Matias Theodor, pangeran keempat yang ditakdirkan mati sebagai kambing hitam gereja. Jika mengikuti alur novelnya ... tak lama setelah Lilian tiada, gereja menyarankan raja untuk mengasingkan pangeran selama setahun penuh di dalam katedral suci tanpa boleh mengakses dunia luar sedikitpun.
Tujuan palsu yang diungkapkan tentang pengasingan pangeran, yaitu untuk menyingkirkan nasib buruk pangeran Matias yang mana selalu ditinggal tewas para tunangannya. 'Padahal faktanya, mereka berniat mengendalikan pangeran!'
Dalam novel diceritakan bahwa, Uskup Agung gereja mengalungkan artefak suci ke leher sang pangeran dengan dalih untuk menyucikan tubuhnya. Pangeran Matias yang tak tahu apa apa saat itu, menerimanya begitu saja tanpa menyadari efek buruk artefak tersebut. Artefak sihir yang digunakan untuk mengendalikan pangeran ke empat, berbentuk kalung hitam dengan bulatan bulatan batu safir merah di bagian tengahnya.
Jika dilihat sekilas nampak seperti perhiasan biasa, tapi nyatanya artefak itu memiliki efek khusus yang sangat merugikan pemakainya. Efek buruk artefak Red Safir Necklace, hanya dirasakan oleh pemakainya, sementara yang memakaikan artefak tersebut ke pihak lain malah mendapatkan keuntungan. Tak memerlukan mantra atau apapun, pemakai kalung akan mematuhi orang yang memakaikan kalung tersebut padanya. Tak peduli betapa anehnya perintah tersebut, bahkan jika diminta untuk mati sekalipun.
Jika sang pangeran berhasil menjadi boneka gereja, dia tak akan bisa jauh jauh dari sang Uskup. Meski pikirannya masih berada dalam kendalinya, namun fisiknya tidak demikian. Inilah yang mengakibatkan Matias dijuliki pangeran boneka oleh para pembaca termasuk diriku. Tak hanya dapat mengendalikan fisik pemakainya, Artefak suci Red safir necklace juga dapat lenyap dari pandangan semua orang dan tak dapat disentuh oleh pihak lain selain sang Uskup atau orang orang berkekuatan suci seperti Saintess.
Jika mengikuti alurnya, tak lama setelah Lilian tiada ... Rafael yang mana merupakan mata mata gereja, menganjurkan kepada sang raja agar menikahkan pangeran ke empat dengan seorang yang ditunjuk sebagai Saintess. Sayangnya Saintess akan dibawa kabur oleh orang orang putra mahkota, karena takut tahtanya tergeser oleh pangeran ke empat yang nantinya mendapat dukungan dari Saintess.
Saat gereja mengetahui bahwa Saintess mereka telah dibawa pergi perampok, Uskup Agung memberi perintah untuk menggeledah semua kediaman termasuk istana. Sialnya putra mahkota malah meninggalkan bukti palsu ke pangeran ketiga yang terkenal suka mabuk mabukan dan menyewa tukang pukul untuk menyiksa siapapun yang berani mengganggu kesenangannya. Atau itulah yang terlihat di awal kemunculan hingga akhir hayatnya.
Faktanya saat novel menuju bagian akhir, sang penulis menjelaskan bahwa tak hanya pangeran ke empat yang dikendalikan oleh uskup agung dengan Artefak Red Safir Necklace. Akan tetapi, semua tokoh antagonis novel selain putra mahkota.
Dengan kata lain, semua tindakan para tokoh antagonis itu, bukan sepenuhnya keinginan mereka. Uskup Agung Gerejalah yang seharusnya menerima hukuman gantung! Karena aku telah berada di sini menggantikan Lilian Audrey, akan kukacaukan semua rencana gereja agar para tokoh Antagonis itu bisa selamat dari hukuman putra mahkota!
.....
Setelah memikirkan begitu banyak hal, aku meminta Lola untuk mengembalikan semua pakaian yang telah dia kemas untuk persiapan melarikan diri. Ketika Lola selesai mengembalikan pakaian kami ke tempat semula, aku meminta Lola untuk menyiapkan sebuah kereta. Tentunya Lola yang sejak tadi meminta untuk pergi dari rumah, segera pergi tanpa bertanya akan kemana. Jika dia tahu bahwa aku ingin menyiapkan gaun pertunangan, kira kira bagaimana ya responnya?"Keretanya sudah siap nona!" Lola bergegas kembali setelah berlari tanpa henti. Wajahnya terlihat penuh keringat, sementara napasnya sedikit tersenggal senggal.
"Kerja bagus!" Aku menepuk pelan pundak Lola, lalu pergi menuju pintu keluar.
Sebelum sampai di puar mansion, aku di sambut oleh prajurit yang ditugaskan oleh Count untuk menjaga rumah. Tentunya tak hanya ada satu prajurit yang bekerja dirumah seorang Count, namun saat ini aku hanya menemui dua orang yang berjaga tepat di depan pintu.
Sembari memberi hormat, keduanya membungkuk pelan dan berkata, "Selamat sore, Milady."
"Jika boleh bertanya bisakah anda mengatakan akan pergi ke mana?" Keduanya bertanya secara bergantian. Dengan tatapan penuh penasaran karena seingat mereka, aku paling benci bepergian ke luar mansion.
"Aku ingin mencari desainer untuk pertunanganku, kalau bisa tolong kawal kami," Aku tersenyum tulus, sementara kedua prajurit yang awalnya kebingungan hanya perlahan mengerti saat mendengar kata pertunangan.
"Apa ini berkaitan dengan kehadiran Duke?" Prajurit berbadan agak gempal bertanya dengan penasaran. Sementara prajurit berbadan ideal di sampingnya, hanya terdiam sembari menyikut kawannya.
'Kau pikir apa yang sedang kau tanyakan!' Mungkin itulah yang sedang prajurit itu pikirkan saat ini.
"Bukankah Nona sudah menolak pertunangannya?" Lola memotong pembicaraan karena bingung akan keputusanku. Sementara aku, hanya menjawab dengan santainya.
"Kata siapa?"
"Aku hanya meminta untuk menundanya kok!" Lola terdiam sejenak karena bingung akan keputusanku.
"Kau tahu kalau aku tak mungkin memilih jalan yang membahayakan keluarga Audrey bukan?" Lola mengangguk menanggapi pertanyaanku.
"Maka ikuti dan turuti saja keputusanku. Oh iya, bisakah Anda memandu kami, Sir Gilbert?" Aku tersenyum dengan ramah, berusaha untuk mendapatkan persetujuan prajurit Count yang diberi perintah untuk menjaga mansion.
"Karena Anda tak memiliki prajurit pribadi, maka sudah sewajarnya bagi saya mengawal Anda." Sir Gilbert memberi salam dengan hormat. Lalu memberiku bantuan untuk naik ke atas kereta kuda.
....
Mengingat jarak antara istana dan County berjarak tiga hari, aku memiliki waktu yang cukup untuk menyiapkan pakaianku. Tak perlu pakaian mewah, cukup pakaian yang sudah jadi dan nyaman untuk dipakai.
"Perlu berminggu minggu untuk menyiapkan sebuah gaun mewah, apa Nona benar benar ingin mencarinya sekarang?" Lola menatapku yang duduk di sebrangnya.
"Kata siapa kalau kita perlu gaun mewah dan mahal?"
"Cukup pilih saja gaun yang sederhana, jika pangeran merasa terhina akan persiapanku maka dia harus memikirkan keputusan gila ayahnya itu!"
Aku mengumpat kesal sembari menyinggung rencana gila Raja yang memintaku bertunangan hanya dalam jangka waktu satu hari. Bukan salahku jika memakai pakaian seadanya kan?
"No ... Nona!"
"Kenapa kau jadi suka mengumpat seperti ini?"
"Bagaimana jika ada keluarga kerajaan yang dengar!" Lola nampak panik hingga menutup paksa mulutku yang terus menjelek jelekkan kebijakan Raja. Sementara diriku, terus mencoba melampiaskan kekesalanku.
....
Setelah aku terlihat tenang, Lola segera melepas telapak tangannya.
"Geezz, kau ini terlalu kaku Lola!"
"Kan gak ada orang lain di dekat kita!" Aku mengumpat kesal terhadap Lola yang kerap kali membatasi caraku berbicara. Wajahnya yang panik nampak jelas bahwa dia sedang memikirkan sesuatu. Jika tebakanku benar, maka Lola saat ini sedang ingin berkata, 'Apa yang terjadi dengan Nonaku yang tenang dan pemalu!'
Lola terus menatapku sembari sesekali menghela napasnya. "Huft, kenapa kita tidak kabur saja sih?"
"Pangeran keempat kan terkenal kejam terhadap orang orang di sekitarnya, dia juga memiliki kutukan yang akan menewaskan setiap wanita yang terikat dengannya." Lola terus mengeluh sembari sesekali melihat ke arahku.
Ucapan Lola mungkin cukup menghawatirkan, namun semua itu tidak lebih dari hanya sekedar rumor yang disebarkan oleh pangeran ketiga. Sedangkan dalang utama dibalik tindakan pangeran ke tiga ialah Uskup Agung yang diam diam mengendalikan tindakannya dengan memanfaatkan relik Red Safir Necklace.
'Tindakan gereja demi mendapat kendali atas pangeran ke empat benar benar membuatku jengkel!' Semua mereka lakukan hanya karena takut akan wahyu tuhan yang berkata bahwa ratu akan melahirkan seorang pangeran yang bisa merubah kerajaan.
Mereka berpikir jika pangeran ke empat berada di tangan kerajaan, maka gereja mungkin akan kehilangan pengaruhnya. Kemudian rencana gereja untuk melakukan perang suci, tak akan pernah terlaksana.
'Dasar Uskup Sialan, kenapa tak adayang berani menentang keputusan buruknya sih!'
'Jangan bilang kalau seluruh pendeta dan petinggi gereja juga dikalungkan artefak sialan itu!' pikirku sembari mengepal erat kedua tangan. Meski tidak dijelaskan secara rinci, di dalam novel diceritakan bahwa ada orang yang mengetahui letak Artefak penangkal Red Safir Necklace di sekitar wilayah County.
Orang itu merupakan seorang perancang busana yang dipilih Saintess saat menjelang pertunangannya dengan putra mahkota. Dia memberi artefak itu secara gratis hanya karena Saintess menolongnya dari bisnis pakaian yang hampir bangkrut. Karena itulah aku bersi bersi keras untuk pergi keluar mansion.
Aku akan memanfaatkan informasi ini untuk merebut artefak Saintess yang berhasil membuat Uskup Agung menyerah untuk mengendalikan putra mahkota. 'Lihat saja, akan kukacaukan alur novel ini. Mwehehehehh!' Aku menyeringai jahat tanpa memedulikan keberadaan Lola.
Setelah mengumpat kesal, aku telah bereinkarnasi menjadi Lilian Audrey. Calon tunangan pangeran ke empat yang ditakdirkan tewas di hari menuju acara pertunangannya yang begitu mendadak dan dipaksakan.bSejalan dengan alur novel yang mengorbankan hidup semua calon tunangan pangeran ke empat di hari ketika mereka menuju istana. Pelaku utama dibalik tewasnya calon tunangan pangeran ke empat ialah gereja dan putra mahkota yang secara tak langsung bekerja sama karena kebetulan memiliki tujuan yang sama. Menyebarkan rumor buruk tentang pangeran ke empat yang dikutuk tak dapat memiliki pendamping dan akan menjadi malapetaka bagi kerajaan. Demi untuk mencegahnya bebas meraih tahta. Berdasarkan cerita di novel Saintess Love yang kubaca, putra mahkota dan gereja akan mulai berselisih ketika gereja memutuskan untuk menikahkan pangeran keempat yang telah mereka kendalikan dengan Saintess yang mereka tunjuk. Semua demi melancarkan perang suci yang direncanakan oleh gereja. Semen
Pangeran Richard, Pangeran ketiga kerajaan Teodor yang mana merupakan putra dari sang raja dan selir kedua. Terkenal periang sejak kecil, namun berubah nakal sejak kematian ibunya. Perubahan sikapnya semakin menjadi ketika dia semakin dewasa. Entah kapan gereja menyematkan artefak Red Safir Necklace ke leher sang pangeran. Yang jelas sifatnya berubah drastis sejak kematian selir kedua. Kejahatan pangeran Richard tidak lebih dari penyiksaan orang yang membuatnya jengkel, serta perusakan properti para bangsawan kecil yang menggosip tentangnya. Tak pernah ada korban nyawa sama sekali, namun karena dia sering menyewa pembunuh bayaran hanya untuk memukuli penduduk tanpa alasan yang jelas, membuatnya terdengar kejam dan dirumorkan terbiasa membunuh setiap kali menjauh dari pengawalan prajurit. Meski prajurit yang bertugas menjadi pengawalnya kadang melakukan hal buruk yang diminta oleh pangeran, tapi mereka tak pernah setuju untuk menyiksa penduduk tanpa alasan yang jelas.
Hari terus berganti, Count Audrey dan Countess Aria kembali pulang setelah perjalanan bisnis mereka. Kereta yang mereka naiki, cukup mencolok untuk seorang keluarga Count. Mewah dan elegan saja, tak cukup untuk menggambarkan kereta yang mereka tunggangi. Seperti yang diharapkan dari seorang keluarga besar yang dikabarkan menjadi salah satu pondasi ekonomi kerajaan. Ukiran naga berlapis emas, terpampang jelas di badan kereta yang mereka naiki. Aku melihat semua pemandangan menakjubkan itu, dari balik jendela kamarku yang terletak di lantai dua mansion utama keluarga Audrey. Tok tok tok! Suara ketukan pintu terdengar di telingaku, membuatku secara reflek bertanya tanya akan siapa di balik pintu itu. Hingga akhirnya aku pun menyadari bahwa,tak ada orang lain yang berani mengetuk pintu kamarku selain gadis berambut biru itu. "Apakah itu kau, Lola?" tanyaku penasaran sembari mencoba memastikan. "Uhm, anu ... Tuan dan Nyonya ... ," Suara Lola terden
Rambut hitam nan panjang, menjuntai melewati dua sisi pundaknya. Mata merah darah yang mencolok dan mendominasi. Serta pakaian mewah kerajaan yang bertahtakan simbol phoenix merah. Wajahnya yang penuh luka, menambah kegarangan yang menutupi ketampanannya.Ciri khas dari Matias Theodor yang dikabarkan sumber dari kemalangan para calon tunangannya. Pangeran terkutuk yang tak pernah tahu bahwa sang raja menaruh hati terhadapnya. Tak pernah menyadari atau mendapatkan kasih sayang raja Theodor secara langsung bahkan hingga ajal menjemputnya.Pangeran malang dalam novel Saintess Love, kini sedang berdiri tepat di hadapanku dan kedua orang tua baruku. Count dan countess Audrey. Tanpa mengurangi rasa hormat, kami membungkuk menyambut pangeran Matias yang kala itu baru turun dari kereta kudanya.Pangeran Matias, ditemani oleh Duke rafael dan antek anteknya. Maksudku para prajurit istana yang dipilih oleh pihak gereja. Para prajurit yang turut andil dalam kesengsara
Saintess Love, novel fantasi romantis yang digemari begitu banyak orang. Alurnya yang sulit ditebak, menjadi daya tarik tersendiri. Banyak pembaca yang menjadi korban kejahilan Author, termasuk diriku.Di awal-awal novel, Sang Author sengaja membuat pembaca begitu membenci para tokoh antagonis dengan menceritakan keburukan mereka. Kemudian di saat-saat menjelang akhir hidup para tokoh antagonis, Sang Author baru menceritakan alasan tak terduga dibalik perbuatan setiap tokoh antagonis itu. Sialnya, semua alasan itu ... malah berhasil menjadikan semua pembaca termasuk diriku, bersimpati terhadap nasib para tokoh Antagonis. Parahnya, setiap kali kisahnya sudah berhasil menarik simpati pembaca, para tokoh antagonis itu pasti berakhir tewas di tangan putra mahkota. 'Jika memang ingin melenyapkan para tokoh antagonis, kenapa harus menceritakan kemalangan mereka sih!' Tak cukup sampai situ, kebencianku terhadap alur novelnya. Tentunya, fakta mengenai d
Undangan kerajaan merupakan hal yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Terutama bagi putri Count seperti Liliana. Semua karena keluarga Count tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk bertindak setara dengan keluarga kerajaan. Lola yang mendengar aku akan menolak dan tak melarikan diri, tentu saja panik hingga terus mencoba membujukku. Lola nampak enggan memenuhi perintahku mengirim balik undangan tersebut sembari menitipkan surat balasan yang telah kutulis dengan penuh kepercayaan. "Kau ini!" "Katanya mau terus bersamaku!" Aku menghela napas lalu pergi menuju ke ruang tamu. Lola yang sedari tadi menolak keras ideku hanya bisa mengikuti karena tak bisa mengubah pikiranku. Dalam wajahnya terlihat jelas bahwa dia ingin berkata, 'Jangan lakukan ini, Nona?' Seorang pria berseragam biru tosca dengan ornamen kuning keemasan di pundak dan di dekat saku bajunya memberi salam dengan sedikit menunduk dan menepuk pelan salah satu dadan
Rambut hitam nan panjang, menjuntai melewati dua sisi pundaknya. Mata merah darah yang mencolok dan mendominasi. Serta pakaian mewah kerajaan yang bertahtakan simbol phoenix merah. Wajahnya yang penuh luka, menambah kegarangan yang menutupi ketampanannya.Ciri khas dari Matias Theodor yang dikabarkan sumber dari kemalangan para calon tunangannya. Pangeran terkutuk yang tak pernah tahu bahwa sang raja menaruh hati terhadapnya. Tak pernah menyadari atau mendapatkan kasih sayang raja Theodor secara langsung bahkan hingga ajal menjemputnya.Pangeran malang dalam novel Saintess Love, kini sedang berdiri tepat di hadapanku dan kedua orang tua baruku. Count dan countess Audrey. Tanpa mengurangi rasa hormat, kami membungkuk menyambut pangeran Matias yang kala itu baru turun dari kereta kudanya.Pangeran Matias, ditemani oleh Duke rafael dan antek anteknya. Maksudku para prajurit istana yang dipilih oleh pihak gereja. Para prajurit yang turut andil dalam kesengsara
Hari terus berganti, Count Audrey dan Countess Aria kembali pulang setelah perjalanan bisnis mereka. Kereta yang mereka naiki, cukup mencolok untuk seorang keluarga Count. Mewah dan elegan saja, tak cukup untuk menggambarkan kereta yang mereka tunggangi. Seperti yang diharapkan dari seorang keluarga besar yang dikabarkan menjadi salah satu pondasi ekonomi kerajaan. Ukiran naga berlapis emas, terpampang jelas di badan kereta yang mereka naiki. Aku melihat semua pemandangan menakjubkan itu, dari balik jendela kamarku yang terletak di lantai dua mansion utama keluarga Audrey. Tok tok tok! Suara ketukan pintu terdengar di telingaku, membuatku secara reflek bertanya tanya akan siapa di balik pintu itu. Hingga akhirnya aku pun menyadari bahwa,tak ada orang lain yang berani mengetuk pintu kamarku selain gadis berambut biru itu. "Apakah itu kau, Lola?" tanyaku penasaran sembari mencoba memastikan. "Uhm, anu ... Tuan dan Nyonya ... ," Suara Lola terden
Pangeran Richard, Pangeran ketiga kerajaan Teodor yang mana merupakan putra dari sang raja dan selir kedua. Terkenal periang sejak kecil, namun berubah nakal sejak kematian ibunya. Perubahan sikapnya semakin menjadi ketika dia semakin dewasa. Entah kapan gereja menyematkan artefak Red Safir Necklace ke leher sang pangeran. Yang jelas sifatnya berubah drastis sejak kematian selir kedua. Kejahatan pangeran Richard tidak lebih dari penyiksaan orang yang membuatnya jengkel, serta perusakan properti para bangsawan kecil yang menggosip tentangnya. Tak pernah ada korban nyawa sama sekali, namun karena dia sering menyewa pembunuh bayaran hanya untuk memukuli penduduk tanpa alasan yang jelas, membuatnya terdengar kejam dan dirumorkan terbiasa membunuh setiap kali menjauh dari pengawalan prajurit. Meski prajurit yang bertugas menjadi pengawalnya kadang melakukan hal buruk yang diminta oleh pangeran, tapi mereka tak pernah setuju untuk menyiksa penduduk tanpa alasan yang jelas.
Setelah mengumpat kesal, aku telah bereinkarnasi menjadi Lilian Audrey. Calon tunangan pangeran ke empat yang ditakdirkan tewas di hari menuju acara pertunangannya yang begitu mendadak dan dipaksakan.bSejalan dengan alur novel yang mengorbankan hidup semua calon tunangan pangeran ke empat di hari ketika mereka menuju istana. Pelaku utama dibalik tewasnya calon tunangan pangeran ke empat ialah gereja dan putra mahkota yang secara tak langsung bekerja sama karena kebetulan memiliki tujuan yang sama. Menyebarkan rumor buruk tentang pangeran ke empat yang dikutuk tak dapat memiliki pendamping dan akan menjadi malapetaka bagi kerajaan. Demi untuk mencegahnya bebas meraih tahta. Berdasarkan cerita di novel Saintess Love yang kubaca, putra mahkota dan gereja akan mulai berselisih ketika gereja memutuskan untuk menikahkan pangeran keempat yang telah mereka kendalikan dengan Saintess yang mereka tunjuk. Semua demi melancarkan perang suci yang direncanakan oleh gereja. Semen
Matias Theodor, pangeran keempat yang ditakdirkan mati sebagai kambing hitam gereja. Jika mengikuti alur novelnya ... tak lama setelah Lilian tiada, gereja menyarankan raja untuk mengasingkan pangeran selama setahun penuh di dalam katedral suci tanpa boleh mengakses dunia luar sedikitpun. Tujuan palsu yang diungkapkan tentang pengasingan pangeran, yaitu untuk menyingkirkan nasib buruk pangeran Matias yang mana selalu ditinggal tewas para tunangannya. 'Padahal faktanya, mereka berniat mengendalikan pangeran!' Dalam novel diceritakan bahwa, Uskup Agung gereja mengalungkan artefak suci ke leher sang pangeran dengan dalih untuk menyucikan tubuhnya. Pangeran Matias yang tak tahu apa apa saat itu, menerimanya begitu saja tanpa menyadari efek buruk artefak tersebut. Artefak sihir yang digunakan untuk mengendalikan pangeran ke empat, berbentuk kalung hitam dengan bulatan bulatan batu safir merah di bagian tengahnya. Jika dilihat sekilas nampak seperti perhia
Undangan kerajaan merupakan hal yang tidak bisa diabaikan begitu saja. Terutama bagi putri Count seperti Liliana. Semua karena keluarga Count tidak memiliki kekuatan yang cukup untuk bertindak setara dengan keluarga kerajaan. Lola yang mendengar aku akan menolak dan tak melarikan diri, tentu saja panik hingga terus mencoba membujukku. Lola nampak enggan memenuhi perintahku mengirim balik undangan tersebut sembari menitipkan surat balasan yang telah kutulis dengan penuh kepercayaan. "Kau ini!" "Katanya mau terus bersamaku!" Aku menghela napas lalu pergi menuju ke ruang tamu. Lola yang sedari tadi menolak keras ideku hanya bisa mengikuti karena tak bisa mengubah pikiranku. Dalam wajahnya terlihat jelas bahwa dia ingin berkata, 'Jangan lakukan ini, Nona?' Seorang pria berseragam biru tosca dengan ornamen kuning keemasan di pundak dan di dekat saku bajunya memberi salam dengan sedikit menunduk dan menepuk pelan salah satu dadan
Saintess Love, novel fantasi romantis yang digemari begitu banyak orang. Alurnya yang sulit ditebak, menjadi daya tarik tersendiri. Banyak pembaca yang menjadi korban kejahilan Author, termasuk diriku.Di awal-awal novel, Sang Author sengaja membuat pembaca begitu membenci para tokoh antagonis dengan menceritakan keburukan mereka. Kemudian di saat-saat menjelang akhir hidup para tokoh antagonis, Sang Author baru menceritakan alasan tak terduga dibalik perbuatan setiap tokoh antagonis itu. Sialnya, semua alasan itu ... malah berhasil menjadikan semua pembaca termasuk diriku, bersimpati terhadap nasib para tokoh Antagonis. Parahnya, setiap kali kisahnya sudah berhasil menarik simpati pembaca, para tokoh antagonis itu pasti berakhir tewas di tangan putra mahkota. 'Jika memang ingin melenyapkan para tokoh antagonis, kenapa harus menceritakan kemalangan mereka sih!' Tak cukup sampai situ, kebencianku terhadap alur novelnya. Tentunya, fakta mengenai d