Maxime yang tidak mengerti apa-apa pun melangkah maju dan membuka paket itu. Begitu melihat apa yang ada di dalamnya, ekspresinya sontak menjadi kaku.Reina ikut melangkah maju dengan malu-malu, lalu bertanya sambil menunjuk boneka itu, "Gimana? Suka? Aku nggak akan keberatan kok."Kekesalan Maxime pun tersulut.Ini adalah pertama kalinya ada yang berani memberikan sesuatu seperti ini kepadanya. Maxime berusaha menahan amarahnya sambil bertanya, "Nana, apa kamu nggak merasa ini keterlaluan?"Reina sontak tertegun."Hah?"Dia malah merasa sesuatu seperti ini biasa saja dan bukan masalah besar."Kamu jangan salah paham. Menurutku setiap orang pasti punya kebutuhan fisiologisnya masing-masing dan aku menghormatimu. Gimanapun juga, kita ini suami-istri, 'kan?"Maxime menyadari bahwa Reina sama sekali tidak mengerti maksudnya, jadi dia akhirnya berbalik badan dan berjalan pergi.Reina hanya mengernyit bingung menatap Maxime yang pergi dengan marah."Aku awalnya terpikir untuk mencari seoran
Reina hanya diam di pelukan Maxime sambil mendengarkan igauan pria itu. Entah kenapa Reina jadi merasa sedih."Sudah, sudah, nggak apa-apa," hibur Reina sambil menepuk-nepuk punggung Maxime. "Tidurlah lagi."Maxime pun memeluk Reina makin erat dan akhirnya jatuh tertidur lagi.Reina juga membiarkan Maxime memeluknya. Setelah memastikan bahwa pria itu sudah benar-benar pulas, barulah Reina menarik kembali tangannya dengan perlahan.Sekarang giliran Reina yang tidak bisa tidur. Dia duduk merenung di teras sambil menikmati semilir angin.Maxime baru bangun pukul enam pagi dengan kepala yang terasa begitu sakit.Dia menatap selimut yang tersampir di tubuhnya dengan bingung.Berdasarkan ingatannya yang samar-samar itu, sepertinya Reina ada bersamanya setelah dia pulang? Kenapa sekarang tidak terlihat lagi?Maxime pikir dia hanya bermimpi, jadi dia mandi di lantai atas dan berganti pakaian sebelum akhirnya lanjut tidur.Reina bisa mendengar pergerakan Maxime. Setelah melihat bahwa Maxime bai
"Ayo ke sini, Pa, ini sup buatanku sendiri buatmu. Aku masak berdasarkan resep pengobatan tradisional yang sudah berusia seabad, benar-benar menghabiskan banyak waktu dan tenaga. Kalau makan ini umur papa bisa jadi tambah panjang," kata Aarav dengan nada menyanjung.Sorot tatapan Tuan Besar Latief langsung berbinar."Sungguh?""Tentu saja, mana mungkin aku bohong? Aku 'kan sengaja pulang dari luar negeri buat mengurus papa supaya papa bisa panjang umur?"Aarav memang pintar sekali menyenangkan hati Tuan Besar Latief, sangat berbeda dengan ayahnya Maxime yang tidak bisa diandalkan itu.Itulah alasannya kenapa Tuan Besar Latief lebih sayang pada Aarav."Aarav, kamu memang keturunanku yang paling berbakti," puji Tuan Besar Latief.Padahal, semua orang tahu bahwa manusia pasti akan menua.Namun, Tuan Besar Latief menolak menua ataupun mati.Dia bahkan sampai transfusi darah di rumah sakit demi menjaga dirinya tetap awet muda dan energik."Aduh, nggak kok, Pa! Menurutku adikku dan keturunan
Reina berjalan mengikuti Maxime keluar, menghirup udara segar membuatnya merasa seperti terlahir kembali."Makasih sudah menyelamatkanku," ucap Reina."'Kan sudah kubilang mulai sekarang kamu nggak perlu bilang terima kasih kepadaku?" sahut Maxime sambil melepaskan genggaman tangannya.Padahal mereka itu suami istri, tapi Reina selalu saja sungkan dengan Maxime."Maaf, aku lupa," jawab Reina dengan kikuk."Nggak usah minta maaf," kata Maxime lagi.Reina sontak merasa tertohok.Rasanya apa pun yang dia katakan sekarang jadi salah."Ya oke," jawab Reina sambil menundukkan kepalanya seperti seorang anak kecil yang habis berbuat salah.Maxime jadi merasa bersalah, "Ayo, kuantar kamu istirahat.""Iya."Reina pun berjalan mengikuti Maxime menuju kediaman mereka.Maxime menyuruh para pelayan untuk pergi meninggalkannya dan Reina berduaan saja di rumah.Reina yang sudah merasa lebih bebas langsung duduk di sofa. Beberapa saat kemudian, barulah dia mendadak teringat sesuatu, "Eh iya, kita nggak
"Apa?" kata Rendy dengan kaget, lalu lanjut menyindir, "Dasar wanita nggak tahu malu satu itu! Kukira dia memang wanita hebat karena sebelumnya bersikap sok berwibawa begitu. Lagian, bukannya Maxime itu hebat? Masa dia nggak berani mengurus adiknya?"Ekspresi Rendy terlihat sangat menghina. Dia memang sedang merasa begitu kesal karena ada orang lain yang bisa mendapatkan apa yang tidak bisa dia dapatkan.Melisha menyadari perubahan ekspresi Rendy dan tentu saja bisa membaca niat jahat dalam benak suaminya itu.Dia tidak peduli lagi."Sayang, aku tahu dari dulu kamu menginginkannya. Biar kubantu kamu mendapatkannya.""Sayang, kamu ini bicara apa sih?" tanya Rendy berpura-pura bingung sambil menatap Melisha dengan kaget. "Aku 'kan hanya mencintaimu."Rasanya Melisha jadi mual melihat akting Rendy yang pura-pura bodoh."Aku tahu kamu mencintaiku, tapi aku juga tahu kamu menginginkan Reina. Aku nggak mau jadi wanita pencemburu kayak di luar sana. Aku cuma ingin membuatmu bahagia."Sorot ta
Reina menengadah dan kebetulan bertatapan dengan Melisha."Kenapa kamu sendirian di sini? Mau ngobrol nggak sama yang lain?" tanya Melisha."Nggak perlu, terima kasih. Aku lebih suka sendirian," jawab Reina.Melisha tersenyum tipis, "Oke deh."Reina pikir Melisha akan langsung pergi, tidak disangka Melisha malah duduk di samping Reina.Melihat Reina menatap dirinya, Melisha pun berkata, "Sebenarnya aku juga nggak suka keramaian. Kebetulan kamu sendiri, aku juga sendiri. Ya sudah kita berdua aja."Reina jadi tidak enak hati menolaknya.Ditambah, sekarang dia berada di kediaman Keluarga Sunandar, tidak mungkin 'kan dia mengusir orang?Reina menatap ke kejauhan, di mana para senior Keluarga Sunandar saling bercengkrama.Melisha menyesap anggurnya sambil menatap gelas yang ada di depan Reina.Tatapan Melisha terlihat licik, dia berpura-pura mengangkat teleponnya seolah baru melihat berita terkini."Nana, lihat deh ...."Dia menyerahkan ponselnya pada Reina.Reina mengernyit bingung, dia me
Saat ini Reina yang duduk sendirian di pojokan pun mulai merasa tidak nyaman.Reina familiar dengan perasaan seperti ini, dia pun langsung berdiri dan ingin pergi.Melisha buru-buru menghampirinya, "Nana, kamu sudah mau balik?""Yah, aku nggak enak badan, aku duluan ya.""Kalau gitu ayo aku antar. Lagian aku lagi nggak ada urusan," ucap Melisha sambil melihat sekeliling, "Ngomong-ngomong, mana Max?""Dia pergi, ada perlu," jawab Reina.Melisha akhirnya merasa lega, "Oh, kalau gitu aku antar aja biar kamu nggak nyasar."Reina ingin menolak, tapi Melisha tidak mau pergi dan mengikutinya."Nggak perlu, aku ingat jalannya kok." Lagipula kalau lupa, dia bisa bertanya pada pelayan.Reina mempercepat langkah, tetapi langkahnya terasa ringan dan kepalanya terasa pusing.Melisha bisa melihat ketidaknyamanan Reina, jadi mana mungkin dia membiarkan Reina pergi sendirian."Nggak apa-apa, nggak usah sungkan, kita 'kan keluarga," kata Melisha sambil tersenyum.Reina benar-benar tidak punya pilihan s
Di dalam rumah, Rendy sudah melepas pakaiannya dan hendak mendekati Reina.Tapi Melisha tiba-tiba menghentikannya, "Sayang.""Kenapa?" Rendy kesal melihat Melisha tiba-tiba datang dan mengganggu keasikannya."Maxime sudah pulang, cepat pakai lagi bajumu."Rendy pun menelan kembali nafsunya dan buru-buru mengenakan baju."Aku harus gimana? Kalau Maxime tahu tentangku dan Reina, dia pasti bakal membunuhku!""Sekarang bukan waktunya ngomongin ini. Cepat pakai baju dan sembunyi, biar aku urus tempat ini."Rendy buru-buru menjawab sambil pakai baju, "Kamu harus jelasin lho ya, aku nggak ngapa-ngapain loh.""Aku tahu." Melisha melihat Rendy yang pengecut dengan jijik.Setelah Rendy pergi, Melisha melangkah maju untuk memeriksa Reina."Nana." Melisha menyentuhnya dengan pelan.Reina tidak sadar, jadi dia tidak bisa menjawab.Melisha khawatir dan berharap Maxime tidak segera datang.Setelah menutupi Reina dengan selimut, dia duduk di sofa di dekatnya dan menunggu dengan gugup.Mungkin karena e
Setelah kematian Liane, kakek dan nenek tidak menunjukkan kesedihan mereka. Namun, Reina bisa melihat bahwa mereka berdua sangat sedih.Reina takut kedua orang tua itu akan kesepian, jadi setiap hari dia akan membagikan apa saja yang ada di keluarga mereka dengan keduanya. Dia juga akan menunjukkan foto dan video anak-anak kepada mereka.Keduanya juga sering melakukan panggilan video untuk mengecek keadaan anak-anak dan Reina.Hidup sepertinya kembali berjalan normal."Nana, apa kalian akan pulang Tahun Baru nanti?" Nenek bertanya dengan hati-hati.Dia mengerti bahwa Reina telah menikah dan menjadi bagian dari Keluarga Sunandar, jadi tentu saja segala sesuatunya harus dilakukan dengan memikirkan Keluarga Sunandar terlebih dahulu.Reina langsung mengetikkan jawaban, "Aku sama Max sudah memutuskan akan mengunjungi kalian setelah Tahun Baru.""Syukurlah. Datanglah lebih awal, aku dan kakekmu akan menyiapkan makanan enak." Kata-kata nenek penuh dengan kegembiraan.Reina juga turut bahagia.
Sembelit?Riko sangat terkejut, sejak kapan dia mengalami sembelit?Maxime terbatuk pelan, menatapnya penuh makna. Melihat itu, Riko langsung mengerti apa yang sedang terjadi.Dia terpaksa harus menerima alasan sembelit ini."Hmm, mungkin karena aku kurang minum air putih akhir-akhir ini."Mendengar ini, Reina merasa prihatin sekaligus khawatir, lalu memeluk Riko."Riko, Mama akan membawamu ke dokter. Kamu masih kecil, kenapa bisa sembelit?"Mendengar bahwa Riko benar-benar mengalami sembelit, hati Reina hancur.Hanya mereka yang pernah melahirkan seorang anak dan menjadi seorang ibu yang akan mengerti bahwa rasa sakit fisik sekecil apa pun pada seorang anak akan terlalu berat untuk ditanggung oleh seorang ibu.Wajah Riko terasa panas seperti api ketika Reina tiba-tiba memeluknya.Dia tidak menyangka akan dipeluk dan dibujuk oleh mamanya ketika dia mengaku sedang sembelit.Sudah lama dia tidak dipeluk Mama seperti itu."Mama, nggak perlu. Aku hanya perlu minum lebih banyak air dan aku
Pengawal mengikuti Riko dan Maxime dengan membawa tas besar berisi pakaian pria.Maxime menatap pria mungil yang bahkan tidak setinggi kakinya, lalu bertanya, "Apa yang kamu lakukan di toko pakaian pria?"Riko yang mendengar itu pun berbohong tanpa menunjukkan celah, "Oh, Tante Alana memintaku mampir dan membelikan pakaian untuk Om Jovan."Dia mempertimbangkan bahwa Maxime dan Alana tidak akrab. Alana adalah sahabat mamanya, jadi mereka berdua tidak akan berhubungan secara pribadi.Jadi, Maxime tidak mungkin meminta konfirmasi kebenaran dari perkataannya kepada Alana.Benar saja, setelah Maxime mendengar pertanyaan ini, dia tidak terus bertanya dan hanya mengatakan, "Tante Alana sepercaya itu kepadamu."Maxime mengatakan ini dan ada sesuatu yang mengganjal di dalam hatinya.Alana membelikan baju untuk Jovan, kenapa Nana tidak memiliki pemikiran membelikan baju untuknya?Suasana hatinya sedang tidak enak.Riko bisa melihat itu. Dia mengulurkan tangan dan menggandeng tangan Maxime."Pa,
Melihat bahwa Riko berniat untuk membela manajer toko ini, Maxime juga tidak memperkeruh situasi ini lagi."Aku harap hal seperti ini nggak akan terjadi lagi," kata Maxime.Manajer toko mengangguk berulang kali. "Baik, baik."Dalam hati, dia akhirnya bisa bernapas lega.Hidup dan matinya benar-benar ada di tangan orang lain. Dia melirik Riko dan Cikita dengan penuh rasa syukur.Jika bukan karena Cikita yang melindungi Riko, situasi hari ini pasti tidak akan berakhir dengan baik.Melihat hal ini, Cikita berkata pada Riko, "Terima kasih."Riko tersenyum sopan kepadanya."Kak Cikita, akulah yang harus berterima kasih padamu."Setelah mengatakan itu, dia mengeluarkan sebuah kartu dari dalam saku kecilnya dan menyerahkannya kepada Cikita. "Aku akan mengambil semua pakaian yang kamu bawakan untukku tadi."Dengan satu kalimat itu, para pegawai dan manajer toko pun tercengang.Harus diketahui bahwa set pakaian yang baru saja diambil Cikita, yang paling murah harganya dua ratus juta. Namun, ana
Bagian bawah mata Tommy menunjukkan ketakutan dan dia mengangguk berulang kali."Aku mengerti."Setelah itu, Maxime baru melepaskannya.Faktanya, jika Tommy bisa dididik dengan baik, dia tidak akan senakal ini.Dulu, ketika Tuan Besar Latief mengasuhnya, dia menjadi sombong karena terlalu dimanja. Kemudian, Melisha membesarkannya, membuatnya tidak bisa membedakan mana yang benar dan mana yang salah, bahkan menjadi lebih sombong dan mendominasi.Telapak tangan Melisha berkeringat, takut Maxime benar-benar akan menyakiti putranya. Dia segera berjalan mendekat dan menggendong Tommy."Max, dia masih kecil, jangan menakut-nakutinya."Kesombongan yang dia tunjukkan barusan sudah tidak terlihat lagi.Manajer toko juga mengenali Maxime. Dia tidak percaya bahwa anak kecil di depannya ternyata putra Maxime!Hatinya langsung menjadi dingin.Konsekuensi dari menyinggung Melisha adalah dia tidak bisa membuka toko. Namun, jika dia menyinggung Maxime, dia tidak akan bisa berkeliaran di Kota Simaliki
Maxime tidak menjawab dan langsung berjalan ke arah Riko.Pada saat ini, Tommy telah melepaskan topeng dari wajah Riko. Ketika melihat orang di depannya, tangan Tommy gemetar dan topeng Raja Kera di tangannya pun jatuh ke lantai.Dia langsung teringat ketika Riko meninjunya. Seketika, wajahnya langsung berubah pucat."Riko, kenapa ... kamu?" Dia bertanya dengan suara gemetar.Riko menatapnya dengan tatapan dingin, lalu berkata dengan tegas, "Ambil topengnya."Mana mungkin Tommy tidak menuruti perintah Riko. Dia segera mengambil topeng yang dia jatuhkan ke lantai.Melisha yang berada tidak jauh dari situ pun melihat kejadian ini. Dia tidak percaya bahwa anak ini ternyata Riko Andara!Bagaimana mungkin? Dia tidak merasa bahwa suara anak itu barusan adalah suara Riko.Selain itu, kenapa putranya begitu patuh pada Riko?Dia melihat Tommy dengan patuh mengambil topeng yang ada di lantai, seperti bawahan Riko.Rendy, suaminya adalah seorang pengecut. Sekarang, dia menyadari bahwa putranya ju
Setelah memeriksa ke dalam toilet, pengawal langsung merasa darah di sekujur tubuhnya membeku. Dia memberi tahu Maxime dengan gemetar, "Tuan Maxime, gawat. Tuan Muda menghilang.""Apa?"Maxime mengerutkan kening, tetapi tetap tenang."Pergilah dan periksa pengawasan di seluruh mal. Minta pihak mal menutup semua pintu masuk dan keluar." Dia dengan cepat membuat keputusan."Baik."Pengawal itu segera melakukan apa yang dikatakan Maxime.Maxime menutup telepon dan Reina langsung bertanya, "Bagaimana? Kenapa Riko belum kembali?""Nggak apa-apa, dia masih di toilet, mungkin sembelit." Maxime takut Reina khawatir, jadi dia terpaksa harus berbohong.Hati Reina masih terasa sesak karena suatu alasan.Namun, dia juga bingung, "Dia masih kecil, mana mungkin sembelit? Setelah pulang nanti kita ke rumah sakit saja."Maxime menganggukkan kepalanya sambil mengiakan pelan.Riki duduk di sampingnya dan berbicara dengan bingung, "Kenapa aku nggak tahu kalau Kakak sembelit? Bukankah dia sangat memperhat
Riko hampir saja tertangkap oleh Melisha, tetapi tiba-tiba ada seseorang yang melangkah di depannya dan menghentikan Melisha."Nyonya, kenapa Nyonya mengganggu anak kecil?" kata Cikita dengan suara dingin.Melisha langsung mengerutkan kening saat melihat wanita tidak tahu diri yang menghentikannya. "Kamu pikir kamu siapa, beraninya menceramahiku?"Setelah mengatakan itu, dia melihat ke arah manajer toko yang baru saja berjalan mendekat."Kamu manajer toko? Apa begini caramu melatih pegawai di toko?"Manajer toko sedikit bingung, masih tidak tahu apa yang sedang terjadi."Nyonya Melisha, apa yang terjadi? Siapa yang membuat Nyonya kesal?"Melisha menunjuk ke arah Cikita. "Dia. Pecat dia sekarang juga."Manajer toko melihat ke arah Melisha menunjuk dan matanya tertuju pada Cikita."Cikita, apa yang terjadi? Kenapa kamu nggak menghormati Nyonya Melisha? Dia itu pelanggan besar di toko kita. Cepat minta maaf sama Nyonya Melisha sekarang juga!"Manajer toko tahu bahwa Cikita berasal dari ke
Cara Melisha mengatakan hal ini terkesan seperti dia adalah seorang hakim. Apa yang dia katakan harus dilakukan.Perlahan, para pemandu belanja mulai tidak senang dengannya. Namun, mereka tidak berani mengatakan apa pun."Ini ...."Mereka tidak mau memaksa seorang anak untuk melepas topeng dan memberikannya kepada anak nakal itu.Melihat ini, Melisha langsung berjalan menghampiri."Kalian nggak berani? Biar aku saja."Sikapnya tidak menunjukkan seorang nyonya kaya rasa. Dia benar-benar akan mengambil topeng milik seorang anak yang datang tanpa ditemani orang tuanya.Di balik topeng Raja Kera, wajah kecil Riko sedingin es dan terlihat tidak baik-baik saja. Dia sudah siap untuk menggigit Melisha saat wanita itu meraih topengnya nanti.Namun, pemandu belanja yang barusan melayani Riko dan membantunya mengambil pakaian tiba-tiba berjalan keluar dengan membawa banyak pakaian mewah."Tuan muda, lihatlah pakaian-pakaian ini."Semua orang berbalik untuk melihat ke arah pemandu belanja itu.Di