Maxime datang berkunjung."Nana datang? Sini masuk, kebetulan pas jam makan."Reina mengangguk.Reina masuk dan melihat si kembar yang berusia satu tahun lebih.Dengan perasaan bersalah Reina berjalan menghampiri kedua anak itu selangkah demi selangkah, hatinya terasa sangat berat.Si kembar yang menyadari Reina datang juga tidak merasa asing sama sekali. Mereka langsung berlari menghampiri Reina dan minta dipeluk.Riki merasa cemburu dan berkata, "Aku nggak berdeba
Reina berpikir sejenak, "Gimana kalau untuk sementara si kembar tetap di sana, terus kita sering-sering samperin mereka. Nanti kalau sudah lebih akrab sama mereka, baru deh kita bawa pulang."Tentu ini adalah jawaban terbaik.Maxime mengangguk, "Oke.""Tapi ibu kerepotan nggak ya? Kalau dia merasa repot, aku bisa urus sendiri kok." Reina khawatir Joanna kelelahan mengurus si kembar.Maxime tersenyum, "Nggak, ibu malah mau banget mengasuh mereka. Dia bilang kalau kita bawa mereka pulang, kita harus ngizinin dia ketemu anak-anak kapan pun.""Oke, beres!" Reina mengangguk.Dia melirik jam dan melihat hari sudah larut."Sudah malam, ayo tidur."Maxime menatap Reina, "Kamu lupa? Kita masih punya urusan.""Apa lagi?"Reina bingung. Namun saat sadar, wajahnya memerah.Maxime mematikan lampu kamar....Keesokan harinya, Reina baru bangun jam 10 pagi karena kelelahan.Setelah mandi, Reina baru sadar kalau Riki sudah berangkat sekolah.Pelayan datang membawakan sarapannya."Max mana?" tanya Rein
"Marshanda, lama nggak ketemu."Reina menatapnya sambil tersenyum.Punggung Marshanda terasa dingin saat melihat cara Reina menatapnya."Nana ...""Mendingan panggil aku Reina. Kita nggak akrab, ah salah. Kita itu musuh."Marshanda perlahan mengepalkan tinjunya, "Nana, kejadian kemarin bukan keputusanku sendiri. Morgan yang memaksaku. Jangan salahkan aku aja.""Terus? Kamu nurut aja gitu sama dia?" Reina bertanya balik, "Ini pembelaanmu? Kamu sudah memisahkan aku dan anak-anakku, membuat hidupku sangat menderita!"Marshanda menggigil ketakutan. Meski cuacanya sangat dingin, dahinya dipenuhi bulir keringat."Nana, aku salah. Aku nggak akan berani melakukannya lagi. Tolong lepaskan aku.""Aku sudah melepaskanmu sekali. Kali ini, kalau aku melepaskanmu berarti aku yang bodoh!" kata Reina.Marshanda balik badan dan berlari kembali ke lokasi syuting.Reina hanya menatap Marshanda dan tidak menyuruh siapa pun mengejarnya.Namun, sesampainya di sana, Marshanda langsung diusir paksa dari lokas
Liane mengingat-ingat, lalu berkata, "Bukannya waktu itu dia pura-pura jadi anakku?""Waktu itu aku sudah merasa dia bukan anakku, jadi aku mengutus orang untuk mengikutinya dan tahu perbuatan buruknya.""Malam itu, aku minta bawahanku memberi pelajaran pada preman yang menangkap Alana, makanya Alana selamat malam itu."Cerita Liane membuat Reina merasa beruntung."Bu, aku perlu menelepon Alana.""Oke, silahkan."Reina keluar dan menelepon Alana.Sejak Alana hamil, dia tidak bisa makan sama sekali. Dia cuma malas-malasan dan tidak berniat melakukan apa pun. Kepalanya terasa kosong.Awalnya dia menjalankan toko online Riko, tapi sekarang dia lemas tidak berdaya.Kalau dulu, Riko pasti akan mendesaknya. Tapi sekarang setelah tahu tante kesayangannya ini sedang hamil, Riko memberinya perlakuan khusus.Riko bahkan mencuci buah-buahan untuk dimakan Alana, dia juga selalu berpesan supaya Alana tidak lupa selimutan supaya tidak masuk angin.Alana merasa bahwa Riko sangat perhatian, yang semak
Sebelum menutup telepon, Alana tidak lupa mengatakan, "Nana, bilang terima kasih ke Bibi Liane ya."Lagi pula jika bukan karena Liane, Alana akan merasa jijik pada dirinya sendiri seumur hidup."Oke." Reina menutup telepon....Di sisi lain, Marshanda yang berdiam diri di rumah merasa panik melihat surat tuntutan pengacara serta pemutusan kontrak.Dia pikir Jovan atau Maxime akan langsung datang mengganggunya, tapi ternyata tidak.Setiap menit begitu menyiksanya."Aku harus gimana!" Marshanda menelepon Morgan.Kali ini tidak seperti sebelumnya, panggilannya benar-benar tersambung."Ada apa?" Morgan bertanya.Suara Marshanda menjadi serak, "Tuan Morgan, ingatan Reina sepertinya sudah balik. Aku harus gimana, aku 'kan cuma bantuin kamu. Kamu 'kan sudah janji bakal melindungiku selamanya."Saat ini Morgan ada di kamar rawat Talitha."Kamu mungkin salah ingat. Maksudku aku akan menjadikanmu artis lagi, tapi aku nggak janji akan melindungimu selamanya.""Kamu!" Marshanda sangat marah, tapi
Morgan mengangkat telepon itu dan mendengar suara Reina yang sangat tenang."Ayo kita ketemu."Morgan meremas ponselnya dan berkata, "Oke."Morgan menutup telepon, melihat alamat yang dikirim oleh Reina dan meminta sopir untuk mengemudi ke sana.Jess juga memperhatikan perubahan rute. Dia duduk diam di samping Morgan tanpa berkata apa-apa.Sesampainya di sana.Morgan turun dari mobil terlebih dahulu, lalu berkata pada Jess, "Jess, tunggu aku di sini."Jess mengangguk, "Oke."Dia melihat Morgan memasuki kedai kopi, lalu menghela napas.Pak Derry, sopir mereka pun mengajak Jess bercanda, "Bu Jess belakangan ini kenapa? Urusan cinta nggak mulus ya?"Saat mengobrol dengan Derry yang lebih tua dari dirinya, Jess tidak terlihat kaku seperti saat bekerja.Dia tersenyum, "Nggak, hubunganku cukup stabil.""Stabil?" Derry merasa ucapan anak muda zaman sekarang sangat sulit untuk dipahami. "Terus? Kapan kalian akan menikah."Menikah ....Jess terdiam saat ditanya seperti ini.Wajah Erik yang tamp
Waktu itu, Morgan hampir dibunuh.Reina pasang badan di depan Morgan, punggungnya sampai terluka dan bekasnya ada sampai sekarang.Dulu Reina pikir, dia sudah menyelamatkan Maxime dan Maxime yang berhutang padanya.Tenggorokan Morgan terasa pahit mendengar ucapan Reina."Kok bisa sih kamu meracuniku sama obat-obatan itu?" tanya Reina.Reina masih tidak percaya, seseorang yang dulu begitu baik waktu anak-anak, kenapa begitu dewasa jadi begitu menakutkan?Morgan menyesap kopinya dan spontan mengencangkan cengkeramannya pada cangkir kopi."Aku nggak punya pilihan lain, aku cuma mau mulai dari awal." Morgan menatap Reina, "Kamu sudah lama 'kan jatuh cinta sama Maxime?"Reina terlihat ragu, dia tidak paham maksud Morgan.Morgan melanjutkan, "Meski amnesia, kenapa kamu tetap menolakku meski sudah tinggal sama aku setahun? Bukannya itu karena perasaanmu sudah berubah?"Morgan masih ingat kebersamaannya dengan Reina di luar negeri dulu.Reina selalu spontan menghindarinya, seakan memang begitu
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba
Reina tidak mengerti apa yang terjadi dengan Maxime, kenapa dia terus mengungkit-ungkit soal kegagalannya dalam melindunginya?"Sudah kubilang, kejadian itu bukan apa-apa, bukankah cuma leherku yang terluka? Itu semua sudah berlalu," kata Reina tanpa daya.Ketika Maxime mendengar kata-katanya, sekelebat keterkejutan melintas di matanya.Mendengar apa yang dikatakan Reina, dia menyadari bahwa dia sepertinya sudah salah paham."Nana, kamu cuma terluka di bagian leher, nggak ada yang lain?" tanya Maxime.Reina mengangguk. "Ya, memangnya apa lagi?"Maxime menyadari bahwa dia dipermainkan oleh Morgan.Pantas saja, jika hal seperti itu terjadi kepada Reina, kenapa dia masih begitu santai dan tidak terbebani?Sebelumnya, dia mengira Reina menyembunyikan semuanya karena kenyataan itu terlalu sulit untuk diterima.Saat ini, melihat perubahan ekspresi di wajah Maxime, Reina tersentak mengerti."Jangan bilang kamu mengira aku dilecehkan sama Morgan?" katanya dengan pelan.Sudut mulut Maxime berke
"Oh, kalau begitu dia cukup beruntung, bisa menikah sama pria baik-baik," kata penjaga itu sambil mengeluarkan sebuah apel, lalu menggigitnya.Morgan terdiam dan tidak mengatakan apa-apa.Dia terus membuka kertas di depannya, yang sebagian besar menceritakan bagaimana Jess dan Erik jatuh cinta.Simpul di tenggorokan Morgan bergulir sedikit saat dia menunjuk Jess dan berkata, "Pria yang dulu dia sukai itu aku."Penjaga sedang memakan apel dan hampir tersedak saat mendengar kata-katanya."Ehem. Lalu, kenapa dia bisa nikah sama orang lain?"Mendengar kata-kata itu, dada Morgan terasa sesak dan dia tidak bisa menjawab pertanyaannya.Ya, bagaimana bisa wanita yang sangat jelas-jelas begitu mencintainya bisa menikah dengan orang lain?"Aku nggak tahu, tapi itu karena seleranya buruk."Penjaga itu berdecak, "Belum tentu, Erik itu pewaris Keluarga Casco, sementara kamu sekarang ...."Dia menggelengkan kepalanya sambil melangkah pergi.Morgan tinggal sendirian di dalam kamar dan batuknya makin
Suasana di dalam mobil sangat hening, membuat sopir merasa sedikit tidak nyaman.Namun, tepat pada saat itu, ponsel Maxime berdering.Dia mengangkat ponselnya dan mengerutkan kening."Ya?" Dia sengaja mengecilkan suaranya agar Reina yang tertidur di sampingnya tidak terganggu.Pria di seberang sana berkata, "Bos, Morgan ingin bicara denganmu."Maxime melirik Reina, matanya terpejam seolah-olah dia tertidur."Berikan kepadanya.""Ya."Tidak butuh waktu lama sampai panggilan itu berganti dan suara Morgan yang agak lemah terdengar, "Ehem, Kak, berapa lama lagi kamu akan menahanku di sini?"Mendengar itu, Maxime mengeluarkan tawa pelan."Ini baru setahun dan kamu sudah nggak sanggup?"Morgan tidak mengatakan apa-apa.Maxime melanjutkan, "Karena aku mengirimmu ke sana, aku nggak berniat membawamu kembali."Satu kalimat itu seperti memberi Morgan hukuman mati.Mata Morgan langsung memerah."Apa kamu bercanda? Uhuk ... uhuk ... uhuk. Aku nggak bisa bertahan lebih lama lagi sekarang," katanya.
Keduanya bercanda selama beberapa saat sebelum Reina menutup telepon.Melihat bahwa waktu pulang kerja hampir tiba, Reina berencana mengajak Sisil dan yang lainnya berbelanja dan makan bersama. Namun, dia tidak menyangka Maxime akan bangun dan menghampirinya."Nana, ayo pulang ke rumah."Saat mengatakan itu, matanya berbinar-binar.Selama setahun ini, Maxime sudah betah di Grup Yinandar dan tidak mau pindah.Reina sangat tertekan. "Aku mau jalan-jalan, kamu pulang saja dulu.""Kamu mau jalan-jalan ke mana? Aku temenin, ya?" tanya Maxime.Reina tidak bisa berkata-kata.Maxime selalu seperti ini. Reina bahkan tidak bisa pergi berbelanja dengan teman dan sahabatnya ketika dia ingin."Nggak jadi deh. Kalau kamu ikut, kita nanti jadi nggak nyaman."Maxime mendekatinya dan menggenggam tangannya. "Aku yang akan bayar apa pun yang kalian beli."Bagaimana lagi, demi bisa berada di sisi Reina setiap saat, Maxime harus menyenangkan teman-teman dan sahabat Reina.Sisil membawa banyak dokumen saat
Ekspresi di wajah Reina tidak berubah ketika mendengar Melisha mencurigainya. "Rahasia apa?"Dia tidak bodoh, bagaimana mungkin dia memberitahu Melisha?Jika dia mengatakan tentang hal semacam ini, dia sendiri tidak takut dibalas, tetapi dia tidak ingin mengkhawatirkan hal lainnya.Melisha menatap wajah bingung Reina dan merendahkan suaranya, "Lebih baik bukan kamu, atau aku nggak akan melepaskanmu."Dia mengatakannya dengan penuh ketegasan.Reina tidak peduli dengan apa yang dikatakan Melisha. Rasa tidak peduli ini terlihat jelas di wajahnya.Melisha entah kenapa menjadi sedikit ciut saat melihat mata Reina, lalu menarik tatapannya kembali.Pada saat itu, Riko dan Riki juga keluar dari sekolah dan bergegas menghampiri Reina."Mama."Wajah Reina langsung menunjukkan senyuman lembut, sangat berbeda dengan ekspresi dingin dan tidak tersentuh yang dia tunjukkan barusan."Ayo, kita pulang terus makan."Reina menggandeng keduanya dan menuntun mereka keluar.Tidak jauh dari situ, Maxime berd
Joanna berkata kepada Reina dengan perasaan tidak senang, sambil menguap, "Aku pikir bakal lihat Aarav teriak-teriak. Nggak disangka masalahnya selesai secepat ini."Dia tidak bersimpati pada kedua belah pihak.Lagi pula, Keluarga Madison bukanlah keluarga baik-baik.Reina mengangguk. "Ya, aku nggak menyangka masalah ini diselesaikan dengan mementingkan kepentingan masing-masing."Joanna menepuk bahunya."Ke depannya, kamu harus terbiasa sama situasi seperti ini. Dalam keluarga besar, yang namanya perasaan nggak begitu penting, semuanya tentang kepentingan."Reina memikirkannya dengan bijaksana.Joanna kembali ke kamarnya untuk beristirahat, sementara Reina kembali ke tempatnya dan Maxime.Maxime tidak pergi ke sana hari ini, dia tidak terlalu suka masalah.Saat itu, dia sedang duduk di sofa sambil bermain ponsel.Reina bingung saat melihat dia masih terjaga. "Kenapa masih belum tidur? Ini sudah malam lho?""Terus kamu? Kenapa jam segini baru balik?" Maxime tidak tenang membiarkan Rein