"Bangsawan Slosom meminta perjodohan dengan cucu saya," nenek Lona terlihat panik sekali.
"Cucumu Lia? Hahaha apa hubungannya dengan kami?" Erin menyilangkan tangannya di dada.
"Cari mati dia! Bangsawan bangsawan apaan? Beraninya mengaku bangsawan di negara ini!" Violet berdiri dan mengangkat tangannya sambil mengeluarkan energi sihir di tangannya.
"Tenanglah Violet!" Noe.
____
"Waduh aku kebablasan." Saat aku bangun, kami berdua masih telanjang dan Lia masih tidur sambil memelukku dengan erat.
"Woh iya, koin kemarin." Aku lupa menaruhnya di mana, aku lihat di sekelilingku tapi tidak terlihat. Saat aku ingin berdiri, kakiku mengenai sesuatu.
Crikk.. Ternyata kantong koin itu ada di pojokan kasur.
"Al ada apa?" Lia terbangun karena suara berisik dari sekantong koin.
"Ini, ternyata kemarin ayahmu negosiasi dengan paman Robert dan aku dibayar koin." Sambil aku ambil kantong koinnya dan saat aku buka, ternyata isinya ada 40 koin perak dan 1 koin emas.
"Banyak sekali!" ucap Lia saat ikut melihat isinya.
"Benarkah? Berikan kepada ayahmu kalau dia sudah pulang." Aku kaitkan kembali kantong koinnya lalu aku berikan pada Lia.
"Bukannya ini milikmu?" Lia tidak mengambilnya.
"Berkat ayahmu yang negosiasi dan juga aku berniat membantu mereka bukan karena imbalan, aku juga tidak membutuhkan nya. Anggap saja sebagai bayaran karena sudah membantuku selama ini,"
"Lagian kau sudah kami anggap seperti keluarga sendiri, jadi tidak usah sungkan,"
"Baguslah kalau begitu, karena sudah dianggap keluarga, berikan koin ini kepada nenek atau ayahmu." Aku ulurkan lagi padanya, Lia diam beberapa saat sambil mencerna perkataanku.
"Hmm baiklah." Lia ambil koinnya lalu ditaruhnya di atas meja.
"Ayo mandi!" ajakku.
"Gendong aku." Dengan manja, Lia merangkulkan tangannya di leherku.
"Manja sekali!"
"Karena kau, aku jadi capek sekali. Masih terasa perih juga, padahal aku baru pertama kali dan kau mainnya berlebihan!" Memasang muka cemberut sambil meraba selangkangannya.
"Salah sendiri menggodaku, lagi pula tadi malam tidak aku lanjutkan lagi karena kamu sudah kecapekan!" aku naikkan nada bicaraku karena tidak mau disalahkan.
"Sepertinya satu atau dua wanita saja tidak akan cukup untukmu." Dengan pandangan sinis ke arahku.
____
Saat sarapan aku baru ingat tentang kota sihir dan akademi sihirnya.
"Lia, apa kamu tahu tentang kota sihir Mala?"
"Ibukota negara ini, ada apa memangnya?" Lia menghentikan sarapannya.
"Sepertinya aku tertarik ingin ke sana," ucapku, membuat Lia bereaksi kaget.
"Kau ingin pergi meninggalkan aku?" Matanya terlihat sayu saat memandangku.
Waduh benar juga, setelah apa yang aku lakukan tidak mungkin pergi begitu saja.
"Hahaha bercanda, jangan terlalu dipikirkan. Kalau ingin ke sana ya pergilah, aku yakin kamu tidak semudah itu melupakanku." Ekspresinya berubah, Lia ketawa lepas sambil menggodaku.
"Kamu bilang 'pergilah' itu bukan sindiran kan?" Aku melihat Lia dengan serius.
"Beneran Al, lagi pula kamu punya sihir teleport kan? Tidak perlu setiap hari, tapi setidaknya bisa kemari dengan mudah kan?" terang Lia untuk meyakinkanku.
"Kalau aku mendapat wanita lain bagaimana?" Aku berniat menggodanya tapi jawabannya malah tidak terduga.
"Silahkan saja, asal tidak melupakanku, dia harus mau menjadi yang ke-dua." Sambil mengacungkan dua jari.
"Jadi maksudmu aku boleh memiliki wanita lain?"
"Begitulah, kau tau? Orang-orang hebat di negara ini memiliki banyak sekali istri dan aku yakin kau akan menjadi salah satunya." Lia malah dengan santainya memberikan contoh sambil meneruskan sarapannya.
"Kalau ingin pergi sebaiknya tunggu nenek pulang, nenek lebih tau lokasinya karena pernah ke sana." Sambil mengarahkan sendoknya menuju mulutku untuk menyuapiku.
"Letaknya jauh kah?" ya memang aku berniat pamit lah, masa seenaknya pergi.
"Kurang tahu, makanya tunggu nenek dulu,"
____
Beberapa hari kemudian, nenek pulang ke rumah dan segera aku tanyakan.
"Apa nenek tau sesuatu tentang kota sihir Mala?" padahal nenek baru saja masuk rumah, aku langsung saja menanyakannya.
"Oh iya, kebetulan sekali ada yang ingin saya katakan kepada tuan Al." Nenek menarikku untuk duduk di ruang tamu.
"Ada apa nek?"
"Akademi penyihir sedang membuka peserta didik baru dan pendaftaran terakhir hari ini pukul 10," berbicara tergesa-gesa.
"Tiga jam lagi ini jadinya?"
"Dengan teleport, Tuan Al tidak kesulitan ke sana kan?"
"Teleport bisa digunakan kalau aku pernah ke sana maupun tempatnya terlihat. Selain itu tidak bisa,"
"Tenang saja tuan, akan saya jelaskan rutenya." Lalu aku dijelaskan arahnya oleh Nenek Lona.
"Baiklah nek, kalau begitu aku harus segera berangkat." Aku segera berdiri setelah paham apa yang nenek instruksikan.
"Eh sekarang!?" Lia kaget.
"Ya mau kapan lagi?" Aku mendekati Lia.
"Tidak persiapan?"
"Bawa apa? Kamu? Kan aku tidak punya apa-apa di sini,"
"Ehehehe ya sudah, hati-hati ya." Lia terlihat berat mengatakannya, kedua tangannya dia taruh di belakang tubuhnya.
Aduh, aku harus bagaimana ini?
"Hati-hati tuan Al," ucap nenek.
"Lia aku pergi dulu, jaga dirimu baik-baik." Sambil aku kecup dia, ya setidaknya ini bukan perpisahan.
"Kamu juga." Lia berusaha tersenyum.
Sesuai instruksi dari nenek Lona, aku teleport ke bukit yang berada di samping desa ini. Pegunungan Smabor ternyata tidak dapat dilihat dengan mata telanjang. Langit saat ini sangat berawan, jadi aku gunakan mata tembus pandang tapi masih belum terlihat juga. Penglihatan jarak jauh hingga ratusan kali lipat baru mampu terlihat pegunungan itu.
"Waduh terlihat sih terlihat, tapi saking jauhnya jadi kecil sekali, untung mataku spesial." Aku mencari tempat paling tinggi dari pegunungan Smabor. Saat aku teleport, ternyata pegunungan bebatuan yang tinggi dan lumayan curam. Pegunungan ini benar-benar sangat tinggi, aku dapat melihat hamparan awan di bawah. Suhu di sini sangat dingin, bahkan puncak gunung telihat ditutupi oleh gletser es.
Duarrr..
Ledakan terjadi, entah dari mana ada bola api yang mengarah kepadaku. Dengan cepat aku aktifkan penghalang, namun walau bisa menghalau apinya, tapi aku tetap terhempas dari lereng bukit.
"Dasar manusia rendahan! Berani-beraninya memasuki wilayah kami." Dwarf itu mengangkat kampak besar yang ukurannya menyamai tubuhnya.
Ternyata ada 4 dwarf (kurcaci) yang menaiki wyvern (seperti naga namun hanya memiliki 2 kaki dan ukurannya lebih kecil). Aku yang posisi terjatuh untung saja sebelum sampai ke tanah, aku segera teleport di atas punggung wyvern. Sebelum menyadari keberadaanku, langsung aku tendang dwarf itu. Setelah berhasil menendang satu dwarf, segera aku teleport ke wyvern lainnya dan aku lakukan hal yang sama. Pada dwarf yang ketiga, dia berhasil menangkis seranganku dan dengan cepat aku berpindah ke dwarf yang ke 4 dan berhasil aku jatuhkan. Untung saja mereka semua tepat di atas gunung, jadi tidak jatuh sepertiku.
"Sialan!" umpat dwarf yang gagal aku jatuhkan, dia melompat ke arahku sambil mengangkat kampak besar. Serangan dwarf itu mengenai wyvern yang jadi pijakanku. Serangannya sangat kuat, hingga memotong tubuh wyvern itu. Padahal ukuran wyvern sebesar kuda, tapi benar-benar terpotong menjadi dua.
"Wuihh bisa mampus aku kalau terkena serangan itu." Bersyukur sekali aku bisa menghindar.
Nama dia Elraw, dengan kekuatan fisiknya jauh lebih tinggi dari Paman Bob tapi kecepatannya lebih lambat. Wyvern yang masih terbang, aku gunakan untuk pijakan agar kota Lamris terlihat lebih jelas dan juga untuk menutupi arahku berteleport.
"Uhh selamat! Semoga saja mereka tidak tahu kalau aku pergi ke sini, lagi pula jaraknya sangat jauh. Ehh tunggu dulu, untuk datang kemari berarti aku ngalang jauh banget. Lebih dari 2x jarak kota Lamris dan desa nelayan dalam garis lurus!?" (Ngalang tidak bisa ditranslatekan, artinya mirip menjauh, harus melewati tempat yang lebih jauh).
Saat aku balik badan, terlihat pemandangan kota yang sangat indah, rasanya seperti di dalam game mmorpg. Rumah-rumahnya masih terbuat dari kayu namun memiliki 3 sampai 5 lantai. Pada lantai pertama, digunakan untuk toko dan lantai di atasnya untuk ditempati. Aku berada di menara istana kerajaan, tepat di depan istana ada jalan yang terbuat dari paving semen. Jalan itu lurus sampai ujung tembok tinggi yang mengelilingi kota. Kerennya lagi, jalan itu langsung menghadap pegunungan yang di tengah-tengahnya ada pohon besar. Pohon itu tingginya hingga menyentuh awan, sebagian daunnya ada di awan dan batang pohonnya besar sekali.
"Oh jadi itu pohon suci yang dikelilingi pegunungan Goromo?"
Di halaman kerajaan, ada puluhan prajurit yang berlalu lalang. Tidak hanya prajurit manusia saja, namun ada beberapa ras Elf yang melintas dan terlihat lebih disegani. Jumlah sihir dari para elf itu sangat banyak dan untuk para prajurit, kekuatan fisiknya masih lebih sedikit dibandingkan paman Bob. Karena masih ada cukup waktu, aku yang penasaran memutuskan untuk melihat-lihat kota ini sebentar. Aku teleport di luar gerbang kerajaan, memastikan agar tidak diketahui orang lain. Tidak ada penjagaan di gerbang kerajaan, mungkin saja karena sudah berada di bawah kekuasaan negara yang notabenenya lebih kuat, jadi tidak perlu khawatir terjadi peperangan antar kerajaan yang masih satu negara.
Sepanjang jalan utama ini, tepat di samping kanan dan kiri ada toko-toko yang menjual berbagai macam barang. Walau belum terbuka semuanya, tapi ada toko baju, makanan, perhiasan, dan juga senjata. Sebagian besar warganya berjalan kaki, namun ada juga yang memakai kereta kuda, tapi kebanyakan kereta hanya untuk mengangkut barang. Dari yang aku lihat, mayoritas penduduknya adalah manusia, tapi ada juga demihuman. (setengah manusia)
Tidak ada yang menarik perhatianku selain para Elf tadi. Langsung saja aku teleport lagi menuju atas pegunungan Goromo, udara di pegunungan ini sangat sejuk dan bukan dingin seperti gunung Smabor. Saat aku berbalik melihat ke sisi hutan di pinggiran gunung, sensorku mendeteksi adanya penjagaan yang ketat. Hampir di berbagai titik ada para elf dan serigala yang besarnya hampir menyamai Segawon. Berbeda dari para werewolf yang memiliki kekuatan fisik yang tinggi, para serigala ini malah memiliki energi sihir. Dari penampilan, werewolf memiliki bulu coklat dan badan kekar sedangkan serigala ini memiliki bulu abu-abu dan tebal.
"Tuan, Selamat datang di kota sihir Mala." Demon yang di desa Pontang itu tiba-tiba muncul dan langsung menundukkan kepala di hadapanku. Kali ini dia sama sekali tidak mengeluarkan auranya, bahkan terlihat seperti manusia biasa. Karena kaget, aku langsung dalam posisi menyerang dan mengaktifkan penghalang.
"Tenang saja tuan, saya tidak akan menyerang,"
"Kenapa kau tau aku di sini?" Sambil aku lepaskan penghalangku.
"Saya juga tau saat tuan diserang oleh para dwarf kerdil itu, lalu berada di menara istana Lamris," entah kenapa dia terlihat kesal saat menyebut para dwarf.
"Jadi, kau memata-mataiku?"
"Maaf tuan, saya hanya memastikan keselamatan tuanku,"
"Baiklah kalau begitu, antar aku menuju akademi sihir!" Aku berbalik badan mengarah ke pohon besar itu. Dari pandanganku tidak terlihat adanya kota, hanya akar besar yang menyebar ke mana-mana.
"Maaf tuanku, saya ada urusan, saya permisi." Lalu dia menghilang begitu saja.
"Menakutkan sekali orang itu, kenapa dia memanggilku tuan sih? Dah lah yang penting tidak membahayakan diriku,"
Akar pohon besar itu memenuhi seisi kota dari ujung pegunungan ke ujung yang lainnya dan hanya tersisa sedikit saja yang terbuka. Segera aku teleport ke lahan kosong tepat di samping pohon besar itu, ternyata di sini adalah taman kota.
"Wah untung saja di taman ini sedang sep..." Aku tercengang setelah membalikkan badan dan melihat bangunan di sekitar.
"Heeehhh serius ini? Anjir kota metropolitan di dunia sihir? Elf? Demihuman? Wohh!"
Menakjubkan melihat mereka semua dengan latar belakang kota metropolitan. Walau tidak ada kendaraan, namun pembangunan ini luar biasa.
Gedung-gedung walau tidak lebih dari 5 lantai namun dengan bangunan permanen berdinding kaca, lalu kafe dan restoran di pinggir jalan. Luas kota ini sekitar 50km² dan jumlah penduduk yang aku rasakan ada puluhan ribu jiwa. Kota yang lebih kecil dan lebih sedikit penduduknya daripada kota Lamris, namun modernisasi di sini amat terasa.
___
Ruang pengamatan kota Mala
Ruangan untuk mengawasi seisi kota, ada layar besar di ruangan itu yang menampilkan gambar sudut-sudut kota. Di ruangan ini ada beberapa peri dan elf yang berjaga dan diawasi langsung oleh sang Ratu Peri.
"Yang mulia, ada reaksi dari penghalang kota, namun penghalangnya malah menjadi jauh lebih kuat," Amanda seorang peri dengan tubuh kecil sekali.
"Tidak perlu khawatir!" Nia.
[Ada reaksi dari barier kota,] Nia mengabari Ratu lainnya menggunakan telepati.
[Iya, Al sekarang berada di tengah kota,] Nay yang berada di ruang penghalang. Di dalam ruangan ini ada sebuah pedang yang terbuat dari berlian asli. Pedang Sukmo, pedang yang digunakan untuk wadah energi sihir. Seluruh energi sihir yang mengalir di kota Mala berasal dari pedang ini. Dari penghalang, fasilitas teleportasi dan lampu yang berasal dari sihir.
[Demon itu juga sudah mengabari kalau Al di sini,] Erin berada di ruang tahta.
[Kalian pantau saja dulu,] Noe sedang mengamati latihan pasukan Elfit (Elf elite) yang berada di bawah hutan pinus.
[Aku juga merasakan energi tuan Al!] Violet berada di atas ranting paling tinggi bersama dengan Noa.
___
Suasana jalanan ini tidak asing sekali, nah iya seperti suasana alun-alun kota jogja ditambah dengan jalan Malioboro. Hiasan di sekitar jalannya, lalu lampu taman yang khas itu persis sekali. Aku juga mencium aroma yang tidak asing bagiku, aroma jajanan pasar yang umum di Jogja. Aku lihat ada toko yang dikerumuni orang yang memakai seragam rapi, mungkin saja para murid dari akademi sihir. Benar saja, saat aku datangi ternyata penjual lupis, getuk dan klepon. Aku ikut mengantri untuk membeli jajanan itu, satu keping koin emas yang diberi Lia, dapat kembalian 9 lembar uang bernilai 10 tiap lembarnya dan 7 koin perunggu.
"Wohh, berarti 1 koin emas bernilai 100 mata uang Danirmala dan perunggu bernilai satu. Hmm tunggu dulu, aku beli 3 macam jajanan dan kembalian masih sebanyak itu? Satu keping emas bisa buat biaya hidup berapa hari di sini?"
Aku semakin yakin kalau ada reinkarnator selain aku di sini dan masih tidak habis pikir, kenapa murah sekali biaya hidupnya atau karena nilai emas yang tinggi. Mirip seperti kerajaan Lamris, di kota ini juga ada jalan lurus dari pohon besar yang berada di tengah kota menuju ke arah bukit yang berada di samping gunung berapi. Ada tangga menuju ke arah bukit itu dan di atasnya ada satu rumah berukuran sedang. Walau hanya 2 lantai, namun dengan gaya minimalis modern. Bagian luar rumah itu ada pemandian air panas yang langsung dari kamar.
"Wow terbuka sekali, ini memanjakan mata para pengintip." Karena penasaran, aku langsung teleport ke sana. Saat aku berbalik badan dan melihat ke arah kota, ternyata pemandangan sangat indah sekali.
"Idaman sekali rumah ini, ohh itu akademi sihir tepat di bawah tangga ya?"
"Siapa kamu!?" teriakan dari seorang cewek yang sangat cantik, entah kenapa hatiku berdetak kencang dan suhu badanku terasa panas walau udara di sekitar sangatlah sejuk.
Tiba-tiba aku berada di samping gunung berapi itu, ternyata dia lah yang memindahkan aku ke sini. Tempatnya luas dengan bebatuan dan ada sungai yang mengalir di samping hutan.
"Maafkan saya karena masuk rumah orang seenaknya," aku berusaha memberi penjelasan.
Tanpa menjawab, dia langsung menyerangku dengan panahnya. Untung saja dapat ditangkis dengan penghalang milikku, namun dia terus menyerangku. Aku terus mengaktifkan barier itu sambil berteleport untuk menghindari serangannya. Sempat aku rasakan aura dari demon tadi di pinggir hutan.
"Aku baru ingat, iblis itu memanggilku tuan tapi saat aku terdesak begini dia tidak menolongku. Ehh dia tadi katanya melihatku saat diserang oleh dwarf, aku jatuh pun cuma dia tonton," batinku.
"Bisa-bisanya ngelamun saat bertarung!" cewek tadi terlihat marah.
"Dengarkan dulu penjelasan dariku, aku tidak berniat jahat." Sambil melambaikan tanganku.
Karena kesal tidak ditanggapi, aku langsung teleport tepat di depannya dan langsung aku pegang tangan dan panahnya.
"Dengarkan dulu perkataanku!"
Dia meronta dan membuat mukanya tepat berada di depan mukaku, aku mencium bau yang sangat wangi dari tubuhnya. Parasnya sangat cantik, terlihat masih seperti umur 19-an tahun, kulit putih mulus, payudara yang cukup besar dengan telinga Elf dan rambut putih pony tail menambah kecantikan. Beberapa detik kami berdua terdiam mematung dan saling kontak mata. Karena terpesona dengannya, tanpa sadar aku melepaskan tangannya. Saat menyadari tangannya terlepas, dia langsung menendang perutku. Dengan reflek aku terbungkuk dan langsung saja dia pukul tengkukku hingga membuatku tak sadarkan diri.
Saat aku sadar, posisiku sudah diikat di kursi. "Darling, akhirnya bangun juga." Cewek tadi berada di pangkuanku, tiba-tiba saja dia menciumku sambil terus menatap mataku. Aku bisa merasakan hembusan nafasnya, aroma wangi dari tubuhnya begitu harum. Matanya berkaca-kaca, aku merasakan ada perasaan yang mengalir. Saat aku sedang menikmati ciumannya, aku dikagetkan dengan teriakan seseorang. "Nia apa yang kau lakukan!?" teriak seorang cewek yang mukanya sangat mirip dengannya. "Hahh kembar 4!?" Ternyata cewek yang menciumku bukanlah cewek yang tadi menyerangku. Ada 6 orang di sini, 4 cewek memiliki muka dan warna rambut yang sama persis. Namun 2 diantaranya memiliki telinga runcing seperti Elf dan 2 lainnya seperti manusia, ke-empatnya memiliki gaya rambutnya berbeda. Tidak hanya kembar 4 saja, namun ada 2 cewek lagi yang tidak kalah cantiknya. Ada yang tinggi dengan kulit putih, rambut hitam k
"Iya karena cincin ini." Noe menunjukkan cincin di jari manisnya, cincin dari kristal yang mungkin saja berlian dengan ukiran seperti ranting tanaman yang melilit. Aku langsung ingat cincin yang dipakai nenek Lona, persis sekali. "Cincin apa itu?" tanyaku penasaran. "Mmm cincin apa ya." Noe dengan nada menggodaku. "Lah kok tanya balik?" "Cincin pemberian dari orang spesial," Erin "Aku laper, kamu mau masakan apa?" Nia berdiri sambil memandang ke arahku. "Aku!?" Aku tunjuk diriku sendiri untuk memastikan. "Siapa lagi!?" Nia ketus. "Nasi goreng pasti enak," "Oke." Nia segera beranjak meninggalkan ruangan ini namun tiba-tiba berteriak. "Pakai daging ayam, sapi apa seafood?" Nia. "Udangg," jawabku. "Aku mau ba
"Ehh tunggu dulu!" "Tapi tuan." Membalikkan badannya menghadap ke arahku namun tidak berusaha melepaskan tanganku. "Duduk dulu, dengarkan aku!" "Maaf tuan." Violet duduk kembali. "Aku lanjutkan ceritanya, di sana aku sempat melawan dan ada wyvern yang terluka, tapi para dwarf sama sekali tidak ada yang terluka," "Kalau belum diberi pelajaran, izinkan saya yang melakukannya." Violet memotong pembicaraan lagi sambil berdiri, aku tarik dia di pangkuanku dan aku peluk erat. Posisinya membelakangi aku, jadi tangannya bisa aku pegangi. "Licik! Kenapa Violet saja yang dipeluk?" Erin berdiri sambil menggebrak meja. Aku baru sadar kalau di sini ada banyak pelanggan yang memperhatikan kami, segera aku lepas pelukanku. "Kan kemarin kamu sudah menghisap darah tuan Al banyak sekali, gantian lah!" Violet malah membalikkan badan samb
Di lantai kedua rumah mereka, terdapat tempat untuk bersantai dan menikmati pemandangan. "Itu gunung berapi selalu ngeluarin api biru?" tanyaku, soalnya aku lihat dari awal kemari sampai sekarang selalu saja menyala. Apalagi saat malam seperti ini, cahayanya bisa terlihat dari seluruh sudut kota. Posisi rumah ini memang spot terbaik, dapat melihat semua spot menarik dari kota ini dalam satu tempat. "Iya, tidak pernah padam," ucap Noe yang sedang duduk santai di sofa sambil menyilangkan kakinya "Walau masih mengeluarkan api, namun tidak akan meletus lagi kok," Nay di sisiku. "Baru saja mau tanya," dan dibalasnya dengan senyuman, lalu mengambil tanganku dan ditaruh di atas kepalanya. Aku usap kepalanya sambil aku mainkan rambut putihnya yang halus dan sangat harum itu. "Tuan, saya juga saya juga!" Violet melakukan hal sama, kelakuan mereka berdua setiap saat pasti di kedu
"Maaf tuan, kami bikin keributan." Violet dan Noe kembali. "Anak sialan itu berulah lagi!" Noe kesal. "Elf yang kemarin?" "Iya, sudah aku suruh penjarakan dia sekarang!" Noe. "Ehh segitunya?" "Memangnya mau cewekmu ini digangguin?" Noe. "Cewekku?" "Ini wedang ronde, bentar lagi satenya matang." Noe membagikan mangkok berisi wedang ronde. Rasanya benar-benar sama seperti di dunia asalku, tidak kami sangka sudah menjelang tengah malam. Kami putuskan untuk pulang namun mereka memaksaku untuk tidur bersama mereka. "Baiklah, kalau kau bisa mengalahkan ku, kau boleh tidur sendiri," tantang Noe. "Beneran? Kemarin saja tidak ada perlawanan yang berarti," aku dengan percaya diri, menyetujui tantangan Noe. "Hahaha jangan sombong dulu, wal
Gua Cryostar Di bawah pegunungan Smabor, terdapat gua yang sangat panjang dan besar. Gua itu dihuni oleh puluhan ribu dwarf, sekaligus tambang berbagai mineral alam. Sebagian besar besi dan emas ditambang dari tempat ini. Walau dwarf memiliki tubuh yang kecil, tapi ruang tahta Raja dwaft sangat luas. Violet dalam wujud naganya masih bisa muat di dalam ruangan itu. Tidak hanya besar, ruangan itu sangat megah, dihiasi batu permata yang menyala di seluruh sisinya. Raja dwarf duduk di singgasana yang berupa kristal-kristal besar. Berjejer pengawal dwarf dengan badan kekar membawa kampak sebesar badannya. "Bagaimana kondisi putraku?" Jade, Raja dwarf bertanya kepada ajudannya. "Pangeran Elraw mengalami patah tulang di beberapa tempat. Sekarang sedang dilarikan menuju kota Mala agar segera mendapat penanganan yang terbaik." Ajudan itu berlutut di depan rajanya. "Siapkan wyver
"Cih, masih hidup saja si kerdil itu!" Demon melihat ke arah mereka dengan tajam. "Permisi yang mulia, pangeran Elraw ingin bertemu." Pengawal itu mendekatkan Elraw menuju Jade lalu segera pergi. "Bagaimana keadaanmu?" Jade. "Sudah tidak apa-apa yah." Dengan lemasnya sambil menengok ke arah kami. "Itu manusia yang menyusup, lalu." Elraw ragu melanjutkan bicaranya, dia melihat ke arah ayahnya. "Ayah, itu demon yang menyerangku!" Elraw panik sambil menarik lengan baju ayahnya. Brakk.. Jade memukul meja hingga membuat meja kayu itu hancur, dia berjalan menuju ke arah kami sambil mengangkat tangannya. Kampak besar perlahan muncul di genggaman tangannya, padahal ukurannya melebihi badannya tapi dia angkat dengan santai. "Jade, kau tidak sopan seperti itu di depan tuanku!" Violet masih duduk tenang di pangkuanku.
"Aaaaaaa..." teriak Jade kesakitan, dia pegang kepalanya sambil terhuyung seakan ada benda yang menusuknya. Kampak Jade menghilang secara perlahan lalu tubuh Jade berubah menjadi merah. Energi sihir semakin lama semakin berkumpul di tubuh Jade. Sekarang posisinya berdiri dengan punggung yang menekuk ke belakang, tangan dan kepalanya menjuntai hampir seperti kayang namun dengan tumpuan kaki saja. "Yang Mulia, bolehkah saya serius menghadapinya?" Demon itu berjalan mendekat, lalu bertanya entah kepadaku atau mereka. "Hmm bagaimana ya?" Erin melihat ke arahku sambil menjentikkan jarinya. Ssssutt. Sekarang aku berada di dalam penghalang sedangkan demon itu sudah di luar. "Al semangat!" teriak Erin, mereka semua terlihat tenang dengan masih duduk di kursinya masing-masing. "Apa apaan ini woy!?" Aku balik badan dan segera berlari menuju arah merek
Author rekap aja langsung end.Arlom akhirnya setuju membantu, namun ia hanya terima beres saja. Semua sudah diselesaikan oleh pasukan Elf dan dia hanya menggantikan tahta saja. Saat melihat-lihat para korban perbudakan, ada yang menarik perhatian kami. Seorang gadis kecil ras serigala, ia adalah senjata pembunuh yang mereka ciptakan. Anak dari kedua serigala hybrid. Instingnya sangat mengerikan, bahkan hanya didekati saja langsung melesat bagaikan petir. Bukan melesat menjauh, namun langsung menyerang tanpa pandang bulu.Akhirnya ia kami besarkan dan diberi nama Selen, ada juga ayahnya yang diberi nama Fenrir. Mereka semua kami rehabilitasi, namun Sania aku urus sendiri. Sifatnya yang masih ganas, tidak mungkin orang biasa yang menanganinya. Kalaupun para Elf, mereka tetap terpaksa menggunakan kekerasan untuk menghentikannya. Jadi lebih baik bersama kami dan ternlyata malah dekat denganku, bahkan Fenrir sebagai ayah Selen, mereka tidak pernah bertemu satu sama lain. Emosinya tidak b
"Baiklah! Aku hargai kepedulianmu kepada makhluk lain, tapi kau urus sendiri mereka. Latihlah dengan benar!" Aku menyetujuinya sambil memberikan syarat."Deal!" Ignis langsung menyetujuinya dan mengulurkan jabat tangan, aku diam sejenak karena sedikit terkejut sebelum menjabat tangannya."Oi kamu yang paling besar, siapa namamu!?" Ignis meneriaki serigala terbesar yang memiliki 5 ekor, serigala itu langsung berubah wujud menjadi manusia dan berlutut di depan Ignis."Saya pemimpin kawanan ini, nama saya serigala petir ekor lima tuan," jawabnya membuat Ignis menepuk jidat."Kamu, tuanku ini ingin menjadikanmu bawahannya. Bersyukurlah dan patuhi dia!" Ignis menunjuknya sambil menepuk pundakku cukup kuat hingga membuatku terhuyung ke depan, sedangkan si serigala petir ekor lima bingung akan apa yang dikatakan Ignis."Kalian serigala petir merupakan makhluk tingkat tinggi, tapi kehidupan kalian terlalu bebas hingga lalai melatih bakat asli kalian. Aku Aldho Alfina akan membuat kalian menja
Pada lokasi kedua, kami menemukan 4 bangsawan yang telah berkumpul. Banyak sekali pasukannya yang sedang berjaga di halaman kediamannya membuat Erin san Noe harus turun tangan.Di dalam ruang utama, para bangsawan terkejut mendengar suara ledakan dari energi listik milik Erin. Semuanya langsung mendekat ke jendela dan melihat ke halaman depan. Saat mereka baru mengecek dari jendela, ada satu penjaga yang berlari hingga tersandung-sandung masuk ruangan."Tuan, tuan!""Ada apa!?" teriak salah satu bangsawan."Elf menyerang, ada vampir, juga yang ikut!" teriaknya terbata-bata karena kehabisan napas."Bagaimana bisa ada Elf di sini? Apalagi vampir." Para bangsawan tidak percaya, namun mereka berfikir ulang karena penyerangan ini."Tidak mungkin juga pasukan kerajaan, sebagian besarnya merupakan orang-orang kita," ujar bangsawan lain."Hallo semuanya!" Noe mengagetkan para bangsawan dengan muncul tiba-tiba bersama kami semua."Topeng dan jubah itu!" Salah satu bangsawan menunjuk Noe, lalu
"Mereka keluar dari pegunungan Goromo, baru saja aku rasakan dari penghalangku," ucapku kepada Noe dan Erin setelah merasakan ada yang melewati penghalangku."Mungkin mencari kita," ujar Erin cuek."Iya, paling hanya kembali ke kota Danirmala," ujar Noe, ia lalu berdiri dari singgasana, mendekati para bangsawan kerajaan Lamris...Beberapa saat yang lalu"Yang Mulia! Para pemberontak di sekitar istana telah di singkirkan. Tidak ada korban jiwa dari pasukan kami, hanya beberapa saja yang mengalami luka dan sedang proses pengobatan." Tim melapor kepada Noe dengan tubuh yang dilumuri oleh darah, keadaanya terluka ataupun sehat tidak bisa diketahui karena tertutup oleh darah.Erin mengulurkan tangannya ke depan, ia membuka telapak tangannya dan tersorot mata vampirnya yang merah menyala. Darah di sekujur tubuh Tim tiba-tiba melayang ke arah telapak tangan Erin dan berkumpul membentuk bola. Gumpalan darah itu tiba-tiba menghilang seakan diserap olehnya."Bagaimana kondisimu?" Noe bertanya
Rumah di pegunungan GoromoNay bangun dan tidak menemukan Al di sisinya, ia kemudian dikejutkan oleh sesuatu dan bergegas keluar rumah."Darah?" ujarnya, lalu melihat Noa dan Violet yang sedang berlatih bersama Ignis.Ignis berdiri di tengah padang rumput, area sekitarnya sudah menjadi seperti kawah gunung berapi. Lava panas bergerak mengikuti alunan gerakan Ignis yang menari-nari untuk menyerang dan bertahan dari serangan Noa dan Violet.Violet seakan menggunakan teleportasi, ia selalu berpindah ke area sekitar Ignis untuk melakukan serangan. Menendang dan ditangkis oleh Ignis, berpindah lagi ke sisi lain dan mengayunkan lengannya yang ada satu cakar berbentuk bilah pedang menempel sejajar dengan lengan dan jari kelingking. Serangannya terus ditangkis, namun Violet juga terus menyerang, bahkan dirinya tidak pernah menapak di tahan karena selalu berpindah dengan sangat cepat."Ignis, lepaskan penguasaan areamu!" Noa tidak bisa menyerang dengan jarak dekat, ia dari jarak jauh hanya mel
"Tidak ada yang tidak mungkin, lihatlah dia." Aku menunjuk ke arah Erin yang masih berdiri di samping Downer dan Harnes, mereka berdua masih berada di bawah tekanan Erin."Dia vampir yang membantuku pergi, dia juga yang membuat tubuhku seperti ini. Untuk kematian kakek tua itu, dia patut mendapatkan. Kelakuan bejat dan semena-menanya sungguh membuatku muak." Aku membantu paman Ronald jalan menuju singgasananya, lalu melambaikan tangan ke arah Erin. Dia mengerti dan melepaskan Downer serta Harnes dari tekanan gravitasinya."Jadi kamu beneran pangeran Aldho?" ujar Harnes sambil berjalan mendekat."Iya, tidak ada waktu buat bercerita tentangku. Sekarang jelaskan apa yang terjadi pada kerajaan Lamris!" ucapku sambil berjalan menuju tempat duduk di sisi samping singgasana."Baik pangeran." Downer dan Harnes menunduk sambil terus menurunkan pandangan karena ada Erin di sampingku."Para bangsawan mengerahkan anak buahnya dan menyewa beberapa petualang untuk melengserkan posisi Raja Lamris,"
"Memangnya tidak ada Raja Elf sebelumnya? Mungkin dialah ayahmu kalau ras Elf susah hamil dengan ras manusia." Aku sontak diam telat menyadari, lalu kemudian bangun dan duduk di samping Noe."Aku manusia, kamu Elf, lalu bagaimana?" tanyaku khawatir dan bingung, Noe mengelus pipiku, lalu menyuruhku untuk rebahan kembali."Mungkin kalau sering-sering bikin ada kemungkinan jadi," "Sudah pernah ada half Elf?" "Kalau ayahnya Elf dan ibunya manusia banyak, tapi kalau sebaliknya belum pernah ada," jawabnya membuat hatiku semakin sakit."Memangnya kenapa? Kan ada kakak-kakakku, mereka." Noe terdiam dan tidak melanjutkan bicaranya."Mereka kenapa?""Tidak apa-apa," ujarnya, walau terlihat tenang tapi jelas sekali menutupi sesuatu."Nay roh dari tanaman, Nia juga seorang peri, tubuh mereka hanya sebuah energi yang menyerupai tubuh manusia. Sedangkan Noa dulunya roh yang menempati tubuh naga sejati. Mereka bisa hamil?" Aku bertanya dengan ragu-ragu, takut akan jawaban yang sesuai dengan perkir
"Noa bagus!" seruku sambil tersenyum lebar dan mendekatkan mukanya kepadaku."Bagus kepalamu!" Nia spontan berteriak dan menamparku. Aku terjungkal ke belakang dan menatapnya bingung, ia kemudian berjalan mendekatiku."Kalau mau menenangkan orang, jangan begitu juga caranya!" teriaknya sambil menarik kerah bajuku dan menatapku dengan sinis. Aku hanya tersenyum, kemudian melepaskan tangannya dari kerah bajuku dan merangkulnya."Nia marah-marah mulu," ujarku secara halus sambil mendorongnya perlahan mendekati Noa. Aku duduk di antara mereka berdua dan merangkulnya secara bersamaan. Kepala mereka aku sandarkan di dadaku sambil aku usap perlahan rambutnya."Kenapa sih!? Ishh!" Nia menepis tanganku, sedangkan Noa masih menangis."Ei kalian diem dulu, perhatikan," ucapku secara halus sambil menatap ke arah Violet, kemudian aku buat penghalang di depan Violet."Violet, tolong serang penghalang itu dengan sekuat tenaga," ucapku sambil tersenyum."Jangan aneh-aneh!" Nia menatapku dengan geram
"Kontrak darah denganku, kau menjadi tuanku dan harus melindungi apa yang aku lindungi!" ucap Ignis dengan serius."Aku lebih lemah darimu, bukannya malah terbalik?""Kau saat ini memang lemah, tapi para Ratu di sekelilingmu tidak bisa dikatakan lemah. Belum lagi kalau kau meningkatkan kekuatan rua..""Stop!" Erin bersama Noe serempak menghentikan Ignis berbicara. "Al, akan aku jelaskan semuanya nanti," ujar Erin saat mengetahui kegelisahanku."Ok baiklah, tapi apa tugasku? Apa yang harus aku lindungi?" tanyaku lagi untuk memastikan agar lebih jelas."Menjaga benua Kalenex dan juga menjaga dunia Roh dari semua ancaman!" ucap Ignis dengan serius."Dunia Roh!?" tanyaku sambil menengok ke arah Noa."Al, lakukan kontraknya dulu, nanti aku jelaskan." Erin meyakinkanku, aku segera melihat ke arah kembar 4 dan Violet. Mereka semua mengangguk menyetujuinya, setelah itu aku segera mengulurkan jariku kepada Erin. Dengan kukunya yang tajam, ia dengan mudah menggores jariku. Setelah menggabungka