Tubuh Reina dan Morgan sangat dekat, Reina bisa merasakan hembusan napas Morgan yang panas dan tanpa sadar mundur selangkah."Aku tidur dulu ya?""Oke."Morgan perlahan melepaskan pelukannya.Reina kembali ke kamar dan berbaring untuk tidur lagi.Morgan menutup pintu untuknya sebelum pergi.Reina berbaring di kasur dan mendengarkan suara air yang keluar dari kamar mandi sebelah, tapi dia tetap tidak bisa tidur."Aku ini kenapa sih?"Reina menggerutu pada diri sendiri.Entah mengapa, sekarang dia sering menolak Morgan.Sejak sadar setahun yang lalu, Reina merasa seperti sudah melupakan banyak hal, hanya mengingat beberapa hal yang berhubungan dengan Morgan.Morgan bilang pada Reina, dulu Reina kecelakaan mobil dan membuat ingatannya memudar dan selama setahun ini dia menetap di luar negeri untuk menerima perawatan.Pagi harinya, akhirnya Reina bisa tidur.Namun tidak lama setelah tertidur, dia mengalami mimpi buruk. Dia melihat seorang pria yang mirip dengan Morgan muncul, tetapi dengan
Paginya, dokter datang dan melakukan serangkaian pemeriksaan pada Reina, juga meresepkan obat untuknya. Dokter juga berpesan agar Reina minum obat tepat waktu.Reina mengangguk patuh, "Oke, terima kasih dokter."Setelah dokter pergi, Morgan keluar menemui dokter tersebut.Di dalam mobil, dia bertanya, "Sudah setahun berlalu, kenapa dia masih memimpikan masa lalu?""Ini normal. Tidak ada hipnotis yang bisa menjamin pasien akan melupakan segala sesuatu di masa lalu." Dokter menambahkan, "Tetapi jangan khawatir, sebentar lagi kondisinya akan stabil dan dia tidak perlu terapi setiap bulan.""Baguslah." Morgan merasa lega."Tetapi Anda harus menjaganya supaya dia nggak melihat orang juga hal yang bersangkutan dengan masa lalunya, kalau nggak ingatannya akan terangsang dan hipnotis ini bisa gagal," pesan dokter itu.Morgan mengangguk, "Aku mengerti."Setelah menyuruh dokter pergi, Morgan kembali ke kamar, menatap Reina yang meminum semua obatnya.Reina merasa sangat mengantuk setelah meminum
Ruangan pun seketika menjadi sunyi senyap.Kepala Reina tiba-tiba terasa sakit.Reina menahan rasa tidak nyaman itu dan menjawab dengan malu-malu, "Aku belum pernah bekerja."Manajer itu agak terkejut."Apa kamu fokus menjadi seorang ibu rumah tangga?"Di luar negeri, menjadi ibu rumah tangga dianggap sebagai pekerjaan.Reina langsung menggeleng, karena dia bahkan belum menikah, "Nggak, aku cuma nggak pernah kerja aja."Manajer itu sangat tercengang. Baginya, malah tidak masalah jika Reina tidak bekerja setelah menikah.Masalahnya Reina sudah lama lulus, masa sampai sekarang tidak bekerja sama sekali? Kalau bukan karena malas, pasti karena ada masalah dengan pribadi Reina bukan?Manajer itu terlihat sedikit tidak enak hati, "Terima kasih atas kejujuranmu, tetapi kami butuh karyawan yang punya pengalaman kerja. Kami benar-benar minta maaf."Jawaban ini membuat Reina kecewa, tetapi dia tetap terlihat tenang dan menggeleng."Nggak masalah."Reina memegang resumenya, berdiri dan berjalan k
"Coba lihat kamu bisa nggak? Yang penting mirip-mirip lah," ucap guru tari itu pada Reina.Reina mengangguk, "Oke."Lalu, dia berjalan ke tempat kosong.Sekelompok karyawan penari menatapnya, menunggu Reina mempermalukan dirinya sendiri.Gerakan guru tari barusan adalah yang tersulit, di mata mereka, jangankan berharap Reina bisa menirukan gerakan tadi, tidak mati gaya saja sudah bagus.Namun tak lama kemudian, mereka tercengang.Reina tidak hanya menyelesaikan gerakan yang diperagakan oleh guru itu, tetapi juga menampilkannya dengan sangat sempurna, bahkan keelokan tariannya melebihi guru tadi."Bagaimana dia bisa melakukannya?" Seseorang bertanya dengan ragu.Penari utama juga tidak percaya. Dia sudah belajar selama setengah bulan tetapi masih belum menguasainya."Sejak kapan perusahaan kita punya seseorang yang bisa menari seperti ini? Kenapa dia nggak gabung dari awal?"Guru tari itu seperti sudah melihat harta karun."Nak, kamu dari departemen mana? Nanti aku kasih tahu manajermu
"Maksudmu gadis yang barusan itu? Dia 'kan baru bergabung, dia nggak mengerti keseluruhan tarian," protes penari utama.Penari utama itu tidak terima karena posisi ini susah payah dia dapatkan. Setelah menyelesaikan pertunjukan kali ini, performanya akan meningkat berkali-kali lipat. Masa sekarang tiba-tiba direbut orang begitu saja?"Memangnya kamu tadi nggak lihat? Gerakan yang kamu nggak bisa, terlihat begitu mudah untuknya."Guru tari itu menatap Lysia Carlina, si penari utama dengan tatapan menghina, "Lysia, bukannya tadi kamu yang nyuruh aku ganti orang? Sekarang setelah kuganti, kenapa kamu masih nggak senang hati?"Wajah Lysia pun memucat.Kalau masalahnya sudah jadi begini, dia tidak mungkin menarik balik ucapannya bukan? Mau ditaruh di mana mukanya?Lysia menggertakkan gigi dan berkata, "Ya sudah, kamu kira aku suka disuruh nari? Tapi hari ini aku pasti bakal melaporkan ke bos soal kamu yang sudah masukin gadis itu lewat jalur belakang."Guru tari tidak khawatir sama sekali m
Mata Syena langsung memerah saat melihat punggung Morgan yang bertekad untuk pergi.Syena langsung mengejarnya.Namun di luar, ternyata Jess sudah menunggu Morgan.Sebagai seorang wanita, Syena tentu tahu wanita mana yang mengincar suaminya. Dengan marah, Syena pun melabrak Jess dan langsung menamparnya di depan Morgan."Hari ini masih libur Tahun Baru hari kedua. Kalau ada urusan, kamu urus aja sendiri, kenapa mesti Tuan Morgan yang ngerjain sendiri?"Wajah Jess begitu panas sehingga dia tidak bereaksi sama sekali.Morgan langsung melangkah maju dan meraih tangan Syena."Apa-apaan ini!"Begitu ditanyai Morgan, Syena langsung berpura-pura tidak bersalah."Morgan, aku itu sedih banget, masa di hari libur kayak gini kamu nggak bisa nemenin Talitha?"Morgan mencengkeram pergelangan tangan Syena dan berkata, "Ini alasanmu menampar orang yang nggak bersalah?"Syena terkejut dengan tatapan mata Morgan yang begitu tajam, tubuh Syena pun menciut dan gemetar, tangannya mulai terasa sakit, "Morg
Jess bisa melihat Morgan yang begitu bahagia, dia pun penasaran dengan siapa bosnya ini mengobrol.Morgan tidak mewaspadai Jess.Namun sekilas, Jess bisa melihat bahwa Morgan sedang mengobrol dengan seorang wanita.Jess menarik balik pandangannya, dia tidak berani mengintip lebih jauh.Jess agak tidak percaya, di matanya, selama ini Morgan adalah pria yang baik dan sempurna, mana mungkin dia selingkuh?Jess tahu, orang yang sedang mengobrol dengan Morgan pasti bukan Syena.Siapa wanita itu?Selama ini Jess mengira Morgan adalah pria yang setia dan di hatinya hanya ada Reina. Kenapa sekarang malah diam-diam mengobrol dengan wanita lain dengan begitu romantis?Jess agak kecewa, tapi dia tidak mengatakan apa-apa dan kembali menunduk.Malam hari itu, saat sudah selesai kerja, Jess dihadang oleh sebuah mobil.Kaca mobil diturunkan, memperlihatkan wajah Syena yang sombong.Jess pun mundur selangkah.Syena mencibir saat melihat rupa Jess yang ketakutan, "Jess, nggak usah khawatir. Aku nggak b
Jawaban Jess masih sama, "Aku sungguh nggak tahu siapa yang Anda maksud.""Oke, bagus sekali." Syena langsung bangun dari kursinya dengan wajah angkuh, "Kukasih tahu ya, kalau ternyata kamu terbukti tahu dan menyembunyikannya dariku, kamu akan mati!"Setelah berkata demikian, Syena pun melenggang pergi.Jess masih duduk dan termenung cukup lama. Akhirnya, dia memberitahukan Morgan perihal Syena mencarinya hari ini.Morgan menghela napas lega saat membaca pesan ini.Dia hampir ketahuan oleh Syena."Terima kasih ya Jess, kalau terjadi lagi, tolong beri tauh aku secepatnya."Jess merasa sangat tidak nyaman saat membaca balasan Morgan.Dari jawaban ini, Jess pun tahu kalau Morgan memang punya wanita simpanan.Jess hanya bisa menghela napas, bangkit berdiri dari kursinya dan berjalan keluar.Di luar, entah sejak kapan mulai turun hujan.Jess berjalan di tengah hujan dan terlihat sangat kesepian.Beberapa hari yang lalu, ibunya meneleponnya dan memintanya pulang untuk kencan buta."Kamu ini
Kediaman Keluarga Andara.Reina mengalami mimpi buruk lagi. Ketika terbangun dari mimpi buruknya, dia secara naluriah memeluk Maxime di sampingnya.Namun, tangannya yang terulur tidak meraih apa pun.Reina menyalakan lampu di samping tempat tidur dan menyadari bahwa Maxime tidak ada di sampingnya."Pergi ke toilet?" Reina sedikit bingung dan melihat ke arah toilet, lampu di sana juga tidak menyala.Dia jadi sulit tidur dan sedikit takut karena Maxime tidak ada. Dia langsung bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke luar.Ketika masuk ke aula, tidak ada lampu yang menyala. Rumah dalam keadaan gelap gulita.Maxime juga tidak ada di sini, kemana dia pergi selarut ini?Reina ingat bahwa mereka berdua tidur bersama, apakah ada sesuatu yang terjadi di kantor?Saat dia bertanya-tanya, pintu depan dibuka dari luar. Bersamaan dengan itu, lampu-lampu juga dinyalakan.Maxime mengenakan jas hitam, berdiri di ambang pintu. Saat mendongak, kebetulan dia melihat Reina berdiri di tangga."Kenapa kamu
Maxime tidak tahan saat melihat sikap Joanna yang seperti ini. Dia akhirnya berbicara, "Ya, aku bakal bantu cari. Ibu pulanglah.""Ya, ya." Baru setelah itu Joanna melepaskan tangannya, lalu melangkah masuk ke dalam mobil.Mobil melaju menjauh.Maxime hanya berdiri di sana.Reina berjalan ke sisinya. "Lepaskan Morgan."Dia tahu bahwa Morgan pasti sudah sangat menderita akhir-akhir ini, jadi dia tidak akan berani melakukan apa pun padanya.Dia awalnya mengira Maxime akan setuju, tetapi dia menoleh ke arah Reina. "Melepaskannya? Apa kamu bercanda?"Morgan telah melakukan sesuatu yang lebih buruk dari binatang. Dia sudah sangat berbelas kasihan karena tidak merenggut nyawanya.Reina sedikit bingung saat mendengar itu. "Tapi ibumu ....""Kamu nggak perlu khawatir soal Ibu. Kamu harus tahu, nggak peduli siapa pun yang nyakitin kamu, aku bakal selalu ada di pihakmu."Maxime berhenti sejenak, lalu melanjutkan, "Apa yang aku katakan pada Riki sama Riko barusan semuanya benar. Kamu itu orang ya
"Apa yang dikatakan Papa menyebalkan memang benar." Riki memuji sambil mengusap-usap kepalanya.Riko juga setuju dengan pemikiran Maxime. "Hmm."Dia mengangguk tanda setuju.Maxime duduk. "Sudah, makan yang banyak. Kalian cuma peduli sama rasa suka kalian, tapi kalian saja nggak tahu apakah mereka suka sama kalian atau nggak."Riki menjawab dengan sangat bangga, "Papa, lihatlah wajahku dan Kakak. Apa kami perlu khawatir ada yang nggak suka sama kami?"Reina tertawa lagi.Memang benar bahwa pria sangat egois, tidak peduli apakah mereka anak kecil atau orang dewasa."Sudah, ayo makan. Kalian memang yang paling tampan."Setelah itu, Riko dan Riki menyantap makanan mereka dengan tenang.Mereka duduk mengelilingi meja makan dengan suasana bahagia.Setelah selesai makan, Reina keluar untuk berjalan-jalan dan Maxime mengikutinya lagi.Reina bingung. "Kenapa kamu ngikutin aku terus?"Maxime seperti seorang pengikut akhir-akhir ini, tidak bisa disingkirkan.Riki sedang makan buah, tetapi dia tu
Reina tidak bisa menahan senyumnya saat melihat sikap kedua putranya. "Riki, kamu kangen sama Talitha dan Erina? Kamu bisa telepon Tante Sisca sama Tante Brigitta. Bukannya Mama sudah kasih nomor mereka ke kalian?"Riki memainkan jari tangannya."Ini ... bukannya nggak baik kalau menghubungi ibu mertua terlalu cepat? Lagipula, aku belum nyiapin apa-apa."Reina, "..."Riko. "Jangan bilang kalau kamu suka sama mereka berdua?"Riki menoleh ke arahnya. "Tentu saja, mereka sama-sama lucu."Itu hanya bisa dikatakan oleh seorang anak kecil. Kalau orang dewasa yang mengatakannya, mereka akan dimarahi."Riki, kita hanya boleh suka sama satu orang. Yang namanya hati nggak bisa dibagi jadi dua." Reina menjelaskan.Riki mengangguk dengan berat, lalu menjawab, "Mama, kalian salah paham denganku. Aku suka sama mereka berdua, tapi cuma satu yang mau aku nikahi.""Oh, siapa?" Reina bertanya dengan penasaran.Riki mengerutkan keningnya, lalu mengedipkan matanya yang indah. "Mama, itu rahasia."Reina me
Reina mengikuti Gaby keluar dan mereka berdua sampai di luar mal.Maxime sudah lama menantikan kesempatan ini dan menunggu mereka di luar.Dia melihat Ekki menggigil karena angin dingin dan langsung mencibirnya. "Kamu minggat dari kantor?"Melihat Maxime di sini, Ekki menggigil seperti melihat hantu."Bos, lain kali jangan bicara aneh-aneh. Aku nggak minggat, aku pergi karena terdesak."Pergi karena terdesak?Sudut mulut Maxime terangkat naik. Apa yang ada di dalam pikirannya sampai berpikir bahwa seorang bos suka mendengar alasan seperti ini?Saat ini, Reina dan Gaby sudah sampai di depan mereka berdua."Kenapa kalian bareng begini?" tanya Reina pada Maxime.Maxime berbohong, "Karena sudah pulang kerja, jadi aku jemput ke sini. Kebetulan ketemu sama dia."Ekki tentu saja tidak tahu bahwa Maxime telah mengikuti Reina dan Gaby, jadi dia mengangguk. "Hmm.""Ayo pulang." Maxime menambahkan."Ya."Reina menghampiri Maxime dan melambaikan tangan pada Gaby dan Ekki.Di belakangnya, Gaby menc
Gaby mengucapkan selamat tinggal pada Brigitta hari itu, mengemasi barang-barangnya dan pindah ke Grup Yinandar.Grup Yinandar.Begitu Gaby tiba, Reina meninggalkan Maxime dan pergi berbelanja dengannya.Maxime sedikit khawatir. "Aku ikut kalian."Reina langsung menggelengkan kepalanya."Kita para wanita mau belanja, nggak nyaman kalau ada pria ikut. Gaby juga nggak terbiasa. Kalau kamu ikut, nanti dia jadi obat nyamuk."Maxime menghela napas panjang. "Kalau begitu aku panggil Ekki juga.""Ekki masih harus kerja, ngapain panggil dia? Selain itu, bukannya kamu bilang mau bantu kerjaanku, ingin aku istirahat dan senang-senang?" kata Reina sambil tersenyum.Maxime makin tidak nyaman saat melihat senyum di wajah Reina.Dia pikir Reina hanya berpura-pura menjadi kuat. Namun, memang lebih baik jika dia membuat Reina bergaul dengan Gaby sebentar."Baiklah." Dia mengangguk. "Kalian bersenang-senanglah. Kalau butuh sesuatu, hubungi aku.""Terima kasih." Reina membungkuk dan mencium sisi wajahny
Mendengar itu, Reina menaruh tangannya di dagunya. "Kamu nggak mau digaji, apa kamu nggak rugi?""Habiskan lebih banyak waktu denganku saja kalau malam," kata Maxime.Perkataan Maxime membuat Reina tersipu malu. "Dasar nggak waras.""Aku cuma minta kamu ngabisin lebih banyak waktu denganku saat malam, sisi mananya yang nggak sopan? Nana, kamu mikir ke mana sih?" tanya Maxime.Wajah Reina makin memerah, mengambil pulpen dan melemparkannya ke arahnya. Namun, Maxime menangkapnya dengan satu tangan. "Kita sudah nikah lama, jadi jangan mikir aneh-aneh.""Kamu itu yang aneh-aneh."Reina tidak berbicara dengannya lagi, menunduk untuk melanjutkan meninjau dokumen.Di dalam perusahaan, sebagian besar pekerjaan Reina adalah meninjau beberapa rencana bisnis bawahannya dan membuat keputusan.Selebihnya, dia memiliki janji dengan klien atau rapat.Dengan adanya Maxime yang membantunya dalam pekerjaannya, dia bisa meluangkan sebagian besar waktunya dan masih bisa berkeliling perusahaan tanpa harus m
Maxime menginstruksikan pengawalnya, "Jangan biarkan dia tidur malam ini. Tentu saja, kalian harus bersikap lembut padanya, jangan lupa panggil dokter buat periksa keadaannya. Aku nggak mau dia sampai mati."Maxime mengatakan bahwa dia akan membuat hidup Morgan lebih buruk daripada kematian, dia akan memastikan bahwa Morgan tetap hidup.Kematian akan terlalu murah untuk Morgan. Selain itu, dia kembaran Maxime sendiri, jadi dia tidak akan membiarkan Morgan mati begitu saja....Keesokan harinya, Reina terbangun oleh dering telepon.Dia tidak membuka matanya, mengusap-usap telepon dengan lelah.Maxime mengulurkan tangannya yang panjang dan mengambilnya terlebih dahulu sambil berkata, "Ini ponselku, Ibu telepon.""Oh."Maxime mengangkat telepon dan mendengar suara cemas Joanna di sisi lain telepon, "Max, adikmu hilang. Kenapa aku nggak bisa menemukannya?"Suara ini tidak pelan dan Reina bisa mendengar apa yang dikatakan Joanna. Dia langsung menatap Maxime.Dia tahu ini pasti ulah Maxime.
"Ayo pulang." Reina berdiri.Maxime meraih tangan Reina. "Aku mau lihat lukamu."Reina membeku.Berpikir bahwa Maxime sudah tahu, dia tidak mengelak dan memperlihatkan luka di lehernya.Karena dibungkus kain kasa, Maxime tidak melihat bagian dalamnya."Aku nggak apa-apa," kata Reina."Ayo ke rumah sakit." Maxime sedikit khawatir dan dia tidak berani membuka kain kasa Reina dengan asal.Reina tidak ingin pergi, tetapi sikap Maxime begitu memaksa, jadi dia tetap mengikutinya ke rumah sakit.Di dalam rumah sakit, dokter membuka kain kasa Reina, memperlihatkan luka sepanjang jari di sana.Lukanya sangat dalam, seharusnya itu bukan luka ringan.Mata Maxime sedikit menyipit. "Dalam sekali lukanya. Kenapa menyembunyikannya dariku?""Ini sudah nggak apa-apa kok," jawab Reina.Jemari Maxime sedikit gemetar saat menyentuh leher Reina. "Jangan menyembunyikan apa pun lagi dariku, ya?"Suaranya sedikit serak.Reina mengangguk lagi. "Ya, aku mengerti."Lagi-lagi dia menjawab dengan ekspresi tidak pe