Diego pun bertanya dengan cemas saat melihat wajah pucat Reina."Kak, kamu kenapa?"Reina menggeleng, "Nggak apa-apa.""Ayo, masuk ke mobil, aku antar ke dokter." Diego tidak ingin terjadi apa-apa pada Reina, sumber kekayaannya."Nggak perlu."Reina menyingkirkan tangan Diego yang terulur, melihat sekilas ke batu nisan Treya, menahan rasa pusingnya dan berjalan kembali.Namun setelah beberapa langkah, pandangannya jadi gelap, Reina jatuh.Diego langsung menghampiri dan membantunya berdiri."Kak!"Dia buru-buru memapah Reina dan langsung membawanya ke mobil."Ayo cepat ke rumah sakit," ucap Diego pada sopir setelah masuk ke mobil....Setelah terbangun, kepala Reina masih terasa pusing dan beberapa bagian ingatan muncul silih berganti.Dua orang pun masuk ke kamarnya.Reina akhirnya melihat orang di depannya dengan jelas."Gimana rasanya? Mana yang sakit?" tanya Maxime dengan lembut.Diego yang berada di belakang Maxime juga berkata dengan cemas, "Kak, kamu benar-benar bikin aku ketakut
Reina tidak mengerti apa maksud Maxime sampai tubuhnya dibaringkan ke kasur.Dia langsung membungkus dirinya dengan selimut dengan erat, matanya penuh kewaspadaan, "Jangan main-main!"Mata Maxime memerah, dia mencubit dagu Reina."Nana, aku ini pria normal."Mereka sudah lama sekali tidak melakukannya, setiap hari mereka selalu bersama. Justru kalau tidak melakukannya, Maxime berpikir dia benar-benar sakit.Reina hendak melarikan diri, tapi ditarik kembali oleh Maxime.Reina tidak bisa kabur, ciuman Maxime pun mulai memenuhi tubuhnya.Reina merasa sesak napas dan tidak bisa berpikir jernih.Tepat saat Reina sedang menikmati, terdengar suara pengganggu, "Mama.""Mama."Riko dan Riki yang sudah pulang dari sekolah memanggilnya dari lantai bawah.Wajah tampan Maxime langsung terlihat suram. Dia mengatur agar Sisil, Brigitta dan Gaby pergi.Mendengar suara kedua anak kecil itu semakin dekat, Reina berusaha keras untuk mendorong Maxime.Maxime tidak punya pilihan selain berhenti.Reina lang
Maxime yang tidak mengerti apa-apa pun melangkah maju dan membuka paket itu. Begitu melihat apa yang ada di dalamnya, ekspresinya sontak menjadi kaku.Reina ikut melangkah maju dengan malu-malu, lalu bertanya sambil menunjuk boneka itu, "Gimana? Suka? Aku nggak akan keberatan kok."Kekesalan Maxime pun tersulut.Ini adalah pertama kalinya ada yang berani memberikan sesuatu seperti ini kepadanya. Maxime berusaha menahan amarahnya sambil bertanya, "Nana, apa kamu nggak merasa ini keterlaluan?"Reina sontak tertegun."Hah?"Dia malah merasa sesuatu seperti ini biasa saja dan bukan masalah besar."Kamu jangan salah paham. Menurutku setiap orang pasti punya kebutuhan fisiologisnya masing-masing dan aku menghormatimu. Gimanapun juga, kita ini suami-istri, 'kan?"Maxime menyadari bahwa Reina sama sekali tidak mengerti maksudnya, jadi dia akhirnya berbalik badan dan berjalan pergi.Reina hanya mengernyit bingung menatap Maxime yang pergi dengan marah."Aku awalnya terpikir untuk mencari seoran
Reina hanya diam di pelukan Maxime sambil mendengarkan igauan pria itu. Entah kenapa Reina jadi merasa sedih."Sudah, sudah, nggak apa-apa," hibur Reina sambil menepuk-nepuk punggung Maxime. "Tidurlah lagi."Maxime pun memeluk Reina makin erat dan akhirnya jatuh tertidur lagi.Reina juga membiarkan Maxime memeluknya. Setelah memastikan bahwa pria itu sudah benar-benar pulas, barulah Reina menarik kembali tangannya dengan perlahan.Sekarang giliran Reina yang tidak bisa tidur. Dia duduk merenung di teras sambil menikmati semilir angin.Maxime baru bangun pukul enam pagi dengan kepala yang terasa begitu sakit.Dia menatap selimut yang tersampir di tubuhnya dengan bingung.Berdasarkan ingatannya yang samar-samar itu, sepertinya Reina ada bersamanya setelah dia pulang? Kenapa sekarang tidak terlihat lagi?Maxime pikir dia hanya bermimpi, jadi dia mandi di lantai atas dan berganti pakaian sebelum akhirnya lanjut tidur.Reina bisa mendengar pergerakan Maxime. Setelah melihat bahwa Maxime bai
"Ayo ke sini, Pa, ini sup buatanku sendiri buatmu. Aku masak berdasarkan resep pengobatan tradisional yang sudah berusia seabad, benar-benar menghabiskan banyak waktu dan tenaga. Kalau makan ini umur papa bisa jadi tambah panjang," kata Aarav dengan nada menyanjung.Sorot tatapan Tuan Besar Latief langsung berbinar."Sungguh?""Tentu saja, mana mungkin aku bohong? Aku 'kan sengaja pulang dari luar negeri buat mengurus papa supaya papa bisa panjang umur?"Aarav memang pintar sekali menyenangkan hati Tuan Besar Latief, sangat berbeda dengan ayahnya Maxime yang tidak bisa diandalkan itu.Itulah alasannya kenapa Tuan Besar Latief lebih sayang pada Aarav."Aarav, kamu memang keturunanku yang paling berbakti," puji Tuan Besar Latief.Padahal, semua orang tahu bahwa manusia pasti akan menua.Namun, Tuan Besar Latief menolak menua ataupun mati.Dia bahkan sampai transfusi darah di rumah sakit demi menjaga dirinya tetap awet muda dan energik."Aduh, nggak kok, Pa! Menurutku adikku dan keturunan
Reina berjalan mengikuti Maxime keluar, menghirup udara segar membuatnya merasa seperti terlahir kembali."Makasih sudah menyelamatkanku," ucap Reina."'Kan sudah kubilang mulai sekarang kamu nggak perlu bilang terima kasih kepadaku?" sahut Maxime sambil melepaskan genggaman tangannya.Padahal mereka itu suami istri, tapi Reina selalu saja sungkan dengan Maxime."Maaf, aku lupa," jawab Reina dengan kikuk."Nggak usah minta maaf," kata Maxime lagi.Reina sontak merasa tertohok.Rasanya apa pun yang dia katakan sekarang jadi salah."Ya oke," jawab Reina sambil menundukkan kepalanya seperti seorang anak kecil yang habis berbuat salah.Maxime jadi merasa bersalah, "Ayo, kuantar kamu istirahat.""Iya."Reina pun berjalan mengikuti Maxime menuju kediaman mereka.Maxime menyuruh para pelayan untuk pergi meninggalkannya dan Reina berduaan saja di rumah.Reina yang sudah merasa lebih bebas langsung duduk di sofa. Beberapa saat kemudian, barulah dia mendadak teringat sesuatu, "Eh iya, kita nggak
"Apa?" kata Rendy dengan kaget, lalu lanjut menyindir, "Dasar wanita nggak tahu malu satu itu! Kukira dia memang wanita hebat karena sebelumnya bersikap sok berwibawa begitu. Lagian, bukannya Maxime itu hebat? Masa dia nggak berani mengurus adiknya?"Ekspresi Rendy terlihat sangat menghina. Dia memang sedang merasa begitu kesal karena ada orang lain yang bisa mendapatkan apa yang tidak bisa dia dapatkan.Melisha menyadari perubahan ekspresi Rendy dan tentu saja bisa membaca niat jahat dalam benak suaminya itu.Dia tidak peduli lagi."Sayang, aku tahu dari dulu kamu menginginkannya. Biar kubantu kamu mendapatkannya.""Sayang, kamu ini bicara apa sih?" tanya Rendy berpura-pura bingung sambil menatap Melisha dengan kaget. "Aku 'kan hanya mencintaimu."Rasanya Melisha jadi mual melihat akting Rendy yang pura-pura bodoh."Aku tahu kamu mencintaiku, tapi aku juga tahu kamu menginginkan Reina. Aku nggak mau jadi wanita pencemburu kayak di luar sana. Aku cuma ingin membuatmu bahagia."Sorot ta
Reina menengadah dan kebetulan bertatapan dengan Melisha."Kenapa kamu sendirian di sini? Mau ngobrol nggak sama yang lain?" tanya Melisha."Nggak perlu, terima kasih. Aku lebih suka sendirian," jawab Reina.Melisha tersenyum tipis, "Oke deh."Reina pikir Melisha akan langsung pergi, tidak disangka Melisha malah duduk di samping Reina.Melihat Reina menatap dirinya, Melisha pun berkata, "Sebenarnya aku juga nggak suka keramaian. Kebetulan kamu sendiri, aku juga sendiri. Ya sudah kita berdua aja."Reina jadi tidak enak hati menolaknya.Ditambah, sekarang dia berada di kediaman Keluarga Sunandar, tidak mungkin 'kan dia mengusir orang?Reina menatap ke kejauhan, di mana para senior Keluarga Sunandar saling bercengkrama.Melisha menyesap anggurnya sambil menatap gelas yang ada di depan Reina.Tatapan Melisha terlihat licik, dia berpura-pura mengangkat teleponnya seolah baru melihat berita terkini."Nana, lihat deh ...."Dia menyerahkan ponselnya pada Reina.Reina mengernyit bingung, dia me
"Oh, kalau begitu dia cukup beruntung, bisa menikah sama pria baik-baik," kata penjaga itu sambil mengeluarkan sebuah apel, lalu menggigitnya.Morgan terdiam dan tidak mengatakan apa-apa.Dia terus membuka kertas di depannya, yang sebagian besar menceritakan bagaimana Jess dan Erik jatuh cinta.Simpul di tenggorokan Morgan bergulir sedikit saat dia menunjuk Jess dan berkata, "Pria yang dulu dia sukai itu aku."Penjaga sedang memakan apel dan hampir tersedak saat mendengar kata-katanya."Ehem. Lalu, kenapa dia bisa nikah sama orang lain?"Mendengar kata-kata itu, dada Morgan terasa sesak dan dia tidak bisa menjawab pertanyaannya.Ya, bagaimana bisa wanita yang sangat jelas-jelas begitu mencintainya bisa menikah dengan orang lain?"Aku nggak tahu, tapi itu karena seleranya buruk."Penjaga itu berdecak, "Belum tentu, Erik itu pewaris Keluarga Casco, sementara kamu sekarang ...."Dia menggelengkan kepalanya sambil melangkah pergi.Morgan tinggal sendirian di dalam kamar dan batuknya makin
Suasana di dalam mobil sangat hening, membuat sopir merasa sedikit tidak nyaman.Namun, tepat pada saat itu, ponsel Maxime berdering.Dia mengangkat ponselnya dan mengerutkan kening."Ya?" Dia sengaja mengecilkan suaranya agar Reina yang tertidur di sampingnya tidak terganggu.Pria di seberang sana berkata, "Bos, Morgan ingin bicara denganmu."Maxime melirik Reina, matanya terpejam seolah-olah dia tertidur."Berikan kepadanya.""Ya."Tidak butuh waktu lama sampai panggilan itu berganti dan suara Morgan yang agak lemah terdengar, "Ehem, Kak, berapa lama lagi kamu akan menahanku di sini?"Mendengar itu, Maxime mengeluarkan tawa pelan."Ini baru setahun dan kamu sudah nggak sanggup?"Morgan tidak mengatakan apa-apa.Maxime melanjutkan, "Karena aku mengirimmu ke sana, aku nggak berniat membawamu kembali."Satu kalimat itu seperti memberi Morgan hukuman mati.Mata Morgan langsung memerah."Apa kamu bercanda? Uhuk ... uhuk ... uhuk. Aku nggak bisa bertahan lebih lama lagi sekarang," katanya.
Keduanya bercanda selama beberapa saat sebelum Reina menutup telepon.Melihat bahwa waktu pulang kerja hampir tiba, Reina berencana mengajak Sisil dan yang lainnya berbelanja dan makan bersama. Namun, dia tidak menyangka Maxime akan bangun dan menghampirinya."Nana, ayo pulang ke rumah."Saat mengatakan itu, matanya berbinar-binar.Selama setahun ini, Maxime sudah betah di Grup Yinandar dan tidak mau pindah.Reina sangat tertekan. "Aku mau jalan-jalan, kamu pulang saja dulu.""Kamu mau jalan-jalan ke mana? Aku temenin, ya?" tanya Maxime.Reina tidak bisa berkata-kata.Maxime selalu seperti ini. Reina bahkan tidak bisa pergi berbelanja dengan teman dan sahabatnya ketika dia ingin."Nggak jadi deh. Kalau kamu ikut, kita nanti jadi nggak nyaman."Maxime mendekatinya dan menggenggam tangannya. "Aku yang akan bayar apa pun yang kalian beli."Bagaimana lagi, demi bisa berada di sisi Reina setiap saat, Maxime harus menyenangkan teman-teman dan sahabat Reina.Sisil membawa banyak dokumen saat
Ekspresi di wajah Reina tidak berubah ketika mendengar Melisha mencurigainya. "Rahasia apa?"Dia tidak bodoh, bagaimana mungkin dia memberitahu Melisha?Jika dia mengatakan tentang hal semacam ini, dia sendiri tidak takut dibalas, tetapi dia tidak ingin mengkhawatirkan hal lainnya.Melisha menatap wajah bingung Reina dan merendahkan suaranya, "Lebih baik bukan kamu, atau aku nggak akan melepaskanmu."Dia mengatakannya dengan penuh ketegasan.Reina tidak peduli dengan apa yang dikatakan Melisha. Rasa tidak peduli ini terlihat jelas di wajahnya.Melisha entah kenapa menjadi sedikit ciut saat melihat mata Reina, lalu menarik tatapannya kembali.Pada saat itu, Riko dan Riki juga keluar dari sekolah dan bergegas menghampiri Reina."Mama."Wajah Reina langsung menunjukkan senyuman lembut, sangat berbeda dengan ekspresi dingin dan tidak tersentuh yang dia tunjukkan barusan."Ayo, kita pulang terus makan."Reina menggandeng keduanya dan menuntun mereka keluar.Tidak jauh dari situ, Maxime berd
Joanna berkata kepada Reina dengan perasaan tidak senang, sambil menguap, "Aku pikir bakal lihat Aarav teriak-teriak. Nggak disangka masalahnya selesai secepat ini."Dia tidak bersimpati pada kedua belah pihak.Lagi pula, Keluarga Madison bukanlah keluarga baik-baik.Reina mengangguk. "Ya, aku nggak menyangka masalah ini diselesaikan dengan mementingkan kepentingan masing-masing."Joanna menepuk bahunya."Ke depannya, kamu harus terbiasa sama situasi seperti ini. Dalam keluarga besar, yang namanya perasaan nggak begitu penting, semuanya tentang kepentingan."Reina memikirkannya dengan bijaksana.Joanna kembali ke kamarnya untuk beristirahat, sementara Reina kembali ke tempatnya dan Maxime.Maxime tidak pergi ke sana hari ini, dia tidak terlalu suka masalah.Saat itu, dia sedang duduk di sofa sambil bermain ponsel.Reina bingung saat melihat dia masih terjaga. "Kenapa masih belum tidur? Ini sudah malam lho?""Terus kamu? Kenapa jam segini baru balik?" Maxime tidak tenang membiarkan Rein
Aarav paham dengan maksud perkataannya dan mengangguk mengerti."Jangan khawatir, aku tahu."Joanna dan Reina saling memandang, sudut mulutnya terangkat. "Aku pikir ada acara besar, ternyata bukan. Ayo kita pergi."Reina mengangguk.Saat itu, beberapa wajah yang lebih familier masuk dari luar.Reina melihat para pengunjung, yang tidak lain keluarga Melisha."Ibu, orang Keluarga Madison datang," kata Reina.Joanna langsung menghentikan langkah kakinya."Kalau begitu kita tunggu sebentar lagi saja.""Ya." Tentu saja Reina mendengarkan apa yang dikatakan Joanna.Keduanya belum keluar dan sempat melihat orang-orang Keluarga Madison terengah-engah dari luar.Melihat mereka, wajah Aarav berubah serius."Kenapa kalian datang?"Rombongan Keluarga Madison yang berada di barisan paling depan adalah ayah Melisha. "Mau apa lagi, aku datang mau jemput putriku.""Ternyata Keluarga Sunandar berani bersikap sekeras ini kepada putriku." Dipta melihat luka-luka di tubuh Melisha dan mengepalkan tinjunya.
"Tuan, Keluarga Tuan Daniel datang," kata pelayan itu.Mendengar kata-kata itu, keheningan seketika menyelimuti ruangan itu.Kekesalan di bawah mata Aarav makin tidak bisa disembunyikan. "Sial! Mau apa mereka ke sini?"Rendy menyela, "Apa lagi, mereka pasti datang karena mau lihat masalah di keluarga kita."Aarav menatapnya dengan tatapan kosong.Kemudian, dia hendak meminta pembantu untuk keluar dan memberitahu mereka bahwa dia tidak ada di rumah.Tidak disangka Daniel dan yang lainnya datang tanpa dipersilakan masuk.Aarav tidak pernah sebenci ini kepada Daniel.Hal pertama yang Reina lihat setelah masuk adalah Melisha, yang diikat dan berlutut, serta pria simpanannya.Keduanya memiliki memar di tubuh mereka, terlihat jelas bahwa mereka habis dipukuli.Reina kemudian melihat Aarav duduk di ujung meja, di sebelahnya ada Rendy yang ditahan oleh beberapa pengawal."Daniel, kenapa kalian datang ke mari selarut ini? Aku bikin kalian melihat lelucon keluarga kami." Setelah itu, Aarav melir
Daniel mengerutkan kening. "Itu masalah keluarga mereka, ngapain kalian mau ke sana?"Joanna membalas dengan acuh."Bukannya kamu dan kakakmu itu keluarga? Sekarang, sesuatu terjadi di keluarganya, kenapa kamu malah bilang keluarga mereka?"Ketika Daniel mendengar ini, dia tersedak lagi dan benar-benar tidak bisa berkata-kata.Reina merasa sedikit tidak enak hati.Untungnya, Maxime menimpali, "Pergilah kalau kamu mau melihatnya. Kami juga prihatin sama keluarga Om Aarav."Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Jangan sampai Om Aarav bertindak impulsif karena marah."Melisha dan Klinton sudah ditangkap, entah apa yang akan dilakukan Aarav dan Rendy kepada mereka.Mendengar ini, Daniel mengangguk dan mengerti maksud perkataan Maxime."Kamu benar, kita harus pergi ke sana."Dia juga mengkhawatirkan kakaknya....Sisi lain.Rumah Aarav.Baik Melisha dan Klinton berada dalam kondisi yang menyedihkan, berlutut di lantai.Mereka habis dipukuli dan tubuh mereka penuh dengan luka.Aarav duduk
"Bagaimana ini bisa terjadi? Ini pasti palu, ini palsu!" Tommy bergumam sendiri.Dia tidak percaya ibunya akan pergi dengan pria lain.Melisha sangat mencintainya, bagaimana mungkin dia meninggalkannya begitu saja?Melihat ketidakpercayaannya, murid-murid yang lain berkata, "Kalau kamu nggak percaya, tanya saja sama kakek dan ayahmu."Tommy segera menelepon Aarav."Kakek, mereka bilang Mama kabur sama pria lain dan nggak menginginkanku lagi."Mendengar cucunya menanyakan hal ini, Aarav tidak menyembunyikannya darinya."Tommy,, mulai sekarang kamu cuma punya Kakek dan Papa. Nggak usah pedulikan Mama mu. Papa sama Kakek bakal jaga kamu dengan baik."Tommy masih kecil, tetapi dia tidak bodoh.Apa yang tidak bisa dia pahami sekarang? Ternyata ibunya benar-benar tidak menginginkannya lagi.Jelas-jelas kemarin lusa ibunya sudah siap untuk membawanya pergi, kenapa sekarang berubah pikiran?Tommy benar-benar tidak ingin pergi ke sekolah lagi dan bergegas keluar dari dalam kelas.Namun, dia mem