Pangeran Richard, Pangeran ketiga kerajaan Teodor yang mana merupakan putra dari sang raja dan selir kedua. Terkenal periang sejak kecil, namun berubah nakal sejak kematian ibunya. Perubahan sikapnya semakin menjadi ketika dia semakin dewasa. Entah kapan gereja menyematkan artefak Red Safir Necklace ke leher sang pangeran. Yang jelas sifatnya berubah drastis sejak kematian selir kedua.
Kejahatan pangeran Richard tidak lebih dari penyiksaan orang yang membuatnya jengkel, serta perusakan properti para bangsawan kecil yang menggosip tentangnya. Tak pernah ada korban nyawa sama sekali, namun karena dia sering menyewa pembunuh bayaran hanya untuk memukuli penduduk tanpa alasan yang jelas, membuatnya terdengar kejam dan dirumorkan terbiasa membunuh setiap kali menjauh dari pengawalan prajurit.
Meski prajurit yang bertugas menjadi pengawalnya kadang melakukan hal buruk yang diminta oleh pangeran, tapi mereka tak pernah setuju untuk menyiksa penduduk tanpa alasan yang jelas. Karena itulah dia menyewa pembunuh bayaran sebagai tukang pukul. Tentunya semua perbuatan itu atas kendali Uskup Agung yang mengendakikan semua tindakan pemakai artefak suci Red Safir Necklace.
Pria malang yang berbuat jahat karena dikendalikan Sang Uskup itu, baru saja berhasil kuusir entah bagaimana. Nampaknya ada batasan tertentu dari kendali Sang Uskup dalam mengendalikan sang pangeran, atau ini berkat artefak suci yang disembunyikan Baron entah dimana. Jika diliat dari pengaruhnya, kemungkinan artefak itu berada sekitar ratusan meter dari sini.
Karena berdasarkan Novel Saintess Love yang kubaca, artefak berbentuk cincin emas dengan pola kalimat kuno itu dapat memberikan dampak kecil seperti apa yang terlihat dari mata pangeran Richard sebelumnya. Dan kuncinya ialah mengetuk pintu hati sang pangeran yang hanya bisa melihat apa yang dilakukan oleh tubuhnya sendiri.
"Apa kau baik-baik saja, Sir Hugo?" tanyaku sembari menyodorkan tangan kananku. Sembari meraih pelan tanganku, pria muda yang terbilang cukup tampan itu berkata, "Apa kita pernah bertemu sebelumnya, Milady?"
Aku menggelengkan kepala untuk menjawab pertanyaan Sang Baron, faktanya ini kan pertama kalinya bagi Lilian pergi keluar karena orangtuanya yang terlalu sibuk mengerjakan tugas seorang Count ditambah kesibukan atas bisnis perdagang rempah mereka. Sementara Lilian yang kini telah kugantikan, memiliki kepribadian yang tertutup dan terlalu suka menghabiskan waktu dirumah. Sikapnya memang manis dan lembut pada orang disekitarnya, namun dalam kepribadian tersebut tersembunyi kepribadian pemalu yang enggan mengenal orang luar.
"Ini pertama kalinya aku keluar mansion, ah mungkin lebih mudah jika aku mengucapkan kediaman Count," jawabku sembari membantu Baron Hugo berdiri.
Setelah mengetahui status bangsawanku yang lebih tinggi darinya, Baron Hugo segera melepas tanganku, kemudian memberi salam hormat sembari berkata, "Maaf atas kelancanganku Milady, aku benar-benar tak tahu kalau Anda adalah Lady Lilian dari kediaman Count Audrey. Terimakasih atas bantuan Anda barusan, namun lebih baik bagi anda jika anda tidak ikut campur tadi." Baron Hugo nampak khawatir karena walau bagaimanapun aku telah mendorong dan menyinggung pangeran demi dirinya.
Meskipun aku adalah seorang putri Count, menyinggung keluarga kerajaan sama saja dengan mencari mati. Atau itulah yang mungkin Baron Hugo pikirkan. Dia terlihat tak percaya bahwa aku benar-benar akan bertunangan dengan pangeran keempat yang terkenal akan kutukan kematian pasangan hidupnya.
"Jangan khawatir Sir Hugo, meski aku hanyalah seorang putri Count, aku masih tahu batasanku. Cukup dengan menyandang status calon tunangan pangeran keempat saja, sudah bisa menjamin keamananku," jawabku sembari tersenyum tegar. Hugo masih nampak ragu, namun setelah mengingat ucapanku yang berkata kalau ini merupakan pertama kalinya bagiku keluar mansion, wajahnya seketika panik karena takut kehilangan penolongnya.
"Apa Anda tak tahu soal rumor tentang pangeran keempat?"
Aku hanya tersenyum saat melihat seorang pria tampan menghawatirkan diriku. Meskipun ini hanya dunia novel, rasanya aku ingin memakannya saat itu jaga. Sayangnya aku harus menjaga sikapku, karena aku tak tahu kalau aku akan kembali ke duniaku atau tidak. Jika aku tak bisa kembali, maka akan buruk bagiku jika asal mengambil pria tampan dijalan. Sementara statusku adalah calon tunangan pangeran, jika aku ketahuan bisa-bisa aku dianggap menghina pihak kerajaan, kan?
"Romor apa?" tanyaku seakan akan tak tahu.
"Sudah kuduga, Lady polos dan tak pernah keluar sepertimu tak mungkin bersemangat seperti ini jika tahu rumornya!" Baron Hugo menepuk wajahnya seraya menampilkan tampang khawatir. Dia bahkan menghela napas sekali hanya karena rasa khawatir tersebut.
"Tolong tolak pertunangan ini, Milady!"
"Kau akan tiada jika melanjutkannya!"
"Tolak saja selagi itu hanya permintaan dan bukanlah dekrit Raja!" Hugo memegang kedua pundakku dengan ekspresi yang begitu serius.
"Sayangnya itu adalah Dekrit dari raja, dan untuk menolak ... Aku memang sudah menolaknya, namun kuyakin mereka akan kembali untuk bertanya lagi, sampai saat itu tiba, bisakah Anda siapkan gaun untukku?" jawabku sembari tersenyum dengan entengnya. Hugo yang mendengar penolakanku terhadap dekrit raja dan melihat sikap tenangku segera panik dan berkata, "Mengabaikan Dekrit raja sama saja dengan penghinaan terhadap raja!"
"Anda tak bisa hidup damai setelah dekrit itu kembali ke tangan raja!"
"Pihak kerajaan mungkin akan kembali, namun bukannya untuk melamar melainkan menangkap seluruh keluarga Lady!"
"Hal ini juga terjadi pada calon tunangan ketiga pangeran keempat, yang keluarga dihancurkan karena hanya menolak mentah mentah undangan pertunganan kerajaan!" Baron Hugo mengomeliku dengan penuh semangat, dia nampak begitu peduli padaku karena menganggapku sebagai penyelamatnya. Sayangnya semua yang dia katakan itu sia-sia, karena mau apapun yang dia katakan, aku tak akan pergi dari sini. Toh penolakanku kan tidak segila penolakan yang dilakukan keluarga Viscount Charly!
"Tenang saja tuan, aku tak sebodoh mereka kok!"
"Meski aku menolak Dekrit raja, aku tak menolak pertunangannya. Aku hanya memberikan syarat kepada keluarga kerajaan agar menunda pertunangan yang terlalu terburu-buru itu. Dan meminta mereka mengirim pangeran keempat ke kediaman Count Audrey untuk menjemputku," jawabku dengan bangga.
Aku mengucapkan semua itu dengan cukup jelas, hingga membuat para penduduk bergosip tentang bagaimana beraninya tindakanku dan menebak seberapa buruknya hukuman yang akan menimpaku. Sayangnya semua itu tak akan terjadi, karena aku bukanlah Lilian Audrey yang tak tahu apapun, melainkan gadis kantoran yang tahu seluruh isi novel ini!
"Habis sudah .... " Baron Hugo nampak putus asa dan tak bisa melakukan apapun untukku lagi. Baginya aku sudah tak tertolong dan menimpa jalan buntu. Tak peduli kemanapun aku pergi, kerajaan pasti akan mencariku. Kira-kira itulah yang dia pikirkan saat ini. Dia pasti tak mengira kalau Lilan Audrey yang terkenal lembut, memiliki sikap barbar seperti ini.
"Jadi, apakah Anda bisa menyiapkan gaun untukku, Sir?" tanyaku sembari mengalihkan topik pembicaraan.
"Tentu," jawab Baron Hugo menyayangkan.
Setelah mendapat persetujuan Baron Hugo, dan tanpa sengaja membuatnya berhutang budi padaku, aku yakin kalau jalan menuju artefak suci akan segera terbuka untukku. Dengan ini, rencana awalku merebut artefak sang protagonis wanita akan segera sukses!
Hari terus berganti, Count Audrey dan Countess Aria kembali pulang setelah perjalanan bisnis mereka. Kereta yang mereka naiki, cukup mencolok untuk seorang keluarga Count. Mewah dan elegan saja, tak cukup untuk menggambarkan kereta yang mereka tunggangi. Seperti yang diharapkan dari seorang keluarga besar yang dikabarkan menjadi salah satu pondasi ekonomi kerajaan. Ukiran naga berlapis emas, terpampang jelas di badan kereta yang mereka naiki. Aku melihat semua pemandangan menakjubkan itu, dari balik jendela kamarku yang terletak di lantai dua mansion utama keluarga Audrey. Tok tok tok! Suara ketukan pintu terdengar di telingaku, membuatku secara reflek bertanya tanya akan siapa di balik pintu itu. Hingga akhirnya aku pun menyadari bahwa,tak ada orang lain yang berani mengetuk pintu kamarku selain gadis berambut biru itu. "Apakah itu kau, Lola?" tanyaku penasaran sembari mencoba memastikan. "Uhm, anu ... Tuan dan Nyonya ... ," Suara Lola terden
Rambut hitam nan panjang, menjuntai melewati dua sisi pundaknya. Mata merah darah yang mencolok dan mendominasi. Serta pakaian mewah kerajaan yang bertahtakan simbol phoenix merah. Wajahnya yang penuh luka, menambah kegarangan yang menutupi ketampanannya.Ciri khas dari Matias Theodor yang dikabarkan sumber dari kemalangan para calon tunangannya. Pangeran terkutuk yang tak pernah tahu bahwa sang raja menaruh hati terhadapnya. Tak pernah menyadari atau mendapatkan kasih sayang raja Theodor secara langsung bahkan hingga ajal menjemputnya.Pangeran malang dalam novel Saintess Love, kini sedang berdiri tepat di hadapanku dan kedua orang tua baruku. Count dan countess Audrey. Tanpa mengurangi rasa hormat, kami membungkuk menyambut pangeran Matias yang kala itu baru turun dari kereta kudanya.Pangeran Matias, ditemani oleh Duke rafael dan antek anteknya. Maksudku para prajurit istana yang dipilih oleh pihak gereja. Para prajurit yang turut andil dalam kesengsara
Saintess Love, novel fantasi romantis yang digemari begitu banyak orang. Alurnya yang sulit ditebak, menjadi daya tarik tersendiri. Banyak pembaca yang menjadi korban kejahilan Author, termasuk diriku.Di awal-awal novel, Sang Author sengaja membuat pembaca begitu membenci para tokoh antagonis dengan menceritakan keburukan mereka. Kemudian di saat-saat menjelang akhir hidup para tokoh antagonis, Sang Author baru menceritakan alasan tak terduga dibalik perbuatan setiap tokoh antagonis itu. Sialnya, semua alasan itu ... malah berhasil menjadikan semua pembaca termasuk diriku, bersimpati terhadap nasib para tokoh Antagonis. Parahnya, setiap kali kisahnya sudah berhasil menarik simpati pembaca, para tokoh antagonis itu pasti berakhir tewas di tangan putra mahkota. 'Jika memang ingin melenyapkan para tokoh antagonis, kenapa harus menceritakan kemalangan mereka sih!' Tak cukup sampai situ, kebencianku terhadap alur novelnya. Tentunya, fakta mengenai d
Undangan kerajaan merupakan hal yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Terutama bagi putri Count seperti Liliana. Semua karena keluarga Count tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk bertindak setara dengan keluarga kerajaan. Lola yang mendengar aku akan menolak dan tak melarikan diri, tentu saja panik hingga terus mencoba membujukku. Lola nampak enggan memenuhi perintahku mengirim balik undangan tersebut sembari menitipkan surat balasan yang telah kutulis dengan penuh kepercayaan. "Kau ini!" "Katanya mau terus bersamaku!" Aku menghela napas lalu pergi menuju ke ruang tamu. Lola yang sedari tadi menolak keras ideku hanya bisa mengikuti karena tak bisa mengubah pikiranku. Dalam wajahnya terlihat jelas bahwa dia ingin berkata, 'Jangan lakukan ini, Nona?' Seorang pria berseragam biru tosca dengan ornamen kuning keemasan di pundak dan di dekat saku bajunya memberi salam dengan sedikit menunduk dan menepuk pelan salah satu dadan
Matias Theodor, pangeran keempat yang ditakdirkan mati sebagai kambing hitam gereja. Jika mengikuti alur novelnya ... tak lama setelah Lilian tiada, gereja menyarankan raja untuk mengasingkan pangeran selama setahun penuh di dalam katedral suci tanpa boleh mengakses dunia luar sedikitpun. Tujuan palsu yang diungkapkan tentang pengasingan pangeran, yaitu untuk menyingkirkan nasib buruk pangeran Matias yang mana selalu ditinggal tewas para tunangannya. 'Padahal faktanya, mereka berniat mengendalikan pangeran!' Dalam novel diceritakan bahwa, Uskup Agung gereja mengalungkan artefak suci ke leher sang pangeran dengan dalih untuk menyucikan tubuhnya. Pangeran Matias yang tak tahu apa apa saat itu, menerimanya begitu saja tanpa menyadari efek buruk artefak tersebut. Artefak sihir yang digunakan untuk mengendalikan pangeran ke empat, berbentuk kalung hitam dengan bulatan bulatan batu safir merah di bagian tengahnya. Jika dilihat sekilas nampak seperti perhia
Setelah mengumpat kesal, aku telah bereinkarnasi menjadi Lilian Audrey. Calon tunangan pangeran ke empat yang ditakdirkan tewas di hari menuju acara pertunangannya yang begitu mendadak dan dipaksakan.bSejalan dengan alur novel yang mengorbankan hidup semua calon tunangan pangeran ke empat di hari ketika mereka menuju istana. Pelaku utama dibalik tewasnya calon tunangan pangeran ke empat ialah gereja dan putra mahkota yang secara tak langsung bekerja sama karena kebetulan memiliki tujuan yang sama. Menyebarkan rumor buruk tentang pangeran ke empat yang dikutuk tak dapat memiliki pendamping dan akan menjadi malapetaka bagi kerajaan. Demi untuk mencegahnya bebas meraih tahta. Berdasarkan cerita di novel Saintess Love yang kubaca, putra mahkota dan gereja akan mulai berselisih ketika gereja memutuskan untuk menikahkan pangeran keempat yang telah mereka kendalikan dengan Saintess yang mereka tunjuk. Semua demi melancarkan perang suci yang direncanakan oleh gereja. Semen
Rambut hitam nan panjang, menjuntai melewati dua sisi pundaknya. Mata merah darah yang mencolok dan mendominasi. Serta pakaian mewah kerajaan yang bertahtakan simbol phoenix merah. Wajahnya yang penuh luka, menambah kegarangan yang menutupi ketampanannya.Ciri khas dari Matias Theodor yang dikabarkan sumber dari kemalangan para calon tunangannya. Pangeran terkutuk yang tak pernah tahu bahwa sang raja menaruh hati terhadapnya. Tak pernah menyadari atau mendapatkan kasih sayang raja Theodor secara langsung bahkan hingga ajal menjemputnya.Pangeran malang dalam novel Saintess Love, kini sedang berdiri tepat di hadapanku dan kedua orang tua baruku. Count dan countess Audrey. Tanpa mengurangi rasa hormat, kami membungkuk menyambut pangeran Matias yang kala itu baru turun dari kereta kudanya.Pangeran Matias, ditemani oleh Duke rafael dan antek anteknya. Maksudku para prajurit istana yang dipilih oleh pihak gereja. Para prajurit yang turut andil dalam kesengsara
Hari terus berganti, Count Audrey dan Countess Aria kembali pulang setelah perjalanan bisnis mereka. Kereta yang mereka naiki, cukup mencolok untuk seorang keluarga Count. Mewah dan elegan saja, tak cukup untuk menggambarkan kereta yang mereka tunggangi. Seperti yang diharapkan dari seorang keluarga besar yang dikabarkan menjadi salah satu pondasi ekonomi kerajaan. Ukiran naga berlapis emas, terpampang jelas di badan kereta yang mereka naiki. Aku melihat semua pemandangan menakjubkan itu, dari balik jendela kamarku yang terletak di lantai dua mansion utama keluarga Audrey. Tok tok tok! Suara ketukan pintu terdengar di telingaku, membuatku secara reflek bertanya tanya akan siapa di balik pintu itu. Hingga akhirnya aku pun menyadari bahwa,tak ada orang lain yang berani mengetuk pintu kamarku selain gadis berambut biru itu. "Apakah itu kau, Lola?" tanyaku penasaran sembari mencoba memastikan. "Uhm, anu ... Tuan dan Nyonya ... ," Suara Lola terden
Pangeran Richard, Pangeran ketiga kerajaan Teodor yang mana merupakan putra dari sang raja dan selir kedua. Terkenal periang sejak kecil, namun berubah nakal sejak kematian ibunya. Perubahan sikapnya semakin menjadi ketika dia semakin dewasa. Entah kapan gereja menyematkan artefak Red Safir Necklace ke leher sang pangeran. Yang jelas sifatnya berubah drastis sejak kematian selir kedua. Kejahatan pangeran Richard tidak lebih dari penyiksaan orang yang membuatnya jengkel, serta perusakan properti para bangsawan kecil yang menggosip tentangnya. Tak pernah ada korban nyawa sama sekali, namun karena dia sering menyewa pembunuh bayaran hanya untuk memukuli penduduk tanpa alasan yang jelas, membuatnya terdengar kejam dan dirumorkan terbiasa membunuh setiap kali menjauh dari pengawalan prajurit. Meski prajurit yang bertugas menjadi pengawalnya kadang melakukan hal buruk yang diminta oleh pangeran, tapi mereka tak pernah setuju untuk menyiksa penduduk tanpa alasan yang jelas.
Setelah mengumpat kesal, aku telah bereinkarnasi menjadi Lilian Audrey. Calon tunangan pangeran ke empat yang ditakdirkan tewas di hari menuju acara pertunangannya yang begitu mendadak dan dipaksakan.bSejalan dengan alur novel yang mengorbankan hidup semua calon tunangan pangeran ke empat di hari ketika mereka menuju istana. Pelaku utama dibalik tewasnya calon tunangan pangeran ke empat ialah gereja dan putra mahkota yang secara tak langsung bekerja sama karena kebetulan memiliki tujuan yang sama. Menyebarkan rumor buruk tentang pangeran ke empat yang dikutuk tak dapat memiliki pendamping dan akan menjadi malapetaka bagi kerajaan. Demi untuk mencegahnya bebas meraih tahta. Berdasarkan cerita di novel Saintess Love yang kubaca, putra mahkota dan gereja akan mulai berselisih ketika gereja memutuskan untuk menikahkan pangeran keempat yang telah mereka kendalikan dengan Saintess yang mereka tunjuk. Semua demi melancarkan perang suci yang direncanakan oleh gereja. Semen
Matias Theodor, pangeran keempat yang ditakdirkan mati sebagai kambing hitam gereja. Jika mengikuti alur novelnya ... tak lama setelah Lilian tiada, gereja menyarankan raja untuk mengasingkan pangeran selama setahun penuh di dalam katedral suci tanpa boleh mengakses dunia luar sedikitpun. Tujuan palsu yang diungkapkan tentang pengasingan pangeran, yaitu untuk menyingkirkan nasib buruk pangeran Matias yang mana selalu ditinggal tewas para tunangannya. 'Padahal faktanya, mereka berniat mengendalikan pangeran!' Dalam novel diceritakan bahwa, Uskup Agung gereja mengalungkan artefak suci ke leher sang pangeran dengan dalih untuk menyucikan tubuhnya. Pangeran Matias yang tak tahu apa apa saat itu, menerimanya begitu saja tanpa menyadari efek buruk artefak tersebut. Artefak sihir yang digunakan untuk mengendalikan pangeran ke empat, berbentuk kalung hitam dengan bulatan bulatan batu safir merah di bagian tengahnya. Jika dilihat sekilas nampak seperti perhia
Undangan kerajaan merupakan hal yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Terutama bagi putri Count seperti Liliana. Semua karena keluarga Count tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk bertindak setara dengan keluarga kerajaan. Lola yang mendengar aku akan menolak dan tak melarikan diri, tentu saja panik hingga terus mencoba membujukku. Lola nampak enggan memenuhi perintahku mengirim balik undangan tersebut sembari menitipkan surat balasan yang telah kutulis dengan penuh kepercayaan. "Kau ini!" "Katanya mau terus bersamaku!" Aku menghela napas lalu pergi menuju ke ruang tamu. Lola yang sedari tadi menolak keras ideku hanya bisa mengikuti karena tak bisa mengubah pikiranku. Dalam wajahnya terlihat jelas bahwa dia ingin berkata, 'Jangan lakukan ini, Nona?' Seorang pria berseragam biru tosca dengan ornamen kuning keemasan di pundak dan di dekat saku bajunya memberi salam dengan sedikit menunduk dan menepuk pelan salah satu dadan
Saintess Love, novel fantasi romantis yang digemari begitu banyak orang. Alurnya yang sulit ditebak, menjadi daya tarik tersendiri. Banyak pembaca yang menjadi korban kejahilan Author, termasuk diriku.Di awal-awal novel, Sang Author sengaja membuat pembaca begitu membenci para tokoh antagonis dengan menceritakan keburukan mereka. Kemudian di saat-saat menjelang akhir hidup para tokoh antagonis, Sang Author baru menceritakan alasan tak terduga dibalik perbuatan setiap tokoh antagonis itu. Sialnya, semua alasan itu ... malah berhasil menjadikan semua pembaca termasuk diriku, bersimpati terhadap nasib para tokoh Antagonis. Parahnya, setiap kali kisahnya sudah berhasil menarik simpati pembaca, para tokoh antagonis itu pasti berakhir tewas di tangan putra mahkota. 'Jika memang ingin melenyapkan para tokoh antagonis, kenapa harus menceritakan kemalangan mereka sih!' Tak cukup sampai situ, kebencianku terhadap alur novelnya. Tentunya, fakta mengenai d