"Wow, Mama! Kamar ini besar sekali."Sebelum Raisa sempat bereaksi, putranya sudah lebih dulu melangkah masuk dan melepaskan gandengan tangan Raisa.Setelah itu, anak itu langsung berlari ke kamar."Ma, kasurnya besar banget, empuk lagi!""Wah benda apa ini? Kok mengkilap?"Putra Raisa berlarian ke sana ke mari dengan sangat bersemangat.Liane sangat bahagia melihatnya, "Kamu suka apa? Kasih tahu Nenek, nanti akan Nenek belikan lebih banyak."Liane menatap sekretarisnya sambil bicara."Tuliskan semua yang disukai cucuku.""Oke, aku mau mobil, terus pesawat, terus ...." Anak Raisa terus mengoceh dengan penuh semangat.Meski anak kecil itu tidak paham kenapa seorang wanita tidak dikenal tiba-tiba menjadi neneknya, dia sangat senang karena neneknya yang baru ini adalah seorang yang murah hati dan kaya raya.Raisa menarik putranya, lalu berkata pada Liane dengan malu-malu, "Nggak perlu beli apa-apa, ini sudah cukup."Dia belum pernah tinggal di rumah sebagus ini.Liane sadar, Raisa tidak m
Syena terlihat sangat bersemangat. "Apa hasilnya?""Nggak ada hubungan darah," jawab asistennya.Syena langsung menghela napas lega.Syukurlah, Raisa bukan putri Liane.Syena terlihat sangat gembira. Dia hendak melaporkan fakta pada Liane, tapi kemudian dia teringat peringatan Liane barusan."Kalau Raisa bukan putri Liane, mendingan aku menggunakan kesempatan ini untuk memperlakukan Raisa dengan baik supaya pandangan Liane padaku berubah."Syena sudah tahu fakta bahwa Raisa bukan anak Liane pasti akan segera terungkap.Sekarang Syena sudah tidak khawatir, dia mulai membuat rencana memanfaatkan Raisa.Nanti waktu Liane mendapati Raisa bukan anak kandungnya, Liane pasti akan tidak enak hati pada Syena karena sudah salah paham.Dengan pikiran ini, Syena pun berjalan ke kamar Raisa.Raisa menjadi gugup saat melihatnya masuk.Di dalam kamar Raisa ada seorang kepala pelayan yang berjaga. Dia jadi waspada saat melihat Syena masuk.Saat Liane hendak pergi, Liane sudah berpesan padanya kalau di
Suster itu makin merasa bersalah saat mendapati Reina begitu memperhatikan keluarganya.Dia merasa sangat bersalah pada Reina dan hal ini membuatnya menjawab dengan ragu-ragu, "Nggak ok. Hmm, harusnya mereka nggak akan membuat masalah lagi sih."Reina merasa ada yang aneh dengan perkataan si suster."Kok Ibu yakin banget?"Suster itu terkesiap dan tidak tahu bagaimana harus menjawab."Ya firasatku sih bilang begitu. Nona Reina, aku sangat berterima kasih padamu. Mungkin beberapa hari lagi aku akan cari waktu untuk menemuimu dan berterima kasih langsung."Elly bukan ingin bertemu hanya untuk mengucapkan terima kasih, tapi juga untuk meminta maaf.Suster itu merasa sangat bersalah pada Reina karena kemungkinan besar Reina adalah putri kandung Liane.Namun karena keegoisannya, dia sudah menghalangi persatuan kembali seorang ibu dan anak.Reina bisa melihat sepertinya suster itu menyembunyikan sesuatu namun tidak ingin memberitahunya. Reina mengambil sikap bijak dengan tidak bertanya lagi.
Christy mengangguk, "Ya, sekarang dia nggak terlihat kayak orang normal."Melisha terlihat sangat bahagia, namun di bibir dia masih berpura-pura bersimpati."Maksudnya?""Katanya sih dia abis operasi dan ternyata gagal, akibatnya otaknya jadi cacat," kata Christy.Awalnya Christy pikir dia mau nyonya kaya, tapi begitu Maxime mencoba membunuhnya semalam, niat itu pun pupus tak bersisa.Apalagi sekarang Christy sudah tidak menyukai Maxime.Maxime sekarang ceroboh, menjijikkan dan bodoh. Dia tidak lagi terlihat keren seperti dulu."Ya ampun, nasib orang nggak ada yang tahu ya."Saat Melisha mengatakan hal ini, dia langsung berpikir untuk meminta Rendy yang diminta Tuan Besar Latief bekerja di kantor cabang untuk kembali ke kantor pusat.Christy tidak tahu apa yang sedang dipikirkan Melisha, dia hanya mementingkan keselamatan dirinya dan bertanya dengan membabi buta, "Kak Melisha, sekarang aku harus gimana? Aku benar-benar nggak mau menikah sama orang gila."Melisha mendengus dalam hati. M
Begitu mengungkit tentang kebaikan Morgan pada Reina, seketika wajah Syena jadi sangat tidak enak dilihat."Jangan sembarangan ngomong. Morgan sudah bilang kalau Reina dipaksa ibu buat terus kerja di sini. Morgan nggak mungkin melawan ibu, jadi dia juga nggak bisa apa-apa," ucap Syena yang merasa dia juga sedang menipu dirinya sendiri.Melisha tersenyum menghina."Oh, ternyata gitu."Melisha pun melangkah pergi dan melewati Syena.Akhirnya Syena bisa tenang urusan Raisa, namun masih ada batu ganjalan di hatinya!Dia harus mengusir Reina!Kalau tidak, Melisha akan berpikir bahwa Syena tidak bisa menggantikan posisi Reina di hati Morgan.Syena berpikir sejenak dan langsung menemukan solusinya, yaitu membuat keributan tentang kerja sama antara Keluarga Hinandar dan Keluarga Sunandar.Kerja sama kedua perusahaan terkait dengan pemegang saham utama, serta masa depan Grup Rajawali dan Morgan.Apa yang akan terjadi kalau Reina melakukan kesalahan dalam hal ini?Meski Morgan tidak ingin Reina
"Bagaimana situasi bos sekarang?" Ekki bertanya lagi.Reina tidak menjawab dan malah bertanya balik, "Pak Ekki, bukankah harusnya aku yang nanya gitu ke kamu?""Bukannya kamu yang menyuruhku ngurus urusanku sendiri karena aku dan Maxime sudah bercerai?" Reina melanjutkan.Sebelumnya Ekki bicara seperti itu karena Maxime sudah berpesan kalau operasinya gagal, Maxime tidak ingin menyeret Reina dan membuat Reina khawatir.Namun belakangan, Ekki tahu kalau ternyata Maxime sedang tidak baik-baik saja.Dari hasil penyelidikannya, Ekki mendapati kalau Maxime dikurung Morgan dan tidak diperlakukan seperti manusia.Ekki mau menyelamatkan Maxime, tetapi sistem keamanan di sekitar vila terlalu ketat.Namun Ekki sadar kalau Reina mendapat perlakuan khusus dari Morgan, itu sebabnya dia berpikir untuk meminta bantuan Reina."Nyonya, harusnya sekarang Anda sudah tahu tentang niat baik bos, 'kan? Setelah diperiksa, bos mendapati ada pecahan kaca di dalam kepalanya yang menekan saraf optik. Kalau kaca
Joanna sangat terkejut saat mendengar ucapan Reina.Bagaimanapun, Maxime yang sudah memaksa menceraikan Reina dan bahkan tidak menginginkan semua anak-anak mereka.Sekarang saat kondisi Max tidak baik-baik saja, ternyata Reina masih mau mengurusnya?Joanna pun teringat akan Max yang cenderung bersikap kasar. "Nana, sekarang Max itu bukan cuma nggak bisa berpikir jernih, dia juga suka bersikap kasar. Para pelayan dan kepala pelayan saja terluka karena dia. Kalau kamu ke sana dan dia menggila, gimana?"Yang paling Joanna khawatirkan adalah si kembar yang ada di dalam perut Reina."Bu, aku dan Max sudah menikah selama bertahun-tahun. Aku nggak takut akan hal ini. Kalau andai kata suatu hari dia sadar dan mendapati aku membiarkan orang lain merawatnya, bukankah Max akan sangat kecewa?"Ucapan ini tulus dari hati Reina.Joanna pun tidak punya alasan lain untuk melarang Reina.Namun, Joanna tetap menambahkan, "Aku nggak tahu kamu sudah tahu atau belum. Kakek berencana menikahkah Christy dan
Sudah jadi keahlian Deron dalam menguntit orang. Reina yang berada di depan tidak sadar kalau dirinya sedang diikuti.Sesampainya di vila.Deron baru sadar kalau Reina pergi menemui Maxime.Riki yang belum tahu duduk perkaranya pun seketika jadi waspada, "Mama punya rumah lain?"Dia bahkan tidak tahu kalau mamanya punya rumah lain.Deron yang duduk di samping Riki pun menenangkannya, "Tuan Riki kayaknya salah paham."Deron tahu dia tidak bisa menjelaskan banyak hal pada anak kecil, jadi dia berkata, "Ayo pulang.""Nggak! Aku nggak mau pulang!"Riki memeluk lengan Deron dan memasang tampang memelas, "Om Deron, menurutmu apa mama punya anak lain di luar sana?"Deron hanya bisa menjawab, "Nggak mungkin lah. Jangan mikir macam-macam."Riki jadi panik."Kalau gitu mama punya pacar?"Riki sangat mengkhawatirkan keselamatan Reina.Riki diam-diam mengirimkan alamat ini ke Riko.Setelah Reina masuk ke halaman vila, Riki langsung kehilangan pandangan terhadap gerakan Reina."Riki, kita pulang ya
Mendengar pertanyaan Hanna, Adrian menjawab, "Tadi pagi aku keluar buat cari rumah yang lebih besar. Karena kamu lagi tidur nyenyak, jadi aku nggak tega mau bangunin. Aku sudah mengemasi barang-barang dan niatnya mau aku bawa ke rumah baru sebelum kamu bangun."Mendengar penjelasannya, kekhawatiran di hati Hanna pun lenyap."Dasar bodoh! Kenapa nggak bilang, aku pikir kamu ....""Kamu pikir aku kenapa?" tanya Adrian tidak mengerti.Hanna merasa malu untuk mengatakan bahwa Adrian sudah tidak menginginkannya lagi.Dia menoleh, mencoba menghindar. "Bukan apa-apa.""Oh, kalau begitu ayo sarapan, kamu pasti lapar."Adrian mengambil sarapan."Aku nggak tahu kapan kamu bakal bangun, jadi aku menaruh sarapan di dalam penanak nasi agar tetap hangat. Ini masih panas, lihatlah, kamu suka nggak? Kalau nggak, aku akan beli yang lain."Hanna mengambil kue kukus yang dibeli Adrian, menggigitnya. "Ini di Jalan Permata?""Hmm."Adrian mengangguk membenarkan.Hanna sedikit tersentuh, mengingat jarak ant
Mendengar Hanna ingin ditemani ke toilet, wajah Adrian langsung terasa panas."Kamu mau ke toilet, gimana aku nemeninnya?" katanya dengan sedikit gagap.Hanna berpikir sebentar, lalu menjawab, "Tunggu di depan pintu, ya?"Wajah Adrian makin memerah.Hanna sudah panik. "Tolong, aku benar-benar takut.""Ya ... baiklah." Adrian akhirnya mengangguk setelah ragu cukup lama.Hanna langsung menariknya ke depan pintu toilet."Kamu tunggu di sini dulu.""Ya."Adrian berdiri membelakangi toilet.Sebenarnya, toilet di sini sangat dekat dengan ruang tamu, hanya berjarak sekitar tujuh meter.Hanna benar-benar merasa takut. Setelah masuk ke dalam toilet pun dia masih sempat berseru kepada Adrian."Adrian, kamu masih di depan?""Ya."Adrian menjawabnya sambil membelakangi pintu.Hanna baru merasa tenang setelahnya.Dia sedikit tidak enak hati karena ke toilet seperti ini, jadi dia bertanya, "Apa kita begini nggak aneh? Apa kamu jadi nggak suka denganku karena ini?"Mendengar ini, Adrian menjawab tanp
"Apa aku akan terus tinggal di hotel? Apa kamu punya uang buat bayar hotel yang aku tinggali?" tanya Hanna lagi.Adrian terdiam.Hanna berbaring di sofa dengan punggung menghadapnya. "Pokoknya aku nggak peduli. Aku mau tinggal di sini sama kamu. Aku nggak akan pergi ke mana pun."Adrian tidak berdaya saat melihat ini.Dia tahu Hanna keras kepala dan tidak mudah dibujuk."Baiklah kalau begitu. Istirahat di kamar saja, mulai hari ini aku akan tidur di ruang tamu," kata Adrian dengan sangat jelas.Hanna kemudian duduk dengan gembira. "Ya."Melihat senyum di wajah Hanna, Adrian tahu bahwa Hanna membohonginya lagi. Meskipun tidak berdaya, dia tidak tega memarahi Hanna.Hanna merebahkan tubuhnya di sofa. "Bukannya kamu istirahatnya pas siang? Tidurlah, aku di ruang tamu, nggak akan mengganggumu.""Nggak usah, aku juga mau berhenti," jawab Adrian.Hanna ada di tempat ini, bagaimana dia bisa tidur?"Ya sudah kalau begitu.""Sudah makan belum? Mau aku masakin?" tanya Adrian saat melihat hari su
Adrian mengikuti Hanna ke dalam, cukup perhatian dengan membiarkan pintu tetap terbuka.Lalu, dia bertanya pada Hanna, "Hanna, apa yang terjadi di rumahmu?""Bukan apa-apa, mereka nggak mengakuiku sebagai putri mereka lagi." Hanna duduk di sofa sempit di ruang tamu dan menyelesaikan perkataannya tidak peduli. Lalu, dia bertanya kepadanya, "Kenapa pintunya nggak ditutup?""Nggak baik kalau pintunya ditutup."Adrian menjawab polos.Hanna mengembuskan napas panjang. "Pikiranmu terlalu ...."Dengan sedikit tak berdaya, dia melangkah maju dan melewati Adrian, lalu menutup pintu."Ngapain takut, sih. Kita 'kan pacaran. Kita juga nggak kenal sama orang di sini, mereka juga nggak kenal kita."Adrian masih ingin mengatakan sesuatu, tetapi disela oleh Hanna, "Coba pikirkan, tempat yang kamu sewa ini penuh dengan berbagai jenis orang. Bagaimana kalau ada orang jahat yang mengincarku?"Dengan satu kalimat itu, Adrian benar-benar kehabisan kata-kata untuk menyanggah.Dia berjalan dan membuka kunci
Adrian tidak tahu harus berkata apa lagi saat mendengar Hanna mengatakan ini.Setelah beberapa saat, dia mengatakan, "Jangan khawatir, aku nggak akan menyakitimu."Senyum Hanna mengembang puas."Ya, aku percaya padamu."Jika dia tidak percaya pada Adrian, dia tidak akan membohongi orang tuanya.Sampai saat ini, keduanya masih belum menikah.Dia sempat menyarankan kepada Adrian untuk menikah secara diam-diam, tetapi ditolak mentah-mentah olehnya.Dia berkata, "Orang tuamu belum setuju kita menikah, jadi aku nggak bisa nikah sama kamu tanpa sepengetahuan mereka. Itu akan menyakiti mereka yang sudah melahirkanmu. Jangan khawatir, aku sudah memulai bisnisku sendiri. Ketika sukses nanti, aku akan membuat orang tuamu mengakuiku."Pada saat itu, Hanna tahu bahwa dia tidak salah menilai.Adrian berjalan di depan untuk memimpin jalan, sementara Hanna berjalan di belakangnya. Dia melihat punggung lebar Adrian, serta tangan yang tergantung di kedua sisi tubuhnya. Seketika, dia langsung menggengga
Setelah Hanna meninggalkan rumah, dia hendak menyetir mobil. Namun, sopir menghampirinya dan berkata, "Nona, Tuan bilang Nona nggak boleh bawa mobil keluarga mulai sekarang."Setelah mendengar itu, Hanna tidak menyalahkan sopir, melainkan mengeluarkan kunci mobil dan menyerahkannya kepadanya."Ya, tolong bantu aku mengembalikannya.""Baik."Sopir itu mengambil kunci dan melihat Hanna pergi.Hanna keluar dan naik taksi ke tempat Adrian.Sepanjang perjalanan, dia memejamkan mata dengan lelah, pikirannya kembali ke setahun yang lalu.Dia mulai tertarik pada Adrian setelah Adrian menyelamatkannya setahun yang lalu.Pada awalnya, dia hanya ingin tahu kenapa pria itu sangat sulit didekati, kenapa pria itu tidak tertarik kepadanya dan kenapa pria itu tidak memperlakukannya dengan baik seperti yang dilakukan orang lain kepadanya.Kemudian, Hanna jadi sering menemui Adrian. Secara bertahap dan seiring berjalannya waktu, dia menyadari bahwa dia menyukai Adrian.Suatu ketika, saat dia pergi menem
"Dia mau tinggal sama kita kalau Ayah dan Ibu setuju."Hanna sangat serius. "Ibu, bukannya dari dulu Ibu berencana punya menantu yang mau tinggal di rumah kita?"Ines tidak menjawab, masih terkejut dan butuh waktu lama untuk kembali sadar."Hanna, kamu dan dia sudah menikah, apa dia bahkan nggak punya rumah?"Wajah Hanna sedikit tidak wajar. "Dia punya orang tua angkat yang sulit dihadapi, jadi dia belum bisa mengumpulkan uang atau mendapatkan pekerjaan yang baik. Dia menyewa apartemen."Wajah Ines berubah muram saat mendengar ini."Lihat, dia saja nggak punya rumah! Kalau kamu ikut dengannya, apa kalian akan makan angin?""Bu, apa aku nggak bisa cari uang sendiri? Nggak masalah, aku masih punya rumah kecil, kok," kata Hanna."Dia ... jangan bilang dia tinggal bersamamu di vila itu?" tanya Ines.Hanna menggelengkan kepalanya. "Nggak, dia nggak mau tinggal di sana. Katanya, dia ingin membeli rumah untuk kami dengan usahanya sendiri."Mendengar ini, hati Ines menjadi sedikit lebih baik.
Hanna menghilang di balik ambang pintu.Reina sedikit membeku.Putranya, Leo, mendongakkan kepalanya dan berkata pada Reina dengan suara menggemaskan, "Ibu, sudah lima."Reina kembali tersadar dan melihat ke bawah, melihat bahwa bidak hitam Leo sudah penuh, yaitu lima bidak."Sayang kamu menang, luar biasa." Reina langsung memberikan pujian beruntun.Leo tersenyum bahagia.Di sisi lain, Liam sedikit cemburu saat melihat ibunya memuji kakaknya.Dia berjalan ke arah Reina dan memeluk lengan Reina. "Mama."Reina sedikit tidak berdaya, menyentuh kepala kecilnya. "Liam juga hebat."Joanna merasakan gejolak kecil di dalam hatinya saat melihat ini.Dia mengulurkan tangannya. "Ayo, sini peluk Nenek."Liam dan Leo berbeda dengan Riki dan Riko. Mereka tumbuh bersama Joanna dan memiliki perasaan mendalam kepada neneknya ini, tidak kurang dari perasaan mereka kepada Reina.Mereka berdua berlari mendekati Joanna, ingin dipeluk.Joanna sangat gembira dan berkata kepada Reina sambil tersenyum, "Lihat
Ines berdecak, "Bukannya aku keberatan karena dia miskin, tapi keluarga yang berbeda, kelas yang berbeda, konsep hidup yang berbeda, pandangan dalam hidup pun akan berbeda.""Sekarang, darahnya sedang menggebu-gebu. Tapi, setelah darah itu mengalir ke kepalanya, dia akan lebih tenang. Saat itulah dia akan menyadari kalau dia dan Adrian berbeda."Setelah itu, Ines menoleh ke arah Reina."Nana, bukankah begitu?"Wajah Reina menegang.Dia terkejut kenapa Ines melemparkan pertanyaan itu kepadanya?"Hmm, memang benar akan ada konflik di kemudian hari, ketika kesenjangan antara status keduanya terlalu besar," kata Reina.Setelah mengatakan itu, dia mengubah topik pembicaraan, "Tapi, aku pikir kalau mereka benar-benar saling mencintai, mereka seharusnya bisa saling menemani hingga tua bersama."Dia mengatakan persetujuan untuk kedua belah pihak, jadi tidak menyinggung perasaan Hanna dan ibunya.Sejujurnya, Reina bahkan tidak tahu bagaimana Hanna dan Adrian bisa bersatu.Kalau di ingat tahun l