Saat para pemegang saham sudah tenang, tiba-tiba muncul sebuah berita yang mengatakan bahwa Morgan bekerja sama dengan Keluarga Baclig untuk mentransfer sebagian besar aset Grup Rajawali."Sebenarnya ada apa ini?""Kalau berita itu benar, artinya Morgan melakukan kejahatan!""Dia mau kabur sama semua uang kita?""..."Para pemegang saham tidak bisa duduk diam. Joanna tidak menyangka semua kekacauan ini merusak hari pernikahan.Semua orang mendatangi Morgan untuk meminta penjelasan.Morgan tahu ada seseorang yang sengaja mengincarnya, tetapi karena tanpa persiapan, Morgan tidak tahu siapa pelakunya.Syena panik, "Morgan, berita ini benar?"Morgan tidak menjawab, dia hanya berkata pada para tamu, "Nanti setelah prosesi selesai, aku akan kasih penjelasan."Reina yang berdiri tidak jauh dari panggung juga terlihat cemas.Siapa yang menghukum Morgan sampai terus-terusan menekannya begini? Ada dendam kesumat apa?Kali ini, pemegang saham tidak mau termakan janji manis."Morgan, kamu jelaskan
Maxime muncul di pesta pernikahan dalam kondisi sehat walafiat. Sebelum dia sempat bicara, beberapa pemegang saham lama mulai meminta bantuannya, "Tuan Maxime, senang sekali melihatmu kembali sehat. Tolong ambil alih Grup Rajawali.""Ya, kami semua menunggu kepulanganmu.""Tuan Maxime, memang hanya Tuan yang bisa memimpin Grup Rajawali.""..."Kata-kata para pemegang saham membuat wajah Aarav terlihat sangat buruk.Apa maksud mereka hanya Maxime yang cocok memimpin Grup Rajawali?Kenapa mereka bukan memilih Aarav? Dia sudah pulang dan dia adalah senior Maxime.Syena yang berdiri di atas panggung panik setengah mati. Ini adalah hari pernikahan yang sudah dia tunggu-tunggu. Pertama, ada orang yang merusak acara. Sekarang, ada orang yang ingin merebut posisi suaminya."Kalian pikir baik-baik. Kalau bukan karena Morgan, ibuku nggak akan mau mendukung Grup Rajawali."Liane yang mendengar percakapan itu dari jauh merasa Syena agak bodoh.Jelas-jelas sekarang situasinya tidak menguntungkan Mo
"Terus, sejak kapan Maxime bisa melihat lagi?"Alana benar-benar penasaran.Reina tidak bisa menjelaskan, jadi dia hanya berkata, "Ceritanya panjang. Nanti kamu tanya Jovan aja.""Jovan sudah tahu?" Alana jadi lebih bingung."Kayaknya sih begitu."Pikiran Reina sedang kacau balau. Dia juga tidak paham apa maksud tindakan Maxime.Maxime bukan seperti seorang kakak yang membereskan kekacauan perbuatan adiknya, melainkan seperti pamer, Maxime seolah menyerang Morgan di depan semua orang.Syena yang ada di atas panggung sangat marah. Dia baru menikah namun sudah dihina seperti ini!Sialan!Kalau bukan karena Liane yang mengedipkan mata pada Syena dan menyuruhnya menahan amarah, Syena pasti sudah meledak-ledak.Morgan mengambil dokumen itu dengan tenang, "Terima kasih, Kak."Meski nada bicara Morgan sangat lembut, tatapannya begitu dingin.Kali ini, dia kalah telak.Maxime memberi Morgan pelajaran yang mendalam di depan semua orang.Setelah Ekki menyerahkan dokumen itu pada Morgan, dia pun
Morgan langsung menghampiri Syena. "Ayo pulang."Syena berdiri dengan enggan."Ya."Dia langsung pergi bersama Morgan tanpa mengucapkan sepatah kata pun kepada Joanna.Joanna jadi makin kesal dengan menantu satu ini. Sekarang dia makin menyukai Reina.Begitu Morgan dan Syena pergi, dia langsung berkata, "Max, jadi operasi otak dan matamu itu, gimana ceritanya?"Maxime tahu meski dia memberi tahu Joanna bahwa Morgan mau membunuhnya setelah operasi, Joanna tidak bisa melakukan apa-apa.Jadi, Maxime hanya mengatakan bahwa semua penyakitnya dulu hanya gejala sisa operasi dan sekarang semua sudah kembali normal."Syukurlah. Kalau sekarang kamu sudah kembali sehat, kamu harus menikah lagi sama Nana sesegera mungkin."Sejak Reina menyelamatkannya, pandangan Joanna terhadap Reina telah berubah total.Tanpa perlu Joanna ingatkan, tujuan Maxime yang utama memang kembali menikah dengan Reina. Maxime pun mengangguk.Karena sudah larut, Maxime membawa Reina pulang ke kediamannya.Di tengah perjalan
Maxime tidak menjawab, dia memutar matanya dan langsung menegak habis anggur dalam gelasnya dalam satu tegukan.Ethan datang dan menasihati, "Kak Max, kamu 'kan baru sembuh, jangan minum banyak-banyak."Jovan baru teringat."Iya, jaga kesehatan Kak Max, jangan banyak minum."Maxime tahu tubuhnya sendiri. Begitu teringat ucapan Reina, dia merasa hanya anggur yang bisa membuatnya merasa lebih baik.Maxime pun kembali menegak segelas anggur."Sedikit aja, nggak apa-apa."Sedikit apanya?Kedua pria itu sama sekali tidak bisa membujuk Maxime.Jovan mengkhawatirkannya. Bagaimanapun sebagai seorang dokter, dia tahu betul betapa alkohol berbahaya bagi tubuh.Jovan mencari kesempatan keluar ruangan, lalu setelah memikirkannya, dia menelepon Reina.Reina yang sudah tidur pun terbangun karena dering ponselnya."Halo.""Kakak ipar, ini aku."Jovan langsung menjelaskan, "Apa sekarang ada waktu? Apa kamu bisa datang ke Klub Beautide? Dari tadi Kak Max terus minum, nggak tahu deh kenapa. Sudah kami b
Maxime mengambil mantelnya dan berjalan keluar.Jovan dan Ethan tidak bodoh, mereka tersenyum diam-diam."Ternyata ada bagusnya juga pria jatuh cinta. Setidaknya dia akan memikirkan tentang tubuhnya," kata Jovan sambil tersenyum.Ethan juga hendak pulang. "Aku juga pergi ya, Kak Max 'kan sudah pulang.""Ah, kita berdua 'kan bisa minum." Jovan mengambil gelas anggur.Ethan melambaikan tangannya, "Nggak, sudah lama aku berhenti."Jovan bingung, "Sejak kapan?""Setelah Erina lahir." Ethan terdiam sejenak, lalu berkata, "Kalau aku meluk dia setelah aku minum, dia bakal nangis."Setelah itu, Ethan langsung pergi.Jovan duduk sendirian dalam ruang privat yang berantakan.Dia benar-benar mabuk, kedua sahabatnya sudah berubah. Yang satu jadi budak cinta istri, yang satu lagi budak cinta anak."Gila. Oke! Tinggalin aja aku sendiri!"Jovan minum sendirian dan merasa sangat bosan. Dia pun meminta manajer memanggil orang untuk menemaninya minum.Entah ada takdir apa, dia malah bertemu seseorang ya
"Kalau begitu, harusnya kamu minta maaf sama Reina, 'kan?" tanya Jovan.Marshanda mengangguk berulang kali, "Ya, ya, aku akan minta maaf sama Nana.""Oke, kalau gitu pikirin baik-baik gimana minta maaf yang tulus." Jovan bersandar di sofa dan menatap Marshanda dengan malas-malasan.Marshanda hanya bisa menyanggupinya, "Oke."Jovan kemudian berdiri, "Kukasih waktu tiga hari. Jangan coba-coba pura-pura mati atau kabur."Jovan pun mengutus orang untuk mengawasi Marshanda, memastikan wanita ini tidak meninggalkan Kota Simaliki atau menghilang dari pandangannya.Begitu Jovan pergi, Marshanda langsung jatuh terduduk.Belakangan ini hidupnya sangat menyedihkan. Namun Marshanda tidak pernah lupa bagaimana hidupnya bisa berakhir seperti ini, bagaimana dia harus balas dendam pada Reina, bagaimana dia bisa jatuh ke tangan para pria kaya.Dia juga melihat berita dan melihat pernikahan Syena dan Morgan.Dia juga tahu kalau Treya sudah mati.Begitu banyak hal yang terjadi selama ini, sayangnya tidak
Butuh waktu lama bagi Reina untuk bereaksi saat dicium Maxime. Begitu Reina membuka matanya lagi, ternyata Maxime sudah berbaring di sampingnya sambil menyangga tengkuk Reina yang masih diciumnya.Dia sama sekali tidak bisa melarikan diri."Mmph!"Reina tidak bisa bernapas, jadi dia menggigit bibir Maxime.Rasa sakit itu akhirnya membuat Maxime berhenti. Maxime menelan ludah, masih tercium bau alkohol yang pekat di mulutnya, "Kamu sudah bangun?"Reina mengerutkan kening, "Ngapain kamu di sini? Cepat bangun!"Maxime menolak dan memeluknya lebih erat."Nggak mau."Reina mendorong Maxime, namun Maxime makin memeluknya lebih erat.Bukan hanya dipeluk biasa, Maxime mengunci tubuh Reina dengan kakinya juga. Reina pun tidak berdaya, "Kamu ini gila ya? Bukannya kamu bilang kita sudah bercerai? Apa-apaan ini?"Telapak tangan Maxime terasa panas dan napasnya terasa berat."Kalau gitu kamu sendiri gimana? Kamu masih belum melupakan Morgan? Hm?"Semenit kemudian, Maxime langsung terusir ke ruang t
Morgan tidak bisa menghindar, tidak punya pilihan selain menerima pukulan keras itu.Darah keluar dari sudut mulutnya, tubuhnya limbung. Cengkeraman tangannya di lengan Jess terlepas saat dia terdorong mundur dan hampir jatuh ke tanah.Erik mengepalkan tinjunya dan berdiri di antara dia dan Jess, menatap Morgan dengan dingin."Aku sudah berbaik hati mengantarmu ke rumah sakit, tapi aku nggak menyangka kamu akan datang ke sini dan berbuat kasar sama Jess. Sepertinya kamu masih belum cukup sadar, jadi aku akan membuatmu sadar!"Jika dia tidak datang untuk menjemput Jess, dia tidak akan melihat adegan Morgan yang mengganggu Jess.Dia mengatupkan giginya karena marah, ada sedikit kejengkelan dalam tatapannya saat dia menatap Jess."Kamu baik-baik saja?" tanyanya.Jess sedikit panik saat mendengar pertanyaannya, tetapi dia mengangguk. "Ya, aku baik-baik saja."Erik menoleh ke arah Morgan dan melangkah mendekatinya.Morgan berdiri diam sebelum menatap orang di depannya. Dia mengangkat tangan
Morgan melihat ke arah panggilan yang ditutup, suasana hatinya langsung jatuh ke titik terendah.Namun, dia tidak beranjak pergi.Di dalam perusahaan.Jess mengira Morgan sudah pergi, jadi dia berkemas seperti biasa dan keluar dari perusahaan.Sebelum dia keluar, Erik bahkan mengiriminya pesan."Aku jemput, ya?"Jess membalas pesan itu, "Nggak perlu, aku pulang sendiri saja."Dia terbiasa melakukan segala sesuatunya sendiri, bahkan setelah menghabiskan banyak waktu dengan Erik, dia masih belum terbiasa untuk dijaga olehnya seperti itu."Penolakan ditolak, aku sudah di lantai bawah perusahaanmu, cepat keluar." Erik tersenyum dan mengirimkan pesan itu.Jess sedikit tidak berdaya saat melihat pesan itu, tetapi dia tidak mengatakan apa-apa lagi.Erik memang seperti itu, selalu melakukan segala sesuatu terlebih dahulu, baru memberitahunya. Jess sudah terbiasa dengan hal itu.Berjalan keluar dari pintu perusahaan, Jess mencari-cari mobil Erik. Namun, sebelum dia bisa menemukannya, sesosok tu
Morgan hanya perlu menunggu persetujuan Jess, tidak mempermasalahkan apakah Jess sudah menikah atau belum.Jess tidak tahu harus bahagia atau sedih saat ini.Ternyata orang yang dia sukai kini juga menyukainya. Ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan.Namun, yang menyedihkan adalah dia sudah menikah. Pernikahan ini diatur oleh orang tuanya, yang juga atas keinginannya sendiri. Erik memperlakukannya dengan baik, jadi dia tidak bisa melakukan sesuatu yang kiranya bisa mengkhianati Erik."Maafkan aku, Tuan Morgan. Tuan mungkin sudah salah paham dengan niatku untuk Tuan. Tuan itu atasanku, jadi aku harus bersikap baik kepada Tuan karena tuntutan pekerjaan, bukan karena aku menyukai Tuan seperti yang Tuan katakan." Jess terdiam sejenak, kemudian melanjutkan, "Selain itu, aku sudah menikah dan suamiku memperlakukanku dengan sangat baik. Kami berdua saling mencintai dan aku nggak akan menceraikannya."Kami berdua saling mencintai!Kata-kata itu sangat tajam dan menusuk ketika terdenga
Morgan membuka kontaknya dan melihat catatan panggilan pegawai tempat dia minum dengan Jess saat dia mabuk.Pikirannya kacau dan dia ingin sekali memastikannya.Entah sudah berlalu berapa lama, Morgan akhirnya berhasil menghubungi nomor Jess.Pada saat itu, Jess sedang sendirian di dalam perusahaan, sementara Erik pergi untuk menjalankan tugasnya sendiri setelah mengantarnya.Melihat panggilan dari Morgan, Jess ragu-ragu sejenak sebelum mengangkatnya."Tuan Morgan, ada apa?"Tuan Morgan?Morgan sedikit terdiam saat mendengar panggilan yang tidak biasanya digunakan Jess saat memanggilnya."Kamu yang membawaku ke rumah sakit hari ini?" tanya Morgan.Jess tidak mencoba menyembunyikan apa pun dan menjawab, "Aku dan Erik yang mengantarmu. Untung saja ada dia yang membantu. Kalau nggak, aku nggak akan bisa membawamu ke rumah sakit sendirian."Sepanjang jawabannya, dia menyebutkan nama Erik hingga beberapa kali.Morgan mengerti bahwa ini adalah untuk memberitahukan bahwa dia dan Erik sudah me
Simpul di tenggorokan Morgan bergulir. Dia menggunakan seluruh kekuatannya untuk membuka matanya dan melihat Jess. Ketika dia yakin itu adalah Jess, dia langsung mengangkat kedua tangannya.Jess tidak tahu apa yang ingin dilakukan Morgan, jadi dia mendekat dan bertanya kepadanya."Tuan Morgan, apa Tuan baik-baik saja? Apa ada yang nggak nyaman? Apa Tuan butuh air? Sebentar lagi kita sampai di rumah sakit."Begitu kata-kata terakhir itu terucap, tangan Morgan tiba-tiba mendarat di sisi wajahnya.Pria itu bergumam dengan suara pelan, "Jess? Apa aku sedang ... bermimpi?"Wajah Jess terasa panas, tubuhnya menegang dan dia menatapnya tidak percaya.Wajah Erik yang duduk di samping langsung berubah muram. Dia mengangkat tangannya untuk menepis tangan Morgan."Ngapain kamu?"Tangan Morgan jatuh dan dia benar-benar kehabisan tenaga, menutup matanya lagi.Jess menatap Erik dengan tatapan penuh rasa bersalah. "Maafkan aku."Erik kesal, tetapi tidak menunjukkannya."Dia yang menyentuhmu, jadi kam
Ketika Jess dan Erik sampai, mereka langsung dimarahi."Kalian akhirnya datang juga. Bukan hanya mabuk, dia juga merusak banyak minuman di toko kami. Jadi, jangan lupa bayar dulu sebelum kalian membawanya pergi," kata pemilik tempat itu.Mendengar itu, Jess melihat ke arah yang pria ini tunjuk.Ini adalah pertama kalinya dia melihat Morgan seperti itu.Pakaiannya sedikit acak-acakan, wajahnya berjanggut dan sedikit tidak terawat. Dia mabuk berat, duduk tidak berdaya di kursi. Ada banyak pecahan botol di sekelilingnya, membuat udara pekat oleh bau alkohol.Mata Jess terlihat khawatir. Dia hendak meminta maaf kepada pemilik tempat ini, tetapi Erik yang berada di antara mereka berkata dengan dingin, "Apa kalian nggak tanggung jawab? Apa kamu tahu, kalau sesuatu terjadi dengannya di tempatmu ini, tidak ada satu pun dari kalian yang bisa lepas dari tanggung jawab."Dia tidak sebaik Jess."Itu masalah dia, apa hubungannya dengan kita?" Pelayan tidak terintimidasi oleh perkataan Erik.Ini ada
Jess sedikit tidak percaya. Kesehatan Morgan tidak baik. Selama bertahun-tahun dia merawatnya, dia tidak pernah melihat Morgan minum.Sekarang, mendengar nada bicara pria itu, Morgan sepertinya sedang mabuk berat.Namun ....Jess menoleh ke arah Erik, hatinya terkoyak.Dia sudah menikah dan bertekad untuk menjauhi Morgan. Dia tidak akan pernah bisa mengkhianati Erik."Itu, aku nggak bisa ke sana. Kalau kamu ada waktu, tolong antar dia ke rumah sakit. Setelah dia sadar dari mabuk, dia pasti akan sangat berterima kasih kepadamu," jawab Jess dengan sopan."Apa kamu bercanda? Kamu yang temannya saja nggak mau antar dia ke rumah sakit, apalagi aku yang cuma orang asing? Kamu ingin aku mengantarnya? Aku masih harus kerja." Pria itu menjawab dengan tidak sabar. "Kalau kamu nggak datang, aku juga nggak peduli lagi."Setelah mengatakan itu, pria di seberang sana menutup telepon.Wajah Jess terlihat cemas.Melihat ini, Erik tidak bisa menahan diri dan bertanya, "Ada apa?""Morgan mabuk." Jess me
"Nona Reina." Jess memanggilnya terlebih dahulu.Reina mengangguk dan menuntun kedua anaknya berjalan ke arah mereka.Kedua anak itu dengan sopan memanggil mereka, "Om Erik, Tante Jess.""Hmm." Jess tersenyum, menunjukkan senyuman lembut.Erik juga tersenyum. "Kita baru sebentar nggak bertemu, kalian sudah tambah tinggi rupanya."Dulu, ketika berada di luar negeri, Erik pernah bertemu kedua anak ini beberapa kali saat mengikuti Revin. Jadi, dia cukup akrab dengan keduanya.Kedua anak itu juga memiliki cukup akrab dengannya."Om Erik kapan punya anak? Hari ini kami ikut Mama ke rumah sakit dan melihat bayi yang dilahirkan Tante Alana, lucu sekali." Riki bertanya sambil mengedipkan mata.Mendengar kata anak, wajah Erik dan Jess langsung berubah.Namun, semua itu menghilang dengan cepat.Erik terbatuk-batuk dua kali. "Hal semacam ini nggak bisa dipaksakan, nggak boleh buru-buru juga.""Oh." Riki sepertinya mengerti, dia pun mengangguk. "Om Erik dan Tante Jess harus lebih semangat. Setelah
Alana sengaja menggoda Riki. "Riki, kenapa kamu bilang begitu? Aku dan mamamu sudah seperti kakak adik, jadi wajar saja kalau kami jadi mak comblang anak kami sendiri. Bukankah kamu sering melihat itu di drama TV?""Jangan khawatir, kali ini Tante memang belum melahirkan anak perempuan, tapi lain kali Tante baka berusaha lebih keras lagi agar bisa melahirkan anak perempuan yang cantik. Saat itu tiba, aku akan menikahkannya denganmu, ya? Kamu sangat pengertian, pasti kamu akan memperlakukannya dengan baik, bukan?"Riki jauh mudah ditipu ketimbang Riko. Berpikir bahwa Alana berencana akan melahirkan anak perempuan di kemudian hari, dia langsung merasa ngeri."Tante Alana, aku ... mungkin aku nggak akan nikah."Dia ketakutan sampai punya pikiran untuk tidak menikah.Reina menggodanya, "Tapi bukannya kamu pernah bilang kalau Talitha cantik? Katamu, siapa yang bisa nikah sama dia, orang itu pasti sangat bahagia.""Hah? Kamu suka punya seseorang yang kamu suka?" Alana memasang wajah terkejut