Sore harinya, Alana buru-buru datang setelah mengetahui Reina dirawat di rumah sakit.Maxime tidak di sana.Alana memandang Reina yang dipenuhi bintik-bintik merah dan merasa pedih dalam hatinya."Otakmu lagi pergi ke mana, sih? Sudah tahu nggak boleh makan, kenapa masih dimakan?""Jangan khawatir, aku sudah pernah periksa. Alerginya nggak serius, nggak sampai mengancam nyawa," hibur Reina."Jangan ngeles. Kamu pikir aku nggak tahu alergi makanan laut yang parah bisa berakibat fatal? Kalau kamu begini lagi di masa depan, aku ..." Alana berpikir sejenak, mencari-cari ancaman apa yang bisa dia berikan pada Reina. Akhirnya dia hanya bisa berkata, "Aku ikutan kena alergi juga."Reina lepas tertawa."Bodoh, aku nggak bohong. Alergiku cuma parah di luar saja, nggak sampai mematikan.""Aku punya Riki dan Riko sekarang. Mana mungkin aku tega mempertaruhkan nyawaku sendiri?"Alana tidak mengerti. "Lalu kenapa kamu sukarela dibuat menderita?""Maxime terlalu waspada dan membenciku. Aku nggak tah
Riko hanya bisa geleng kepala. Dia sudah bersembunyi sangat lama di dalam mobil, tetapi Alana baru menyadarinya."Aku dengar telepon Mama tadi pagi. Aku khawatir, jadi aku ikut masuk ke mobil.""Anak nakal, jangan lagi-lagi pokoknya. Terlalu berbahaya."Alana mendudukkan Riko di kursi anak dan mengantarnya ke taman kanak-kanak."Jangan khawatir, mama-mu nggak apa-apa, cuma alergi.""Kenapa Mama sampai alergi?"Riko ingat Mama tidak boleh makan makanan laut. Selain makanan laut, dia tidak punya alergi lain. Mungkinkah ada yang memasukkan makanan laut ke dalam makanannya?Alana awalnya berjanji pada Reina untuk tidak memberi tahu Riko, tetapi anak ini sudah tahu sendiri sekarang.Jadi, dia hanya bisa mengakui semuanya.Mata si kecil dipenuhi rasa cemas setelah mendengar penuturannya."Tante Alana, aku boleh ketemu Mama kapan?"Dia sangat ingin memeluk Mama dan mengatakan padanya bahwa dia akan selalu bersamanya."Kamu nggak boleh ke sana, tunggu dulu beberapa hari.""Oke."Riko sedikit k
Reina menatap cek di depannya dan merasa sangat ironis."Anakmu memintaku untuk mengembalikan uangnya, baru aku bisa pergi. Sekarang kamu memberiku uang dan memintaku pergi. Aku nggak tahu harus berbuat apa.""Apa maksudmu?""Kamu tanya saja Maxime."Joanna berpikir sejenak dan tidak lanjut bertanya. Dia berbelok arah dan memainkan trik emosional."Nana, kamu bahkan belum memberi anak untuk Max setelah menikah lebih dari tiga tahun. Kamu tahu nggak orang luar bicara seperti apa tentang dia? Aku harap, kamu mau mempertimbangkan perasaan orang lain dan jangan terlalu egois."Egois?Reina tertawa dalam hatinya. Siapa yang egois?Mereka dulu belum punya anak, kenapa wanita itu tidak bertanya kepada putranya saja."Aku sudah bilang, urusan ini kamu tanya ke Maxime saja. Aku bukannya nggak ingin pergi."Joanna tidak menyangka dia akan bersikap seperti ini dan berjalan menghampiri Reina. "Kamu sedang bicara dengan orang tua. Di mana sopan santunmu?"Dia lalu mengangkat tangan hendak menampar
Joanna tidak menaruh curiga pada seorang anak kecil, jadi dia mendekati Riko dan berlutut. "Kalau begitu, kamu ingat rumahmu ada di mana? Biar Nenek antar kamu pulang?"Riko sedikit terkejut menghadapi Joanna yang begitu ramah.Meski ibunya tidak pernah menyebut nenek ini kepadanya, dia sudah menyelidiki sendiri.Joanna yang dulunya seorang nona dari keluarga Debrista adalah wanita yang kuat.Setelah menikah, dia mengasuh anaknya seorang diri karena suaminya tidak peduli dengan keluarga. Dia tidak pernah tersenyum kepada orang lain.Saat Riko tertegun, Joanna menambahkan, "Kalau kamu ingat nomor telepon ayah atau ibumu, Nenek juga bisa bantu kamu menghubungi mereka."Riko akhirnya tersadar dan membungkuk padanya."Terima kasih banyak. Bisa tolong antar aku ke halte di jalan utama? Aku tahu cara naik bus ke rumah."Joanna semakin menyukai anak ini yang begitu sopan dan pintar.Dia pun menghela napas. Kalau saja Max mau menuruti kata-katanya, cucunya mungkin sudah sebesar ini."Oke, ayo
Maxime menatap Reina."Ada urusan apa dia mencarimu?"Reina mengeluarkan cek kosong yang diberikan Joanna ke hadapan Maxime."Dia memberi aku cek, memintaku meninggalkan kamu."Maxime memandang cek itu. "Terus, kamu terima?"Asalkan dia mengisi angka di cek itu, uang yang perlu Reina kembalikan padanya akan langsung terbayar.Reina menggelengkan kepala. "Nggak. Aku sudah menandatangani perjanjian denganmu, tentu saja aku nggak akan menerima uang ini."Kalau dia pergi sekarang, bagaimana caranya dia bisa hamil anak ketiga?Bagaimana caranya dia bisa menyelamatkan Riki?Reina menyerahkan cek itu ke tangan Maxime. "Aku kembalikan padamu."Maxime mengambilnya, melihatnya sekilas, lalu membuangnya ke tempat sampah. Matanya kembali tertuju pada wajah yang masih merah-merah karena alergi. Tatapannya dalam."Pilihanmu tepat. Bahkan meskipun kamu mengisi angka di cek ini, aku nggak akan mencairkannya untukmu."Untuk mematikan harapannya pergi dari sini langsung ke akar-akarnya!Mendengar perkat
Maxime melepaskan diri dari tangan Marshanda."Terima kasih, Kak Max," ucap Marshanda dengan wajah sangat berterima kasih, lalu berbalik menatap Reina dengan mata bangga.Dia menyesal memilih untuk menikahi Maxime. Dia tersadar, tidak menikah dengannya adalah pilihan yang lebih baik.Dengan tidak menikahinya, Maxime biasanya akan langsung memenuhi permintaannya, apa pun itu.Dia sangat beruntung telah pura-pura menyelamatkan Joanna ....Reina memandang wajah pamernya dengan ekspresi acuh tak acuh.Vila Magenta sangat besar dan punya banyak kamar. Marshanda memilih kamar yang paling dekat dengan kamar tidur utama. Arti dan maksudnya sudah sangat jelas.Saat Marshanda pergi menyiapkan kamarnya, Reina juga bersiap kembali ke kamar tidurnya sendiri.Maxime yang sedang duduk di ruang tamu memanggilnya."Sini."Reina tidak tahu apa yang dia inginkan, jadi dia berjalan mendekat dan bertanya, "Ada apa?"Maxime memperhatikan wajahnya.Dia ingat betul. Setelah mereka menikah, wanita itu berkata
Marshanda sungguh tidak percaya. "Nana, kamu dulu nggak begini."Dia dulu bermoral sangat tinggi. Mana mungkin dia menilai Maxime dengan sejumlah uang?Reina balik bertanya, "Mungkinkah posisi sebagai istri Maxime nggak sampai bernilai 20 triliun?"Marshanda tertawa."Kamu benar-benar berubah total. Aku masih ingat waktu kita masih kuliah bareng, kamu bilang kamu nggak akan pernah mencuri seorang pria dariku. Aku nggak nyangka, kamu nggak cuma mencuri seorang pria dariku, tapi juga memasang harga 20 triliun kalau aku ingin mendapatkan pria itu kembali."Marshanda mengirim serangan balik dengan sangat terampil.Tatapan mata Rena tampak mengejek sinis. "Semua orang tahu, aku bukannya mencuri Maxime. Tapi Maxime yang nggak sudi bersama denganmu, anak yatim piatu."Wajah cantik Marshanda berubah seakan menelan sesuatu yang masam."Cukup! Kamu yakin kamu cuma mau uang?"Reina mengangguk, lalu melanjutkan, "Jangan bilang-bilang Maxime soal aku minta uang. Kalau kamu beri tahu dia, perjanjian
Menerima balasan dari Reina, bibir Marshanda tersungging lebar. Dia segera mengirimkan pesan pada Maxime."Kak Max, aku nggak tahu hubunganmu dengan Reina sekarang seperti apa, tapi dia nggak sepolos kelihatannya.""Kalau kamu nggak percaya, pergilah ke kafe persimpangan jalan jam 10 malam ini."Dia ingin membuka wajah asli Reina di depan Maxime.Reina belum tahu tentang hal ini. Setelah keluar dari tempat tidur dan mandi, dia melihat Maxime duduk di sofa ruang tamu sambil menatap ponselnya.Maxime mendengar suara langkah kakinya. Dia menghapus pesan dari Marshanda, lalu menatap Reina."Sarapan di luar."Reina sedikit bingung. Dia lihat jelas-jelas di ruang makan sudah ada makanan.Tanpa memikirkannya lebih dalam, dia pergi makan di luar bersama Maxime.Sarapan di restoran ini sangat menggugah selera.Reina tidak menahan diri, mengambil beberapa makanan yang dia suka dan mulai melahapnya.Perhatian Maxime tidak pernah lepas darinya. "Kamu nggak ada yang mau dibicarakan sama aku?""Apa?
Reina menutup telepon dan akhirnya merasa lega.Selama Syena tidak melakukan sesuatu yang buruk, semuanya tidak apa-apa.Dia sudah makin berumur dan hanya ingin menjalani hidupnya dengan baik.Jika Syena melakukan sesuatu yang salah lagi, dia akan menghabisinya....Musim semi berganti menjadi musim gugur.Waktu berlalu dalam sekejap.Dalam sekejap mata, rambut Reina pun dipenuhi dengan uban. Saat ini, Reina hampir berusia tujuh puluh tahun.Beberapa anak laki-lakinya akhirnya menikah. Anak-anak Riko dan Riki sudah duduk di bangku sekolah dasar.Reina mengambil ponselnya. Pada hari itu, dia mendengar anak buahnya berkata, "Bos, Marshanda meninggal."Meninggal adalah sebuah kata yang sering didengar Reina di masa tuanya.Selama bertahun-tahun, mertuanya juga sudah meninggal dunia.Mantan saudara perempuannya, Brigitta, juga meninggal tahun lalu.Ethan menyusul pada paruh pertama tahun ini.Hanya Erina dan suaminya yang tersisa untuk menjaga bisnis Keluarga Yusdwindra.Suami yang Erina d
Sisca pergi ke sekolah dan hendak meminta guru untuk memanggil Talitha. Namun, dia melihat Talitha berdiri di depan gedung sekolah dari kejauhan.Di seberang Talitha ada Syena!Ekspresi Sisca langsung berubah.Dia berjalan cepat menghampiri keduanya. "Talitha."Talitha menoleh ke arahnya. "Ibu."Syena langsung marah mendengar putrinya memanggil wanita lain dengan sebutan ibu."Talitha, aku ini ibumu, dia nggak ada hubungan darah denganmu."Setelah bertahun-tahun tidak bertemu, wajah Syena sangat pucat dan kuyu. Tatapan matanya menatap Sisca lekat-lekat.Sisca juga tidak merasa terintimidasi olehnya, menarik putrinya untuk berdiri di sisinya."Syena, saat itu kamulah yang nggak menginginkan Talitha. Sekarang, kamu ingin mendapatkan anakmu lagi?"Talitha menimpali, "Aku cuma punya satu ibu, namanya Sisca. Nama keluargaku juga Santiago. Jadi, kamu pergi saja dan berhenti mencariku."Mendengar apa yang dikatakan putrinya, gelenyar kelegaan menyelimuti benak Sisca.Syena terlihat makin mura
Reina beranjak dan melangkah pergi.Marshanda menatap punggungnya dan tiba-tiba berdiri. "Reina."Langkah kaki Reina terhenti dan dia berbalik untuk menatapnya.Tiba-tiba, mata Marshanda menjadi sedikit memerah."Reina! Aku merasa sepertinya aku melakukan kesalahan."Selama sepuluh tahun terakhir, Marshanda telah bermimpi tentang masa lalu hingga berulang kali.Mimpi itu terjadi di masa lalu, ketika dia baru dijemput oleh Anthony.Saat itu, dia tidak memiliki niat licik. Saat pertama kali bertemu Reina, dia merasa bahwa Reina sangat baik.Reina akan memberinya pakaian yang bagus untuk dipakai!Memberikan makanan yang enak untuknya!Reina juga akan berbagi uang saku dengannya!Mungkin karena dia makin tua, ingatannya tentang ketika dia masih muda menjadi begitu jelas, dia pun bernostalgia.Mendengar Marshanda mengakui kesalahannya, Reina menunjukkan kerumitan di antara kedua alisnya."Itu semua sudah berlalu."Dia hanya mengatakan beberapa kata tanpa menyebutkan maaf.Marshanda memperha
Riki benar-benar tidak berubah, ucapannya sangat manis dan masih terus menempel kepadanya.Maxime hendak mengatakan sesuatu tentangnya.Riki melepaskan pelukannya pada Reina dan memujinya."Papa, hari ini Papa bersinar banget dan makin jantan saja. Aku mau belajar dari Papa."Maxime tidak terbujuk oleh perkataannya. "Kalau mau belajar dariku, ikuti kakakmu dan uruslah perusahaan keluarga."Riki menggaruk-garuk kepalanya ketika diminta mengurus perusahaan.Sayangnya, dia benar-benar tidak suka menjadi bos.Dia hanya ingin menjadi seorang penyanyi.Dia mewarisi bakat musik yang kuat dari Reina dan merupakan penyanyi generasi baru.Reina juga memahami kebenaran bahwa setiap anak memiliki potensinya sendiri dan keempat anaknya pun berbeda."Sudah, biarkan Riki melakukan apa pun yang dia inginkan, toh ada Riko yang ngurus perusahaan.""Atau nanti kalau Leo dan Liam sudah besar, mereka juga bisa bantu ngurus perusahaan."Maxime langsung diam begitu Reina berbicara.Riki berterima kasih kepad
Revin memang cukup terlambat saat menikah. Belakangan, dia menelepon Reina dan mengatakan bahwa dia punya anak.Maxime sedikit tercengang. "Dia punya anak dari mana? Bukannya dia nggak nikah?"Sejujurnya, Maxime juga mengagumi Revin.Sebagai seorang pria, dia sangat menyukai Reina dengan sepenuh hati dan perasannya tidak pernah berubah.Maxime menduga bahwa Revin tidak pernah menikah karena Reina.Setiap kali mendengar tentang Revin, Maxime langsung ketakutan, takut pria ini akan datang dan merebut istrinya."Katanya sih bayi tabung," kata Reina.Maxime mendengarkan dengan serius. "Siapa ibu dari anak itu?"Reina menggelengkan kepalanya. "Aku nggak tahu, katanya sih rahasia dan nggak ada yang tahu siapa ibu dari anak itu. Tapi, Revin sangat luar biasa. Gen yang dia pilih pasti sangat bagus juga."Mendengar ini, Maxime mengangguk setuju.Hatinya sangat lega.Dia sudah sangat tua, sekarang Revin akhirnya memiliki seorang anak sendiri. Dia seharusnya tidak lagi akan memiliki ketertarikan
Jess tidak tahu apa yang ada di pikiran Erik. Dia mengangkat tangannya dan menepuk pundaknya. "Bodoh, mana mungkin aku nikah sama orang lain, aku saja sudah punya kamu sama anak kita."Erik menganggukkan kepalanya dan tersenyum. "Aku tahu kalau istriku ini memang sangat mencintaiku. Cuma aku, 'kan?"Jess ragu-ragu sejenak, tetapi dengan cepat mengangguk."Ya, tentu saja."Keraguannya yang sangat tipis ini masih bisa ditangkap oleh Erik.Itu juga pertama kalinya Erik menyadari bahwa dia bisa menjadi begitu peka dan perasa, seperti seorang wanita.Dulu, hanya wanita yang selalu khawatir dia macam-macam. Sekarang, keadaan berbalik dan dia selalu mengkhawatirkan Jess.Ada pepatah yang ternyata memang benar.Jika dunia bertanya apa itu cinta, cinta adalah sesuatu yang bisa menaklukkan segalanya.Jess adalah orang yang bisa menaklukkannya....Lima belas tahun telah berlalu.Tanpa disadari, keempat putra Reina dan Maxime telah tumbuh dewasa dan semuanya sangat tampan.Riko adalah yang paling
Entah kebetulan atau tidak, Jess yang saat itu berada jauh di Kota Simaliki juga bermimpi.Dalam mimpi itu, dia benar-benar menikah dengan Morgan dan memiliki seorang anak.Ketika terbangun dari mimpi itu, entah kenapa hati Jess terasa kosong. Dia tidak tahu kenapa ada emosi rumit di dalam hatinya.Dia menoleh ke samping, melihat seorang anak kecil yang sedang tidur di sampingnya.Di sisi anak itu ada suaminya, Erik.Wajah pria itu terlihat tampan saat tidur. Saat sinar matahari menyinarinya, dia terlihat makin memukau.Sudut mulut Jess tanpa sadar terangkat. Dia mengulurkan tangan dan menyentuh putranya yang menggemaskan, sebelum meletakkan tangannya di sisi wajah Erik dan menyentuhnya.Erik merasakan sentuhan di wajahnya. Dengan mata terpejam, dia mengangkat tangannya dan meraih tangan Jess, menariknya ke pelukannya."Tanganmu dingin? Sini aku hangatkan." Dia bahkan tidak membuka matanya dan apa yang dia lakukan tampak natural.Jess memperhatikan tindakannya dan hatinya menjadi hanga
Mata sipit Maxime sedikit menyipit. "Apa itu?"Sulit untuk menyembunyikan ketegangan di wajah Morgan."Itu cuma koran. Aku bosan dan mau mengisi waktu luang. Jangan diambil, ya?"Melihat raut wajahnya, Maxime tahu bahwa itu jelas bukan koran biasa.Maxime kembali menepis Morgan, berjalan dengan cepat untuk mengambil koran itu.Maxime membukanya dan isinya penuh dengan informasi tentang Jess.Morgan menerjang ke arah Maxime, seolah-olah rahasianya telah terbongkar.Namun, dengan kondisi fisiknya saat ini, Maxime bisa menghindar dengan mudah.Suara Morgan terdengar serak, "Kembalikan, ini milikku!"Maxime menatapnya dengan acuh."Sepertinya kamu lebih peduli sama asistenmu itu daripada Nana."Morgan tersipu malu."Apa kamu bercanda? Siapa juga yang suka sama dia. Aku nggak tertarik sedikit pun sama dia."Dia masih bersikap keras kepala.Maxime bisa melihatnya. Aktingnya benar-benar sangat kentara."Kalau begitu akan aku bawakan koran lain biar kamu bisa baca."Setelah mengatakan itu, Max
"Sekarang, semuanya sudah jelas, jadi mulai sekarang kamu nggak perlu menjagaku lagi. Aku baik-baik saja," kata Reina.Namun, Maxime menggelengkan kepalanya. "Nggak, sekarang aku nggak terbiasa."Dia mengikuti Reina setiap hari, jadi tidak terbiasa jika harus terpisah darinya.Reina tidak berdaya ketika melihat ini."Baiklah, tapi kamu harus berubah secara perlahan."Terus menempel pada orang lain juga cukup merepotkan.Dia juga menginginkan waktu untuk dirinya sendiri.Maxime mengiakan, "Ya, terserah kamu saja."Keesokan harinya.Maxime benar-benar tidak mengikuti Reina ke tempat kerja. Dia mengutus seseorang untuk menjaganya, sementara dia sendiri kembali ke IM Group untuk bekerja.Ketika Gaby dan Sisil mengetahui bahwa Maxime telah kembali ke IM Group, mereka semua terlihat terkejut."Kenapa Pak Maxime tiba-tiba berubah pikiran?" Gaby terkejut.Sisil berbisik, "Bos, apa kalian bertengkar?"Reina menggelengkan kepalanya. "Nggak kok, hubungan kami baik-baik saja. Aku mencoba bicara ba