Reina tidak takut, "Oke, lapor polisi aja, biar mereka selidiki. Aku nggak melakukan apapun!"Reina tidak takut dengan ancamannya.Syena hendak menelepon, tapi Joanna menghentikannya."Syena, pasti ada salah paham. Jangan sembarangan menuduh Nana. Nggak mungkin Nana menyakiti anak kecil seperti itu."Liane juga berkata, "Ya, kita semua satu keluarga, jangan panggil polisi."Mata Syena memerah, "Ibu pilih kasih banget sih? Putriku sudah begitu kondisinya, kenapa kalian masih belain dia?"Reina melangkah maju, "Cukup, lapor polisi saja."Saat ini, hanya dengan penyelidikan polisi yang bisa membuktikan Reina tidak bersalah.Syena sebenarnya tidak mau lapor polisi. Bagaimanapun memang bukan Reina pelakunya, dia hanya ingin memfitnah Reina."Nana, jangan gegabah. Ini 'kan masalah keluarga, kita urus saja sendiri." Liane menenangkan Reina.Syena juga menghampiri, "Oke, kita bereskan sendiri. Jadi, Reina. Apa tanggung jawabmu setelah menyiksa putriku sampai jadi begini?""Aku nggak melakukann
"Kukasih tahu ya, kalau hari ini masalah ini nggak selesai, jangan mimpi bisa pergi dari sini."Saat Syena bicara, dia mencengkeram pergelangan tangan Reina dengan kuat.Reina tidak bisa membantah, "Terus kamu mau apa?""Bersujud dan akui kesalahanmu!" ucap Syena.Syena hanya mau memanfaatkan Reina yang masih amnesia untuk mempermalukannya dan membuatnya menderita.Bersujud?Reina tidak melakukan apa pun yang menyakiti Talitha, jadi tentu dia tidak sudi bersujud dan mengaku salah."Aku nggak mau."Syena kembali menatap Liane dan Joanna, "Bu, lihat, 'kan? Fakta sudah di depan mata saja dia tetap nggak mau minta maaf.""Sepertinya aku hanya bisa melaporkannya ke kantor polisi."Syena mengeluarkan ponselnya dan menelepon polisi.Joanna dan Liane tidak berdaya. Jika Reina benar-benar menyakiti Talitha sampai seperti ini, Reina memang harus minta maaf.Reina tetap keras kepala menolak untuk minta maaf dan membiarkan dirinya dibawa pergi.Kini bukti luka Talitha hanya berdasarkan keterangan
Sekretaris Liane angkat bicara, "Menurutku Nona Reina bukan orang yang bisa kejam sama anak-anak."Liane mengangguk."Aku juga tahu, tapi lihatlah perangai Syena. Kalau kemarin aku bantuin Nana, dia pasti akan lebih mempersulit keadaan, bisa jadi malah lebih nekat."Liane menghela napas, "Cepat selidiki masalah Talitha.""Ya." Sekretaris itu setuju.Liane menatap sekujur tubuh cucunya yang terluka."Talitha, jangan khawatir. Nenek pasti akan membantumu menemukan orang yang menyakitimu."Dia tidak memihak Syena, dia juga bukannya tidak memercayai Reina.Untuk sementara ini Liane hanya mau menenangkan Syena, sehingga dia bisa mencari tahu siapa pelaku sebenarnya.Tengah malam hari itu, Liane memanggil pengasuh Talitha."Bicaralah, kenapa kamu bohong hari ini? Kamu disogok siapa?"Pengasuh Talitha buru-buru menggeleng, "Nyonya Liane, apa maksudmu? Aku nggak bohong, sungguh, Nyonya Reina memang pelakunya."Wajah Liane menegang."Kamu masih nggak mau jujur? Bukannya waktu di rumah sakit tad
Setelah pengasuh Talitha pergi, Liane terlihat sangat lelah."Kok bisa dia setega itu?"Liane sekarang sangat menyesal kenapa mengadopsi Syena.Sekretaris Liane juga tidak percaya, "Sifat pendendam Nona Syena kuat sekali sampai tega melukai putrinya sendiri."Mereka tahu, Syena bertindak seperti ini untuk menghasut Liane membenci Reina, putri kandungnya."Sekarang aku harus bagaimana?" gumam Liane. Entah bertanya pada sekretarisnya atau dirinya sendiri.Sekretaris Liane memilih untuk diam, dia tidak bisa menempatkan diri untuk memberi saran apa pun.Setelah merenung cukup lama, Liane pergi ke kamar Syena.Syena sudah tidur dari tadi.Liane sungguh tidak habis pikir dengan Syena, bagaimana seorang ibu bisa tidur nyenyak saat anaknya masih dirawat di rumah sakit?"Syena!"Liane langsung membentak Syena untuk membangunkannya.Syena membuka matanya dengan marah, "Ibu ngapain sih tengah malam begini bangunin aku?"Amarah Liane sudah di puncak ubun-ubun."Ibu mau bicara sama kamu."Syena ban
"Nana, bisakah kamu berhenti memperlakukan aku seperti ini? Kamu juga bisa marah padaku, tolong jangan bersikap dingin padaku, ya?" Liane tidak bisa menahan kesedihannya, dia mulai menangis.Reina tidak tahu harus berkata apa saat melihat Liane seperti ini."Aku nggak merasa perlu marah-marah." Reina berkata jujur.Reina tidak sama seperti dulu.Saat memorinya belum hilang, Reina memperlakukan Liane dengan dingin setelah tahu Liane ibu kandungnya karena Reina sangat sedih.Tapi sekarang, Reina tidak merasa sedih sama sekali.Karena bagi Reina sekarang, Liane hanya orang asing. Sehingga tidak ada yang membuatnya sedih atau merasa tidak nyaman.Tenggorokan Liane sakit seperti dikerat dengan pisau."Ini semua salahku, salahku ...."Liane sungguh tidak tahu bagaimana cara menebus kesalahannya pada Reina.Liane hanya bisa menunduk lesu dan pergi.Setelah dia pergi, Sisil bertanya pada Reina dengan bingung, "Bos, apa yang terjadi? Anak siapa yang terluka?"Reina menceritakan garis besar keja
Kepulangan Reina bukan hanya membuat Syena cemas, masih ada Marshanda yang sama gelisahnya.Susah payah akhirnya Marshanda bisa kembali ke industri hiburan. Namun begitu teringat tindakannya pada Reina waktu itu, tentu saja dia takut kalau Reina ingat kembali.Itu sebabnya Marshanda sering diam-diam pergi untuk mengintai kegiatan Reina.Hari ini setelah syuting, Marshanda memarkirkan mobilnya di depan Perusahaan XS.Marshanda duduk di dalam mobil menunggu Reina pulang kerja.Akhirnya, dia melihat Reina keluar dari perusahaan. Marshanda pun langsung turun mobil dan berjalan menghampiri Reina.Marshanda bisa berjalan dengan begitu angkuh, dia mengenakan kacamata hitam dan masker, tampak begitu menarik perhatian.Reina juga memperhatikannya.Sebelum Reina mengenali wanita yang berjalan menghampirinya, Marshanda sudah lebih dulu sampai di hadapannya.Marshanda menghadang Reina, "Nana, kamu sudah pulang?"Suara familiar itu membuat Reina entah mengapa merasa sangat jijik.Meski dia tidak me
Reina melihat ponselnya dan melihat nomor tidak dikenal yang meneleponnya.Reina ragu-ragu sejenak, lalu mengangkat telepon itu, "Halo, siapa ya?""Master Rei, ini aku, Ari." Suara pria muda yang energik terdengar dari ujung telepon.Reina mengernyit bingung, "Ada apa?""Ya ampun, setelah amnesia kamu beneran lupa sama aku?" Ari menghela napas, "Kamu lupa dulu janji mau traktir aku makan? Lagian, sekarang 'kan aku artis perusahaanmu, masa kamu nggak peduli sama aku?"Ari bicara dengan centil.Baru pertama kali Reina bertemu pria seperti ini, dia pun mengernyit bingung untuk sesaat."Gimana ya? Aku utang dulu deh.""Nggak ah ... kamu sudah utang selama setahun lho, masa mundur lagi ..." Ari menolak.Maxime yang berdiri di samping Reina, samar-samar tahu siapa yang menelepon.Maxime merebut ponsel Reina dan benar saja ternyata memang Ari yang menelepon."Master Rei takut Maxime tahu tentang kita berdua? Jangan khawatir, aku janji nggak akan pernah kasih tahu dia!"Tentang kita berdua?Ma
Selama makan, Reina mengabaikan Maxime.Maxime tidak tahan didiamkan Reina, Maxime pun mengalah dan hendak berinisiatif bicara dengannya.Setelah makan malam, Reina pergi jalan-jalan dan Maxime pun mengikutinya.Para wanita lain bersikap bijak, mereka menyingkir dan tidak mengganggu Reina.Reina berhenti melangkah, menatap Maxime dengan kesal, mengabaikan Maxime dan berjalan maju sendirian."Nana, jangan marah."Reina tidak berkata apa-apa."Maaf, tadi aku terlalu gegabah," ucap Maxime.Sebenarnya awalnya ini bukan masalah besar untuk Reina, tapi begitu teringat betapa Maxime yang sangat mengaturnya, Reina jadi berpikir bagaimana pernikahan mereka dulu."Dulu waktu kita menikah, kamu juga sering begini?" Akhirnya Reina buka mulut.Maxime tertegun beberapa saat dan buru-buru menjelaskan, "Ya nggaklah."Mana mungkin dia berani membuat Reina marah."Terus kenapa tadi kamu berani banget kayak gitu?" Reina tidak memercayainya.Maxime tersedak dan sebelum terpikir alasan lain, Reina kembali
Mendengar perkataan mereka, Aarav marah bukan main.Dia dengan susah payah mendapatkan informasi bahwa pemerintah akan mengambil alih tanah itu. Setelah itu terjadi, harganya tidak akan terhitung.Jika dia menyerahkannya begitu saja, bukankah ini akan menguntungkan Maxime?Dia tidak boleh melakukannya."Joanna, Max, begini saja, aku benar-benar ingin berbakti kepada nenek moyangku. Aku bisa menambahkan sejumlah uang dari harga aslinya, bagaimana?"Maxime menatapnya. "Mana boleh. Om itu keluargaku, mana mungkin aku ngambil uang dari Om?""Ngapain bilang begitu. Lebih baik perjelas saja semuanya. Begini saja, bagaimana kalau aku tambah dua puluh miliar?" kata Aarav.Maxime menatapnya dan tidak mengatakan apa-apa.Sudut mulut Aarav sedikit tertarik, dia segera mengubah kata-katanya, "Aku cuma bercanda, seratus miliar?"Seratus miliar?"Maxime mendapatkan ini hanya dengan menelepon dan bicara singkat.Dia mengetuk-ngetukkan jari-jarinya dengan pelan ke meja.Aarav sedikit terganggu, ingin
"Nggak usah terburu-buru mau memperluas makam keluarga. Kita harus minta orang buat periksa tempat itu, biar lebih aman," kata Aarav.Maxime melanjutkan perkataannya, "Dari apa yang Om katakan, Om kenal sama orang ahli?"Aarav mengangguk. "Ya, aku kenal satu orang. Dia yang mengurus pemakaman Ayah dulu."Dia berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Max, kalau kamu percaya padaku, bagaimana kalau kamu serahkan semua ini padaku?"Maxime menunjukkan ekspresi kesulitan.Dia sangat mengenal om-nya satu ini.Joanna juga merasakan sesuatu yang tidak biasa ketika melihat putranya tiba-tiba berbicara baik-baik dengan Aarav.Dia menyela, "Kak, anakku beli tanah itu dengan harga mahal, tapi kamu bilang ingin mengurusnya. Rasanya kurang etis."Aarav meringis."Joanna benar. Begini saja, aku akan kasih setengah dari harga itu, Max kasih surat-surat tanahnya kepadaku. Aku akan atur pekerja buat ngurus konstruksinya. Masalah biaya pembangunan serahkan padaku."Maxime mendengus dingin dalam hati.Dia ingi
Maxime sudah meminta, bagaimana mungkin Obin tidak setuju?"Kalau Pak Maxime memang menginginkannya, aku bisa kasih secara gratis." Obin berkata sambil tersenyum, sangat murah hati."Nggak perlu. Aku bakal beli dengan harga sepuluh kali lipat lebih tinggi dari harga pasar," kata Maxime.Obin terkejut saat mendengar ini."Sepuluh kali lipat?""Ya.""Nanti Pak Maxime rugi besar. Nggak ada yang bagus dari sebidang tanah itu," kata Obin."Jangan khawatir, aku nggak akan rugi, Pak Obin juga nggak akan rugi," kata Maxime.Obin tidak ragu-ragu lagi setelah Maxime mengatakan itu. "Baiklah, aku akan lakukan seperti apa yang kamu katakan."Maxime menutup telepon dan meminta bawahannya mengurus kontrak dan yang lainnya.Setelah bekerja hari itu.Maxime membawa Reina dan yang lainnya kembali ke kediaman Keluarga Sunandar.Daniel sangat gembira saat mendengar bahwa Maxime mendapatkan sebidang tanah itu.Joanna yang menyaksikan ini merasa sangat aneh. Jelas-jelas dia sudah memberitahu Max, kenapa Ma
Di ujung telepon, Obin menghela napas dan melanjutkan, "Kamu juga tahu sendiri, om mu bukan orang yang mau rugi, tapi dia mau beli tanah itu dengan harga mahal. Aku merasa ada yang janggal dengan hal ini."Obin tahu bahwa Maxime dan Aarav tidak memiliki hubungan yang baik, jadi dia mengatakannya dengan gamblang."Ya, lalu?""Aku mengabaikannya dan nggak ingin mengabulkan keinginannya." Obin sedikit kesulitan. "Hari ini ayahmu juga mendatangiku. Aku nggak tahu harus bagaimana, jadi menolak kedatangannya di depan perusahaan."Obin berbicara dengan sopan kepada Maxime.Namun, Maxime tahu bahwa ayahnya memiliki sedikit konflik kecil dengan Obin sebelumnya. Itulah sebabnya Obin tidak bersedia menemuinya."Pak Obin, terserah apakah kamu akan menjual tanah itu atau nggak. Nggak perlu mempertimbangkan banyak hal, jual saja kalau memang mau.""Tapi ....""Jangan pedulikan soal ayahku.""Ya, baiklah." Obin akhirnya merasa lega.Dia sempat khawatir Daniel akan mengadu kepada Maxime.Maxime meliha
Aarav memasang sikap sangat murah hati.Daniel menggelengkan kepalanya. "Kak, kenapa bilang begitu. Dalam surat wasiat, Ayah bilang mau kasih properti itu buat kamu, jadi aku nggak mungkin berebut denganmu buat dapat properti itu."Aarav menggenggam cangkir di tangannya dan menghela napas dengan kepala tertunduk."Intinya aku sudah bikin Ayah kecewa. Ayah kasih semua hartanya kepadaku karena khawatir dengan masa depanku. Ayah takut aku nggak bisa dapat uang dan hidup susah."Dia menatap Daniel dengan mata berkaca-kaca."Daniel, Max sangat kompetitif dan punya perusahaan besar. Sayang sekali putraku nggak berguna. Dia tiap hari cuma di rumah dan nggak melakukan apa pun. Dia cuma bisa senang-senang. Aku nggak tahu kalau tua nanti bakal hidup seperti apa."Mendengar Aarav mengatakan ini, mata Daniel dipenuhi dengan rasa sakit."Kak, jangan bilang begitu, jangan mikir aneh-aneh. Kita ini keluarga, mana mungkin aku diam saja saat melihat keluarga kalian terpuruk?"Aarav mengangguk kuat-kuat
Reina menutup telepon dan memberitahu ayah mertuanya, Daniel, tentang penyebab kejadian itu.Namun, Daniel tidak setuju dengan tindakan Riko."Meskipun Tommy melakukan sesuatu yang salah, tapi dia mengincar orang lain, bukan Riko. Kalau hal semacam ini terjadi lagi, minta Riko melihat saja, nggak usah ikut campur."Apa yang dia katakan benar-benar memancing kemarahan Reina.Reina balik bertanya pada Daniel, "Ayah, apa Ayah ingin Riko tumbuh besar dan menutup mata saat melihat orang lain berbuat jahat?"Daniel tercekat.Reina melanjutkan, "Menurutku Riko nggak melakukan sesuatu yang salah, cuma kali ini caranya saja yang kurang tepat. Dia harusnya nggak nendang Tommy begitu saja. Aku sudah memberitahunya."Setelah mengatakan itu, dia tidak menunggu Daniel menjawab dan menutup telepon lagi dengan alasan dia harus bekerja.Daniel berdiri di ambang pintu dengan suasana hati yang murung.Bagaimana bisa hari ini ada dua orang yang tidak mendengarkannya dan malah berdebat dengannya?"Nggak be
Benar saja, setelah Aarav menutup telepon, Daniel mulai menanyai Joanna."Kakak bilang katanya cucu-cucu kita berkelahi? Apa yang terjadi?""Berkelahi?" Jantung Joanna berdegup kencang. "Riko sama Riki terluka nggak?""Kedua cucumu baik-baik saja, yang terluka cuma Tommy. Kudengar, itu karena Riki sama Riko menolong murid lain dan malah ganggu Tommy." Daniel mengerutkan kening. "Kamu harus bicara baik-baik sama anak-anak. Bagaimanapun, mereka itu saudara, kenapa malah menggertak saudara sendiri demi bantu orang lain?"Joanna sangat marah ketika mendengar perkataan Daniel.Namun, dia memaksa dirinya untuk tidak marah.Dia mencibir, "Riko sama Riki itu anak yang paling pengertian dan berperilaku baik, jadi kenapa dia bisa ganggu Tommy hanya demi membela orang luar? Harusnya kamu tanya ini sama Aarav.""Tommy itu tumbuh sama Ayah dan dimanja sama orang tuanya. Dia sombong dan mendominasi, nggak aneh kalau dia dipukuli.""Untungnya Riko sama Riki baik-baik saja. Katakan sama kakakmu, kalau
Ketika Joanna mendengar ini, dia tidak bisa menahan diri dan langsung mencibir, "Pak Obin bukannya nggak kenal sama kamu, tapi dia nggak mau menggubrismu."Joanna meregangkan punggungnya."Kamu ingat saat kamu pergi ke luar negeri dan bersenang-senang di sana? Pak Obin butuh bantuan, tapi dia nggak bisa menghubungiku, jadi dia menemuimu. Tapi, kamu bahkan nggak mau dengar apa yang mau dia katakan."Ini sudah lama sekali, Daniel tentu saja melupakannya."Apa ada hal seperti itu?" Daniel sedikit canggung.Joanna memutar matanya ke arahnya. "Ingatanmu itu hebat sekali, selalu melupakan apa pun yang nggak menguntungkanmu."Daniel dipermalukan olehnya, tetapi dia tidak merasa harga dirinya hancur seperti sebelumnya.Dia juga tahu bahwa sekarang dia tengah memohon bantuan."Itu salahku. Kamu bisa minta Pak Obin menemuiku nggak? Sekalian biar aku minta maaf sama dia," kata Daniel.Joanna bingung saat melihat Daniel seperti ini. "Daniel, kamu mau apa sebenarnya? Kenapa hari ini kamu hormat beg
Melisha sangat marah ketika mengetahui bahwa putranya benar-benar diganggu. Dia mengambil tisu dan menghapus noda air mata di wajah Tommy. "Nggak usah nangis, kamu mau jadi apa nangis begitu."Tommy segera menutup mulutnya ketika mendengar ibunya memarahinya."Berani sekali mereka ganggu kamu. Aku akan membuat mereka menerima akibatnya."Melisha diam-diam memutuskan untuk memberi pelajaran kepada anak-anak Reina.Setelah Tuan Besar Latief meninggal, keluarga dari pihak Aarav sering diremehkan. Saudara dan kerabat lebih berpihak ke keluarga Daniel.Itu bukan karena Maxime telah mencuri Grup Sunandar dari mereka!Sekarang, Maxime bahkan menggabungkan Grup Sunandar ke dalam IM Group yang dia dirikan.Siapa yang bisa menjamin kalau Maxime tidak melakukan trik untuk menutup kekurangan IM Grup dengan menggunakan dana dari Grup Sunandar?Melisha makin kesal saat mendengarnya."Hmm." Tommy mengangguk berkali-kali.Sekembalinya ke rumah, Melisha mencari Aarav.Di dalam ruang kerja.Aarav sedang