"Nggak perlu, terima kasih."Reina menolak bantuan Ari.Sisil melihat ke sisi ini dan berkata, "Ari, ada rumor di Internet bahwa kamu memiliki hubungan dengan bos aku. Tolong jangan membuat bos aku malu."Saat dia bicara, dia menyiapkan bantal lembut untuk Reina.Reina berjalan sambil tersenyum dan duduk."Jangan mengolok-olok Ari, kita semua tahu itu disebarkan oleh orang-orang yang berniat buruk.""Ya, ya," jawab Sisil.Ari merasa agak tidak nyaman saat mendengar ucapan Reina.Ternyata menurut Reina, mereka berdua tidak punya hubungan apa-apa."Ari, cepat duduk dan pesan sesuatu." Reina tidak menyadari ada yang aneh pada Ari."Oke."Mereka bertiga memesan masakan rumahan.Sebelum makanan disajikan, Sisil pun bertanya pada Sisil, "Ari sudah punya pacar belum?"Ari tercengang."Kenapa kamu menanyakan hal ini tiba-tiba?""Cuma nanya aja, kamu nggak enak ya cerita." Sisil terlihat bingung.Ari menatap Reina, "Nggak kok? Tapi 'kan Master Rei sudah tahu semua tentangku. Selama ini aku syut
"Ini mamanya Riko?" Semua orang bertanya.Riki duduk kembali di depan layar dan berkata, "Halo semuanya, hari ini aku ingin memperkenalkan mama dan papaku."Para tante online pun sangat menantikannya.Reina dipaksa Riki untuk menyapa semua orang, "Halo semuanya, aku mamanya Rik ... Ah, mamanya Riko."Penggemar tahunya Riki adalah Riko, mereka tidak menjelaskannya kepada penggemar.Beberapa penggemar yang bermata tajam langsung mengenali Reina."Bukankah ini Reina? Istri Maxime? Ah, maksudku mantan istrinya.""Hah? Dia mama Riko? Tapi Riko jelas bukan ras campuran.""Katanya anak Reina orang asing? Kayaknya nggak deh."Para penonton siaran langsung tidak menyangka ternyata anak yang mereka gemari selama ini adalah putra Reina.Riki menjelaskan, "Tante dan Kakak semua, sekarang kalian 'kan sudah tahu siapa mamaku, jadi bantu jelaskan ke yang lain ya kalau aku bukan anak orang asing. Mamaku Reina dan papaku Maxime.""Orang-orang di internet yang mengatakan aku anak orang asing itu pemboho
Reina tidak ingin kedua anaknya mengkhawatirkannya.Riki menepuk dadanya dan berkata dengan serius, "Nggak Ma, kami putramu, kami harus melindungimu."Reina merasa geli saat mendengar ini.Ketiga wanita yang menguping di depan pintu pun merasa iri."Dari dulu aku takut punya anak, tapi setelah melihat Riki dan Riko, aku sadar punya anak itu hal yang luar biasa," kata Sisil.Brigitta memeluk putrinya dan terlihat bahagia, "Ya, mereka benar-benar seperti bidadari. Aku sangat berharap putriku cepat tumbuh dewasa."Gaby mengangguk.Dulu dia juga takut menikah dan punya anak. Namun setelah melihat Riki dan Reina, dia tidak terlalu merasa takut."Kok kalian semua nggak masuk?" Reina mempersilakan mereka masuk."Kami hanya penasaran kenapa Riki misterius banget bawa kamu ke kamar," jawab Sisil.Reina meminta mereka semua mendekat dan menjelaskan bahwa ini semua untuk klarifikasi.Semua orang semakin iri pada Reina, karena putranya bijaksana dan berperilaku baik.Begitu berita ini viral, Syena
Morgan pun berhenti berjalan, sorot tatapannya terlihat tenang. "Iya, sudah. Entah media mana yang asal bicara.""Iya, iya. Masa mereka bisa secara kebetulan melihat Nana lagi mengantarmu ke rumah sakit?" timpal Syena.Morgan refleks kembali menatap Syena. "Kok kamu tahu Reina yang mengantarku ke rumah sakit? Fotonya 'kan nggak jelas."Ekspresi Syena sontak menjadi lebih kaku. Dia terdiam sesaat sebelum menjelaskan."Jangan salah paham dulu, Jess yang memberitahuku.""Oh. Ya sudah, aku istirahat dulu," kata Morgan tanpa membongkar kebohongan Syena."Oke."Syena pun memandangi Morgan yang berjalan naik, lalu setelah itu baru bisa bernapas dengan lebih lega.Dia kembali ke kamarnya dan terus membaca berita di internet. Sepanjang malam itu, dia tidak bisa tidur dengan nyenyak.Di sisi lain, Reina yang dijebak oleh Syena malah tertidur dengan pulas.Reina yang pernah menderita depresi tahu betapa pentingnya menjaga kesehatan mental dan fisik. Itu sebabnya dia memutuskan untuk menunggu Sisi
"Terus, kita harus gimana? Masa kita diam saja membiarkan mereka menyebarkan rumor?" tanya Sisil dengan putus asa.Wajar saja Sisil bertanya seperti itu. Syena sudah menuduh Reina, tetapi pada akhirnya dilepaskan begitu saja.Sayangnya, untuk saat ini Reina belum terpikirkan solusi yang baik. "Biarkan saja saat ini waktu yang membuktikan.""Baiklah," jawab Sisil sambil mengangguk dengan pasrah.Begitu publik mengetahui tentang insiden Reina, kritik pun dilemparkan ke departemen penjualan kelima. Orang-orang yang kinerjanya tidak sebaik sebelumnya juga ikut menyampaikan kritik."Menurutku, Reina sudah nggak cocok lagi jadi manajer kita. Dia lagi hamil, tapi sudah kelewat viral. Ini pasti akan memengaruhi kita juga ke depannya.""Kamu salah bicara kalau kayak gitu. Kamu lupa siapa yang menolong kita dari Melisha? Masa kamu mau menjadi bawahan Melisha yang nggak bisa menghasilkan uang itu?""Iya, aku sepakat. Menurutku, yang penting itu dia bisa menghasilkan uang. Sifat dan karakternya it
"Mobil siapa ini? Ngalangin jalan saja," komentar Sisil dengan bingung.Detik berikutnya, jendela mobil pun terbuka dan memperlihatkan wajah tegas Maxime.Begitu melihat Maxime, Sisil mengira pria itu adalah Morgan. "Halo, Pak Morgan."Maxime balas mengangguk kecil, lalu turun dari mobil dan berjalan menghampiri Reina."Kamu mengundurkan diri?"Dia langsung tahu apa yang Sisil dan Reina bawa.Alih-alih menjawab, Reina malah balik bertanya dengan bingung, "Kok kamu ada di sini?""Aku sudah menunggu di sini sejak jam tiga. Aku takut kamu nggak bakal meneleponku setelah pulang kerja," jawab Maxime.Maxime pun menatap Sisil yang masih terlihat bingung dan penasaran. "Oh, kamu pasti Nona Sisil. Terima kasih sudah menjaga istriku selama beberapa tahun ini."Maxime yang dulu tidak mau berbicara dengan teman-teman Reina, tetapi sekarang berbeda. Dia akan melakukan apa saja selama itu bisa membuat Reina bahagia.Sisil sontak tertegun. Dia baru menyadari bahwa pria ini bukanlah Morgan, melainkan
"Aku mengundurkan diri," jawab Reina, lalu menambahkan, "Mulai sekarang, serahkan saja anakmu kepada pengasuh. Kita harus kerja seharian.""Serius?" tanya Brigitta dengan mata yang berbinar.Dia sudah terlalu lama menunggu momen ini.Selama dia memiliki pekerjaan formal, dia dapat mengajukan cerai dari Ethan dan dia tidak akan takut hak asuh anak itu jatuh ke Ethan."Iya, ayo kita bicara di dalam.""Oke." Brigitta mengangguk. Dia menatap Maxime dengan dingin, "Nana, kenapa dia ada di sini juga?""Nggak usah pedulikan dia, anggap saja dia nggak ada," sahut Reina."Oke."Mereka masuk bersama-sama.Maxime juga mengikutinya dan meletakkan barang-barangnya, tapi tidak menunjukkan niat untuk pergi.Reina bertanya kepadanya, "Kapan kamu akan pergi?""Sekarang sudah malam. Aku mau tidur di sini dan berangkat besok pagi." Maxime berkata tanpa malu-malu.Reina langsung menolak, "Nggak boleh."Brigitta juga menindaklanjuti dan berkata, "Ya, kami semua wanita. Kamu pria dewasa nggak bisa tidur di
Mata Riki berbinar dan dia balas berbisik, "Oke!"Reina keluar dapur dan mengernyit, "Kalian bisik-bisik apa?""Nggak ada."Riki berbohong, "Papa minta aku manggil para tante buat makan."Ketika Reina mendengar ini, dia tidak bertanya lagi.Maxime datang ikut makan malam dan semua orang di meja merasa agak tidak nyaman. Riki yang menghidupkan suasana, dia mengajak Maxime mengobrol dan menanyakan kesibukannya akhir-akhir ini.Riki juga berkata dia sangat merindukan Maxime.Reina memperhatikan dalam diam, merasa agak bersalah.Dia lupa Riki masih membutuhkan kasih sayang seorang ayah. Melihat Riki sangat menyukai Maxime, Reina bertekad akan memperbanyak waktu Riki bertemu dengan Maxime.Akhirnya acara makan selesai.Gaby dan yang lainnya tidak ingin mengganggu Reina sekeluarga, jadi mereka semua membuat alasan dan kembali ke kamar masing-masing.Sekarang di ruang tamu hanya tersisa Maxime, Reina dan Riki.Maxime berdiri, "Nana, ini hadiah yang kubeli untuk semua orang. Tolong berikan pad
Morgan tidak bisa menghindar, tidak punya pilihan selain menerima pukulan keras itu.Darah keluar dari sudut mulutnya, tubuhnya limbung. Cengkeraman tangannya di lengan Jess terlepas saat dia terdorong mundur dan hampir jatuh ke tanah.Erik mengepalkan tinjunya dan berdiri di antara dia dan Jess, menatap Morgan dengan dingin."Aku sudah berbaik hati mengantarmu ke rumah sakit, tapi aku nggak menyangka kamu akan datang ke sini dan berbuat kasar sama Jess. Sepertinya kamu masih belum cukup sadar, jadi aku akan membuatmu sadar!"Jika dia tidak datang untuk menjemput Jess, dia tidak akan melihat adegan Morgan yang mengganggu Jess.Dia mengatupkan giginya karena marah, ada sedikit kejengkelan dalam tatapannya saat dia menatap Jess."Kamu baik-baik saja?" tanyanya.Jess sedikit panik saat mendengar pertanyaannya, tetapi dia mengangguk. "Ya, aku baik-baik saja."Erik menoleh ke arah Morgan dan melangkah mendekatinya.Morgan berdiri diam sebelum menatap orang di depannya. Dia mengangkat tangan
Morgan melihat ke arah panggilan yang ditutup, suasana hatinya langsung jatuh ke titik terendah.Namun, dia tidak beranjak pergi.Di dalam perusahaan.Jess mengira Morgan sudah pergi, jadi dia berkemas seperti biasa dan keluar dari perusahaan.Sebelum dia keluar, Erik bahkan mengiriminya pesan."Aku jemput, ya?"Jess membalas pesan itu, "Nggak perlu, aku pulang sendiri saja."Dia terbiasa melakukan segala sesuatunya sendiri, bahkan setelah menghabiskan banyak waktu dengan Erik, dia masih belum terbiasa untuk dijaga olehnya seperti itu."Penolakan ditolak, aku sudah di lantai bawah perusahaanmu, cepat keluar." Erik tersenyum dan mengirimkan pesan itu.Jess sedikit tidak berdaya saat melihat pesan itu, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa lagi.Erik memang seperti itu, selalu melakukan segala sesuatu terlebih dahulu, baru memberitahunya. Jess sudah terbiasa dengan hal itu.Berjalan keluar dari pintu perusahaan, Jess mencari-cari mobil Erik. Namun, sebelum dia bisa menemukannya, sesosok tu
Morgan hanya perlu menunggu persetujuan Jess, tidak mempermasalahkan apakah Jess sudah menikah atau belum.Jess tidak tahu harus bahagia atau sedih saat ini.Ternyata orang yang dia sukai kini juga menyukainya. Ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.Namun, yang menyedihkan adalah dia sudah menikah. Pernikahan ini diatur oleh orang tuanya, yang juga atas keinginannya sendiri. Erik memperlakukannya dengan baik, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu yang kiranya bisa mengkhianati Erik."Maafkan aku, Tuan Morgan. Tuan mungkin sudah salah paham dengan niatku untuk Tuan. Tuan itu atasanku, jadi aku harus bersikap baik kepada Tuan karena tuntutan pekerjaan, bukan karena aku menyukai Tuan seperti yang Tuan katakan." Jess terdiam sejenak, kemudian melanjutkan, "Selain itu, aku sudah menikah dan suamiku memperlakukanku dengan sangat baik. Kami berdua saling mencintai dan aku nggak akan menceraikannya."Kami berdua saling mencintai!Kata-kata itu sangat tajam dan menusuk ketika terdenga
Morgan membuka kontaknya dan melihat catatan panggilan pegawai tempat dia minum dengan Jess saat dia mabuk.Pikirannya kacau dan dia ingin sekali memastikannya.Entah sudah berlalu berapa lama, Morgan akhirnya berhasil menghubungi nomor Jess.Pada saat itu, Jess sedang sendirian di dalam perusahaan, sementara Erik pergi untuk menjalankan tugasnya sendiri setelah mengantarnya.Melihat panggilan dari Morgan, Jess ragu-ragu sejenak sebelum mengangkatnya."Tuan Morgan, ada apa?"Tuan Morgan?Morgan sedikit terdiam saat mendengar panggilan yang tidak biasanya digunakan Jess saat memanggilnya."Kamu yang membawaku ke rumah sakit hari ini?" tanya Morgan.Jess tidak mencoba menyembunyikan apa pun dan menjawab, "Aku dan Erik yang mengantarmu. Untung saja ada dia yang membantu. Kalau nggak, aku nggak akan bisa membawamu ke rumah sakit sendirian."Sepanjang jawabannya, dia menyebutkan nama Erik hingga beberapa kali.Morgan mengerti bahwa ini adalah untuk memberitahukan bahwa dia dan Erik sudah me
Simpul di tenggorokan Morgan bergulir. Dia menggunakan seluruh kekuatannya untuk membuka matanya dan melihat Jess. Ketika dia yakin itu adalah Jess, dia langsung mengangkat kedua tangannya.Jess tidak tahu apa yang ingin dilakukan Morgan, jadi dia mendekat dan bertanya kepadanya."Tuan Morgan, apa Tuan baik-baik saja? Apa ada yang nggak nyaman? Apa Tuan butuh air? Sebentar lagi kita sampai di rumah sakit."Begitu kata-kata terakhir itu terucap, tangan Morgan tiba-tiba mendarat di sisi wajahnya.Pria itu bergumam dengan suara pelan, "Jess? Apa aku sedang ... bermimpi?"Wajah Jess terasa panas, tubuhnya menegang dan dia menatapnya tidak percaya.Wajah Erik yang duduk di samping langsung berubah muram. Dia mengangkat tangannya untuk menepis tangan Morgan."Ngapain kamu?"Tangan Morgan jatuh dan dia benar-benar kehabisan tenaga, menutup matanya lagi.Jess menatap Erik dengan tatapan penuh rasa bersalah. "Maafkan aku."Erik kesal, tetapi tidak menunjukkannya."Dia yang menyentuhmu, jadi kam
Ketika Jess dan Erik sampai, mereka langsung dimarahi."Kalian akhirnya datang juga. Bukan hanya mabuk, dia juga merusak banyak minuman di toko kami. Jadi, jangan lupa bayar dulu sebelum kalian membawanya pergi," kata pemilik tempat itu.Mendengar itu, Jess melihat ke arah yang pria ini tunjuk.Ini adalah pertama kalinya dia melihat Morgan seperti itu.Pakaiannya sedikit acak-acakan, wajahnya berjanggut dan sedikit tidak terawat. Dia mabuk berat, duduk tidak berdaya di kursi. Ada banyak pecahan botol di sekelilingnya, membuat udara pekat oleh bau alkohol.Mata Jess terlihat khawatir. Dia hendak meminta maaf kepada pemilik tempat ini, tetapi Erik yang berada di antara mereka berkata dengan dingin, "Apa kalian nggak tanggung jawab? Apa kamu tahu, kalau sesuatu terjadi dengannya di tempatmu ini, tidak ada satu pun dari kalian yang bisa lepas dari tanggung jawab."Dia tidak sebaik Jess."Itu masalah dia, apa hubungannya dengan kita?" Pelayan tidak terintimidasi oleh perkataan Erik.Ini ada
Jess sedikit tidak percaya. Kesehatan Morgan tidak baik. Selama bertahun-tahun dia merawatnya, dia tidak pernah melihat Morgan minum.Sekarang, mendengar nada bicara pria itu, Morgan sepertinya sedang mabuk berat.Namun ....Jess menoleh ke arah Erik, hatinya terkoyak.Dia sudah menikah dan bertekad untuk menjauhi Morgan. Dia tidak akan pernah bisa mengkhianati Erik."Itu, aku nggak bisa ke sana. Kalau kamu ada waktu, tolong antar dia ke rumah sakit. Setelah dia sadar dari mabuk, dia pasti akan sangat berterima kasih kepadamu," jawab Jess dengan sopan."Apa kamu bercanda? Kamu yang temannya saja nggak mau antar dia ke rumah sakit, apalagi aku yang cuma orang asing? Kamu ingin aku mengantarnya? Aku masih harus kerja." Pria itu menjawab dengan tidak sabar. "Kalau kamu nggak datang, aku juga nggak peduli lagi."Setelah mengatakan itu, pria di seberang sana menutup telepon.Wajah Jess terlihat cemas.Melihat ini, Erik tidak bisa menahan diri dan bertanya, "Ada apa?""Morgan mabuk." Jess me
"Nona Reina." Jess memanggilnya terlebih dahulu.Reina mengangguk dan menuntun kedua anaknya berjalan ke arah mereka.Kedua anak itu dengan sopan memanggil mereka, "Om Erik, Tante Jess.""Hmm." Jess tersenyum, menunjukkan senyuman lembut.Erik juga tersenyum. "Kita baru sebentar nggak bertemu, kalian sudah tambah tinggi rupanya."Dulu, ketika berada di luar negeri, Erik pernah bertemu kedua anak ini beberapa kali saat mengikuti Revin. Jadi, dia cukup akrab dengan keduanya.Kedua anak itu juga memiliki cukup akrab dengannya."Om Erik kapan punya anak? Hari ini kami ikut Mama ke rumah sakit dan melihat bayi yang dilahirkan Tante Alana, lucu sekali." Riki bertanya sambil mengedipkan mata.Mendengar kata anak, wajah Erik dan Jess langsung berubah.Namun, semua itu menghilang dengan cepat.Erik terbatuk-batuk dua kali. "Hal semacam ini nggak bisa dipaksakan, nggak boleh buru-buru juga.""Oh." Riki sepertinya mengerti, dia pun mengangguk. "Om Erik dan Tante Jess harus lebih semangat. Setelah
Alana sengaja menggoda Riki. "Riki, kenapa kamu bilang begitu? Aku dan mamamu sudah seperti kakak adik, jadi wajar saja kalau kami jadi mak comblang anak kami sendiri. Bukankah kamu sering melihat itu di drama TV?""Jangan khawatir, kali ini Tante memang belum melahirkan anak perempuan, tapi lain kali Tante baka berusaha lebih keras lagi agar bisa melahirkan anak perempuan yang cantik. Saat itu tiba, aku akan menikahkannya denganmu, ya? Kamu sangat pengertian, pasti kamu akan memperlakukannya dengan baik, bukan?"Riki jauh mudah ditipu ketimbang Riko. Berpikir bahwa Alana berencana akan melahirkan anak perempuan di kemudian hari, dia langsung merasa ngeri."Tante Alana, aku ... mungkin aku nggak akan nikah."Dia ketakutan sampai punya pikiran untuk tidak menikah.Reina menggodanya, "Tapi bukannya kamu pernah bilang kalau Talitha cantik? Katamu, siapa yang bisa nikah sama dia, orang itu pasti sangat bahagia.""Hah? Kamu suka punya seseorang yang kamu suka?" Alana memasang wajah terkejut