Reina tidak menjawab dan langsung pergi.Liane yang panik langsung meminta Syena menahan Reina.Syena menolak, "Ibu jangan pilih kasih dong. Ibu lagi nggak sehat tapi tiap pagi selalu susah payah bikinin sarapan buat Reina dan teman-temannya. Aku nggak mau manggil balik dia.""Syena, kamu nggak tahu kejadiannya. Kalau bukan karena Nana, tadi Ibu bakal jatuh lebih parah."Sebelum Liane pingsan, dia sadar dia sudah jatuh menimpa Reina yang melindunginya dengan tubuhnya sendiri.Liane pun menceritakan hal ini pada Liane.Tidak disangka, Syena ternyata tidak peduli sama sekali."Ya memang sudah kewajiban dia kayak gitu, dia itu putrimu. Kalau aku di posisinya, aku juga bakal melakukan hal yang sama."Liane melihat Syena begitu yakin, tapi dia tidak percaya."Hahh, kamu pulang dulu deh. Aku mau sendiri sebentar."Syena juga tidak ingin tinggal di rumah sakit sepanjang waktu, "Oke, aku pulang dulu."Sekretaris Liane masuk setelah melihat Syena pergi.Liane buru-buru memberitahunya, "Kirim or
"Iya, nggak apa-apa.""Syukurlah." Liane sedang bicara dengan Reina di telepon sambil melihat ke luar jendela, "Aku juga nggak apa-apa, dokter bilang gula darahku rendah, makanya aku pingsan."Reina tidak mengerti kenapa Liane mengatakan hal ini padanya."Ah, oke. Baguslah kalau nggak apa-apa." Reina menjawab dengan tenang.Kemudian, Liane berkata, "Besok aku akan datang bawain kamu makanan.""Nggak perlu." Reina langsung menolak.Dia tidak ingin Liane kenapa-kenapa karena harus memasak untuknyaReina tidak mau Syena salah paham dan ditampar lagi untuk kesalahpahaman.Hati Liane terasa berat begitu ditolak lagi, dia terdiam cukup lama."Kalau nggak ada urusan lain, aku tutup teleponnya," ucap Reina."Tunggu, kalau gitu apa aku boleh datang menemuimu kapan saja?" Liane bertanya dengan gugup."Lebih baik nggak usah."Reina menutup telepon.Liane menatap ponselnya dengan tatapan kosong, lalu mengernyit bingung."Kupikir pandangannya tentangku sudah berubah."Sekretaris Liane yang berdiri
Belakangan ini Riko kembali tinggal di kediaman utama Keluarga Andara.Karena Riko anak yang waspada, dia selalu merasa ada yang mengawasinya secara pribadi, tapi dia tidak tahu siapa orang itu.Hari ini setelah dia mengirim pesan ke Deron, dia sengaja berjalan ke tempat tersembunyi untuk menangkap orang itu.Riko pergi ke suatu tempat di mana tidak ada jalan beraspal, dia sengaja bersembunyi di suatu titik tersembunyi.Rizki yang mengikutinya berjalan ke gang sempit pun cemas saat melihat jalan terputus dan sosok Riko hilang.Dia buru-buru berjalan maju, "Mana dia?"Saat Rizki bergumam, sekelompok orang langsung mengepungnya dari belakang.Riko juga berjalan keluar dari balik tempat sampah dan langsung mengenali Rizki, "Jadi kamu orangnya."Rizki adalah orang yang dulu menculiknya.Deron langsung meminta bawahannya meringkus Rizki.Baru kemudian Rizki sadar dirinya sudah dijebak, tetapi dia tidak takut sama sekali. Dia hanya merasa Riko sangat pintar karena berhasil menipunya.Deron l
Reina melihat Riko yang masih kecil sudah begitu bijak seperti orang dewasa, Reina merasa senang sekaligus tertekan."Bodoh, kamu 'kan masih kecil, orangtuamu harus melindungimu. Kalau sampai ada sesuatu, kamu harus ngasih tahu orangtuamu duluan, ngerti?"Riko mengangguk, "Oke."Reina mengobrol dengan Riko beberapa hal, lalu pergi.Setelah itu, Riki masuk ke kamarnya."Kak, gimana kamu bisa menangkap bajingan itu?"Riko pun memberitahunya."Kak, kamu hebat lho." Riki tiba-tiba berubah seperti anak kecil, "Tapi mama dan papa mau apain dia?""Aku nggak tahu, tapi ...." Riko terdiam sesaat sebelum melanjutkan, "Menurutku sekarang Rizki sebenarnya nggak mau menyakitiku."Riko dapat melihat sorot mata Rizki yang tulus ingin melindunginya, terlihat penuh dengan kebaikan, sama seperti Liane."Kalau dia berada di pihak Nenek Serigala sih dia nggak akan menyakiti kita, tapi kalau dia berpihak sama Syena, belum tentu gitu." Riki menganalisis dengan teliti."Kamu benar, kita nggak bisa menganggap
Karena mereka sudah masuk, Reina bisa ngomong apa lagi?Dia memaksakan senyum, "Duduklah. Tumben ke sini ada apa ya?"Setelah Melisha duduk, Tommy mulai melihat sekeliling."Oh nggak apa-apa, Tommy mau main dengan Riko dan Riki."Pelayan buru-buru datang menyajikan teh.Tommy juga sudah menemukan kamar Riko dan berniat masuk untuk mengajaknya bermain.Riki menatapnya dengan jijik, "Tommy, kok kamu datang ke rumahku?"Tommy terlihat tidak senang, tetapi begitu teringat ucapan Melisha dan kakeknya, dia hanya bisa menahan diri."Riki, Riko, aku mau main sama kalian. Aku sangat bosan di rumah. Kamu nggak ke sana buat main sama aku Kamu nggak kangen Liam dan Leo?"Tommy berujar dengan nada manis.Riki mencibir, "Kita mau main ke mana aja sih bukan urusanmu. Mendingan kamu pulang aja."Tommy menahan amarahnya dan berjalan ke sisi Riko."Riko, kamu juga mau aku pergi? Aku nggak peduli, aku mau main di sini."Riko penasaran saat melihat Tommy, yang selama ini sombong dan mendominasi, kini begi
Larut malam, di dalam ruang privat sebuah bar.Melisha bersandar di pelukan seorang pria, menangis pada pria itu tentang kesulitannya.Pria itu menghiburnya, "Bersabarlah, nanti kalau kita sudah dapat properti Keluarga Sunandar, kita akan punya segalanya.""Nggak gampang tahu. Maxime itu hebat, sekarang dia ada di masa jayanya. Bukan cuma berhasil merebut Grup Rajawali balik, dia juga punya empat putra ...." Melisha menghela napas, "Situasinya sulit buat Tommy, anak kita."Kelicikan muncul di mata pria itu, "Apa nggak ada cara untuk menyingkirkannya?"Melisha menatap pria itu dengan kaget."Apa kamu bercanda?""Melisha, kalau kamu nggak berani melakukannya, suruh Rendy saja," saran pria itu.Melisha menggeleng, "Rendy takut sama Maxime. Mana berani dia menyakiti Maxime dan anak-anaknya.""Kamu harus lebih membujuknya." Pria itu berbisik pada Melisha apa yang harus dilakukan.Melisha mendengarkan dalam diam, "Maksudmu, dia dan Reina ....""Dengan temperamen Maxime, kalau Rendy benar-ben
Diego pun bertanya dengan cemas saat melihat wajah pucat Reina."Kak, kamu kenapa?"Reina menggeleng, "Nggak apa-apa.""Ayo, masuk ke mobil, aku antar ke dokter." Diego tidak ingin terjadi apa-apa pada Reina, sumber kekayaannya."Nggak perlu."Reina menyingkirkan tangan Diego yang terulur, melihat sekilas ke batu nisan Treya, menahan rasa pusingnya dan berjalan kembali.Namun setelah beberapa langkah, pandangannya jadi gelap, Reina jatuh.Diego langsung menghampiri dan membantunya berdiri."Kak!"Dia buru-buru memapah Reina dan langsung membawanya ke mobil."Ayo cepat ke rumah sakit," ucap Diego pada sopir setelah masuk ke mobil....Setelah terbangun, kepala Reina masih terasa pusing dan beberapa bagian ingatan muncul silih berganti.Dua orang pun masuk ke kamarnya.Reina akhirnya melihat orang di depannya dengan jelas."Gimana rasanya? Mana yang sakit?" tanya Maxime dengan lembut.Diego yang berada di belakang Maxime juga berkata dengan cemas, "Kak, kamu benar-benar bikin aku ketakut
Reina tidak mengerti apa maksud Maxime sampai tubuhnya dibaringkan ke kasur.Dia langsung membungkus dirinya dengan selimut dengan erat, matanya penuh kewaspadaan, "Jangan main-main!"Mata Maxime memerah, dia mencubit dagu Reina."Nana, aku ini pria normal."Mereka sudah lama sekali tidak melakukannya, setiap hari mereka selalu bersama. Justru kalau tidak melakukannya, Maxime berpikir dia benar-benar sakit.Reina hendak melarikan diri, tapi ditarik kembali oleh Maxime.Reina tidak bisa kabur, ciuman Maxime pun mulai memenuhi tubuhnya.Reina merasa sesak napas dan tidak bisa berpikir jernih.Tepat saat Reina sedang menikmati, terdengar suara pengganggu, "Mama.""Mama."Riko dan Riki yang sudah pulang dari sekolah memanggilnya dari lantai bawah.Wajah tampan Maxime langsung terlihat suram. Dia mengatur agar Sisil, Brigitta dan Gaby pergi.Mendengar suara kedua anak kecil itu semakin dekat, Reina berusaha keras untuk mendorong Maxime.Maxime tidak punya pilihan selain berhenti.Reina lang
Keduanya bercanda selama beberapa saat sebelum Reina menutup telepon.Melihat bahwa waktu pulang kerja hampir tiba, Reina berencana mengajak Sisil dan yang lainnya berbelanja dan makan bersama. Namun, dia tidak menyangka Maxime akan bangun dan menghampirinya."Nana, ayo pulang ke rumah."Saat mengatakan itu, matanya berbinar-binar.Selama setahun ini, Maxime sudah betah di Grup Yinandar dan tidak mau pindah.Reina sangat tertekan. "Aku mau jalan-jalan, kamu pulang saja dulu.""Kamu mau jalan-jalan ke mana? Aku temenin, ya?" tanya Maxime.Reina tidak bisa berkata-kata.Maxime selalu seperti ini. Reina bahkan tidak bisa pergi berbelanja dengan teman dan sahabatnya ketika dia ingin."Nggak jadi deh. Kalau kamu ikut, kita nanti jadi nggak nyaman."Maxime mendekatinya dan menggenggam tangannya. "Aku yang akan bayar apa pun yang kalian beli."Bagaimana lagi, demi bisa berada di sisi Reina setiap saat, Maxime harus menyenangkan teman-teman dan sahabat Reina.Sisil membawa banyak dokumen saat
Ekspresi di wajah Reina tidak berubah ketika mendengar Melisha mencurigainya. "Rahasia apa?"Dia tidak bodoh, bagaimana mungkin dia memberitahu Melisha?Jika dia mengatakan tentang hal semacam ini, dia sendiri tidak takut dibalas, tetapi dia tidak ingin mengkhawatirkan hal lainnya.Melisha menatap wajah bingung Reina dan merendahkan suaranya, "Lebih baik bukan kamu, atau aku nggak akan melepaskanmu."Dia mengatakannya dengan penuh ketegasan.Reina tidak peduli dengan apa yang dikatakan Melisha. Rasa tidak peduli ini terlihat jelas di wajahnya.Melisha entah kenapa menjadi sedikit ciut saat melihat mata Reina, lalu menarik tatapannya kembali.Pada saat itu, Riko dan Riki juga keluar dari sekolah dan bergegas menghampiri Reina."Mama."Wajah Reina langsung menunjukkan senyuman lembut, sangat berbeda dengan ekspresi dingin dan tidak tersentuh yang dia tunjukkan barusan."Ayo, kita pulang terus makan."Reina menggandeng keduanya dan menuntun mereka keluar.Tidak jauh dari situ, Maxime berd
Joanna berkata kepada Reina dengan perasaan tidak senang, sambil menguap, "Aku pikir bakal lihat Aarav teriak-teriak. Nggak disangka masalahnya selesai secepat ini."Dia tidak bersimpati pada kedua belah pihak.Lagi pula, Keluarga Madison bukanlah keluarga baik-baik.Reina mengangguk. "Ya, aku nggak menyangka masalah ini diselesaikan dengan mementingkan kepentingan masing-masing."Joanna menepuk bahunya."Ke depannya, kamu harus terbiasa sama situasi seperti ini. Dalam keluarga besar, yang namanya perasaan nggak begitu penting, semuanya tentang kepentingan."Reina memikirkannya dengan bijaksana.Joanna kembali ke kamarnya untuk beristirahat, sementara Reina kembali ke tempatnya dan Maxime.Maxime tidak pergi ke sana hari ini, dia tidak terlalu suka masalah.Saat itu, dia sedang duduk di sofa sambil bermain ponsel.Reina bingung saat melihat dia masih terjaga. "Kenapa masih belum tidur? Ini sudah malam lho?""Terus kamu? Kenapa jam segini baru balik?" Maxime tidak tenang membiarkan Rein
Aarav paham dengan maksud perkataannya dan mengangguk mengerti."Jangan khawatir, aku tahu."Joanna dan Reina saling memandang, sudut mulutnya terangkat. "Aku pikir ada acara besar, ternyata bukan. Ayo kita pergi."Reina mengangguk.Saat itu, beberapa wajah yang lebih familier masuk dari luar.Reina melihat para pengunjung, yang tidak lain keluarga Melisha."Ibu, orang Keluarga Madison datang," kata Reina.Joanna langsung menghentikan langkah kakinya."Kalau begitu kita tunggu sebentar lagi saja.""Ya." Tentu saja Reina mendengarkan apa yang dikatakan Joanna.Keduanya belum keluar dan sempat melihat orang-orang Keluarga Madison terengah-engah dari luar.Melihat mereka, wajah Aarav berubah serius."Kenapa kalian datang?"Rombongan Keluarga Madison yang berada di barisan paling depan adalah ayah Melisha. "Mau apa lagi, aku datang mau jemput putriku.""Ternyata Keluarga Sunandar berani bersikap sekeras ini kepada putriku." Dipta melihat luka-luka di tubuh Melisha dan mengepalkan tinjunya.
"Tuan, Keluarga Tuan Daniel datang," kata pelayan itu.Mendengar kata-kata itu, keheningan seketika menyelimuti ruangan itu.Kekesalan di bawah mata Aarav makin tidak bisa disembunyikan. "Sial! Mau apa mereka ke sini?"Rendy menyela, "Apa lagi, mereka pasti datang karena mau lihat masalah di keluarga kita."Aarav menatapnya dengan tatapan kosong.Kemudian, dia hendak meminta pembantu untuk keluar dan memberitahu mereka bahwa dia tidak ada di rumah.Tidak disangka Daniel dan yang lainnya datang tanpa dipersilakan masuk.Aarav tidak pernah sebenci ini kepada Daniel.Hal pertama yang Reina lihat setelah masuk adalah Melisha, yang diikat dan berlutut, serta pria simpanannya.Keduanya memiliki memar di tubuh mereka, terlihat jelas bahwa mereka habis dipukuli.Reina kemudian melihat Aarav duduk di ujung meja, di sebelahnya ada Rendy yang ditahan oleh beberapa pengawal."Daniel, kenapa kalian datang ke mari selarut ini? Aku bikin kalian melihat lelucon keluarga kami." Setelah itu, Aarav melir
Daniel mengerutkan kening. "Itu masalah keluarga mereka, ngapain kalian mau ke sana?"Joanna membalas dengan acuh."Bukannya kamu dan kakakmu itu keluarga? Sekarang, sesuatu terjadi di keluarganya, kenapa kamu malah bilang keluarga mereka?"Ketika Daniel mendengar ini, dia tersedak lagi dan benar-benar tidak bisa berkata-kata.Reina merasa sedikit tidak enak hati.Untungnya, Maxime menimpali, "Pergilah kalau kamu mau melihatnya. Kami juga prihatin sama keluarga Om Aarav."Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Jangan sampai Om Aarav bertindak impulsif karena marah."Melisha dan Klinton sudah ditangkap, entah apa yang akan dilakukan Aarav dan Rendy kepada mereka.Mendengar ini, Daniel mengangguk dan mengerti maksud perkataan Maxime."Kamu benar, kita harus pergi ke sana."Dia juga mengkhawatirkan kakaknya....Sisi lain.Rumah Aarav.Baik Melisha dan Klinton berada dalam kondisi yang menyedihkan, berlutut di lantai.Mereka habis dipukuli dan tubuh mereka penuh dengan luka.Aarav duduk
"Bagaimana ini bisa terjadi? Ini pasti palu, ini palsu!" Tommy bergumam sendiri.Dia tidak percaya ibunya akan pergi dengan pria lain.Melisha sangat mencintainya, bagaimana mungkin dia meninggalkannya begitu saja?Melihat ketidakpercayaannya, murid-murid yang lain berkata, "Kalau kamu nggak percaya, tanya saja sama kakek dan ayahmu."Tommy segera menelepon Aarav."Kakek, mereka bilang Mama kabur sama pria lain dan nggak menginginkanku lagi."Mendengar cucunya menanyakan hal ini, Aarav tidak menyembunyikannya darinya."Tommy,, mulai sekarang kamu cuma punya Kakek dan Papa. Nggak usah pedulikan Mama mu. Papa sama Kakek bakal jaga kamu dengan baik."Tommy masih kecil, tetapi dia tidak bodoh.Apa yang tidak bisa dia pahami sekarang? Ternyata ibunya benar-benar tidak menginginkannya lagi.Jelas-jelas kemarin lusa ibunya sudah siap untuk membawanya pergi, kenapa sekarang berubah pikiran?Tommy benar-benar tidak ingin pergi ke sekolah lagi dan bergegas keluar dari dalam kelas.Namun, dia mem
Klinton memeluk Melisha dari belakang.Melisha menghela napas. "Kita melarikan diri ke sini berdua, tapi anakku sendirian di Kota Simaliki."Kata siapa dia sendirian? Kakek sama ayahnya ada di Kota Simaliki, jadi nggak usah khawatir. " Klinton berusaha menenangkannya.Melisha tidak bisa menahan diri dan meninjunya di dada."Itu bukan anakmu, jadi kamu nggak perlu merasa khawatir."Mendengar ini, Klinton kembali memeluknya."Begini saja, lahirkan anak juga untukku."Dia menggendong Melisha menuju tempat tidur.Melisha memukulnya dengan malu-malu. "Aku nggak akan kasih kamu anak."Kedua orang itu berbicara dan tertawa, tidak sadar bahwa mereka berdua sedang dipantau.Di sisi lain.Di dalam bar.Rendy terus menenggak minuman di tangannya.Teman-teman di sekelilingnya menasihatinya, "Rendy, nggak perlu marah sama wanita model begitu. Kita punya uang, wanita seperti apa yang nggak bisa kita dapatkan?"Mudah memang bicara begitu, tetapi Rendy masih tidak terima.Sejak dipukuli oleh Maxime, d
Melihat ini, Joanna cukup terhibur, lalu dia bertanya, "Kak, ada apa? Kita keluarga, jadi nggak ada yang perlu disembunyikan, 'kan?"Dia mengatakan apa yang Aarav katakan barusan.Sudut mulut Aarav berkedut pelan, memaksa dirinya untuk tenang."Bukan apa-apa, cuma katanya bawahanku belum menemukan Melisha."Dia sebenarnya telah berbohong.Sekretaris yang baru saja datang memberitahunya bahwa banyak hal penting di dalam perusahaan telah dibawa pergi oleh Melisha, kemudian ada beberapa rahasia perusahaan yang bocor.Tentu saja Joanna tidak akan mempercayai perkataannya, tetapi dia tetap berkata, "Kenapa bisa begitu? Apa mau minta Max buat bantu cari?""Nggak perlu. Max sudah sibuk, jadi lebih baik nggak merepotkannya."Aarav langsung minum air setelah mengatakan itu.Wajahnya sedikit menegang saat menatap Joanna, Reina dan Maxime yang terlihat masih belum ingin pergi."Kalian sudah makan belum? Kalau belum, ada restoran yang bagus di luar. Aku akan minta sekretarisku buat membawakan maka