Malam Tahun Baru setahun kemudian.Di sebuah kota kecil di luar negeri.Reina membuat pangsit dan menyiapkan makan malam Tahun Baru.Dia menelepon Morgan, "Kak Morgan, kapan sampai?"Morgan sudah mendarat di bandara, "Sekitar jam sembilan malam.""Oke, aku akan menunggumu." Reina menjawab dengan lembut.Morgan tersenyum sumringah. "Oke, tapi kalau kamu lapar, kamu makan dulu ya.""Iya, iya. Aku nggak bodoh kok," kata Reina sambil tersenyum.Karena sebentar lagi pesawat akan lepas landas, Morgan pun dengan enggan menutup telepon.Di dalam pesawat, Morgan memejamkan mata.Selama setahun ini, dia memindahkan Reina ke banyak tempat dan rutin menghipnotis Reina pada waktu-waktu tertentu.Reina tidak mengingat banyak hal, dia hanya mengingat Morgan dan kenangan yang Morgan ciptakan untuknya.Namun untuk mencegah Maxime dan yang lainnya curiga, Morgan jarang mengunjungi Reina dengan alasan ada pekerjaan yang harus dia lakukan.Hari ini harusnya dia makan malam dengan keluarga besar, tapi kare
Mendengar ucapan dari lidah tajam Syena membuat Joanna menyesal kenapa dia setuju membiarkan wanita ini jadi menantu Keluarga Sunandar."Lalu Max? Dia belum pulang?"Kepala pelayan terdiam sesaat sebelum menjawab, "Tuan Maxime ada di Vila Magenta, dia nggak ikut merayakan Tahun Baru."Joanna tahu Maxime mengalami depresi karena Reina belum ditemukan, jadi dia tidak mengatakan apa-apa."Ya sudah, ayo kita mulai makan.""Ya."Kepala pelayan pun mulai menyajikan makanan.Joanna menyerahkan kedua cucu kecilnya pada pengasuh. Meja makan tampak sangat sepi karena hanya ada Syena, Joanna, Riki dan Riko."Makan yang banyak." Joanna menyajikan makanan pada si kembar dengan tatapan penuh kasih sayang.Syena merasa cemburu saat melihat Joanna begitu menyukai si kembar.Syena pun memakan makanannya dengan enggan.Tiba-tiba, kepala pelayan datang lagi."Nyonya, Bu Liane datang."Sejak mengetahui bahwa Reina adalah putri kandungnya, Liane tidak hanya mencari keberadaan Reina, tetapi juga mengunjungi
Riko duduk di depan meja komputer, seperti sedang mencari sesuatu dan menyela, "Mereka baru berusia satu tahun lebih, mereka nggak ngerti apa-apa."Riki tidak punya pilihan selain kembali menutup pintu."Hahh, aku nggak suka lihat mereka patuh sama wanita itu."Setelah berkata demikian, dia datang ke sisi Riko dan melihat layar komputer bersamanya.Di layar komputer ada pengawasan di suatu tempat di dunia.Selama setahun terakhir, karena tidak ada petunjuk tentang mama mereka, Riko hanya bisa menyelidiki berbagai kamera pengawas di berbagai tempat. Asalkan Riko dan Riki punya waktu, mereka akan memeriksa kamera pengawas pinggir jalan untuk melihat apa mereka bisa menemukan mama mereka."Ketemu nggak?""Belum ...." Riko sedikit kecewa dan melihat ke area lain.Kedua anak itu hanya diam di depan layar, memeriksa semuanya.Di luar, Liane dan kedua cucunya yang masih kecil terlihat sangat bersemangat.Ketika Syena melihat putrinya diabaikan, dia pun menaruh putrinya di depan Liane."Ibu ju
"Ada apa?" Morgan bertanya.Reina menyesap air minumnya sebelum berkata, "Aku mau keluar cari kerja."Selama setahun ini, dia sudah menghabiskan uang Morgan untuk berobat.Sekarang, Reina sudah merasa jauh lebih baik dan bisa keluar untuk menghidupi dirinya sendiri.Dia tidak mau bergantung pada Morgan dalam segala hal dan memberikan semua tekanan padanya sendirian.Reina pikir, Morgan akan setuju. Tetapi setelah hening sejenak, dia berkata, "Kenapa tiba-tiba kamu mau kerja? Kalau ada yang mau kamu beli, atau ada kebutuhan lain, kasih tahu aku aja, biar aku siapkan.""Bukan."Reina langsung menggeleng, "Uang yang kamu kasih aku itu nggak akan habis kupakai. Tapi aku mau mengandalkan diri sendiri, aku nggak mau ngerepotin kamu terus.""Ngerepotin apanya? Aku nggak merasa direpotin kok." Setelah itu, Morgan mengakhiri topik, "Sudah, ayo makan dulu. Urusan kerja nanti kita bicarakan lagi."Reina tidak menyangka Morgan akan menolaknya. Reina jadi sungkan memaksa, dia pun menunduk dan fokus
Tubuh Reina dan Morgan sangat dekat, Reina bisa merasakan hembusan napas Morgan yang panas dan tanpa sadar mundur selangkah."Aku tidur dulu ya?""Oke."Morgan perlahan melepaskan pelukannya.Reina kembali ke kamar dan berbaring untuk tidur lagi.Morgan menutup pintu untuknya sebelum pergi.Reina berbaring di kasur dan mendengarkan suara air yang keluar dari kamar mandi sebelah, tapi dia tetap tidak bisa tidur."Aku ini kenapa sih?"Reina menggerutu pada diri sendiri.Entah mengapa, sekarang dia sering menolak Morgan.Sejak sadar setahun yang lalu, Reina merasa seperti sudah melupakan banyak hal, hanya mengingat beberapa hal yang berhubungan dengan Morgan.Morgan bilang pada Reina, dulu Reina kecelakaan mobil dan membuat ingatannya memudar dan selama setahun ini dia menetap di luar negeri untuk menerima perawatan.Pagi harinya, akhirnya Reina bisa tidur.Namun tidak lama setelah tertidur, dia mengalami mimpi buruk. Dia melihat seorang pria yang mirip dengan Morgan muncul, tetapi dengan
Paginya, dokter datang dan melakukan serangkaian pemeriksaan pada Reina, juga meresepkan obat untuknya. Dokter juga berpesan agar Reina minum obat tepat waktu.Reina mengangguk patuh, "Oke, terima kasih dokter."Setelah dokter pergi, Morgan keluar menemui dokter tersebut.Di dalam mobil, dia bertanya, "Sudah setahun berlalu, kenapa dia masih memimpikan masa lalu?""Ini normal. Tidak ada hipnotis yang bisa menjamin pasien akan melupakan segala sesuatu di masa lalu." Dokter menambahkan, "Tetapi jangan khawatir, sebentar lagi kondisinya akan stabil dan dia tidak perlu terapi setiap bulan.""Baguslah." Morgan merasa lega."Tetapi Anda harus menjaganya supaya dia nggak melihat orang juga hal yang bersangkutan dengan masa lalunya, kalau nggak ingatannya akan terangsang dan hipnotis ini bisa gagal," pesan dokter itu.Morgan mengangguk, "Aku mengerti."Setelah menyuruh dokter pergi, Morgan kembali ke kamar, menatap Reina yang meminum semua obatnya.Reina merasa sangat mengantuk setelah meminum
Ruangan pun seketika menjadi sunyi senyap.Kepala Reina tiba-tiba terasa sakit.Reina menahan rasa tidak nyaman itu dan menjawab dengan malu-malu, "Aku belum pernah bekerja."Manajer itu agak terkejut."Apa kamu fokus menjadi seorang ibu rumah tangga?"Di luar negeri, menjadi ibu rumah tangga dianggap sebagai pekerjaan.Reina langsung menggeleng, karena dia bahkan belum menikah, "Nggak, aku cuma nggak pernah kerja aja."Manajer itu sangat tercengang. Baginya, malah tidak masalah jika Reina tidak bekerja setelah menikah.Masalahnya Reina sudah lama lulus, masa sampai sekarang tidak bekerja sama sekali? Kalau bukan karena malas, pasti karena ada masalah dengan pribadi Reina bukan?Manajer itu terlihat sedikit tidak enak hati, "Terima kasih atas kejujuranmu, tetapi kami butuh karyawan yang punya pengalaman kerja. Kami benar-benar minta maaf."Jawaban ini membuat Reina kecewa, tetapi dia tetap terlihat tenang dan menggeleng."Nggak masalah."Reina memegang resumenya, berdiri dan berjalan k
"Coba lihat kamu bisa nggak? Yang penting mirip-mirip lah," ucap guru tari itu pada Reina.Reina mengangguk, "Oke."Lalu, dia berjalan ke tempat kosong.Sekelompok karyawan penari menatapnya, menunggu Reina mempermalukan dirinya sendiri.Gerakan guru tari barusan adalah yang tersulit, di mata mereka, jangankan berharap Reina bisa menirukan gerakan tadi, tidak mati gaya saja sudah bagus.Namun tak lama kemudian, mereka tercengang.Reina tidak hanya menyelesaikan gerakan yang diperagakan oleh guru itu, tetapi juga menampilkannya dengan sangat sempurna, bahkan keelokan tariannya melebihi guru tadi."Bagaimana dia bisa melakukannya?" Seseorang bertanya dengan ragu.Penari utama juga tidak percaya. Dia sudah belajar selama setengah bulan tetapi masih belum menguasainya."Sejak kapan perusahaan kita punya seseorang yang bisa menari seperti ini? Kenapa dia nggak gabung dari awal?"Guru tari itu seperti sudah melihat harta karun."Nak, kamu dari departemen mana? Nanti aku kasih tahu manajermu
Maxime menginstruksikan pengawalnya, "Jangan biarkan dia tidur malam ini. Tentu saja, kalian harus bersikap lembut padanya, jangan lupa panggil dokter buat periksa keadaannya. Aku nggak mau dia sampai mati."Maxime mengatakan bahwa dia akan membuat hidup Morgan lebih buruk daripada kematian, dia akan memastikan bahwa Morgan tetap hidup.Kematian akan terlalu murah untuk Morgan. Selain itu, dia kembaran Maxime sendiri, jadi dia tidak akan membiarkan Morgan mati begitu saja....Keesokan harinya, Reina terbangun oleh dering telepon.Dia tidak membuka matanya, mengusap-usap telepon dengan lelah.Maxime mengulurkan tangannya yang panjang dan mengambilnya terlebih dahulu sambil berkata, "Ini ponselku, Ibu telepon.""Oh."Maxime mengangkat telepon dan mendengar suara cemas Joanna di sisi lain telepon, "Max, adikmu hilang. Kenapa aku nggak bisa menemukannya?"Suara ini tidak pelan dan Reina bisa mendengar apa yang dikatakan Joanna. Dia langsung menatap Maxime.Dia tahu ini pasti ulah Maxime.
"Ayo pulang." Reina berdiri.Maxime meraih tangan Reina. "Aku mau lihat lukamu."Reina membeku.Berpikir bahwa Maxime sudah tahu, dia tidak mengelak dan memperlihatkan luka di lehernya.Karena dibungkus kain kasa, Maxime tidak melihat bagian dalamnya."Aku nggak apa-apa," kata Reina."Ayo ke rumah sakit." Maxime sedikit khawatir dan dia tidak berani membuka kain kasa Reina dengan asal.Reina tidak ingin pergi, tetapi sikap Maxime begitu memaksa, jadi dia tetap mengikutinya ke rumah sakit.Di dalam rumah sakit, dokter membuka kain kasa Reina, memperlihatkan luka sepanjang jari di sana.Lukanya sangat dalam, seharusnya itu bukan luka ringan.Mata Maxime sedikit menyipit. "Dalam sekali lukanya. Kenapa menyembunyikannya dariku?""Ini sudah nggak apa-apa kok," jawab Reina.Jemari Maxime sedikit gemetar saat menyentuh leher Reina. "Jangan menyembunyikan apa pun lagi dariku, ya?"Suaranya sedikit serak.Reina mengangguk lagi. "Ya, aku mengerti."Lagi-lagi dia menjawab dengan ekspresi tidak pe
Maxime keras kepala, membuat Reina sedikit tidak berdaya. "Nggak perlu, sungguh. Kalau kamu di sini, gimana aku bisa kerja?""Bagaimana kalau aku kerja sama kamu?" Maxime menambahkan.Reina tidak tahu harus berkata apa lagi saat Maxime begitu serius, tidak terlihat seperti berbohong."Kalau begitu kamu bisa tetap di sini hari ini." Pada akhirnya, Reina terpaksa harus berkompromi.Maxime menyuruh seseorang untuk membawa dokumen-dokumen yang harus dikerjakan.Asisten Reina sedikit ragu. Bagaimanapun juga, Maxime adalah orang luar.Reina berkata kepadanya, "Nggak apa-apa, suamiku nggak sejahat itu sampai ingin mengambil alih properti keluargaku."Perusahaan Maxime sendiri tidak kalah dengan perusahaannya.Keduanya juga punya empat anak laki-laki. Ketika mereka meninggal kelak, bukankah harta mereka akan menjadi milik anak-anak mereka?Keempat anak itu adalah putra Maxime, jadi dia tidak perlu sampai berbuat seperti itu.Selain itu, Maxime orang yang sangat berprinsip, mana mungkin dia men
Entah sudah berapa lama, Maxime meminta sopir mengemudikan mobilnya ke Grup Yinandar.Jika benar seperti yang dikatakan Morgan, bahwa hal seperti itu menimpa Reina, apa yang harus dia lakukan agar bisa menghiburnya?Tidak lama kemudian, mobil tiba di lantai bawah Grup Yinandar.Maxime keluar dari mobil dan berjalan menuju bagian dalam perusahaan.Orang-orang di Grup Yinandar tentu saja mengenal Maxime. Ketika melihatnya, mereka langsung mengantarnya ke kantor Reina.Kantor presdir.Reina sedang bekerja ketika asistennya mengetuk pintu. "Bu Reina, Pak Maxime datang."Dia mengangkat kepalanya dan melihat ke arah pintu.Maxime mengenakan setelan jas dan memiliki bentuk tubuh yang tegap. Namun, saat ini wajahnya terlihat sedikit lelah."Kenapa kamu ke sini?" Reina agak terkejut, di jam-jam seperti ini, bukankah seharusnya dia berada di tempat kerja?Setelah asisten pergi dan menutup pintu, Maxime berjalan lurus ke arah Reina."Nana." Matanya dalam, ada emosi kompleks yang tersembunyi di da
Maxime menopang dagunya dengan satu tangan dan menatapnya dengan tatapan dingin. "Reina nggak bilang apa-apa, karena itulah aku bawa kamu ke sini. Katakan, apa yang kamu lakukan padanya kemarin malam?"Ekspresi Morgan langsung berubah ketika mendengar ini."Aku tahu kalau Nana bukan orang yang suka menyebarkan berita."Dia menarik napas dalam-dalam. "Apa aku boleh bicara sambil duduk?"Maxime menoleh ke pengawalnya, yang dengan cepat memindahkan kursi untuk Morgan.Morgan duduk dengan pandangan tajam."Tadi malam aku sama Nana melakukan sesuatu yang seharusnya terjadi sejak dulu."Sesuatu yang seharusnya terjadi sejak dulu?Maxime mengerutkan kening. "Terus terang saja, apa yang terjadi sebenarnya."Dia tidak suka dengan pernyataan bodoh itu."Hal-hal yang berhubungan dengan suami istri!" kata Morgan.Detik berikutnya, Maxime bangkit dan menendang tepat di jantungnya."Braak!" Dengan gebrakan keras, Morgan jatuh tersungkur ke lantai. Tangannya menutupi dadanya, napasnya terengah-engah.
Detik berikutnya, Reina membuka matanya dan bertemu dengan tatapan Maxime yang penuh perhatian.Dia buru-buru meraih tangan Maxime. "Kenapa belum tidur?""Nggak bisa tidur, jadi nggak tidur lagi," jawab Maxime."Ya, tutup matamu dan tidur lagi. Besok kamu masih harus kerja," kata Reina.Maxime mengangguk, tetapi tidak melepaskan pelukannya.Dia bertanya dengan ragu-ragu, "Sepertinya kamu belum nyenyak sejak kembali dari tempat Sisil. Apa terjadi sesuatu di sana?"Reina membeku, tetapi kembali tenang dengan cepat."Memangnya apa yang bisa terjadi? Aku cuma nggak bisa tidur kalau bukan di kamar sendiri, jadi kurang tidur."Melihat Reina terus berbohong dan tidak mau mengatakannya, Maxime memutuskan untuk tidak melanjutkan masalah ini.Besok dia akan menemui Morgan dan menanyakan langsung kepada Morgan apa yang terjadi.Keesokan harinya.Reina terbangun dari tidurnya dengan perasaan yang jauh lebih baik dan sudah tidak terlalu mengantuk lagi.Mungkin karena dipeluk oleh Maxime, jadi dia t
Mungkin terlalu mengantuk, Reina langsung tertidur setelah berbaring.Dia tidak tahu bahwa Maxime masih belum tertidur.Maxime perlahan membuka matanya setelah mendengar suara napas teratur Reina.Cahaya di dalam kamar membuatnya bisa melihat garis-garis wajah Reina. Maxime menatapnya dengan penuh rasa ingin tahu, tatapannya tertuju pada lehernya.Reina sudah mandi dan berganti pakaian. Dia mengenakan pakaian yang menutupi bagian lehernya.Itu bukan baju tidur ....Maxime awalnya bertanya-tanya, mungkin saja syal itu yang jadi masalah. Sekarang, dia merasa bahwa Reina mengenakan syal untuk menghalangi sesuatu di lehernya.Tangannya terulur, berusaha untuk mencari tahu.Reina tertidur pulas.Gerakan Maxime ringan, cukup lembut untuk menurunkan kerah bajunya. Dia melihat sekilas bahwa ternyata ada kain kasa yang menutupi leher Reina. Dia samar-samar bisa melihat sedikit warna merah terang keluar dari kain kasa tersebut.Reina merasa lehernya gatal, jadi dia bergerak.Maxime segera menari
Mata Maxime menyipit saat mendengar Reina mengatakan itu.Matanya memperhatikan syal di leher Reina. "Baru?"Reina mengangguk. "Hmm.""Kamu sudah di kamar, jadi nggak dingin, lepas saja." Maxime menambahkan, sambil mengulurkan tangannya.Reina langsung bersandar mundur ke belakang. "Nggak apa. Aku masih kedinginan, jadi lebih baik pakai saja."Tangan Maxime yang terangkat membeku di udara, lalu dia menariknya kembali."Baiklah, nggak usah dilepas kalau kamu nggak mau."Kekhawatiran di hati Reina akhirnya menghilang.Dia memaksa dirinya untuk bangun walau masih mengantuk. "Aku agak lapar, ayo kita makan.""Ya."Reina berjalan melewati pandangan Maxime dan pergi menuju ruang makan di lantai bawah.Maxime hanya mengamatinya, merasa bahwa Reina menyembunyikan sesuatu darinya.Kenapa Reina tidak mengizinkannya melepas syal itu?Maxime tidak mengerti.Reina tiba di ruang makan di lantai bawah, di mana koki telah menyiapkan makanan dan membawanya ke meja makan.Dia juga memanggil anak-anak un
"Kenapa bawa aku ke sini?" tanya Reina.Maxime tidak menjawab, meraih tangannya dan berjalan ke depan.Reina dituntun olehnya ke dalam tempat bermain. Sejauh mata memandang, ada tempat permainan."Kamu?""Ngajak kamu main game," jawab Maxime.Reina sedikit terdiam. "Ekki benar, kamu cemburu."Maxime menunduk, mulutnya tertutup wajahnya begitu bangga."Aku nggak cemburu. Aku tahu kalian cuma teman biasa." Dia melanjutkan, "Bukannya barusan kamu bilang jarang main game? Kebetulan hari ini aku senggang, jadi aku bakal nemenin kamu."Saat mengatakan itu, dia menarik Reina ke depan sebuah mesin lempar koin.Sebelum Reina duduk, petugas membawa sekantong besar koin permainan dan meletakkannya di sampingnya."Nona bos, silakan main sampai puas."Reina tidak bisa berkata-kata saat melihat sekantong besar koin yang disodorkan kepadanya.Bukankah bermain game lempar koin agar bisa mendapatkan koin?Maxime memberinya begitu banyak koin, lalu dari mana tantangan jika memainkan game ini?"Katakan,