Saintess Love, novel fantasi romantis yang digemari begitu banyak orang. Alurnya yang sulit ditebak, menjadi daya tarik tersendiri. Banyak pembaca yang menjadi korban kejahilan Author, termasuk diriku.
Di awal-awal novel, Sang Author sengaja membuat pembaca begitu membenci para tokoh antagonis dengan menceritakan keburukan mereka. Kemudian di saat-saat menjelang akhir hidup para tokoh antagonis, Sang Author baru menceritakan alasan tak terduga dibalik perbuatan setiap tokoh antagonis itu.
Sialnya, semua alasan itu ... malah berhasil menjadikan semua pembaca termasuk diriku, bersimpati terhadap nasib para tokoh Antagonis. Parahnya, setiap kali kisahnya sudah berhasil menarik simpati pembaca, para tokoh antagonis itu pasti berakhir tewas di tangan putra mahkota.
'Jika memang ingin melenyapkan para tokoh antagonis, kenapa harus menceritakan kemalangan mereka sih!'
Tak cukup sampai situ, kebencianku terhadap alur novelnya. Tentunya, fakta mengenai dalang dibalik alasan tindakan buruk para tokoh antagonis dapat hidup nyaman hingga novelnya berakhir, menjadi kemarahan tersendiri bagi para pembaca sepertiku.
'Apa apaan akhir bahagia ini!'
'Kenapa penjahat yang sebenarnya malah dibiarkan hidup!'
'Bagaimana dengan nasib para tokoh antagonis yang gereja kambing hitamkan seperti pangeran keempat!'
'Padahal selain wajah mereka tampan, para tokoh antagonis itu sebenarnya memiliki hati serapuh kertas. Terutama pangeran keempat yang tak tahu apa itu artinya kasih sayang.'
'Dia terlahir tanpa seorang ibu disisinya, dan dibenci oleh sang raja karena dianggap menjadi alasan dibalik hilangnya nyawa sang ratu. Dikucilkan di kerajaannya sendiri, dan difitnah sebagai pembawa sial yang bisa membuat semua calon tunangannya tiada.'
Faktanya dalang dibalik tewas dan hilangnya tunangan tunangan pangeran ke empat adalah para petinggi gereja, putra mahkota dan bahkan pangeran ke tiga. Bukannya pangeran kedua yang tak mendambakan tahta, ataupun pangeran keempat yang menjadi boneka gereja. Sejak novel cinta Saintess berakhir tamat dengan akhir yang menyebalkan, para pembaca termasuk diriku menjadi kesal hingga mengutuk authornya!
"Andaikan aku bisa masuk ke dunia novel itu, akan ku rubah semua jalan cerita yang dibuat Author sialan itu!" Aku terus mengumpat sepanjang malam setelah membaca akhir novel Cinta Saintess.
Awalnya aku mengumpat hanya karena kesal dan terlalu terhanyut dalam cerita, tapi siapa sangka ... ucapan tak masuk akalku, kini malah benar benar terjadi. Aku yang hanya merupakan seorang budak perusahaan, tersadar di tubuh seorang calon tunangan pangeran keempat. Putri Count yang ditakdirkan tiada di tengah perjalanan menuju acara pertunangannya.
....Di sebuah cermin besar yang berbingkaikan emas, aku melihat wajah baruku. Mencubit wajah sambil bercermin untuk memastikan bahwa ini bukanlah sebuah mimpi. Rambut pirang sepanjang pinggang, mata emas yang menyerupai permata. Kulit putih semulus kulit bayi. Pakaian cantik berbordir lambang merak.
"Dari sekian banyak orang, kenapa harus Lilian Audrey!" Aku begitu frustrasi hingga berteriak cukup kencang. Tapi rasa frustasiku tak hanya berhenti disitu. Semuanya menjadi jelas ketika suara ketukan pintu mulai terdengar di telingaku.
"Maaf mengganggumu Nona. Ada surat yang dikirimkan khusus untukmu, dan suratnya dilindungi oleh segel kerajaan."
Dialog itu terdengar familiar di kepalaku. Ini adalah dialog saat pelayan Lilian datang membawakan sebuah surat perintah untuk bertunangan dengan pangeran ke empat. Surat dari kerajaan, yang menjadi awal menuju maut Lilian Audrey.
'Apa ini harinya!' Aku gemetar membayangkan kematianku di dalam dunia novel, jika mengikuti alurnya.
'Meskipun aku memang merasa kasihan terhadap pangeran keempat, bukankah waktunya terlalu mepet!'
'Bagaimana bisa aku lolos dari bendera kematianku yang akan terjadi besok!'
Aku begitu frustrasi, hingga tak menyadari bahwa pelayan Lilian sudah menerobos masuk tanpa seijinku. Membawakan surat berlambang kerajaan dengan wajah yang begitu khawatir. Kulit wajah yang nampak putih kecoklatan, rambut sepanjang bahu, serta mata indah sejernih dan sebiru lautan.
Lola wayn, pelayan pribadi Lilian Audrey yang sudah bersama dengan Lilian sejak kanak kanak. Keduanya begitu dekat hingga bisa dibilang saudara. Wajahnya nampak khawatir dan aku tahu betul apa yang ada dalam pikirannya sekarang.
"Berikan padaku suratnya!" Aku menerima surat dari kerajaan, lalu membukannya untuk memastikan. Sayangnya yang kupikirkan benar benar menjadi kenyataan.
'Datanglah ke istana besok, untuk bertunangan dengan pangeran ke empat!'
'Tertanda Raja Theodore!' Surat itu nampak dicap oleh lambang phoenix bertinta emas.
Terdapat tiga jenis tinta stempel kerajaan. Biru, merah dan emas. Lambang phoenix bertinta biru, digunakan untuk dokumen resmi kerajaan. Lambang Phoenix bertinta merah, digunakan untuk mengundang atau bernegosiasi dengan seseorang. Sementara tinta emas, menandakan sebuah dekrit kekaisaran.
"Dasar raja sialan, dari semua hari ... Kenapa dia harus mengirimkan suratnya sekarang!"
'Bukankah itu berrti bahwa aku akan tiada besok!' Aku begitu panik hingga melupakan keberadaan Lola. Lalu perlahan tersadar, saat pelayan itu memanggil namaku.
"No ... nona Lilian, apakah anda baik baik saja?"
Aku memberikan surat kerajaan kepadanya untuk melihat reaksinya.
"Ini ... "
Tubuhnya yang mungil nampak gemetar setelah kulemparkan pesan kerajaan yang telah selesai kubaca. Tampak jelas bahwa Lola begitu terkejut akan isi suratnya. Bagaimanapun dia sudah menganggap Lilian sebagai saudaranya sendiri. Melihat Lilian diminta untuk bertunangan dengan pangeran ke empat yang terkenal akan rumor nasib buruknya, tentu saja dia langsung panik.
Dekrit kekaisaran tak boleh ditolak begitu saja, jika tidak seluruh keluarga akan dimusnahkan. Tapi bertunangan dengan pangeran ke empat juga sama saja. Karena semua calon tunangan sebelum diriku, dikabarkan tewas setiap kali hendak berkunjung ke istana.
Lola tahu betul bahwa, jalan apapun yang kupilih maka kematian tetap akan menghampiriku. Jadi wajar saja jika dia bereaksi sepanik dan setakut itu.
"Ke ... kenapa harus pengeran ke empat?"
"Bukankah ini sama saja dengan meminta Nonaku mati!" Lola menjatuhkan dirinya hingga duduk menyentuh lantai dengan tubuh yang sesekali gemetar karena saking syoknya.Bagaimana bisa dia tak merasa syok? Nona yang dia sayangi seperti saudaranya sendiri, malah ditakdirkan tiada tak lama lagi. Meskipun dalam suratnya terlampir bahwa kerajaan ingin agar aku bertunangan dengan pangeran ke empat, tapi fakta bahwa kebanyakan dari tunangan tunangan sebelumku tewas di tengah perjalanan menuju istana kan tak mungkin diabaikan!
"Kau harus lari bersamaku, Nona!"
"Hidupmu lebih penting dari pada semuanya!"
"Meski keluarga Audrey mungkin dihancurkan, setidaknya dengan kabur bersamaku masih ada kemungkinan kita akan bisa tetap hidup!" Lola berusaha membujukku seperti apa yang dia lakukan di dalam novel Cinta Saintess.
Sayangnya Lilian di dalam Novel berkata tidak karena tak ingin mengorbankan keluarganya. Begitupun diriku. Aku menolak untuk lari, karena itu bukanlah sebuah solusi. Akan tetapi, bersikap patuh seperti Lilian juga bukan sebuah solusi.
Lilian dalam novel bersikap patuh terhadap perintah raja hingga mau pergi bersama utusan kerajaan besok. Tanpa memberi tahu orang tuanya yang saat ini sedang melakukan perjalanan bisnis, dan berakhir tiada karena keputusan terburu burunya. Lilian tahu betul kalau dia mungkin akan tiada, tapi tetap pergi demi untuk melindungi keluarga Audrey. Sayangnya pengorbanan Lilian tetaplah sia-sia. Semua karena keluarga Audrey tetap dibantai ketika mencoba menuntut keadilan atas kehilangan putri mereka.
'Tentu saja aku tak mau mengikuti alur menyedihkan itu!'
'Jangan harap pembaca ini akan mengikuti alur yang kau inginkan, Author Nim!'
'Jangan khawatir, Lilian!'
'Aku akan mencegah kehancuran keluargamu! Karena mulai sekarang akulah dirimu!'
'Akan kupastikan semuanya berjalan diluar kehendak sang Author!'
Aku begitu antusias saat larut dalam lamunanku, sementara Lola menjadi begitu khawatir karena melihat tingkahku yang nampak tak biasa.
"No ... Nona, kenapa kau malah tersenyum di saat seperti ini?"
"Ayo kita pergi sekarang!" Lola meraih tanganku dengan tampang yang begitu khawatir.
Tentunya aku tak menerima saran Lola. Karena anjurannya hanya mengantarkanku ke bendera kematian. Bagaimanapun juga, Duke yang menjadi utusan raja saat ini pasti sudah menyebarkan pasukannya untuk mencegah diriku kabur.
'Bicara soal Duke, kalau tak salah ... Dia adalah mata-mata dari gereja. Orang yang turut andil dalam rumor buruk dan kemalangan yang menimpa pangeran ke empat.'
'Berdasarkan cerita novelnya, seharusnya saat ini gereja belum mengalungkan artefak pengendali jiwa padanya kan?'
'Jika aku berhasil selamat dari bendera kematianku dan mendekati pangeran ke empat, maka bukankah hidupnya tak akan dikendalikan oleh gereja?' Sekali lagi aku tenggelam dalam lamunanku. Mengabaikan Lola yang sejak tadi mencoba untuk menarik pergi diriku.
"Ayolah Nona!"
"Nyawamu lebih penting dari apapun!" Lola terus bersi keras mengajakku lari dari rumah. Tapi aku terus melawan kehendaknya hingga berkata, "Aku tak akan pergi denganmu!"
Lola nampak terkejut saat mendengar jawaban dariku. "Kalau begitu biarkan aku ikut denganmu besok!" Lola berusaha bersikap tegar mengikuti keputusan Nonanya. Sayangnya aku bukanlah Lilian, jadi aku tak akan bersikap sepertinya.
'Meski perintah raja adalah mutlak, bukankah tidak pergi besok adalah keputusan yang tepat!'
'Setidaknya aku tak akan langsung mati besok, dan bisa mencegah kematian orang tua Lilian yang ditakdirkan mati oleh putra mahkota sialan itu!'
...
"A ... Apa yang kau ucapkan barusan Nona!"
"Bagaimana bisa Anda memutuskan untuk tetap pergi!"
"Kau akan tiada jika pergi ke istana bersama Duke besok!" Lola meninggikan suaranya karena begitu terkejut akan keputusanku.
Lola pasti sudah menduga keputusan ini, bagaimanapun Lilian dikenal sebagai pribadi yang begitu berbakti. Mana mungkin dia mau mengorbankan keluarganya hanya demi menyelamatkan hidupnya sendiri.
'Jangan khawatir Lola, aku tak akan mati semudah itu. Lagi pula yang harusnya mati adalah uskup gereja dan putra mahkota!'
Aku menyembunyikan rasa benciku terhadap tindakan putra mahkota sebelum mengenal Saintess Sophia. Bukankah wajar jika aku membenci orang yang menjadi penyebab kematianku dan kematian orang tua baruku?
"Aku tak akan kabur, atau pun pergi ke acara pertunangan besok!" Aku bersikap tegas tanpa keraguan sedikitpun. Membingungkan Lola yang sedari tadi menghawatirkan diriku.
"Ji ... Jika kau tidak pergi kemanapun, bukankah istana akan memusnahkan keluarga Audrey!"
Lola berteriak panik, karena alasan yang masuk akal. Sementara aku masih tetap tenang karena sudah mengetahui segalanya.
'Selagi ingatan tentang novel Saintess Love yang telah kubaca masih ada, memangnya ada yang bisa menakutiku?'
"Jika kita kabur, kau pikir orang orang Duke akan diam saja?" Aku menatap Lola dengan dingin. Dia pun segera menyadari bahwa Duke bukanlah orang yang sederhana, dia tak pernah bertindak sendiri. Kemungkinan besar, saat ini dia pasti sudah menyuruh orang-orangnya untuk mengawasi semua gerak gerik kami dari jauh.
"Lalu apa yang harus kita lakukan?" Lola menunduk bingung. Tubuhnya terus gemetar karena membayangkan kematian yang sedang menunggu di masa depan.
"Jangan khawatir, aku tahu apa yang sedang ku lakukan sekarang."
'Meski Duke memiliki pengaruh kuat, dia tak bisa memutuskan untuk menghabisiku. Bagaimanapun raja tak menuliskan ancaman yang jelas dalam suratnya jika aku menolak permintaan untuk datang ke istana besok.'
Orang awam mungkin berpikir bahwa menolak dekrit sama saja dengan mencari mati. Sayangnya aku bukanlah orang awam yang tahu betul sela dari dekrit ini. Selagi tak ada tulisan jelas berupa ancaman kematian apabila menolak, asalkan aku beralasan dengan alasan yang masuk akal. Duke tak dapat menghukumku menghukumku tanpa memberi tahu jawabanku kepada raja terlebih dulu.
'Kau mungkin bisa menipu dan mengendalikan hidup begitu banyak orang.'
'Namun itu tak berlaku untukku!'
'Karena aku tahu begitu banyak hal melalui novel Saintess Love!'
'Sambil menunggu kedatangan orangtuaku, dan kedatangan ajudan raja beserta prajurit yang mungkin datang lagi atas perintah raja. Entah untuk menghukumku atau merespon baik balasan dariku. Akan kubuat jalan keluarku sendiri!'
Undangan kerajaan merupakan hal yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Terutama bagi putri Count seperti Liliana. Semua karena keluarga Count tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk bertindak setara dengan keluarga kerajaan. Lola yang mendengar aku akan menolak dan tak melarikan diri, tentu saja panik hingga terus mencoba membujukku. Lola nampak enggan memenuhi perintahku mengirim balik undangan tersebut sembari menitipkan surat balasan yang telah kutulis dengan penuh kepercayaan. "Kau ini!" "Katanya mau terus bersamaku!" Aku menghela napas lalu pergi menuju ke ruang tamu. Lola yang sedari tadi menolak keras ideku hanya bisa mengikuti karena tak bisa mengubah pikiranku. Dalam wajahnya terlihat jelas bahwa dia ingin berkata, 'Jangan lakukan ini, Nona?' Seorang pria berseragam biru tosca dengan ornamen kuning keemasan di pundak dan di dekat saku bajunya memberi salam dengan sedikit menunduk dan menepuk pelan salah satu dadan
Matias Theodor, pangeran keempat yang ditakdirkan mati sebagai kambing hitam gereja. Jika mengikuti alur novelnya ... tak lama setelah Lilian tiada, gereja menyarankan raja untuk mengasingkan pangeran selama setahun penuh di dalam katedral suci tanpa boleh mengakses dunia luar sedikitpun. Tujuan palsu yang diungkapkan tentang pengasingan pangeran, yaitu untuk menyingkirkan nasib buruk pangeran Matias yang mana selalu ditinggal tewas para tunangannya. 'Padahal faktanya, mereka berniat mengendalikan pangeran!' Dalam novel diceritakan bahwa, Uskup Agung gereja mengalungkan artefak suci ke leher sang pangeran dengan dalih untuk menyucikan tubuhnya. Pangeran Matias yang tak tahu apa apa saat itu, menerimanya begitu saja tanpa menyadari efek buruk artefak tersebut. Artefak sihir yang digunakan untuk mengendalikan pangeran ke empat, berbentuk kalung hitam dengan bulatan bulatan batu safir merah di bagian tengahnya. Jika dilihat sekilas nampak seperti perhia
Setelah mengumpat kesal, aku telah bereinkarnasi menjadi Lilian Audrey. Calon tunangan pangeran ke empat yang ditakdirkan tewas di hari menuju acara pertunangannya yang begitu mendadak dan dipaksakan.bSejalan dengan alur novel yang mengorbankan hidup semua calon tunangan pangeran ke empat di hari ketika mereka menuju istana. Pelaku utama dibalik tewasnya calon tunangan pangeran ke empat ialah gereja dan putra mahkota yang secara tak langsung bekerja sama karena kebetulan memiliki tujuan yang sama. Menyebarkan rumor buruk tentang pangeran ke empat yang dikutuk tak dapat memiliki pendamping dan akan menjadi malapetaka bagi kerajaan. Demi untuk mencegahnya bebas meraih tahta. Berdasarkan cerita di novel Saintess Love yang kubaca, putra mahkota dan gereja akan mulai berselisih ketika gereja memutuskan untuk menikahkan pangeran keempat yang telah mereka kendalikan dengan Saintess yang mereka tunjuk. Semua demi melancarkan perang suci yang direncanakan oleh gereja. Semen
Pangeran Richard, Pangeran ketiga kerajaan Teodor yang mana merupakan putra dari sang raja dan selir kedua. Terkenal periang sejak kecil, namun berubah nakal sejak kematian ibunya. Perubahan sikapnya semakin menjadi ketika dia semakin dewasa. Entah kapan gereja menyematkan artefak Red Safir Necklace ke leher sang pangeran. Yang jelas sifatnya berubah drastis sejak kematian selir kedua. Kejahatan pangeran Richard tidak lebih dari penyiksaan orang yang membuatnya jengkel, serta perusakan properti para bangsawan kecil yang menggosip tentangnya. Tak pernah ada korban nyawa sama sekali, namun karena dia sering menyewa pembunuh bayaran hanya untuk memukuli penduduk tanpa alasan yang jelas, membuatnya terdengar kejam dan dirumorkan terbiasa membunuh setiap kali menjauh dari pengawalan prajurit. Meski prajurit yang bertugas menjadi pengawalnya kadang melakukan hal buruk yang diminta oleh pangeran, tapi mereka tak pernah setuju untuk menyiksa penduduk tanpa alasan yang jelas.
Hari terus berganti, Count Audrey dan Countess Aria kembali pulang setelah perjalanan bisnis mereka. Kereta yang mereka naiki, cukup mencolok untuk seorang keluarga Count. Mewah dan elegan saja, tak cukup untuk menggambarkan kereta yang mereka tunggangi. Seperti yang diharapkan dari seorang keluarga besar yang dikabarkan menjadi salah satu pondasi ekonomi kerajaan. Ukiran naga berlapis emas, terpampang jelas di badan kereta yang mereka naiki. Aku melihat semua pemandangan menakjubkan itu, dari balik jendela kamarku yang terletak di lantai dua mansion utama keluarga Audrey. Tok tok tok! Suara ketukan pintu terdengar di telingaku, membuatku secara reflek bertanya tanya akan siapa di balik pintu itu. Hingga akhirnya aku pun menyadari bahwa,tak ada orang lain yang berani mengetuk pintu kamarku selain gadis berambut biru itu. "Apakah itu kau, Lola?" tanyaku penasaran sembari mencoba memastikan. "Uhm, anu ... Tuan dan Nyonya ... ," Suara Lola terden
Rambut hitam nan panjang, menjuntai melewati dua sisi pundaknya. Mata merah darah yang mencolok dan mendominasi. Serta pakaian mewah kerajaan yang bertahtakan simbol phoenix merah. Wajahnya yang penuh luka, menambah kegarangan yang menutupi ketampanannya.Ciri khas dari Matias Theodor yang dikabarkan sumber dari kemalangan para calon tunangannya. Pangeran terkutuk yang tak pernah tahu bahwa sang raja menaruh hati terhadapnya. Tak pernah menyadari atau mendapatkan kasih sayang raja Theodor secara langsung bahkan hingga ajal menjemputnya.Pangeran malang dalam novel Saintess Love, kini sedang berdiri tepat di hadapanku dan kedua orang tua baruku. Count dan countess Audrey. Tanpa mengurangi rasa hormat, kami membungkuk menyambut pangeran Matias yang kala itu baru turun dari kereta kudanya.Pangeran Matias, ditemani oleh Duke rafael dan antek anteknya. Maksudku para prajurit istana yang dipilih oleh pihak gereja. Para prajurit yang turut andil dalam kesengsara
Rambut hitam nan panjang, menjuntai melewati dua sisi pundaknya. Mata merah darah yang mencolok dan mendominasi. Serta pakaian mewah kerajaan yang bertahtakan simbol phoenix merah. Wajahnya yang penuh luka, menambah kegarangan yang menutupi ketampanannya.Ciri khas dari Matias Theodor yang dikabarkan sumber dari kemalangan para calon tunangannya. Pangeran terkutuk yang tak pernah tahu bahwa sang raja menaruh hati terhadapnya. Tak pernah menyadari atau mendapatkan kasih sayang raja Theodor secara langsung bahkan hingga ajal menjemputnya.Pangeran malang dalam novel Saintess Love, kini sedang berdiri tepat di hadapanku dan kedua orang tua baruku. Count dan countess Audrey. Tanpa mengurangi rasa hormat, kami membungkuk menyambut pangeran Matias yang kala itu baru turun dari kereta kudanya.Pangeran Matias, ditemani oleh Duke rafael dan antek anteknya. Maksudku para prajurit istana yang dipilih oleh pihak gereja. Para prajurit yang turut andil dalam kesengsara
Hari terus berganti, Count Audrey dan Countess Aria kembali pulang setelah perjalanan bisnis mereka. Kereta yang mereka naiki, cukup mencolok untuk seorang keluarga Count. Mewah dan elegan saja, tak cukup untuk menggambarkan kereta yang mereka tunggangi. Seperti yang diharapkan dari seorang keluarga besar yang dikabarkan menjadi salah satu pondasi ekonomi kerajaan. Ukiran naga berlapis emas, terpampang jelas di badan kereta yang mereka naiki. Aku melihat semua pemandangan menakjubkan itu, dari balik jendela kamarku yang terletak di lantai dua mansion utama keluarga Audrey. Tok tok tok! Suara ketukan pintu terdengar di telingaku, membuatku secara reflek bertanya tanya akan siapa di balik pintu itu. Hingga akhirnya aku pun menyadari bahwa,tak ada orang lain yang berani mengetuk pintu kamarku selain gadis berambut biru itu. "Apakah itu kau, Lola?" tanyaku penasaran sembari mencoba memastikan. "Uhm, anu ... Tuan dan Nyonya ... ," Suara Lola terden
Pangeran Richard, Pangeran ketiga kerajaan Teodor yang mana merupakan putra dari sang raja dan selir kedua. Terkenal periang sejak kecil, namun berubah nakal sejak kematian ibunya. Perubahan sikapnya semakin menjadi ketika dia semakin dewasa. Entah kapan gereja menyematkan artefak Red Safir Necklace ke leher sang pangeran. Yang jelas sifatnya berubah drastis sejak kematian selir kedua. Kejahatan pangeran Richard tidak lebih dari penyiksaan orang yang membuatnya jengkel, serta perusakan properti para bangsawan kecil yang menggosip tentangnya. Tak pernah ada korban nyawa sama sekali, namun karena dia sering menyewa pembunuh bayaran hanya untuk memukuli penduduk tanpa alasan yang jelas, membuatnya terdengar kejam dan dirumorkan terbiasa membunuh setiap kali menjauh dari pengawalan prajurit. Meski prajurit yang bertugas menjadi pengawalnya kadang melakukan hal buruk yang diminta oleh pangeran, tapi mereka tak pernah setuju untuk menyiksa penduduk tanpa alasan yang jelas.
Setelah mengumpat kesal, aku telah bereinkarnasi menjadi Lilian Audrey. Calon tunangan pangeran ke empat yang ditakdirkan tewas di hari menuju acara pertunangannya yang begitu mendadak dan dipaksakan.bSejalan dengan alur novel yang mengorbankan hidup semua calon tunangan pangeran ke empat di hari ketika mereka menuju istana. Pelaku utama dibalik tewasnya calon tunangan pangeran ke empat ialah gereja dan putra mahkota yang secara tak langsung bekerja sama karena kebetulan memiliki tujuan yang sama. Menyebarkan rumor buruk tentang pangeran ke empat yang dikutuk tak dapat memiliki pendamping dan akan menjadi malapetaka bagi kerajaan. Demi untuk mencegahnya bebas meraih tahta. Berdasarkan cerita di novel Saintess Love yang kubaca, putra mahkota dan gereja akan mulai berselisih ketika gereja memutuskan untuk menikahkan pangeran keempat yang telah mereka kendalikan dengan Saintess yang mereka tunjuk. Semua demi melancarkan perang suci yang direncanakan oleh gereja. Semen
Matias Theodor, pangeran keempat yang ditakdirkan mati sebagai kambing hitam gereja. Jika mengikuti alur novelnya ... tak lama setelah Lilian tiada, gereja menyarankan raja untuk mengasingkan pangeran selama setahun penuh di dalam katedral suci tanpa boleh mengakses dunia luar sedikitpun. Tujuan palsu yang diungkapkan tentang pengasingan pangeran, yaitu untuk menyingkirkan nasib buruk pangeran Matias yang mana selalu ditinggal tewas para tunangannya. 'Padahal faktanya, mereka berniat mengendalikan pangeran!' Dalam novel diceritakan bahwa, Uskup Agung gereja mengalungkan artefak suci ke leher sang pangeran dengan dalih untuk menyucikan tubuhnya. Pangeran Matias yang tak tahu apa apa saat itu, menerimanya begitu saja tanpa menyadari efek buruk artefak tersebut. Artefak sihir yang digunakan untuk mengendalikan pangeran ke empat, berbentuk kalung hitam dengan bulatan bulatan batu safir merah di bagian tengahnya. Jika dilihat sekilas nampak seperti perhia
Undangan kerajaan merupakan hal yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Terutama bagi putri Count seperti Liliana. Semua karena keluarga Count tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk bertindak setara dengan keluarga kerajaan. Lola yang mendengar aku akan menolak dan tak melarikan diri, tentu saja panik hingga terus mencoba membujukku. Lola nampak enggan memenuhi perintahku mengirim balik undangan tersebut sembari menitipkan surat balasan yang telah kutulis dengan penuh kepercayaan. "Kau ini!" "Katanya mau terus bersamaku!" Aku menghela napas lalu pergi menuju ke ruang tamu. Lola yang sedari tadi menolak keras ideku hanya bisa mengikuti karena tak bisa mengubah pikiranku. Dalam wajahnya terlihat jelas bahwa dia ingin berkata, 'Jangan lakukan ini, Nona?' Seorang pria berseragam biru tosca dengan ornamen kuning keemasan di pundak dan di dekat saku bajunya memberi salam dengan sedikit menunduk dan menepuk pelan salah satu dadan
Saintess Love, novel fantasi romantis yang digemari begitu banyak orang. Alurnya yang sulit ditebak, menjadi daya tarik tersendiri. Banyak pembaca yang menjadi korban kejahilan Author, termasuk diriku.Di awal-awal novel, Sang Author sengaja membuat pembaca begitu membenci para tokoh antagonis dengan menceritakan keburukan mereka. Kemudian di saat-saat menjelang akhir hidup para tokoh antagonis, Sang Author baru menceritakan alasan tak terduga dibalik perbuatan setiap tokoh antagonis itu. Sialnya, semua alasan itu ... malah berhasil menjadikan semua pembaca termasuk diriku, bersimpati terhadap nasib para tokoh Antagonis. Parahnya, setiap kali kisahnya sudah berhasil menarik simpati pembaca, para tokoh antagonis itu pasti berakhir tewas di tangan putra mahkota. 'Jika memang ingin melenyapkan para tokoh antagonis, kenapa harus menceritakan kemalangan mereka sih!' Tak cukup sampai situ, kebencianku terhadap alur novelnya. Tentunya, fakta mengenai d