Burung-burung pagi berkicauan, saat Zachary mengamit tangan Cailey lalu membawanya ke perbatasan teritori. Memastikan tak ada rogue yang berkeliaran, ia mengajak Cailey menduduki sebuah batu besar di tepi sebuah jurang yang di bawahnya terdapat sungai kecil sebiru laut. Cailey berniat untuk menghabiskan waktunya seharian dengan Zachary, sebelum ia sibuk untuk mengurusi kasusnya. Sambil menunggu Julian untuk kembali, Cailey telah bolak-balik berkomunikasi dengan FBI untuk perkembangan kasusnya. Memastikan perkembangan kasus dan saling bertukar informasi. FBI membantunya untuk mencari Gyula melalui seluruh CCTV jalanan yang ada di Arizona. Semilir angin yang menggelitik wajah Cailey membuatnya tak bisa berhenti tersenyum. Cailey menyenderkan kepalanya di bahu Zachary. Rasanya sudah lama Cailey tidak setenang ini, karena menangani kasusnya yang sulit. Cailey hanya ingin menyegarkan kepalanya saat ini. Cailey sangat senang saat Zachary mengajaknya berkeliling dan hendak mengenalkan Cailey
Segumpal awan menjadi target penglihatan Cailey saat dirinya mulai bosan. Bibirnya membentuk lengkungan tipis, mengingat wajah cemberut Zachary saat Cailey tak mengizinkannya untuk mengantar dirinya sampai ke bandara. Liam memanggil Zachary untuk membutuhkan Alpha-nya dengan segera. Cailey tidak ingin menjadi beban untuk pack Zachary hanya karena pria itu lebih memilih untuk mengantar dirinya dibandingkan mengurus pack-nya. Cailey mengganti posisi duduknya dan pada saat itu juga jari telunjuknya tergores, mengenai resleting tasnya yang memang runcing di bagian ujung. “Akh,” Cailey menggigit bibir bawahnya. Luka kecil, namun terasa sedikit perih. Seorang wanita dengan rambut pirang disebelahnya menoleh. “Kau baik-baik saja?” tanyanya. Cailey tersenyum kaku, “Ya, hanya sedikit tergores.” Wanita pirang itu merogoh saku tasnya, mengambil sebuah plester dan diberikannya pada Cailey. “Ini, semoga membantu,” katanya. “Ah terima kasih,” ucap Cailey sambil tersenyum. Lalu menempelkan ple
Dengan segera ia bertanya pada bartender itu kembali, “Jam berapa Pub ini tutup?”“Pukul 11 PM.”Cailey langsung melangkahkan kakinya keluar pub setelah meninggalkan uang tagihannya. Cailey menengadahkan kepalanya ke langit. Langit masih menurunkan rintikan airnya, tidak sebanyak sebelumnya. Namun cukup untuk membasahi wajah Cailey kala dirinya belum membuka payung hitam miliknya.Rambut cokelatnya sedikit basah, ia memundurkan langkahnya lalu mengambil payung. Dibukannya payung itu, kemudian berjalan ke titik koordinat alamat itu. Yup, di tengah jalan.Cailey menatap pijakan dibawahnya, lalu maniknya bergerak ke sekelilingnya. Mencoba menganalisis kira-kira dimana akses yang memungkinkan untuk menuju ke bawah tanah.Cailey menoleh ke kanan dan ke kiri, memastikan bahwa jalanan sudah kosong, lalu ia berjongkok di atas aspal. Cailey mengeluarkan semacam alat untuk melacak, GPR (Ground Penertating Radar) atau radar penembus tanah dalam versi yang lebih kecil yang berukuran 10×5 cm buata
Cailey bergegas berlari melalui jendela depan pub, meski harus menghancurkan kunci jendela sialan itu terlebih dahulu.Demi Tuhan Cailey sangat panik dan beberapa kali gagal mencongkel kuncinya dan sialnya, Cailey tidak memakai sarung tangannya. Sidik jari Cailey pastinya terdeteksi disana. Ditambah lagi kedua serigala itu menghancurkan jendelanya. Pemilik Pub itu bisa saja menuntutnya atas pembobolan jendela.Cailey mengumpat dua kali.Cailey berlari cepat menuju hotel. Membiarkan hujan membasahi dirinya. Cailey menoleh kebelalang. Bersyukur, kedua serigala itu tidak mengejarnya lagi. Cailey berhenti pada persimpangan jalan. Ia menoleh ke belakang sekali lagi, memastikan. Selanjutnya ia dapat menghela napas lega karena kedua serigala itu benar-benar tak mengikutinya lagi.Jalanan tampak sepi. Namun Cailey dapat melihat dari kejauhan sebuah taksi. Alih-alih kembali ke hotel. Cailey lebih memilih untuk menghentikan taksi itu dan menaikinya.Cailey tak dapat menunggu lebih lama. Perseta
“ZACHARY!” teriak Cailey yang membuat seluruh warrior Zachary menoleh.Cailey merasakan jantungnya berpacu. Ia segera menghampiri Zachary, tak peduli dengan seluruh warrior pack yang menatapnya dengan tatapan aneh.SialCailey terlalu cepat mengartikan situasi.Ternyata Zachary hanya bermain peran, latihan, simulasi perang, atau apalah itu istilahnya.Pantas saja para warrior Zachary tidak panik sama sekali.Matanya menyipit dengan wajah datar saat ia melihat Zachary tertawa kencang sambil memegangi perutnya. Ditambah lagi wajah-wajah para warrior yang tampak menahan tawa melihat wajah Cailey yang sudah berubah menjadi merah padam. Cailey berbalik hendak menghampiri Albert sebelum buru-buru Zachary bangkit dan memeluknya dari belakang.“Aku hampir gila. Aku hampir gila merindukanmu Ashley,” bisiknya tepat disamping telinga Cailey.Cailey tersenyum miring lalu menarik tangan Zachary dan membanting tubuhnya ke tanah. Zachary sempat terkejut. Meskipun Cailey membantingnya tidak dengan se
Pagi buta, langit masih sehitam kopinya, Zachary terpaksa bangun karena Cailey terus mengguncang tubuhnya, meminta dirinya melatih Cailey kembali dalam bertarung.Bahkan kopinya yang masih setengah ia biarkan dingin, karena Cailey sudah menariknya terlebih dahulu menuju tempat Zachary melatihnya kemarin.“Kau harus tahu apa kekuatan dan kelemahan yang dimiliki seorang werewolf,” ujar Zachary saat melihat Cailey pemanasan, yang sialnya, ia harus menahan napas melihat Cailey hanya mengenakan kaos hitam ketat tanpa lengan dan celana pendek. Zachary benar-benar bisa gila.“Jadi apa kelebihan dan kelemahan seorang werewolf?” tanya Cailey.“Kembali ke istana dan ganti pakaianmu Ashley.”“Apa?”Zachary tak menghiraukan Cailey. Ia me-mindlink seorang Omega untuk dibawakannya pakaian lebih panjang untuk Luna-nya.“Zachary?” panggil Cailey.Zachary menoleh, “Ya?”“Kau terlihat tidak fokus dan kembali ke istana?” tanyanya saat melihat Zachary yang terus mengipasi dirinya sendiri dengan tangannya
Zachary menggeram marah. Dengan langkah lebar ia menghampiri Julian. Zachary menarik paksa Julian lalu memukulnya di wajah. Sial, Zachary tidak dapat mengontrol emosinya.“What the heck!” pekik Julian sambil memegangi mulutnya yang berdarah.Belum puas, Zachary kembali memukul Julian berkali-kali sampai pria itu terkapar di tanah. Julian bangkit, menyeringai dengan darah dari mulutnya yang menetes, “Itu saja?”Gigi Zachary menyatu, rahangnya semakin mengeras, ia menarik kerah Julian dan memukulnya kembali dengan keras.Cailey masih mencerna kejadian yang terlalu mendadak itu. Ia terlalu terkejut dengan mata yang membulat sempurna. “Zachary!” Teriak Cailey kemudian. Zachary menoleh dan Julian mengambil kesempatan itu untuk membalas pukulannya.Tubuh Zachary terhempas hampir terjatuh. Pukulan Julian melebihi kerasnya pukulannya. “Cukup, kalian membuatku malu!” teriak Cailey menyadari mereka menjadi perhatian orang-orang di sekeliling. Meskipun sedikit orang, tapi Cailey sangat benci men
Mobil Julian berhenti di depan hotel terdekat dengan The Dusty Pub. Julian menoleh ke kanan, mendapati Cailey yang tertidur dengan pulas. Sebagian wajahnya tertutupi rambut cokelatnya.Tangan kanan Julian meraih rambut itu untuk diselipkannya ke belakang telinga. Julian tersenyum memandangi Cailey sebentar, sebelum ia menggerakan tangannya kembali. Mengelus pipi Cailey halus untuk membangunkannya.Cailey mengerjap. Anatomi matanya berusaha menyesuaikan cahaya.“Kita sudah sampai,” kata Julian.Melihat hotel di hadapannya, Cailey mengernyit. “Ini hotel yang sama yang aku tempati saat aku ke Tucson sebelumnya,” katanya.“Well, itu bagus. Kita akan bergerak malam hari, mau jalan-jalan dahulu?" tanya Julian.Cailey mengangguk setuju.Mereka memasuki hotel terlebih dahulu, memesan satu kamar dengan dua ranjang. Julian melempar barangnya ke ranjang, sebelum keluar kembali untuk membeli dua kaleng minuman bersoda, untuk mengurangi dahaganya.Di depan hotel, Cailey melihat pria yang pernah me
Cailey membuka sebuah tirai sewarna putih tulang yang menggantung pada jendela ruang kerja di istana Zachary. Di dekatnya, meja kayu berdebu yang beraroma khas diletakkan menempel pada sebagian sisi jendela. Cailey mengambil berkas yang tertumpuk di atas buku ‘Silsilah Manusia Serigala di Hutan Arizona’. Dalam sebuah map besar berwarna cokelat, Cailey menarik beberapa kertas penting. Beruntung insiden peperangan tidak mengenai bagian sayap kiri gedung, sehingga hal-hal penting yang tersimpan rapi di bunker dan ruang kerja Zachary tidak terpengaruh olehnya, termasuk dokumen atas kasus Gyula Roberto yang kini ada di tangannya.Logo Secret Intelligence Service yang menonjol menjadi perhatian manik Cailey untuk pertama kali, lengkap dengan tulisan top secret di bawahnya, menandakan bahwa dokumen ini bersifat sangat rahasia. Cailey membalikan kertas itu untuk membaca laporan berisikan kasus pembunuhan perdana menteri Inggris yang berhasil ia kumpulkan, dengan tambahan informasi yang didapa
Dua hari kemudian...Lima tangkai bunga krisan putih yang mekar disusun dengan sentuhan elegan pita hitam yang mengikatnya menjadi satu. Diletakannya bunga itu di atas gundukan tanah, dekat dengan nisan yang masih baru. Sebuah nama yang terukir di atasnya membuat Cailey mengusap air mata pada pipinya sekali lagi. Matahari hampir kembali ke peraduannya, namun Cailey seakan tidak ingin beranjak. Sudah satu jam lamanya Cailey duduk, menatap nisan itu dengan tatapan kosong. Karenanya, bagian ujung bawah gaun hitamnya menjadi kotor terkena tanah.Pikiran Cailey kembali memutar memori saat pertama kali seorang anak lelaki mengulurkan tangan padanya. Mengajaknya melihat dunia dari sisi yang berbeda, memulai kehidupan baru dan melupakan kesedihan yang selama itu ia bawa dalam hatinya. Saat itu matahari menyinari kota London dengan cerah. Rambut keperakan anak lelaki itu bergerak tertiup angin, seiring kapal yang ditumpanginya bergerak menyusuri sungai Thames. Itu adalah pertama kalinya Cailey
Moon Goddess menginjakkan kakinya di bumi dengan agung. Begitu pula seorang lelaki berambut pirang dengan wajah bak malaikat dan kulit yang bercahaya mengikuti dibelakangnya. Seluruh serigala berhenti berperang, burung-burung malam berhenti berkicauan, bahkan pepohonan seakan tunduk pada keagungannya. Lantas Parker berusaha bangkit dengan sisa tenaganya dan berlutut menundukkan tubuhnya, diikuti oleh seluruh werewolves lainnya.Dengan tangan yang dikepalkan pada dada, Parker menyapa “I'm Parker alias Alpha Zachary Colbert, greetings to Your Majesty The Queen of the Moon, Moon Goddess.”“All hail The Moon Goddess!” seru seluruh pasukan Zachary yang menggema dengan magis ke seluruh penjuru hutan. Menghantarkan pesan tak kasat telinga kepada seluruh werewolves di hutan Arizona. Memberi tahu kedatangan Moon Goddess yang jarang terjadi dalam seribu tahun ini.Cailey yang ikut menundukkan kepalanya mulai meneliti sekeliling melalui ekor matanya. Jarak pandangnya tidak begitu luas karena ia
Zachary melompat dan merubah tubuhnya menjadi serigala, meninggalkan Cailey dengan ekspresi terkejutnya. Bibir pucatnya kini sedikit memerah, rasa hangat yang ditinggalkannya membuat bibir itu tersenyum.Langit bertambah gelap, namun dengan bulan yang ada setidaknya mampu menerangi sebagian dari hutan. Sayangnya sinar yang menerangi itu tak dapat mengurangi atmosfer di udara yang kian mencekam.Parker melolong di bawah sinar rembulan, kemudian lolongan itu dibalas oleh seluruh kawananya layaknya sebuah paduan suara yang merdu. Rambut keabuannya berkilauan dan bergerak diterpa angin malam. Kekuatannya seolah bertambah kuat seiring sinar rembulan itu menyentuh kulitnya saat berlari. Bersyukur purnacandra penuh terjadi hari esok, sehingga seluruh serigala tidak akan mencapai puncak kekuatannya hingga esok.Kaki Parker berhenti melangkah, dihadapannya ia dapat melihat pasukannya yang tengah berperang. Parker mengedarkan pandangannya, meneliti situasi dengan cepat. Bernard dengan tubuh ser
Dagu Parker terangkat, menunjukkan kuasa atas pack-nya. Auranya begitu mengintimidasi, namun tetap berwibawa. Manik The Argjend menyorot tajam kemudian menyeringai secepat kilat, bahkan Parker tidak dapat memastikan apakah itu hanya halusinasinya atau The Argjend benar-benar tersenyum, sebelum akhirnya ia melihat jubah kebesaran itu berbalik menjauh. Parker me mindlink seluruh pasukannya untuk tetap bertarung dibawah arahan Sang Beta, kemudian tubuh serigala itu berlari, tak kuasa lagi membendung keinginannya untuk segera berjumpa dengan empunya aroma cherry blossom yang sejak tadi menguar begitu kuat seakan menariknya. Kaki Parker berhenti di sebuah gedung bercat putih, sebuah pahatan sebatang tongkat dengan seekor ular yang melingkarinya seolah menyambutnya. Kemudian Parker menaiki undakan tangga setinggi dua kali lipat tubuhnya. Saat ia memasuki gedung itu, ia dapat melihat semua orang tergesa-gesa, tenggelam dalam kesibukannya, hingga Parker melangkahkan satu kakinya. Auranya ya
“Kau?”“Hai Liam!”“Sidney! Apa yang kau lakukan disini?” Tanya Liam panik sambil mengedarkan pandangannya dengan was-was.“Tenanglah, aku bersama salah satu warrior ku,” kata gadis berambut sewarna karamel itu, membuat Liam menghela nafasnya lega saat maniknya menangkap warrior dari pack paman Zachary.Warrior yang bernama Arthur itu menundukkan kepalanya memberi hormat kepada Liam, “Beta, Helen mengutusku untuk membantumu.”Liam tersenyum hangat menyambutnya, “Lalu, bagaimana dengan Sidney?”“Nona Sidney memaksa untuk ikut kemari, dia sampai menangis, tapi aku berjanji untuk menjaganya,” jelas Arthur.Sidney tersenyum malu saat Liam memandangnya dengan tajam.“Kudengar kakak iparku sakit, aku hanya ingin mengunjunginya,” cicit Sidney sembari menautkan kedua jarinya.Pandangannya beralih pada tubuh Sang Luna yang terbaring dengan selimut yang menutupi hanya sampai ke tengah perutnya. Sidney mendekati Cailey perlahan dan menggenggam tangannya yang terbuka.Dilihatnya wajah Cailey yang
Pasukan The Argjend membuat ancang-ancang untuk meyerang. Membuat barisan rapi, dengan pakaian perak mereka yang berkilauan oleh sinar sang surya yang telah terbit di timur. Tentu saja, perak yang mereka gunakan bukan merupakan perak asli.Manik The Argjend berkilat, mengarah pada kaki Cailey yang tertancap peluru. Tidak ada tanda-tanda darah yang keluar, dapat dipastikan itu adalah peluru bius. Kemudian pandangannya beralih pada si penembak yang tengah memandang The Argjend dengan tatapan takut.“Demi Moon Goddess, bukan aku yang menembaknya,” cicitnya.Dengan segera warrior dibelakangnya mengecek tubuh si penembak itu dan menemukan satu buah pistol lengkap dengan peluru biusnya.The Argjend menarik salah satu sudut bibirnya.“Tunggu, kau bukan dari pack ku,” The Argjend menoleh kearah Liam, “kan?” tanyanya melanjutkan.Wajah Liam memucat. Penembak itu memang mata-mata yang dikirim oleh Liam sejak lima hari yang lalu, yang bahkan telah hilang kabarnya.DorBunyi tembakan itu menggema
Cailey terbangun saat merasakan tubuhnya tergoncang dengan keras. Pandangannya gelap, namun rentina nya masih mampu menangkap secercah cahaya yang merambat memasuki jendela kecil yang hanya berukuran 400 centimeter persegi disisi kanannya.Pemandangan di jendela itu hanya pepohonan tinggi, batangnya mirip pohon pinus. Suara-suara berisik mengiringi telinganya. Seperti langkah yang berlarian mengikuti kereta yang Cailey tumpangi.Kedua tangannya terbogol pada sisi ranjang yang Cailey tiduri.“Akh,” Cailey meringis, kepalanya teramat sakit karena bangun secara tak nyaman. Namun sialnya, kedua tangannya tidak bisa ia gunakan untuk sekedar mengelus kepalanya.Suara lolongan serigala terdengar dengan jelas di telinga Cailey. Dilihat dari goncangannya, sepertinya kereta ini melewati bebatuan yang tidak rata. Dan juga goncangannya lebih mulus untuk ditarik oleh kuda. Sepertinya kereta ini ditarik oleh serigala, mengingat suara lolongannya yang terasa sangat dekat dihadapan Cailey.Tenggoroka
Wajah serigala Julian tersenyum remeh, “Tidak akan bisa membunuhnya hm?” Julian mendekat pada Cailey.“Kurasa kau harus tahu berita apa yang baru saja kudapat dari warrior setiaku,” mulut Julian hampir menyentuh telinga Cailey.“Zachary, kekasihmu itu sudah mati,” katanya setengah berbisik.Manik Cailey membesar, “Tidak mungkin, aku tidak percaya padamu!”Zachary sangat kuat, tidak mungkin ia mati semudah itu.Cailey takut, itu pasti. Berusaha menyangkal dengan keras akalnya yang mengatakan bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini.“Kau tidak mempunyai bukti atas kematiannya,” kata Cailey masih berusaha menyangkalnya.“Bukti?” Julian tersenyum kemudian memanggil pria bertubuh jakung yang baru saja kemari tadi.Pria itu datang membawa sebuah karung hitam berukuran sedang di tangannya. “Alpha, kurasa Luna tak akan sanggup melihatnya,” kata pria itu.Kening Cailey mengernyit dalam. “Keluarkan saja, dia sudah biasa melihat mayat,” kata Julian santai.Pria bertubuh jakung itu mengan