Ucapan Liane tidak hanya membuat Reina terkejut, sekretaris di sampingnya juga terkejut.Begitu Reina sadar dari lamunannya, dia langsung menolak, "Maaf, aku nggak bisa.""Nggak apa-apa, anggap saja latihan," jawab Liane."Untuk masalah sebesar ini, sebaiknya Anda minta Syena aja," kata Reina.Liane tahu Reina tidak akan setuju, satu-satunya jalan adalah memakai cara yang diajarkan adiknya."Nana, kondisiku hari demi hari makin memburuk, aku nggak tahu berapa lama lagi aku bisa hidup. Apa boleh kabulkan permintaanku yang sedang sekarat ini? Syena nggak cocok mengelola perusahaan, kalau aku memberikan posisi itu padanya, Grup Yinandar akan bangkrut.""Lagian kamu itu putri kandungku. Apa pun yang terjadi, kamu harus jadi pengelola perusahaan."Reina terdiam mendengarkan ucapan Liane di telepon.Dia saja tidak bisa mengelola perusahaannya sendiri dengan baik, bagaimana dia bisa mengelola Grup Yinandar yang begitu besar?"Nggak, aku benar-benar nggak bisa. Kalau Anda nggak percaya Syena,
Reina tiba-tiba tercerahkan oleh ucapan Revin."Oke, kalau begitu aku akan mencobanya."Reina juga ingin melatih dirinya, menggunakan kesempatan ini untuk menghabiskan lebih banyak waktu bersama Liane."Ya."Reina pun merasa jauh lebih baik.Revin pun pergi setelah melihat Reina tidak lagi gundah.Reina menelepon Liane balik dan menyetujui permintaan Liane.Liane memintanya datang ke rumah sakit sore ini, lalu besok ke Grup Yinandar.Reina menyetujuinya.Dia mengirim pesan pada Maxime dan memberitahunya tidak perlu datang menjemputnya.Maxime langsung menelepon dan menanyakan alasannya.Reina menceritakan semuanya pada Maxime.Maxime terkejut, bukan karena Liane meminta Reina untuk bekerja di perusahaan, tapi karena Reina setuju.Reina memberitahunya kalau ini semua keputusan setelah bicara dengan Revin yang mengatakan padanya untuk menyelesaikan masalahnya secara langsung.Maxime tidak bicara apa-apa meski merasa cemburu."Oke, cepat pulang ya," ucap Maxime.Reina mematikan teleponnya
Reina menatap Maxime dan berkata, "Terus harusnya aku baca apa?""Sekarang, harusnya kamu isi ulang tenagamu, jangan sampai ketiduran di rapat. Terus kamu harus paham posisimu, jangan mudah ditindas. Sudah deh, sisanya pasti akan ada yang bantu kamu."Sekarang, Reina jadi mengantuk.Dia mematikan komputer, "Kalau begitu aku tidur dulu, kamu juga tidur aja.""Ya."Maxime menunggu Reina pergi dan mematikan komputer untuknya.Setelah itu, Maxime menelepon seseorang."Besok Nana akan mulai kerja di Grup Yinandar, kalau dia kesulitan, langsung kasih tahu aku."Maxime juga sudah menempatkan orang-orangnya di Grup Yinandar....Belakangan ini Syena sedang bersenang-senang. Padahal pihak rumah sakit sudah memberi tahu kalau anaknya kembali kritis beberapa kali, tetapi dia selalu mengabaikannya.Tanu juga ditarik Syena masuk ke perusahaan, mereka berdua membuat perusahaan berantakan.Mereka belum tahu Liane sudah mengatur agar Reina datang dan mengambil alih posisinya sebagai CEO.Keesokan hari
"Oke." Tanu mengikuti Syena ke bawah untuk memeriksa.Mereka sangat terkejut begitu melihat siapa yang ada di bawah.Dikelilingi oleh semua pejabat senior, tidak lain tidak bukan orang itu adalah Reina!Reina mengenakan setelan formal sederhana dan auranya persis sama seperti Liane.Saat Rizki melihatnya, rasanya seperti melihat Liane waktu masih muda."Bu Reina," panggil Rizki dengan hormat.Yang lain mengikutinya.Reina menjawab dengan sopan, "Mohon bantuan kalian semua ya.""Bu Reina, Anda 'kan baru sampai, ayo kita ngobrol di atas," ucap Rizki."Oke."Reina dituntun ke atas oleh Rizki dan tentu tidak bisa menghindar dari Syena.Syena tertegun cukup lama sampai Reina mendatanginya, dia langsung menghalangi mereka."Reina, apa-apaan ini?"Kemudian, dia menatap Rizki, "Paman Rizki! Jadi dia CEO barunya?""Ya."Syena terasa seperti disambar petir, "Kamu bercanda? Dia cuma gadis kampung yang nggak ngerti apa-apa, kenapa dia yang mengelola perusahaan?"Tatapan Rizki terlihat dingin."Kar
"Syena, ada apa?" Liane tahu kenapa Syena menelepon, tapi dia tetap bertanya.Syena hanya bisa memasang wajah cemberut, "Bu, kenapa Ibu nyuruh adik datang ke kantor dan membiarkannya ambil alih kantor?""Kamu masih nanya? Ya tentu karena aku mau Nana ambil alih perusahaan ke depannya, kamu harus mendukung dan bantuin dia ya."Hati Syena tiba-tiba terasa dingin.Dia hendak bertanya, tapi untungnya Tanu menghentikannya.Syena melunakkan nadanya, "Oke Bu, aku ngerti. Reina 'kan putri kandungmu, wajar kalau Ibu ngasih perusahaan ke Nana. Tapi, sekarang dia nggak paham apa-apa, masa jadi CEO? Nanti orang-orang nggak setuju lho.""Justru karena dia belum paham, Ibu suruh dia datang ke kantor untuk belajar lebih banyak. Jangan khawatir, Ibu sudah kasih tahu semua pimpinan kok, nggak mungkin ada yang berontak." Liane terdiam sesaat, lalu berkata, "Apa ... jangan-jangan kamu yang nggak setuju?"Syena terdiam cukup lama, lalu menjawab, "Ah, nggak kok.""Baguslah. Kondisi Ibu makin buruk, mulai s
"Bos, perusahaan besar memang beda banget ya sama perusahaan kecil. Coba lihat peserta rapat tadi, sudah sesepuh semua," kata Sisil yang kaget.Reina juga gugup, "Ya, masih banyak hal yang harus kupelajari.""Iya, tapi hari ini Syena lucu banget."Sisil sangat membenci Syena yang arogan.Reina pulang dan mulai membaca notulensi rapat hari ini.Betapa terkejutnya Reina melihat perubahan besar yang dilakukan Syena di perusahaan dalam beberapa hari terakhir.Syena sudah merombak total perusahaan.Reina diam-diam membuat rencananya sendiri.Meski sudah sangat malam, Sisil tidak ingin pulang."Sisil, sana pulang dan istirahat dulu.""Nggak usah Bos."Sisil tidak ingin pulang begitu teringat sekarang dia masih serumah dengan Deron.Sekarang setiap kali melihat wajah Deron, hati Sisil terasa sangat pedih.Hanya dengan kerja Sisil bisa melupakan semuanya.Barulah Reina ingat sepertinya ada salah paham antara kedua orang ini."Bos, tiap kali ingat Deron, hatiku rasanya sesak." Sisil mengusap uj
Tidak penting?Sisil menjadi semakin sedih, "Kok nggak penting, menurutku penting. Jawab aku, sebenarnya kamu suka aku atau nggak?"Kalau Deron tidak segera menjawab, amarah Sisil pasti meledak.Kalau suka ya suka saja, kalau tidak ya tidak.Pakaian Deron kusut karena terus ditarik Sisil, Deron pun mulai tidak sabar menghadapinya."Nggak."Dulu Deron tidak bisa lihat pribadi orang dengan jelas, tapi sekarang dia yakin Sisil sama dengan tunangannya dulu, jadi mana mungkin Deron menyukainya.Ucapan ini membuat hati Sisil yang tadi terasa hangat, seketika jadi sedingin es."Serius?" Suara Sisil gemetar."Boleh pergi aja nggak sana?" Deron mengusirnya.Sisil berdiri diam, tidak ingin pergi begitu saja."Kamu benar-benar nggak pernah suka sama aku? Terus kenapa kamu mau pacaran sama aku?" Sisil tidak terima."Memangnya kalau pacaran, harus terus bersama? Sebelum pacaran, mungkin kita nggak kenal jelas pasangan kita. Sekarang setelah tahu jelas, aku yakin kita nggak cocok." Setelah menjelask
Perkataan Riki menarik perhatian Deron."Tante Sisil kenapa?""Tante Sisil hebat banget," puji Riki. "Dia itu manis dan pintar berkelahi, pasti banyak pria suka sama dia."Riki sengaja berkata seperti itu.Deron jelas cemburu, terkadang laju mobil mereka terlalu cepat, kadang selambat kura-kura."Serius?""Iya lah. Dulu waktu dia ketemu klien di luar, banyak lho yang suka sama dia." Riki berkata sambil menopang dagunya. "Jadi kalau dibanding Tante Sisil, Om Deron harus berusaha lebih keras. Coba lihat wajah Om Deron yang dingin kayak kulkas gitu, mana ada wanita yang berani deketin Om?""Om 'kan sudah nggak muda, orangtua Om juga mulai mendesak untuk menikah, 'kan?"Bicara tentang orang tuanya, Deron merasa gelisah.Dia menghentikan Riki bergosip, "PR-mu sudah selesai semua belum? Kalau belum, cepat selesaikan."Awalnya Riki masih ingin menggoda Deron, tetapi begitu diingatkan tentang PR, dia langsung mengeluarkan bukunya.Setelah Deron mengantar Riki ke TK, dalam perjalanan pulang dia
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba