"Yang mulia Ratu!" Tiba-tiba saja muncul seorang pria dengan pakaian rapi seperti bangsawan Eropa. Seluruh mata pria itu hitam, dengan 2 garis merah menyilang yang bercabang pada setiap ujungnya. Karena tidak menyadari kehadiran pria itu, sang Naga bayang langsung saja melancarkan serangannya ke arah pria itu.
Bruussshh
Angin berhembus sangat kencang karena tendangan sang naga berhasil ditangkis oleh pria itu.
"Siapa kau!? Kenapa bisa masuk kemari!?" Mereka semua terkejut dan segera berdiri sambil mengeluarkan auranya yang sangat besar kecuali Erin sang Ratu Vampir.
"Tenang saja, dia roh panggilan milik Al," ucap sang Ratu Vampir dengan santai dan masih duduk di singgasana. Sang Naga bayang dan para ratu kembali duduk di singgasananya, sedangkan demon itu kembali menundukkan kepalanya.
"Kenapa kami tidak tau sama sekali!? Kamu juga sudah tau kenapa tidak memberitahu kami!?" Nia sang Ratu Peri terlihat marah kepada Erin.
"Bisa masuk kemari tanpa diketahui, berarti memang benar, tapi kenapa bisa menahan serangan Violet!?" Noe sang Ratu Elf melihat ke arah Erin dengan bingung.
"Roh yang berevolusi jadi ras demon? Bukankah seharusnya jadi undead ya?" Noa sang Ratu Es melihat ke arah demon itu sambil memegang dagunya sendiri.
"Memangnya Al mau yang biasa-biasa saja?" Erin.
"Tuan Al telah dibangkitkan kembali!" tanpa basa-basi, demon itu membuat mereka semua terdiam.
"Di mana tuan sekarang!?" Violet sang Naga bayang dengan auranya yang paling besar tiba-tiba saja sudah berada di depan demon itu lagi sambil menarik kerah bajunya.
"Mohon maaf, saya belum mengetahui lokasi Tuan Al," Demon itu masih menundukkan kepala.
"Noe, bagaimana keputusanmu?" Violet melepaskan genggamannya dan melihat ke arah Ratu Elf.
"Sudah jelas! Kerahkan pasukan ASU untuk mencarinya!" Noe segera berdiri lalu menghilang.
____
Kerajaan Buto
Kota raksasa di tengah hutan lebat dan ada bangunan seperti candi besar di tengah-tengahnya.
Wuuuussssh Brukkk
Ada raksasa yang terjun tepat di depan bangunan candi itu. Debu bertebaran, namun anehnya lantai batu yang jadi tempat mendaratnya itu tidak hancur, bahkan tidak retak sedikitpun. Raksasa tadi segera berlari menuju pintu masuk candi, namun pintu masuknya jauh lebih kecil dari badan raksasa itu.
Crrrrtas
Listrik mengalir di tubuh raksasa itu dan langsung berubah menjadi seukuran manusia. Walau di bagian luar terlihat seperti bebatuan candi biasa, namun bagian dalamnya sangat megah.
"Yang mulia Cakil gawat!" Raksasa tadi dengan panik mendekati sang Raja raksasa yang sedang bersantai di singgasana. Raja raksasa memangku kedua Ratunya di singgasana yang tinggi dan besar itu. Tidak hanya para Ratu, namun Rajanya sendiri memakai banyak perhiasan emas.
"Hohoho jangan panik, kalem kalem, jadi ada apa?" Cakil sang Raja Raksasa sambil menenangkan anak buahnya.
"Hamba dapat kabar kalau Raja kegelapan telah bangkit!" Raksasa itu berlutut, melapor kepada Rajanya dengan nafas masih tersengkal-sengkal.
"Haaaa? Aduh aduh bagaimana ini?" Sang Raja berdiri dan mondar-mandir kebingungan.
"Izinkan saya menarik mundur pasukan yang berada di benua Cora,"
"Ya iya mundur saja, nyawa itu mahal harganya. Jangan sampai mati konyol seperti Victor, si vampir bodoh itu hahaha." Raja Raksasa kembali duduk di singgasananya.
"Baik Yang Mulia, saya permisi." Raksasa itu berdiri dan langsung berlari pergi.
____
Gereja suci kota Cahaya
Kota yang indah dengan bangunan Eropa abad pertengahan. Tepat di tengah kota, ada gereja besar yang digunakan sebagai gereja pusat para penganut Dewi Cahaya. Di dalam gereja yang sangat besar itu, berdirilah sang Pendeta cahaya yang bernama Hiu Hiulus. Sang Pendeta memakai jubah putih panjang dengan songkok yang tinggi di kepalanya.
"Tuan!" Seorang laki-laki berjubah serba hitam bahkan tidak terlihat mukanya berlutut di depan Pendeta cahaya.
"Saya mendengar kabar, bahwa Raja kegelapan telah bangkit kembali," ujar pria tersebut.
"Jauhi benua Cora! Fokus saja penaklukkan benua Danirmala," Hiu Hiulus terlihat santai namun tegas.
"Baik tuan, kalau begitu saya permisi." Pria itu menghilang begitu saja. Setelah bawahannya pergi, Hiu Hiulus langsung lemas lalu duduk.
"Gawat, kenapa iblis itu muncul kembali?"
____
Setelah matahari terbenam, karena masih penasaran dengan sihir, aku melanjutkan latihanku. Untung saja cahaya bulan saat ini sedang bersinar terang.
"Baiklah, aku akan lanjut latihan." Aku berjalan keluar rumah.
"Masih belum menyerah?" Lia mengikutiku.
"Mana mungkin aku menyerah semudah itu,"
"Baiklah, kalau begitu semangat! Aku mau mandi dulu." Lia kembali masuk ke rumah sambil tersenyum ke arahku.
"Terima kasih," jawabku dengan muka memerah karena senyumannya.
"Aduh senyumannya manis sekali, disemangati cewek secantik dia membuat semangatku langsung meluap-luap." batinku bahagia.
....
"Kenapa hanya sihir penafsir saja yang bisa aku gunakan? Ahhhhh membingungkan, apa mungkin mataku ini istimewa?"
"Penglihatan jarak jauh!" Sambil melototkan mataku.
"Wihh berhasil," penglihatan milikku jadi membesar, bahkan semut di tanah sampai terlihat dengan jelas. Setelah itu, aku coba memandangi lautan untuk memastikan seberapa jauh jangkauannya.
"Lebih jauh, lebih jauh, ehh kok awan? Oh iya bumi kan bulat berarti harus dari tempat yang tinggi, andai saja bisa teleport ke atas bukit itu." Saat memandangi atas bukit dan mengimajinasikan diriku berada di sana, tiba-tiba saja aku berpindah di atas bukit itu.
"Seriusan berhasil!? Mantap jiwaa!" Aku memandangi desa nelayan yang berada di bawah bukit lalu memandangi lautan yang luas. Tiba-tiba muncul lagi ide bagus di kepalaku, aku segera melihat ke arah rumah Lia.
"Mata tembus pandang! Penglihatan jarak jauh!"
"Muehehe mari kita lihat Lia sedang apa?" Dengan gabungan dua penglihatan itu, aku bisa melihat dengan jelas Lia yang sedang mandi, bahkan terlihat seperti sedang berada di dalam kamar mandi itu bersama Lia.
"Woohhh, tubuhnya walau masih dalam masa berkembang namun sangat proporsional, kulitnya yang coklat bersih, pinggang ramping, dadanya yang sedang namun bulat dan putingnya berwarna merah muda indah sekali." Aku terpana melihat dia, jelas sekali bahkan saat pertama kali melihatnya, aku sudah jatuh cinta kepada Lia.
"Sudah sudah! Apa yang aku pikirkan!?" Sambil menampar pipiku sendiri, lalu saat aku melihat ke arah lautan, ada gurita besar yang menyerang sebuah kapal.
"Hahh, kenapa gurita sebesar itu!? apa harus aku tolong nelayan itu? Tapi bagaimana? Ahh masa bodoh lah!" Dengan nekat aku berteleport menuju kapal itu.
"Siapa kau? Kenapa tiba-tiba ada di sini?" Para awak kapal itu kaget dengan kehadiranku yang tiba-tiba berada di tengah-tengah mereka.
"Awas menyingkir dari sana!" seorang pria dengan pawakan tinggi besar penuh otot berteriak kepadaku. Ternyata monster gurita itu melancarkan serangan ke arahku, aku panik dengan reflek membuat posisi tangan menangkis.
Cetass duas duas
Serangannya tidak mengenaiku, ternyata terbentuk penghalang besar menahan serangan tadi. Tidak berlama-lama, aku segera mencoba teleportasi untuk kapal beserta nelayan itu ke pantai, tak kusangka ternyata berhasil.
"Apa yang terjadi!?" Mereka semua terkejut menyadari sudah berada di garis pantai.
"Maaf, aku pindahkan ke pantai,"
"Bagaimana bisa!?"
"Dengan sihir," aku bingung mau bagaimana menjelaskan kepadanya.
"Terima kasih banyak karena menyelamatkan nyawa kami." Pria besar tadi mendekatiku.
"Tidak apa-apa, aku hanya kebetulan lihat kalian diserang saja,"
"Saya Bob!" Sambil mengulurkan tangannya dan kami bersalaman.
"Saya Al."
"Kau seorang petualang kah?" tanyanya.
"Bukan,"
"Ohh, penyihir yang dikirim kerajaan?"
"Bukan juga,"
"Pokoknya sekarang ikutlah ke rumahku, akan aku masakkan hasil tangkapan kali ini." Sembari menarik tanganku.
"Woy kalian urus kapal! Lalu bawa saja ikannya ke rumahku," paman Bob berteriak kepada anak buahnya.
Apa sudah menjadi tradisi di sini ya, ada orang asing diajak ke rumah.
....
"Apa apaan monster tadi itu?" tanyaku di perjalanan.
"Monster gurita, tidak kami sangka dia berada di sini," ucapnya santai.
"Jadi biasanya tidak ada?"
"Perairan kami selalu aman, bagaimana nasib nelayan di sini apabila monster itu berdiam di sana?"
Saat aku sadari, ternyata kami mengarah ke rumah Lia.
"Ehh anda ayahnya Lia?"
"Ehhh sudah kenal dengan anakku?" Kami berdua sama-sama kaget dan saling pandang beberapa saat.
"Hahaha bisa kebetulan sekali ya," lanjutnya.
Apa yang akan dia lakukan kalau tahu sebelum menyelamatkan dia, aku mengintip anaknya yang sedang mandi. Ya, pertukaran yang impas bagiku, melihat tubuh indah Lia dengan nyawa ayahnya.
"Ayah kenapa di sini? Kenapa bisa bersama Al!?" Lia berada di depan rumah segera mendekati kami, mungkin saja mencariku karena aku tidak ada.
"Banyak yang terjadi, mari masuk dulu!" Paman Bob menarik kami berdua untuk masuk ke dalam rumah.
...
Kami duduk di ruang tamu, lalu dia jelaskan bahwa diserang monster dan aku selamatkan.
"Bagaimana caranya kamu menyelamatkan ayahku?" tanya Lia.
"Saat aku latihan sihir tadi ternyata aku bisa menggunakan sihir teleportasi. Saat aku teleport ke atas bukit, aku melihat ada kapal diserang monster, jadi aku nekat teleport ke sana,"
"Tuan Al bisa menggunakan teleport?" Tiba-tiba nenek muncul dari belakang rumah.
"Ehh nenek, iya aku juga tidak menyangka,"
"Sihir tingkat atas, bahkan yang bisa menggunakannya bisa dihitung dengan jari lho," ucapnya kaget lalu duduk di samping Lia yang berada di depanku.
"Hebat sekali Al!" Lia yang terlihat senang, hal itu membuatnya tambah cantik.
"Kenapa Al bisa ada di sini? Siapa dia sebenarnya?" Bob melihatku dengan serius.
Sekarang gantian aku yang menjelaskannya kepada paman Bob.
"Ohh kalau begitu, aku akan memberitahu yang lainnya dan akan berjaga di mercusuar." Paman Bob berdiri lalu pergi keluar rumah.
"Aku ikut!" Aku segera berdiri mengikuti paman Bob.
"Kamu istirahat saja, setelah berlatih sihir seharian pasti capek kan?" Lia memegangi tanganku.
"Nah, seperti yang Lia katakan, di rumah saja. Oh iya Lia, buatkan masakan yang enak untuk Al." Paman Bob berhenti sebentar di depan pintu lalu lanjut berjalan lagi.
"Baiklah, hati-hati yah." Lia melambaikan tangan.
"Akan aku segera beritahu kalau ada apa-apa," teriak paman Bob.
____
"Sudah malam kok belum pulang ayahmu?"
"Menjaga mercusuar memang biasanya sampai pagi,"
"Ohh,"
"Nenek mau tidur duluan, kalian jangan kemalaman." Nenek berdiri dan menuju kamarnya.
"Baik, selamat malam nek,"
Tiba-tiba Lia memelukku sambil menangis.
"Terima kasih, terima kasih banyak, berkatmu ayahku masih hidup. Entah apa yang akan terjadi kalau kau tidak ada, hanya mereka berdua keluargaku yang tersisa."
"Tidak perlu berterima kasih, kamu juga sudah banyak membantuku." Aku elus rambutnya, semoga dia lebih tenang. Lalu aku teleport ke atas bukit untuk menenangkan Lia.
"Ehh di mana kita?" Lia melepaskan pelukannya sambil melihat ke sekitar.
"Di atas bukit, karena kamu menangis, mungkin bisa menggangu nenek istirahat, jadi tenangkan dirimu di sini!" Sambil menyeka air mata Lia dengan tanganku.
"Terima kasih,"
"Tidak perlu berterima kasih lagi." Aku rebahkan tubuhku di rerumputan.
"Sebagai rasa terima kasihku, akan aku turuti kemauan mu," wajahnya sudah cerah kembali, dia yang masih duduk memandang ke arahku.
"Serius!?" tanyaku semangat.
"He'em." Mengangguk.
"Kalau begitu telanjanglah di sini!"
"Baiklah." Lia segera membuka bajunya.
"Ehhh bercanda, aku hanya bercanda." Aku segera berdiri dan menghentikan Lia.
"Bohong, terlihat kalau kau ingin melihat tubuh indahku ini kan?" Godanya sambil meraba tubuhnya sendiri.
"Sudah pernah lihat," jawabku pelan.
"Apa?!" Mendekatkan wajahnya kepadaku.
"Tidak tidak apa-apa." Aku memundurkan badanku.
"Katakan!" Sambil menjewer telingaku.
"Baik baik lepaskan dulu!"
"Lalu?" Lia duduk di sampingku.
"Tadi saat aku berlatih di sini, aku mencoba penglihatan jarak jauh dan mata tembus pandang, saat itu kamu sedang mandi,"
"Jadi kau melihatnya?"
"Maaf." Aku menundukkan kepala.
"Ya baiklah karena telah menolong ayahku aku maafkan." Lia memandangi lautan.
"Beneran!?" Aku mendekat ke arah Lia.
"Iya!" Menghadap ke arahku.
"Berarti boleh lihat lagi?"
"Mesum, malah ngelunjak." Lia memukul jidatku.
"Katanya tadi mau melakukan keinginanku." Sambil memegangi jidatku yang habis dipukul oleh Lia.
"Tidak jadi!" ucapnya ketus dengan bibirnya yang cemberut.
"Hahaha ya sudah kalau begitu ayo kembali, ternyata dingin sekali di sini." Aku berdiri diikuti oleh Lia.
"Aku juga sudah mengantuk."
Aku teleport kembali menuju ruang tamu.
"Kamu tidurlah di kamarku, aku akan tidur bersama nenek." Lia berjalan menuju kamar neneknya dan aku menuju kamar Lia.
"Baiklah, selamat malam,"
"Malam." Dia berhenti di depan pintu.
Saat aku rebahan sambil memikirkan rencana selanjutnya, Lia mendatangiku.
"Ada apa?"
"Mmm itu, nenek tidurnya memenuhi ranjang. Aku tidak tega membangunkannya." Lia berhenti dengan muka bingung dan mengalihkan pandangannya.
"Kalau begitu tidurlah di sini, aku akan tidur di ruang tamu." Aku segera berdiri.
"Kau tetaplah di sini, tempat tidurnya masih muat bagi kita berdua, lagi pula aku yang menyuruhmu tidur di sini." Lia menghampiriku dan memegangi tanganku.
"Kau yakin tidur bersama laki-laki sepertiku?"
"Ingin merasakan pukulanku!?" Sambil mengepalkan tangannya.
"Tidak, terima kasih."
Akhirnya kami tidur satu ranjang, walau Lia membelakangiku, tapi aku tetap sulit tidur karena ada gadis secantik dirinya di sisiku.
"Al sudah tidur?" tanyanya.
"Sudah," balasku
"Kenapa bisa bicara?"
"Oh belum,"
...
"Al, tidak akan menyerangku kan?" Lia berbalik badan menghadap ke arahku.
"Berisik!"
...
"Al." Lia merangkak di atasku.
"Apalagi!?"
"Kalau kau mau, aku izinkan untuk kali ini saja," ucap Lia dengan muka malu-malu.
"Tentu saja mau." Aku pegangi pipinya dan terasa panas sekali.
"Silahkan," ucapnya lirih sambil menutup matanya.
"Mau memindahkanmu ke tengah laut agar dimakan monster." Aku cubit pipinya itu.
"Seramnya,"
"Sudah, tidur saja, katanya mengantuk?"
"Tadi katanya kedinginan, mari aku hangatkan." Lia yang berada di atasku mulai menurunkan badannya, namun aku berteleport di sampingnya hingga membuat dia tersungkur di tempat tidur.
"Kalau begitu, aku akan tidur di luar saja." Aku segera berdiri.
"Jangan! Baiklah, aku akan tidur." Lia kembali berguling ke tempatnya dan aku segera kembali tiduran.
Tidak lama kemudian, Lia sudah tertidur pulas. Karena aku tidak bisa tidur, aku putuskan untuk jalan-jalan keluar. Tidak aku sangka, ternyata di ruang tamu ada Paman Bob yang sedang memandangiku dengan serius.
Tidak lama kemudian, Lia sudah tertidur pulas. Karena aku tidak bisa tidur, aku putuskan untuk jalan-jalan keluar. Tidak aku sangka, ternyata di ruang tamu ada Paman Bob yang sedang memandangiku dengan serius. "Bagaimana? Sudah bersenang-senang dengan anakku?" Paman Bob duduk santai di ruang tamu. "Ehh, bukan seperti itu paman," aku panik sekali, bisa-bisa aku dihajar masa. "Ahahaha bercanda, kenapa malah keluar kamar?" anehnya paman Bob malah tertawa santai. "Karena dari tadi tidurku diganggu Lia, jadi tidak bisa tidur lagi. Ada banyak pikiran, aku mau jalan-jalan sebentar sekalian melatih sihirku." Aku berjalan menuju pintu depan dengan perasaan masih tidak yakin dengan tanggapan paman Bob. "Sudah malam lho," "Malah bisa lebih tenang latihan." Aku berhenti dan melihat paman Bob. "Oh iya, kau mau tidak aku ajari teknik berp
Bruuussshh byuurr Tiang itu jatuh sampai mengenai air laut, ombak besar terbuat karena hentakannya. "Kenapa kita di sini?" "Kita selamat?" Jean, anak buahnya dan beberapa bagian kapalnya berhasil aku pindahkan menuju daratan. "Woyy! Apa yang kau lakukan!? Gurita tadi sudah terkena seranganku!" Jean berteriak kepadaku yang masih di atas mercusuar. "Tidak kah kau lihat kondisi kapalmu? Kalau aku diamkan, semua kru kapal termasuk dirimu hanya akan menjadi santapannya!" aku sedikit kesal, bukannya berterima kasih malah menyalahkanku. "Bersyukurlah Jean karena masih selamat," Bob "Asssh sial! Jadi bagaimana rencana kalian selanjutnya?" Jean "Menyerangnya dari atas air sangatlah berbahaya." Paman Bob kemudian turun dari mercusuar. "Aku punya ide, aku akan pindahkan gurita itu men
Setelah aku selesai mandi, kami segera berangkat menggunakan kereta kuda. Walau ini dunia sihir, namun sepertinya lebih maju dari bayanganku. Rumah dengan atap seng, lalu kereta kuda ini, sudah menggunakan ban dari besi dan karet, dilengkapi per seperti truk. Walau sisi kiri dan kanannya hutan lebat, tapi jalanan di sini sudah dikeraskan menggunakan beton semen. "Sering ada monster yang menyerang pemukiman?" aku bertanya agar tidak bosan karena paman Robert mengendarai dan aku duduk di bagian belakang. "Biasanya tidak ada, tapi beberapa hari yang lalu kami kehilangan ternak lalu hari berikutnya ada yang memergoki serigala yang mencurinya. Kami takutnya jika para serigala itu sampai menyerang warga lagi," Robert. "Memangnya tidak bisa kalian usir sendiri? kan hanya serigala," "Mau dilawan pun tidak mungkin sanggup, mereka bukan serigala biasa tapi monster tingkat atas,"
"Tuan Al?" Serigala paling besar itu berubah menjadi wujud manusia lalu berlutut di hadapanku diikuti serigala lainnya. "Bagaimana kamu tahu namaku?" "Oh maaf, saya hanya mendengar rumor tentang anda," Wah Segawon, sesat ini yang ngasih nama. "Kau pemimpin mereka? Siapa namamu?" Padahal aku sudah tahu, tapi untuk basa-basi saja. Karena penampilan dia berbeda sendiri, yang lainnya setengah badan bagian bawahnya masih berwujud serigala sedangkan dia seperti manusia seutuhnya. "Iya tuan, nama saya Segawon. Maafkan kami karena telah menyerang manusia, kami dikendalikan oleh lich (undead penyihir),"
"Bangsawan Slosom meminta perjodohan dengan cucu saya," nenek Lona terlihat panik sekali. "Cucumu Lia? Hahaha apa hubungannya dengan kami?" Erin menyilangkan tangannya di dada. "Cari mati dia! Bangsawan bangsawan apaan? Beraninya mengaku bangsawan di negara ini!" Violet berdiri dan mengangkat tangannya sambil mengeluarkan energi sihir di tangannya. "Tenanglah Violet!" Noe. ____ "Waduh aku kebablasan." Saat aku bangun, kami berdua masih telanjang dan Lia masih tidur sambil memelukku dengan erat. "Woh iya, koin kemarin." Aku lupa menaruhnya di mana, aku lihat di sekelilingku tapi tidak terlihat. Saat aku ingin berdiri, kakiku mengenai sesuatu. Crikk.. Ternyata kantong koin itu ada di pojokan kasur. "Al ada apa?" Lia terbangun karena suara berisik dari sekantong koin.
Saat aku sadar, posisiku sudah diikat di kursi. "Darling, akhirnya bangun juga." Cewek tadi berada di pangkuanku, tiba-tiba saja dia menciumku sambil terus menatap mataku. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya, aroma wangi dari tubuhnya begitu harum. Matanya berkaca-kaca, aku merasakan ada perasaan yang mengalir. Saat aku sedang menikmati ciumannya, aku dikagetkan dengan teriakan seseorang. "Nia apa yang kau lakukan!?" teriak seorang cewek yang mukanya sangat mirip dengannya. "Hahh kembar 4!?" Ternyata cewek yang menciumku bukanlah cewek yang tadi menyerangku. Ada 6 orang di sini, 4 cewek memiliki muka dan warna rambut yang sama persis. Namun 2 diantaranya memiliki telinga runcing seperti Elf dan 2 lainnya seperti manusia, ke-empatnya memiliki gaya rambutnya berbeda. Tidak hanya kembar 4 saja, namun ada 2 cewek lagi yang tidak kalah cantiknya. Ada yang tinggi dengan kulit putih, rambut hitam k
"Iya karena cincin ini." Noe menunjukkan cincin di jari manisnya, cincin dari kristal yang mungkin saja berlian dengan ukiran seperti ranting tanaman yang melilit. Aku langsung ingat cincin yang dipakai nenek Lona, persis sekali. "Cincin apa itu?" tanyaku penasaran. "Mmm cincin apa ya." Noe dengan nada menggodaku. "Lah kok tanya balik?" "Cincin pemberian dari orang spesial," Erin "Aku laper, kamu mau masakan apa?" Nia berdiri sambil memandang ke arahku. "Aku!?" Aku tunjuk diriku sendiri untuk memastikan. "Siapa lagi!?" Nia ketus. "Nasi goreng pasti enak," "Oke." Nia segera beranjak meninggalkan ruangan ini namun tiba-tiba berteriak. "Pakai daging ayam, sapi apa seafood?" Nia. "Udangg," jawabku. "Aku mau ba
"Ehh tunggu dulu!" "Tapi tuan." Membalikkan badannya menghadap ke arahku namun tidak berusaha melepaskan tanganku. "Duduk dulu, dengarkan aku!" "Maaf tuan." Violet duduk kembali. "Aku lanjutkan ceritanya, di sana aku sempat melawan dan ada wyvern yang terluka, tapi para dwarf sama sekali tidak ada yang terluka," "Kalau belum diberi pelajaran, izinkan saya yang melakukannya." Violet memotong pembicaraan lagi sambil berdiri, aku tarik dia di pangkuanku dan aku peluk erat. Posisinya membelakangi aku, jadi tangannya bisa aku pegangi. "Licik! Kenapa Violet saja yang dipeluk?" Erin berdiri sambil menggebrak meja. Aku baru sadar kalau di sini ada banyak pelanggan yang memperhatikan kami, segera aku lepas pelukanku. "Kan kemarin kamu sudah menghisap darah tuan Al banyak sekali, gantian lah!" Violet malah membalikkan badan samb
Author rekap aja langsung end.Arlom akhirnya setuju membantu, namun ia hanya terima beres saja. Semua sudah diselesaikan oleh pasukan Elf dan dia hanya menggantikan tahta saja. Saat melihat-lihat para korban perbudakan, ada yang menarik perhatian kami. Seorang gadis kecil ras serigala, ia adalah senjata pembunuh yang mereka ciptakan. Anak dari kedua serigala hybrid. Instingnya sangat mengerikan, bahkan hanya didekati saja langsung melesat bagaikan petir. Bukan melesat menjauh, namun langsung menyerang tanpa pandang bulu.Akhirnya ia kami besarkan dan diberi nama Selen, ada juga ayahnya yang diberi nama Fenrir. Mereka semua kami rehabilitasi, namun Sania aku urus sendiri. Sifatnya yang masih ganas, tidak mungkin orang biasa yang menanganinya. Kalaupun para Elf, mereka tetap terpaksa menggunakan kekerasan untuk menghentikannya. Jadi lebih baik bersama kami dan ternlyata malah dekat denganku, bahkan Fenrir sebagai ayah Selen, mereka tidak pernah bertemu satu sama lain. Emosinya tidak b
"Baiklah! Aku hargai kepedulianmu kepada makhluk lain, tapi kau urus sendiri mereka. Latihlah dengan benar!" Aku menyetujuinya sambil memberikan syarat."Deal!" Ignis langsung menyetujuinya dan mengulurkan jabat tangan, aku diam sejenak karena sedikit terkejut sebelum menjabat tangannya."Oi kamu yang paling besar, siapa namamu!?" Ignis meneriaki serigala terbesar yang memiliki 5 ekor, serigala itu langsung berubah wujud menjadi manusia dan berlutut di depan Ignis."Saya pemimpin kawanan ini, nama saya serigala petir ekor lima tuan," jawabnya membuat Ignis menepuk jidat."Kamu, tuanku ini ingin menjadikanmu bawahannya. Bersyukurlah dan patuhi dia!" Ignis menunjuknya sambil menepuk pundakku cukup kuat hingga membuatku terhuyung ke depan, sedangkan si serigala petir ekor lima bingung akan apa yang dikatakan Ignis."Kalian serigala petir merupakan makhluk tingkat tinggi, tapi kehidupan kalian terlalu bebas hingga lalai melatih bakat asli kalian. Aku Aldho Alfina akan membuat kalian menja
Pada lokasi kedua, kami menemukan 4 bangsawan yang telah berkumpul. Banyak sekali pasukannya yang sedang berjaga di halaman kediamannya membuat Erin san Noe harus turun tangan.Di dalam ruang utama, para bangsawan terkejut mendengar suara ledakan dari energi listik milik Erin. Semuanya langsung mendekat ke jendela dan melihat ke halaman depan. Saat mereka baru mengecek dari jendela, ada satu penjaga yang berlari hingga tersandung-sandung masuk ruangan."Tuan, tuan!""Ada apa!?" teriak salah satu bangsawan."Elf menyerang, ada vampir, juga yang ikut!" teriaknya terbata-bata karena kehabisan napas."Bagaimana bisa ada Elf di sini? Apalagi vampir." Para bangsawan tidak percaya, namun mereka berfikir ulang karena penyerangan ini."Tidak mungkin juga pasukan kerajaan, sebagian besarnya merupakan orang-orang kita," ujar bangsawan lain."Hallo semuanya!" Noe mengagetkan para bangsawan dengan muncul tiba-tiba bersama kami semua."Topeng dan jubah itu!" Salah satu bangsawan menunjuk Noe, lalu
"Mereka keluar dari pegunungan Goromo, baru saja aku rasakan dari penghalangku," ucapku kepada Noe dan Erin setelah merasakan ada yang melewati penghalangku."Mungkin mencari kita," ujar Erin cuek."Iya, paling hanya kembali ke kota Danirmala," ujar Noe, ia lalu berdiri dari singgasana, mendekati para bangsawan kerajaan Lamris...Beberapa saat yang lalu"Yang Mulia! Para pemberontak di sekitar istana telah di singkirkan. Tidak ada korban jiwa dari pasukan kami, hanya beberapa saja yang mengalami luka dan sedang proses pengobatan." Tim melapor kepada Noe dengan tubuh yang dilumuri oleh darah, keadaanya terluka ataupun sehat tidak bisa diketahui karena tertutup oleh darah.Erin mengulurkan tangannya ke depan, ia membuka telapak tangannya dan tersorot mata vampirnya yang merah menyala. Darah di sekujur tubuh Tim tiba-tiba melayang ke arah telapak tangan Erin dan berkumpul membentuk bola. Gumpalan darah itu tiba-tiba menghilang seakan diserap olehnya."Bagaimana kondisimu?" Noe bertanya
Rumah di pegunungan GoromoNay bangun dan tidak menemukan Al di sisinya, ia kemudian dikejutkan oleh sesuatu dan bergegas keluar rumah."Darah?" ujarnya, lalu melihat Noa dan Violet yang sedang berlatih bersama Ignis.Ignis berdiri di tengah padang rumput, area sekitarnya sudah menjadi seperti kawah gunung berapi. Lava panas bergerak mengikuti alunan gerakan Ignis yang menari-nari untuk menyerang dan bertahan dari serangan Noa dan Violet.Violet seakan menggunakan teleportasi, ia selalu berpindah ke area sekitar Ignis untuk melakukan serangan. Menendang dan ditangkis oleh Ignis, berpindah lagi ke sisi lain dan mengayunkan lengannya yang ada satu cakar berbentuk bilah pedang menempel sejajar dengan lengan dan jari kelingking. Serangannya terus ditangkis, namun Violet juga terus menyerang, bahkan dirinya tidak pernah menapak di tahan karena selalu berpindah dengan sangat cepat."Ignis, lepaskan penguasaan areamu!" Noa tidak bisa menyerang dengan jarak dekat, ia dari jarak jauh hanya mel
"Tidak ada yang tidak mungkin, lihatlah dia." Aku menunjuk ke arah Erin yang masih berdiri di samping Downer dan Harnes, mereka berdua masih berada di bawah tekanan Erin."Dia vampir yang membantuku pergi, dia juga yang membuat tubuhku seperti ini. Untuk kematian kakek tua itu, dia patut mendapatkan. Kelakuan bejat dan semena-menanya sungguh membuatku muak." Aku membantu paman Ronald jalan menuju singgasananya, lalu melambaikan tangan ke arah Erin. Dia mengerti dan melepaskan Downer serta Harnes dari tekanan gravitasinya."Jadi kamu beneran pangeran Aldho?" ujar Harnes sambil berjalan mendekat."Iya, tidak ada waktu buat bercerita tentangku. Sekarang jelaskan apa yang terjadi pada kerajaan Lamris!" ucapku sambil berjalan menuju tempat duduk di sisi samping singgasana."Baik pangeran." Downer dan Harnes menunduk sambil terus menurunkan pandangan karena ada Erin di sampingku."Para bangsawan mengerahkan anak buahnya dan menyewa beberapa petualang untuk melengserkan posisi Raja Lamris,"
"Memangnya tidak ada Raja Elf sebelumnya? Mungkin dialah ayahmu kalau ras Elf susah hamil dengan ras manusia." Aku sontak diam telat menyadari, lalu kemudian bangun dan duduk di samping Noe."Aku manusia, kamu Elf, lalu bagaimana?" tanyaku khawatir dan bingung, Noe mengelus pipiku, lalu menyuruhku untuk rebahan kembali."Mungkin kalau sering-sering bikin ada kemungkinan jadi," "Sudah pernah ada half Elf?" "Kalau ayahnya Elf dan ibunya manusia banyak, tapi kalau sebaliknya belum pernah ada," jawabnya membuat hatiku semakin sakit."Memangnya kenapa? Kan ada kakak-kakakku, mereka." Noe terdiam dan tidak melanjutkan bicaranya."Mereka kenapa?""Tidak apa-apa," ujarnya, walau terlihat tenang tapi jelas sekali menutupi sesuatu."Nay roh dari tanaman, Nia juga seorang peri, tubuh mereka hanya sebuah energi yang menyerupai tubuh manusia. Sedangkan Noa dulunya roh yang menempati tubuh naga sejati. Mereka bisa hamil?" Aku bertanya dengan ragu-ragu, takut akan jawaban yang sesuai dengan perkir
"Noa bagus!" seruku sambil tersenyum lebar dan mendekatkan mukanya kepadaku."Bagus kepalamu!" Nia spontan berteriak dan menamparku. Aku terjungkal ke belakang dan menatapnya bingung, ia kemudian berjalan mendekatiku."Kalau mau menenangkan orang, jangan begitu juga caranya!" teriaknya sambil menarik kerah bajuku dan menatapku dengan sinis. Aku hanya tersenyum, kemudian melepaskan tangannya dari kerah bajuku dan merangkulnya."Nia marah-marah mulu," ujarku secara halus sambil mendorongnya perlahan mendekati Noa. Aku duduk di antara mereka berdua dan merangkulnya secara bersamaan. Kepala mereka aku sandarkan di dadaku sambil aku usap perlahan rambutnya."Kenapa sih!? Ishh!" Nia menepis tanganku, sedangkan Noa masih menangis."Ei kalian diem dulu, perhatikan," ucapku secara halus sambil menatap ke arah Violet, kemudian aku buat penghalang di depan Violet."Violet, tolong serang penghalang itu dengan sekuat tenaga," ucapku sambil tersenyum."Jangan aneh-aneh!" Nia menatapku dengan geram
"Kontrak darah denganku, kau menjadi tuanku dan harus melindungi apa yang aku lindungi!" ucap Ignis dengan serius."Aku lebih lemah darimu, bukannya malah terbalik?""Kau saat ini memang lemah, tapi para Ratu di sekelilingmu tidak bisa dikatakan lemah. Belum lagi kalau kau meningkatkan kekuatan rua..""Stop!" Erin bersama Noe serempak menghentikan Ignis berbicara. "Al, akan aku jelaskan semuanya nanti," ujar Erin saat mengetahui kegelisahanku."Ok baiklah, tapi apa tugasku? Apa yang harus aku lindungi?" tanyaku lagi untuk memastikan agar lebih jelas."Menjaga benua Kalenex dan juga menjaga dunia Roh dari semua ancaman!" ucap Ignis dengan serius."Dunia Roh!?" tanyaku sambil menengok ke arah Noa."Al, lakukan kontraknya dulu, nanti aku jelaskan." Erin meyakinkanku, aku segera melihat ke arah kembar 4 dan Violet. Mereka semua mengangguk menyetujuinya, setelah itu aku segera mengulurkan jariku kepada Erin. Dengan kukunya yang tajam, ia dengan mudah menggores jariku. Setelah menggabungka