Reina takut mungkin ada kesalahpahaman, jadi dia tidak memberi tahu suster itu. "Belum. Aku cuma mau tanya padamu dulu apa kamu pernah menyinggung orang yang mungkin punya kuasa. Nanti kukabari lagi kalau ada berita terbaru.""Oke, terima kasih banyak."Selain mengucapkan terima kasih, suster itu tidak punya cara lain bagaimana harus berterima kasih pada Reina."Nggak perlu bilang terima kasih dulu, 'kan belum ketemu."Setelah Reina menutup telepon, dia meminta Deron untuk mengawasi situasi di vila pribadi Syena.Sejujurnya Reina juga sangat penasaran, kenapa Syena menculik Raisa sekeluarga?Suster itu hanya orang biasa yang seharusnya tidak mungkin jadi musuh Syena, untuk apa Syena menyakiti keluarga biasa seperti mereka?Di sisi lain.Di dalam vila pribadi Syena.Ponsel Raisa, suami dan putranya sudah disita, mereka dikurung dan tidak bisa pergi kemana-mana.Pintu ruangan dijaga ketat oleh pengawal dan ada pelayan yang mengantarkan mereka makanan tepat waktu.Malam ini saat pengantar
"Di vila pribadi Syena."Suster perawat itu terkejut, "Kenapa mereka ada di vila Syena?""Aku juga nggak tahu alasannya.""Sepertinya aku benar-benar sudah menyinggung perasaannya karena ucapanku di rumah duka kemarin. Aku akan meneleponnya sekarang dan memintanya untuk melepaskan putriku."Suster itu hendak langsung menelepon Syena.Spontan, Reina mencegahnya, "Tunggu.""Kenapa Nona Reina?" tanya suster itu bingung."Menurutku nggak baik kalau sekarang kamu langsung nyari dia, soalnya kita belum tahu alasannya membawa putrimu sekeluarga. Menurutku dia pasti punya maksud tertentu, kalau kita bertindak gegabah, bisa-bisa Syena yang awalnya nggak waspada jadi kalap dan malah akan mencelakai putrimu." Reina menjelaskan.Suster itu termasuk orang yang lurus, tentu dia tidak terpikir begitu banyak taktik dan strategi, "Maksudnya ... ada alasan lain kenapa Syena menyekap anakku? Bukan karena aku sudah menyinggungnya tempo hari?""Sepertinya begitu. Karena cara pembalasan seperti ini itu ngga
"Apa yang terjadi?" Syena merasa takut, takut kalau Liane akan mengetahui perbuatannya.Kepala pengawal menundukkan kepala sambil menjawab, "Hari ini ada seorang wanita muda dan cantik, membawa seorang wanita tua dan begitu banyak pengawal menculik mereka. Kami nggak berhasil merebut balik."Wanita muda dan cantik? Wanita tua?Jangan-jangan itu Liane dan sekretarisnya?Hati Syena seketika terasa dingin.Sekarang dia harus bagaimana?Kalau Liane tahu, celakalah dia!Begitu satpam sadarkan diri, dia menunjukkan sebuah video pada Syena yang merekam kejadian barusan, "Nona Syena, ini video kejadian barusan."Syena yang gugup langsung membuka rekaman video itu dan waktu melihat pelaku keonaran ini adalah Reina, dia langsung menggebrak meja."Sialan! Lagi-lagi si Reina! Kenapa sih dia selalu aja cari ribut sama aku!"Syena rasanya ingin sekali membunuh Reina sekarang juga.Di sisi lain, setelah Reina sudah mengantarkan Raisa sekeluarga pulang, dia meminta mereka untuk berhati-hati.Reina pik
Suster itu jadi bingung setelah mendengar ucapan Liane."Aku penolongmu? Lelucon macam apa itu?"Kalau bukan karena sudah merawat Treya, dia tidak akan mengenal Keluarga Hinandar, apalagi jadi penolong Keluarga Hinandar."Kamu pergi ke panti asuhan beberapa hari yang lalu, 'kan? Kamu memberi tahu kepala panti kalau 20 tahun yang lalu, kamu sudah mengadopsi seorang putri dari panti asuhan itu?" tambah Liane.Setelah mendengar ucapan Liane, suster itu akhirnya membuka pintu.Liane menatap ke dalam rumah dengan penuh harap.Matanya melihat sekeliling dan akhirnya tertuju pada seorang wanita berusia 20 tahunan yang sedang menggendong seorang anak laki-laki.Meski penampilan gadis ini sangat biasa, gerak geriknya terlihat anggun.Raisa mengernyit bingung, "Ibu ngadopsi anak perempuan? Jangan-jangan ... aku?"Sebelum suster itu sempat menjawab, Liane sudah lebih dulu berjalan menghampiri Raisa selangkah demi selangkah dengan mata yang berkaca-kaca."Raisa ...."Suara Liane menjadi serak, "Ap
Suami Raisa tidak menyangka istrinya akan berubah sekilat itu menjadi putri keluarga kaya raya."Bu, ini semua serius?" tanyanya yang sangat tidak percaya.Bukankah beberapa hari yang lalu dia baru melihat akta lahir Raisa? Kenapa sekarang Raisa jadi anak angkat Elly?Apalagi, tidak ada tanda-tanda pembicaraan mengenai topik ini.Elly pun berkata, "Sudah jangan banyak tanya. Dengan begini, kamu dan Raisa bisa hidup enak."Suami Raisa langsung mengerti dan tidak menanyakan apa pun lagi.Bagi keluarga seperti mereka yang punya kesulitan ekonomi, melakukan penipuan seperti ini adalah sebuah langkah menuju kemakmuran.Liane membawa Raisa dan anaknya pulang. Terlihat jelas betapa gembiranya Liane.Saat Syena tahu mereka akan pulang, dia sudah bersiap diri dengan berlutut di ruang tamu.Liane melirik Syena sekilas. Namun begitu teringat perbuatan Syena, Liane tidak menyuruhnya bangun dan malah menganggapnya tidak ada.Namun Raisa langsung menarik Liane dan menatap Syena dengan bingung, "Ini
"Wow, Mama! Kamar ini besar sekali."Sebelum Raisa sempat bereaksi, putranya sudah lebih dulu melangkah masuk dan melepaskan gandengan tangan Raisa.Setelah itu, anak itu langsung berlari ke kamar."Ma, kasurnya besar banget, empuk lagi!""Wah benda apa ini? Kok mengkilap?"Putra Raisa berlarian ke sana ke mari dengan sangat bersemangat.Liane sangat bahagia melihatnya, "Kamu suka apa? Kasih tahu Nenek, nanti akan Nenek belikan lebih banyak."Liane menatap sekretarisnya sambil bicara."Tuliskan semua yang disukai cucuku.""Oke, aku mau mobil, terus pesawat, terus ...." Anak Raisa terus mengoceh dengan penuh semangat.Meski anak kecil itu tidak paham kenapa seorang wanita tidak dikenal tiba-tiba menjadi neneknya, dia sangat senang karena neneknya yang baru ini adalah seorang yang murah hati dan kaya raya.Raisa menarik putranya, lalu berkata pada Liane dengan malu-malu, "Nggak perlu beli apa-apa, ini sudah cukup."Dia belum pernah tinggal di rumah sebagus ini.Liane sadar, Raisa tidak m
Syena terlihat sangat bersemangat. "Apa hasilnya?""Nggak ada hubungan darah," jawab asistennya.Syena langsung menghela napas lega.Syukurlah, Raisa bukan putri Liane.Syena terlihat sangat gembira. Dia hendak melaporkan fakta pada Liane, tapi kemudian dia teringat peringatan Liane barusan."Kalau Raisa bukan putri Liane, mendingan aku menggunakan kesempatan ini untuk memperlakukan Raisa dengan baik supaya pandangan Liane padaku berubah."Syena sudah tahu fakta bahwa Raisa bukan anak Liane pasti akan segera terungkap.Sekarang Syena sudah tidak khawatir, dia mulai membuat rencana memanfaatkan Raisa.Nanti waktu Liane mendapati Raisa bukan anak kandungnya, Liane pasti akan tidak enak hati pada Syena karena sudah salah paham.Dengan pikiran ini, Syena pun berjalan ke kamar Raisa.Raisa menjadi gugup saat melihatnya masuk.Di dalam kamar Raisa ada seorang kepala pelayan yang berjaga. Dia jadi waspada saat melihat Syena masuk.Saat Liane hendak pergi, Liane sudah berpesan padanya kalau di
Suster itu makin merasa bersalah saat mendapati Reina begitu memperhatikan keluarganya.Dia merasa sangat bersalah pada Reina dan hal ini membuatnya menjawab dengan ragu-ragu, "Nggak ok. Hmm, harusnya mereka nggak akan membuat masalah lagi sih."Reina merasa ada yang aneh dengan perkataan si suster."Kok Ibu yakin banget?"Suster itu terkesiap dan tidak tahu bagaimana harus menjawab."Ya firasatku sih bilang begitu. Nona Reina, aku sangat berterima kasih padamu. Mungkin beberapa hari lagi aku akan cari waktu untuk menemuimu dan berterima kasih langsung."Elly bukan ingin bertemu hanya untuk mengucapkan terima kasih, tapi juga untuk meminta maaf.Suster itu merasa sangat bersalah pada Reina karena kemungkinan besar Reina adalah putri kandung Liane.Namun karena keegoisannya, dia sudah menghalangi persatuan kembali seorang ibu dan anak.Reina bisa melihat sepertinya suster itu menyembunyikan sesuatu namun tidak ingin memberitahunya. Reina mengambil sikap bijak dengan tidak bertanya lagi.
Mendengar pertanyaan Hanna, Adrian menjawab, "Tadi pagi aku keluar buat cari rumah yang lebih besar. Karena kamu lagi tidur nyenyak, jadi aku nggak tega mau bangunin. Aku sudah mengemasi barang-barang dan niatnya mau aku bawa ke rumah baru sebelum kamu bangun."Mendengar penjelasannya, kekhawatiran di hati Hanna pun lenyap."Dasar bodoh! Kenapa nggak bilang, aku pikir kamu ....""Kamu pikir aku kenapa?" tanya Adrian tidak mengerti.Hanna merasa malu untuk mengatakan bahwa Adrian sudah tidak menginginkannya lagi.Dia menoleh, mencoba menghindar. "Bukan apa-apa.""Oh, kalau begitu ayo sarapan, kamu pasti lapar."Adrian mengambil sarapan."Aku nggak tahu kapan kamu bakal bangun, jadi aku menaruh sarapan di dalam penanak nasi agar tetap hangat. Ini masih panas, lihatlah, kamu suka nggak? Kalau nggak, aku akan beli yang lain."Hanna mengambil kue kukus yang dibeli Adrian, menggigitnya. "Ini di Jalan Permata?""Hmm."Adrian mengangguk membenarkan.Hanna sedikit tersentuh, mengingat jarak ant
Mendengar Hanna ingin ditemani ke toilet, wajah Adrian langsung terasa panas."Kamu mau ke toilet, gimana aku nemeninnya?" katanya dengan sedikit gagap.Hanna berpikir sebentar, lalu menjawab, "Tunggu di depan pintu, ya?"Wajah Adrian makin memerah.Hanna sudah panik. "Tolong, aku benar-benar takut.""Ya ... baiklah." Adrian akhirnya mengangguk setelah ragu cukup lama.Hanna langsung menariknya ke depan pintu toilet."Kamu tunggu di sini dulu.""Ya."Adrian berdiri membelakangi toilet.Sebenarnya, toilet di sini sangat dekat dengan ruang tamu, hanya berjarak sekitar tujuh meter.Hanna benar-benar merasa takut. Setelah masuk ke dalam toilet pun dia masih sempat berseru kepada Adrian."Adrian, kamu masih di depan?""Ya."Adrian menjawabnya sambil membelakangi pintu.Hanna baru merasa tenang setelahnya.Dia sedikit tidak enak hati karena ke toilet seperti ini, jadi dia bertanya, "Apa kita begini nggak aneh? Apa kamu jadi nggak suka denganku karena ini?"Mendengar ini, Adrian menjawab tanp
"Apa aku akan terus tinggal di hotel? Apa kamu punya uang buat bayar hotel yang aku tinggali?" tanya Hanna lagi.Adrian terdiam.Hanna berbaring di sofa dengan punggung menghadapnya. "Pokoknya aku nggak peduli. Aku mau tinggal di sini sama kamu. Aku nggak akan pergi ke mana pun."Adrian tidak berdaya saat melihat ini.Dia tahu Hanna keras kepala dan tidak mudah dibujuk."Baiklah kalau begitu. Istirahat di kamar saja, mulai hari ini aku akan tidur di ruang tamu," kata Adrian dengan sangat jelas.Hanna kemudian duduk dengan gembira. "Ya."Melihat senyum di wajah Hanna, Adrian tahu bahwa Hanna membohonginya lagi. Meskipun tidak berdaya, dia tidak tega memarahi Hanna.Hanna merebahkan tubuhnya di sofa. "Bukannya kamu istirahatnya pas siang? Tidurlah, aku di ruang tamu, nggak akan mengganggumu.""Nggak usah, aku juga mau berhenti," jawab Adrian.Hanna ada di tempat ini, bagaimana dia bisa tidur?"Ya sudah kalau begitu.""Sudah makan belum? Mau aku masakin?" tanya Adrian saat melihat hari su
Adrian mengikuti Hanna ke dalam, cukup perhatian dengan membiarkan pintu tetap terbuka.Lalu, dia bertanya pada Hanna, "Hanna, apa yang terjadi di rumahmu?""Bukan apa-apa, mereka nggak mengakuiku sebagai putri mereka lagi." Hanna duduk di sofa sempit di ruang tamu dan menyelesaikan perkataannya tidak peduli. Lalu, dia bertanya kepadanya, "Kenapa pintunya nggak ditutup?""Nggak baik kalau pintunya ditutup."Adrian menjawab polos.Hanna mengembuskan napas panjang. "Pikiranmu terlalu ...."Dengan sedikit tak berdaya, dia melangkah maju dan melewati Adrian, lalu menutup pintu."Ngapain takut, sih. Kita 'kan pacaran. Kita juga nggak kenal sama orang di sini, mereka juga nggak kenal kita."Adrian masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi disela oleh Hanna, "Coba pikirkan, tempat yang kamu sewa ini penuh dengan berbagai jenis orang. Bagaimana kalau ada orang jahat yang mengincarku?"Dengan satu kalimat itu, Adrian benar-benar kehabisan kata-kata untuk menyanggah.Dia berjalan dan membuka kunci
Adrian tidak tahu harus berkata apa lagi saat mendengar Hanna mengatakan ini.Setelah beberapa saat, dia mengatakan, "Jangan khawatir, aku nggak akan menyakitimu."Senyum Hanna mengembang puas."Ya, aku percaya padamu."Jika dia tidak percaya pada Adrian, dia tidak akan membohongi orang tuanya.Sampai saat ini, keduanya masih belum menikah.Dia sempat menyarankan kepada Adrian untuk menikah secara diam-diam, tetapi ditolak mentah-mentah olehnya.Dia berkata, "Orang tuamu belum setuju kita menikah, jadi aku nggak bisa nikah sama kamu tanpa sepengetahuan mereka. Itu akan menyakiti mereka yang sudah melahirkanmu. Jangan khawatir, aku sudah memulai bisnisku sendiri. Ketika sukses nanti, aku akan membuat orang tuamu mengakuiku."Pada saat itu, Hanna tahu bahwa dia tidak salah menilai.Adrian berjalan di depan untuk memimpin jalan, sementara Hanna berjalan di belakangnya. Dia melihat punggung lebar Adrian, serta tangan yang tergantung di kedua sisi tubuhnya. Seketika, dia langsung menggengga
Setelah Hanna meninggalkan rumah, dia hendak menyetir mobil. Namun, sopir menghampirinya dan berkata, "Nona, Tuan bilang Nona nggak boleh bawa mobil keluarga mulai sekarang."Setelah mendengar itu, Hanna tidak menyalahkan sopir, melainkan mengeluarkan kunci mobil dan menyerahkannya kepadanya."Ya, tolong bantu aku mengembalikannya.""Baik."Sopir itu mengambil kunci dan melihat Hanna pergi.Hanna keluar dan naik taksi ke tempat Adrian.Sepanjang perjalanan, dia memejamkan mata dengan lelah, pikirannya kembali ke setahun yang lalu.Dia mulai tertarik pada Adrian setelah Adrian menyelamatkannya setahun yang lalu.Pada awalnya, dia hanya ingin tahu kenapa pria itu sangat sulit didekati, kenapa pria itu tidak tertarik kepadanya dan kenapa pria itu tidak memperlakukannya dengan baik seperti yang dilakukan orang lain kepadanya.Kemudian, Hanna jadi sering menemui Adrian. Secara bertahap dan seiring berjalannya waktu, dia menyadari bahwa dia menyukai Adrian.Suatu ketika, saat dia pergi menem
"Dia mau tinggal sama kita kalau Ayah dan Ibu setuju."Hanna sangat serius. "Ibu, bukannya dari dulu Ibu berencana punya menantu yang mau tinggal di rumah kita?"Ines tidak menjawab, masih terkejut dan butuh waktu lama untuk kembali sadar."Hanna, kamu dan dia sudah menikah, apa dia bahkan nggak punya rumah?"Wajah Hanna sedikit tidak wajar. "Dia punya orang tua angkat yang sulit dihadapi, jadi dia belum bisa mengumpulkan uang atau mendapatkan pekerjaan yang baik. Dia menyewa apartemen."Wajah Ines berubah muram saat mendengar ini."Lihat, dia saja nggak punya rumah! Kalau kamu ikut dengannya, apa kalian akan makan angin?""Bu, apa aku nggak bisa cari uang sendiri? Nggak masalah, aku masih punya rumah kecil, kok," kata Hanna."Dia ... jangan bilang dia tinggal bersamamu di vila itu?" tanya Ines.Hanna menggelengkan kepalanya. "Nggak, dia nggak mau tinggal di sana. Katanya, dia ingin membeli rumah untuk kami dengan usahanya sendiri."Mendengar ini, hati Ines menjadi sedikit lebih baik.
Hanna menghilang di balik ambang pintu.Reina sedikit membeku.Putranya, Leo, mendongakkan kepalanya dan berkata pada Reina dengan suara menggemaskan, "Ibu, sudah lima."Reina kembali tersadar dan melihat ke bawah, melihat bahwa bidak hitam Leo sudah penuh, yaitu lima bidak."Sayang kamu menang, luar biasa." Reina langsung memberikan pujian beruntun.Leo tersenyum bahagia.Di sisi lain, Liam sedikit cemburu saat melihat ibunya memuji kakaknya.Dia berjalan ke arah Reina dan memeluk lengan Reina. "Mama."Reina sedikit tidak berdaya, menyentuh kepala kecilnya. "Liam juga hebat."Joanna merasakan gejolak kecil di dalam hatinya saat melihat ini.Dia mengulurkan tangannya. "Ayo, sini peluk Nenek."Liam dan Leo berbeda dengan Riki dan Riko. Mereka tumbuh bersama Joanna dan memiliki perasaan mendalam kepada neneknya ini, tidak kurang dari perasaan mereka kepada Reina.Mereka berdua berlari mendekati Joanna, ingin dipeluk.Joanna sangat gembira dan berkata kepada Reina sambil tersenyum, "Lihat
Ines berdecak, "Bukannya aku keberatan karena dia miskin, tapi keluarga yang berbeda, kelas yang berbeda, konsep hidup yang berbeda, pandangan dalam hidup pun akan berbeda.""Sekarang, darahnya sedang menggebu-gebu. Tapi, setelah darah itu mengalir ke kepalanya, dia akan lebih tenang. Saat itulah dia akan menyadari kalau dia dan Adrian berbeda."Setelah itu, Ines menoleh ke arah Reina."Nana, bukankah begitu?"Wajah Reina menegang.Dia terkejut kenapa Ines melemparkan pertanyaan itu kepadanya?"Hmm, memang benar akan ada konflik di kemudian hari, ketika kesenjangan antara status keduanya terlalu besar," kata Reina.Setelah mengatakan itu, dia mengubah topik pembicaraan, "Tapi, aku pikir kalau mereka benar-benar saling mencintai, mereka seharusnya bisa saling menemani hingga tua bersama."Dia mengatakan persetujuan untuk kedua belah pihak, jadi tidak menyinggung perasaan Hanna dan ibunya.Sejujurnya, Reina bahkan tidak tahu bagaimana Hanna dan Adrian bisa bersatu.Kalau di ingat tahun l