Reina merasa sangat lelah setelah menghadapi mereka satu per satu."Sisil, lain kali kamu aja yang angkat telepon semacam ini. Cari aja alasan, aku sibuk.""Oke." Sisil langsung menyanggupi.Pulang kerja, alih-alih bergegas pulang, Reina malah pergi ke rumah sakit.Dia berdiri di pintu kamar rawat, tapi tidak masuk.Sekretaris Liane yang menyadari kehadirannya, "Nona sudah datang? Ayo cepat masuk."Lisia tampak antusias.Reina masuk ke dalam kamar dan mendapati wajah Liane terlihat lebih pucat dari sebelumnya."Bu Liane, gimana kondisimu?"Mendengar pertanyaan Reina yang penuh perhatian, Liane pun tidak memedulikan panggilan formal Reina padanya, "Sudah baikan. Sini, duduk di sampingku."Reina ragu-ragu sesaat, lalu duduk di samping ranjang Liane.Liane mau menyentuh Reina, tetapi takut putrinya keberatan, jadi Liane menurunkan lagi tangan yang tadinya sudah terangkat."Nana, gimana kerjaan? Apa ada yang mempersulitmu?"Reina menggeleng, "Semua baik-baik saja. Manajemen senior dan peme
Syena meninggalkan rumah sakit dengan perasaan kecewa, merasa terbuang.Tidak lama setelah Syena pergi, Reina juga pergi.Sesampainya di rumah.Maxime dan anak-anak sudah tahu beritanya, tapi mereka terlihat tenang, tidak heboh seperti yang lain."Kok baru pulang?" Maxime bertanya."Aku pergi ke rumah sakit."Reina duduk dan makan bersama keluarganya.Maxime tidak kembali bertanya. Dia mengambilkan nasi dan lauk untuk Reina, "Makan yang banyak."Riki meniru ayahnya, ikut menyendokkan lauk lain ke piring Reina."Ma, terima kasih sudah bekerja keras."Reina tersenyum penuh arti, "Terima kasih, sayang."Maxime menatap Reina dengan kecewa, kenapa hanya Riki yang diucapkan terima kasih?Reina merasa malu saat melihatnya, "Terima kasih juga."Barulah Maxime merasa puas.Sisil yang ikut datang untuk makan malam bersama Deron juga menyaksikan momen ini. Dia merasa beruntung sudah punya pacar, kalau tidak dia akan menjadi orang yang kesepian.Sesudah makan.Mereka sekeluarga sedang bersantai di
Alana duduk di kursi sambil menunggu Reina yang belum datang, dia pun mulai merasa sangat bosan, "Haduhhh nyebelin, kok Reina belum datang juga sih?"Jovan menatapnya, "Menyebalkan apanya? Kalau bosan, kamu jalan-jalan sama Riko aja sana.""Nggak ah, malas." Alana menjawab dengan ketus.Jovan menyadari emosi Alana semakin buruk akhir-akhir ini.Riko yang duduk di samping Alana juga merasa demikian, dia menyenggol Alana, "Tante Alana nggak enak badan?"Akhir-akhir ini Alana jarang makan, temperamennya buruk dan mudah marah.Alana terkejut, "Nggak, aku sehat kok."Riko tiba-tiba terpikir sesuatu, saat Jovan sedang bicara dengan dokter lain, dia berdiri di depan Alana dan berbisik, "Tante Alana hamil ya?"Riko merasa perubahan suasana hati dan keadaan Alana saat ini sama persis seperti saat ibunya mengandung kedua adik kembarnya.Alana terkejut setengah mati.Dia buru-buru menyangkal, "Nggak lah aku nggak hamil, jangan sembarangan ngomong.""Oh." Melihat reaksi Alana yang begitu bersemang
Alana merasa ucapan Reina benar.Reina melanjutkan, "Coba lihat aku. Dulu aku pergi pas hamil karena disakiti Maxime. Sekarang lihat, kedua anak itu tetap butuh seorang ayah.""Lagian Jovan nggak seperti Maxime yang dulu kok."Alana mengangguk , "Ya oke aku pikirin dulu. Aku mau tes dulu sikap Jovan dulu sebelum ngasih tahu dia.""Oke."Setelah ngobrol dengan Alana, Reina pergi untuk pemeriksaan.Jovan yang menunggu di luar pun bertanya pada Alana, "Kalian ngomongin apa sih?""Cuma ngobrol biasa, ngapain kamu cowok nanya-nanya?" Alana langsung membungkam Jovan.Jovan menghela napas tidak berdaya, "Belakangan ini kok kamu ketus? Memang aku salah apa?"Alana tersedak, "Nggak, itu cuma perasaanmu."Sebenarnya Alana sadar, sejak hamil, dia benar-benar tidak bisa mengendalikan emosinya."Kalau nggak sehat mendingan cek ke dokter deh," kata Jovan santai.Alana menggeleng, "Nggak perlu."Melihat Alana yang keras kepala, Jovan tidak bisa berkata apa-apa lagi.Dia menghampiri Maxime, "Kak Max."
Siapa yang tidak kecewa mendengarnya?Namun, Maxime tidak menunjukkan kekecewaannya. Dia meminta Jovan membawa Reina memeriksakan kondisi telinga Reina untuk tahu apa Reina bisa dioperasi atau tidak.Reina diperiksa hampir seharian.Untungnya, pemeriksaan telinga Reina berjalan lancar. Jovan bilang ada pasien yang kondisinya sama dengan Reina dan setelah operasi menjadi normal."Nana, selamat ya!" Alana dengan tulus ikut berbahagia dengan Reina.Reina juga sangat senang.Dulu dia tidak disukai oleh orang-orang di sekitarnya, baik teman maupun kerabat karena gangguan pendengarannya. Kini akhirnya dia bisa menjadi seperti orang normal."Coba lihat kapan waktu yang tepat untuk jadwal operasinya," ucap Maxime.Jovan merenung sejenak, "Bulan depan bisa."Bulan depan hanya tinggal beberapa hari lagi. Reina pun berkata, "Apa boleh ditunda sebentar?""Kenapa?" Alana bingung."Masih banyak yang harus kuselesaikan di tempat kerja, kayaknya aku nggak ada waktu," kata Reina.Operasinya sendiri han
Karena tidak punya teman nongkrong, Jovan pun meminta sopir mengantarnya ke mal.Dia mau lihat apa yang dibeli Alana dan Reina.Alana dan Reina sudah sampai di mal. Mereka makan, lalu mulai berbelanja pakaian dan sepatu, menggesek kartu untuk belanja segala macam barang yang mereka suka.Dengan kartu Jovan, mereka adalah pelanggan super VIP di mal. Di setiap toko ada yang membantu mereka membawa barang, bahkan ada yang mengantarkan belanjaan mereka ke rumah."Aduuh senang banget ya kalau bisa belanja nggak mikir uang."Para wanita memang suka belanja, namun kondisi terbaik adalah jika bisa berbelanja dengan uang tak berseri.Reina juga membeli banyak pakaian untuk keempat anaknya.Alana menghela napas melihat baju anak-anak kecil, "Aku juga mau anak perempuan deh supaya bisa belanja banyak baju."Reina juga ingin punya anak perempuan, sayangnya dia terus melahirkan anak laki-laki.Alangkah baiknya kalau bisa punya sepasang."Ma, Tante Alana. Anak laki-laki juga oke kok, kalau sudah bes
Marshanda jelas tidak menyangka Syena akan menyuruhnya. Meski enggan, karena Syena tahu rahasianya, Marshanda pun terpaksa setuju.Jadi, akhirnya Marshanda pun menghampiri Reina."Nana, Alana," panggil Marshanda.Reina dan Alana tertegun dan langsung mengenalinya.Meski Marshanda mengenakan masker dan kacamata hitam, suaranya tetap familiar.Reina dan Alana sama-sama mengenalinya."Kok kamu ada di sini?" Alana langsung bertanya tanpa basa-basi.Marshanda melepas kacamata hitamnya, "Oh, aku lagi jalan-jalan."Tatapan Marshanda terlihat tulus dan tidak berbahaya, tidak seperti sebelumnya."Oh." Alana menyahut singkat, lalu meraih tangan Reina dan memanggil Riko, "Ayo pergi."Mereka tidak perlu memedulikan pengkhianat yang tidak tahu berterima kasih seperti Marshanda.Namun belum beberapa langkah, Marshanda memanggil mereka balik. "Nana, selamat ya sekarang kamu jadi CEO Grup Yinandar. Alana, selamat ya kamu sudah jadi menantu Keluarga Tambolo."Sebelum Reina sempat menyahut, Alana yang t
Akhirnya Marshanda kembali ke sisi Syena.Hatinya yang tegang akhirnya rileks, "Nona Syena."Syena menyilangkan tangan di dada, "Kamu itu nggak berguna ya, masa ketakutan gitu pas lihat Jovan? Kamu takut dia tahu tentang penculikan Alana?"Marshanda diam-diam mengepalkan tangannya dan berkata."Ya iyalah aku takut. Tapi ... kamu 'kan juga terlibat di masalah itu."Syena menguap, "Jangan ngomong sembarangan. Kamu yang iri sama Alana. Aku sih nggak, aku 'kan nggak suka Jovan."Marshanda terlihat ketakutan."Aku tahu Jovan belakangan ini lagi menyelidiki insiden penculikan Alana. Nona Syena, sebaiknya kita berdua nggak usah saling curiga, mendingan saling bantu satu sama lain."Syena pun merasa khawatir, "Serius?""Ya.""Kalau gitu kita memang harus hati-hati. Tapi kita juga nggak bisa terus bersikap pasif. Bukannya sekarang kamu sudah banyak kenalan orang kaya? Kamu nggak bisa minta bantuan mereka?"Marshanda tidak bodoh dan tersenyum pahit, "Mereka itu cuma main-main aja. Kalau ketemu m
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba