POV Nirmala[Arya tadi ke kantor ayah, tapi dia belum mau tandatangani surat gugatan cerai dari kamu. Dia mau ngajuin mediasi katanya.]Aku menghela napas membaca pesan singkat dari Ayah.Mediasi, untuk apa? Sepertinya sudah tidak ada lagi yang perlu diluruskan, karena semuanya sudah jelas. Mas Arya menduakan cintaku, mengkhianati cinta suci yang telah kami bina selama satu tahun itu.“Kok malah melamun? Dapet pesan dari siapa, La?” tanya Virgo seraya mengusap lembut bahuku.“Ayah. Katanya Mas Arya ngajak mediasi dan tidak mau berpisah!” jawabku seraya menyandarkan punggung di headboard, meletakkan ponsel di atas kasur lalu meneguk jus buah naga yang dibawakan oleh Virgo.Lelaki berkulit putih itu memandangku, lalu menyuguhkan senyum dan menarik dua lembar tisu dari kotaknya. “Biar aku bersihkan. Ada noda merah di bibir kamu!” Lantas tangan kekar itu terulur, menyapu lembut bibir ini hingga men
“Ayo, La. Kita pulang!” potong Virgo seraya beranjak dari kursi. “Kamu jalan lagi kaya tadi apa mau aku gendong?” tanyanya kemudian.“Al, papa kamu...”“Ayo, La. Aku gendong saja. Biar cepet!” Tanpa aba-aba dia membopong tubuhku masuk ke dalam mobil, menutup pintunya dan kembali ke kursi taman mengambil barang yang tertinggal.Dari balik kaca bisa kulihat kalau mereka tengah berdebat, bahkan beberapa kali si wanita hendak memeluk tubuh Virgo tapi, lelaki itu menepis kasar tubuh perempuan cantik tersebut.“Dia siapa, Vir?” tanyaku ketika lelaki beralis tebal itu masuk ke dalam mobil, mengambil posisi di kursi kemudi dengan ekspresi marah yang tidak bisa dia sembunyikan.Hening. Hanya suara deru mesin kendaraan yang terdengar, karena dia tidak menjawab pertanyaan dariku.Sebenarnya siapa wanita itu? Mantan pacarnyakah, atau kakak, atau...malah ibunya?Tapi Virgo sering bercerita kalau ibunya telah tiada.
“Mau ya, La. Kasian Arya. Dia juga habis kena tipu di salah satu dealer mobil. Uangnya raib sebesar tiga puluh lima juta, mana hasil ngutang pula. Tolong bantu selesaikan masalah kami. Ibu takut rumah Ibu disita lintah darat itu!” “Itu sudah bukan urusan aku, Bu. Antara aku dan Mas Arya sudah tidak ada hubungan lagi. Kami sedang dalam proses perceraian.” “Ya Allah, La. Kamu kenapa berubah jadi kejam begini? Kenapa kamu tega? Di mana nurani kamu? Apa kamu tidak pernah memikirkan nasib kita?” “Apa, Bu? Aku nggak punya nurani dan kejam? Terus, Ibu dan Mas Arya itu apa?” Menatap tajam wajah mertua yang sudah sembab serta kuyu. Merasa sedikit tergelitik dengan kata-kata yang terlontar dari mulutnya. “La, pernikahan Arya sama Siska itu Cuma...” “Cuma apa? Apa pun alasan kalian, menikahkan laki-laki yang sudah beristri itu perbuatan yang salah. Apalagi tanpa sepengetahuan istri sahnya, orang yang sudah mengangkat kalian dari kemiskinan, membuat diri kalian ter
Berkali-kali mencoba menggaruknya, akan tetapi rasanya begitu menyiksa. Didiamkan gatal, digaruk terasa nyeri luar biasa.Ada apa? Kenapa tiba-tiba terasa seperti ini?Apa mungkin ibu kurang bersih mencuci celana dalamku?Ah, Ibu. Cuma mengerjakan pekerjaan seperti ini saja tidak bisa. Mana sakit banget lagi.Membuka lemari, mengambil dalaman di dalam laci kemudian menggantinya siapa tahu setelah ini rasa sakitnya akan berkurang. Rasanya sudah sangat tidak nyaman juga menyiksa.Karena sudah tidak mampu menahan rasa gatal yang kian terasa, buru-buru mengambil minyak kayu putih yang ada di laci meja rias, mengoleskannya sedikit di permukaan kulit tapi malah semakin terasa kurang nyaman. Perih luar biasa.Hingga malam menjelma menjadi pagi, rasa itu tidak jua kunjung pergi. Aku yang hendak membasuh tubuh di kamar mandi dikejutkan oleh cairan kental seperti nanah bercampur darah yang keluar dari alat tempurku,
Senja merambat menjadi malam. Rangga mengajakku mampir ke sebuah rumah makan, ingin mentraktir karena dia mendapatkan bonus dari Pak Irsyad. Mujur sekali nasibnya. Tidak seperti aku yang sudah pontang-panting, tetapi boro-boro bonus. Kas bon saja tidak di-ACC.Perputaran keempat roda mobil milik Rangga berhenti tepat di halaman restoran. Dengan semangat empat lima kami mengayunkan kaki menaiki undakan, masuk ke dalam rumah makan, namun, langkah ini berderap kaku ketika melihat seorang perempuan berambut cokelat sedang asyik suap-suapan dengan seorang laki-laki.Tanganku terkepal. Kepala mendadak terasa panas karena emosi mulai merajai hati."Siska!" teriakku lantang, membuat perempuan beserta laki-laki yang sedang bermesraan itu segera menghentikan aktivitasnya."Kamu itu apa-apaan, sih. Teriak-teriak di tempat umum?" tegur wanita berpakaian mini itu sambil melipat tangan di depan dada."Kamu yang apa-apaan? Mesra-mesraan di tem
Naik ke atas tempat tidur, mengikat tangan Nirmala di headboard lalu menyibak selimut yang menutupi tubuhnya.Pelan-pelan perempuan berwajah cantik itu membuka mata, mengerjap-ngerjap sebentar lalu terkesiap dan memberontak saat menyadari sudah ada aku di dalam kamarnya."Kamu mau ngapain, Mas?" tanya Nirmala dengan wajah ketakutan."Meminta hakku sebagai suami!" Aku membuka ikat pinggang sambil menatap wajah Nirmala yang sudah ketakutan."Enggak. Aku nggak mau, Mas. Kita sudah mau cerai, dan aku tidak mau lagi melayani kamu.""Kalau begitu aku akan memaksa, karena hingga saat ini kamu itu masih istri sah aku!""Nggak! Aku nggak mau. Kalau kamu sampai melakukan itu, aku akan melaporkan kamu ke polisi, karena sudah memperkosa aku!"Aku tertawa mendengarnya. Mana ada suami yang memperkosa istrinya?"Mas! Kamu jangan nekat, atau aku akan teriak!" ancamnya kemudian."Teriak saja. Aku tidak
Mana perut sudah terasa lapar, kepala sakit, apalagi senjata milikku. Samar-samar terlihat dua orang lelaki berpakaian petani berjalan tidak jauh dari tempat mobilku terparkir. Buru-buru keluar dari dalam mobil, memanggil orang-orang tersebut lalu meminta mereka membelikan bensin di stasiun pengisian bahan bakar terdekat. Setelah menunggu hampir satu setengah jam, akhirnya orang yang aku mintai pertolongan datang membawa jerigen berisi bensin, menuangkannya ke dalam tangki lalu mengantarku menuju jalan besar dan menunjukkan jalan pulang ke Jakarta. Karena sudah tidak kuat mengemudi serta nyeri di area selangkangan serta kepala terasa semakin menyiksa, aku memutuskan untuk mampir ke rumah Jojo untuk mengistirahatkan badan sejenak, juga supaya bisa menghemat budget karena tidak perlu mengeluarkan uang untuk membeli makanan jika mampir ke rumahnya. Semoga saja Jojo tidak sedang ke luar kota. Senyum terkembang merekah begitu indah di bibir, kala melihat sahabatk
"Nggak usah ikut campur urusan orang lain. Ayo, ikut saya ke rumah. Soalnya Ibu nggak ada di rumah!""Ibu kan memang pergi sama teman-temannya. Untuk apa dicariin?" "Ibu pergi?""Iya. Katanya dia dapet arisan dan pengen jalan-jalan. Makanya dia langsung ngajak teman-temannya nginep di puncak. Memangnya Mas nggak tau?"Aku nenyentak napas kasar.Ibu. Anaknya sedang terlilit banyak hutang dan punya banyak masalah. Bukannya bantu bayarin, malah punya uang buat jalan-jalan. Benar-benar tidak punya perasaan."Mau ke mana, Mas?" tanya Bang Sanip ketika melihatku melenggang pergi meninggalkan pos.Aku terus saja berjalan tanpa menoleh, malas berbicara dengan dia lama-lama. Bikin tambah pening.Sesampainya di rumah. Lekas merebahkan bobot di atas kasur, menatap langit-langit kamar membayangkan apa yang sudah aku lakukan kepada Nirmala.Menyesal. Itu yang aku rasakan saat ini.