Alagar menatap seorang wanita yang sedang bersandar dipembatas lantai bersama dengannya tersebut dengan seksama
Wanita tersebut terlihat sangat santai dan tampak tidak takut sama sekali dengan Alagar yang notabenya sangat ditakuti oleh para penguasa negeri tersebut, bahkan Ayahnya saja tidak berani menentang kemauan Alagar."Apa kau datang kemari untuk menangkap kami?" tanya wanita itu memastikan.Alagar tersenyum melihat wanita tersebut berbicara santai dengannya. "Entahlah ... aku mendengar kalian sedang merencanakan sesuatu yang bisa mengotori tanah kelahiranku."SwutTiba-tiba waktu berhenti, suara sorak sorai para penonton basket langsung tidak terdengar. Para pengawal Alagar juga terdiam, membeku ditempatnya.Wanita tersebut menoleh ke Alagar yang terlihat sedang diam menatapnya. Ia menyeringai melihat Alagar diam menatapnya."Cih, hanya segini Reinkarnasi panglima perang? Sepertinya mereka terlalu membesar-besarkannya saja," gumam wanita itu sambil mendekat ke Alagar.Wanita itu bermaksud untuk meraih leher Alagar, tetapi tiba-tiba Alagar menghilang dari hadapannya.Sontak saja wanita tersebut terkejut, ia menyapu pandangannya ke berbaga arah, mencari dimana perginya Alagar."Aku tidak menyangka kalau Dewi pengendali waktu sepertimu akan ikut campur dengan dunia manusia," ucap Alagar yang muncul di belakang wanita tersebut.Wanita tersebut menoleh, tiba-tiba tempat tersebut menjadi gelap gulita. Alagar menjentikkan jarinya, lilin-lilin dengan api biru menyala menerangi tempat tersebut.Ribuan tengkorak berserakan di lantai tempat tersebut, membuat wanita itu menelan ludahnya, merasa terintimidasi oleh lingkup ruang tersebut."Aku tahu kau akan menemuiku, Bikely," ucap Alagar berjalan ke sebuah kursi yang berada di atas tumpukan tengkorak."Alagar! Apa kau pikir masih sama seperti dulu, ketahuilah tempatmu!" raung Dewi Bikely marah.Alagar tersenyum duduk di singgasana Dimensi Balung yang merupakan wilayah kekuasaannya, sambil memegang buku yang selalu ia bawa kemanapun dirinya pergi.Setiap para pengguna kekuatan Absolute memiliki Dimensi masing-masing. Dewi Bikely juga memilikinya, tetapi ia sekarang sedang terperangkap dalam Dimensi yang di buat Alagar."Hanya karena aku terlahir dari jaman manusia yang lemah, apa kamu pikir bisa mengalahkanku? Ketahuilah, aku tidak akan lengah seperti dulu," ucap Alagar santai."Kau ...." Dewi Bikely berusaha untuk menggunakan kekuatannya, tetapi ia tidak bisa menggunakannya sama sekali, terkekang oleh energi kegelapan yang ada di Dimensi Balung."Bagaimana mungkin? Aku tidak mungkin kalah dari manusia sepertimu!" raung Dewi Bikely kesal.Alagar tersenyum tipis, ia menjentikkan jarinya. Tercipta dua buah segel kuno dari lantai Dimensi Balung, dari segel tersebut keluar dua sosok berpakaian serba hitam sambil membawa sabit besar berwarna merah darah."Salam Tuanku!" sapa dua sosok tersebut yang langsung bertekuk lutut di lantai.Dewi Bikely terkejut melihat dua sosok Dewa Kematian yang muncul dan bertekuk lutut dihadapan Alagar."Bermainlah dengan Bikely, jangan biarkan dia pergi dari sini, sebelum mengatakan sumpah setia padaku!" perintah Alagar santai sambil menatap Dewi Bikely."Alagar kau ...." Dewi Bikely mengepalkan tangannya."Ya ... aku memang menunggumu keluar, ternyata kalian memang masih bodoh seperti dulu, bye." Alagar menyeringai dan menghilang dari Dimensi Balung.Dua Dewa Kematian yang sudah diberikan tugas langsung berdiri dan memablik badannya, menatap Bikely."Yama, Yami! Apa kalian sudah gila menjadikan manusia sebagai majikan?!" tanya Bikely dengan marah."Bukankah kalian juga dulu sama saja, Bikely?" Yama balik bertanya."Setidaknya, kami bisa memilih manusia yang layak di ikuti, daripada kalian yang hanya mementingkan nasib sendiri," timpal Yami.Bikely seketika teringat dulu saat para Dewa bersekongkol untuk menyegel Alagar sewaktu jaman Austronesia dulu. Karena dia manusia yang di anugerahi kekuatan absolute hampir menyamai Dewa, oleh Sang Pencipta.Sebab itulah para Dewa marah dan bersekongkol untukenyegel Alagar, dengan kata lain kematian Alagar disebabkan oleh para Dewa yang iri dengannya.SwuzzSlasSlasYama dan Yami melesat ke Bikely, menebaskan sabitnya masing-masing sebelum Bikekly sempat menghindar.Hasilnya Bikely terpotong menjadi tiga bagian, setelah terpotong Yama dan Yami menghidupkannya lagi dan terus melakukan siksaan tersebut sesuai dengan perintah Alagar.***Sementara itu Alagar sudah kembali ke dunia nyata, waktu yang tadinya berhenti, berjalan kembali setelah Alagar sampai di sana. Pria itu bersikap sangat santai seolah tidak terjadi apa-apa."Tuan, kemana wanita barusan?" tanya Jack penasaran.Alagar hanya tersenyum dan berjalan meninggalkan tempat tersebut tanpa membalas pertanyaan Jack.Para bawahan Alagar lainnya juga penasaran dengan wanita yang tiba-tiba muncul tersebut, tetapi kemudian menghilang lagi, ini pertama kalinya mereka melihat kejadian di luar nalar tersebut. Namun, mereka tidak berani bertanya lebih lanjut, mengingat Tuan mudanya tidak suka jika di cecar banyak pertanyaan.Alagar berjalan keluar dari Universitas, menurutnya sudah tidak ada yang perlu ia lakukan lagi di sana, setelah memecat para Dosen yang tidak kompeten. Karena ia mulai kuliah di sana besok."Tuan!" seru seseorang yang berlari ke arahnya.Para pengawal Alagar dengan sigap menjaga Tuannya, tetapi Alagar meminta mereka untuk membiarkan orang tersebut menemuinya."Tuan muda Ruiz, terima kasih telah menyelamatkan saya, maaf saya tidak sempat mengatakannya di sana!" ucap Clinton sambil membungkukkan badan.Alagar menatap Clinton yang terlihat babak belur dengan seksama. Ia pun teringat dengan seorang Mahasiswa yang dirinya selamatkan dari para preman."Ah ... kamu yang di gang itu?" tanya Alagar memastikan.Clinton langsung berdiri tegap. "Benar Tuan muda Ruiz, saya yang di gang itu, nama saya Clinton Elias, tolong jadikan saya bawahan Anda!"Alagar mengernyitkan dahi, ia kurang lebih tahu apa yang di inginkan pria dihadapannya tersebut. Pria itu hanya menepuk bahu Clinton dan masuk ke dalam mobil."Tuan, Tunggu dulu Tuan! Tolong terima saya!" seru Clinton saat Alagar masuk ke dalam mobil.Jack meminta para bawahannya untuk menyingkirkan Clinton pergi dari sana agar tidak menggangu Tuannya.Clinton tetap meraung-raung terus mencoba untuk mendapatkan perhatian dari Alagar. Namun, semua itu sia-sia belaka, pasalnya Alagar tidak menggubrisnya sama sekali, tetap berada didalam mobilnya dan pergi dari Universitas."Ah sial!" gerutu Clinton kesal."Heleh, katanya tidak peduli dengan Tuan muda Ruiz," tegur Hendri.Clinton menoleh ke arah temannya tersebut, ia menghela napas, memiting leher temannya dan mengajaknya masuk ke dalam Universitas.Di atas bangunan Universitas, terlihat beberapa orang sedang berdiri di sana sambil menatap kepergian Mobil Alagar."Wah ... sepertinya Sang Pencipta benar-benar sedang menguji kita," ucap seorang pria yang mengenakan pakaian layaknya Rocker."Hebat sekali, kelahirannya tidak terdeteksi sama sekali dan tiba-tiba muncul dengan santainya dihadapan kita," timpal wanita mengenakan gaun berbulu serba putih.Pria yang mengenakan setelan Jas merah, sambil memasukkan kedua tangannya di kantong celana berkata, "jangan terlalu melebih-lebihkannya, dia hanyalah Manusia."Tiba-tiba sosok berpakaian serba hitam muncul dari sebuah asap hitam yang mengepul. Sosok tersebut langsung bertekuk lutut dihadapan mereka bertiga."Keberadaan Nona Bikely menghilang, saya juga kehilangan kontak dengannya," ucap sosok tersebut langsung.Ketiga sosok yang diberikan Informasi, secara bersamaan menatap tajam kepergian mobil Alagar kembali, semuanya mengepalkan tangan setelah mendapatkan informasi dari bawahannya.Sementara itu di dalam mobilnya, Alagar terlihat tersenyum penuh arti sambil membaca buku yang selalu ia bawa.Alagar menyadari kehadiran sosok yang sedang mengawasinya tersebut. Namun, karena sebuah alasan, ia sengaja membiarkan mereka terlebih dahulu tanpa melakukan apa pun, agar semuanya berjalan lancar, sesuai dengan rencananya.Mobil Alagar sampai di sebuah Kastil mewah kediaman keluarga Ruiz. Gerbang kastil langsung di buka saat mobil Alagar sampai di sana.Semua para penjaga kastil tersebut berbaris rapi sepanjang jalan masuk gerbang, mereka membungkuk hormat menyambut kedatangan Tuan mudanya yang baru pulang setelah lima tahun berada di luar negeri untuk mengembangkan bisnis keluarganya."Seperti biasa, Ayah selalu saja berlebihan seperti ini," gumam Alagar saat melihat para penjaga membungkuk hormat sepanjang jalan.Jack yang duduk dikursi depan bersama sopir tersenyum. "Menurut saya ini bukti kalau Tuan besar sangat menyayangi Anda, Tuan muda."Alagar menghela napas. "Ah ... setelah tidak bertemu lima tahun, ternyata kamu juga sudah sama seperti Ayah."Jack tersenyum kecut, ia tahu kalau Tuan mudanya tidak suka sesuatu yang berlebihan. Baginya semua yang berlebihan itu tidak baik, ia lebih suka diperlakukan seperti orang-orang pada umumnya.Mobil pun sampai didepan Kastil, terlihat Arbeloa dan Liliana M
Alagar pergi ke balkon sambil membawa dua kaleng Bir dari lemari pendingin setelah selesai mengenakan pakaiannya. Pria itu memberikan salah satu kaleng Bir untuk Pricilia."Bagaimana perusahaan Ayahmu, apa semuanya sudah berjalan lancar?" tanya Alagar sambil duduk di kursi samping tempat duduk Pricilia."Semuanya berjalan lancar, berkat Ayah kamu, terima kasih Alagar," jawab Pricilia lembut lantas menenggak Bir di tangannya.Alagar mengernyitkan dahi. "Kenapa berterima kasih padaku? Seharusnya kamu berterima kasihlah pada Ayahku, yang membantu kalian.""Ck, kamu pikir aku bodoh? Ayahmu tidak bisa apa-apa tanpa asisten pilihanmu itu," sergah Pricilia.Alagar hanya tersenyum, pasalnya ia juga tahu kalau sang Ayah sebenarnya tidak pandai berbisnis, karena itulah ia menunjuk seseorang untuk mendampingi Ayahnya.Orang yang ditunjuk Alagar bukanlah orang sembarangan, dia merupakan Kaki tangan Alagar yang secara kebetulan reinkarnasi di masa yang sama dengannya.Orang tersebut tidak memiliki
Alagar keluar dari kamarnya, ia turun ke bawah untuk menemui Ayah dan Ibunya. Tadinya Alagar mau istirahat, tetapi karena Pricilia tertidur, jadi lebih baik keluar dari kamar.Alagar menghampiri kedua Ibunya yang sedang berada di ruang keluarga, menonton televisi ditemani kepala pelayan."Ayah pergi ke kantor, Bu?" tanya Alagar sambil duduk di kursi sebelah Ibunya.Liliana menganggukkan kepala, kemudian bertanya, "Katanya mau istirahat, kenapa turun?"Alagar menghela napas. "Sewaktu aku keluar dari kamar mandi, Pricil sudah tertidur, lebih baik aku turun agar tidak terjadi salah paham.""Hais kamu ini, dia sudah menunggumu lama, kenapa kamu masih bersikap dingin padanya? Ayah dan Ibu setuju kalau kalian menikah," ucap Liliana lembut."Jangan bahas itu, aku sudah bilang belum mau menikah dulu, Bu." Alagar mengambil buah Apel di meja, memakannya.Liliana menatap sang Anak, padahal usianya sudah cukup untuk menikah, tetapi dia selalu saja menolak permintaannya. Wanita yang telah melahirk
Alagar membalikan badannya, ia menatap gadis yang sedang memarahi penjambret dengan seksama. Pria itu benar-benar dibuat tidak percaya dengan apa yang dilihat depan matanya tersebut.Bukan hanya energi spiritualnya saja mirip dengan seseroang yang dikenalnya dulu, tetapi wajah cantiknya juga sangat mirip, ditambah perawakan wanita itu juga hampir sama, membuat Alagar benar-benar tidak bisa berkata-kata."Tuan," tegur Jack yang sudah sampai ditempat tersebut."Eh ...." Alagar tersentak kaget."Siapa mereka Tuan?" tanya Jack penasaran, melihat Clinton yang sedang menduduki seseroang dan ada wanita cantik di sana.Alagar mau menjawab, tetapi orang-orang mulai berkerumun, sehingga membuat pria itu terpaksa menjauh dan berdiri di dekat mobil masih menatap wanita tersebut.Jack memperhatikan Tuannya dengan seksama, pandangannya yang tidak teralihkan sama sekali dengan wanita cantik itu, membuat Jack yakin kalau Alagar tertarik dengannya."Dia sangat cantik Tuan, saya rasa cocok dengan Anda,
Terlihat mobil ambulan didepan rumah keluarga Viona. Pria yang dipukul Vas bunga dengan cepat dibawa masuk ke ambulan.Bawahan orang tua Alagar satunya terlihat sangat cemas, melihat kepala rekannya berdarah cukup banyak. Pria itu mengeluarkan amplop undangan kepada Viona."Nona, nanti malam Anda harus datang, siapkan diri dengan baik, akan ada orang yang menjemput Anda," ucap bawahan orang tua Alagar yang langsung ke mobilnya mengikuti ambulan.Viona tertegun ditempatnya, gadis itu pikir akan dilaporkan ke polisi, tetapi ternyata malah diabaikan begitu saja.Kristina Reisi, Ibu Viona menjewer telinga sang Anak ketika ambulan sudah pergi, hingga kedalam Rumah. Viona merengek kesakitan sambil berjalan, tetapi sang Ibu tidak melepaskan tangannya dari telinga gadis itu."Sakit Bu ... lepaskan," ucap Viona masih merengek kesakitan."Sakit ... kamu pikir sakit mana? Kedua orang tuamu akan masuk penjara gara-gara sikapmu!" bentak Kristina saat sudah berada didalam Rumah, melepaskan tanganny
Bawahan Jack yang diperintahkan untuk memberikan Amplop kepada Viona terlihat sudah kembali ke Kastil Tuannya.Salah satu bawahan kepalanya di perban dia dipapah rekannya saat turun dari mobil.Jack yang memerintahkan keduanya untuk memberikan Amplop undangan kepada Viona mengernyitkan dahi saat melihat keduanya turun dari mobil, ketika dia sedang bersantai di Pos penjagaan depan gerbang."Kalian berkelahi dengan siapa? Bukankah sudah ku bilang untuk mengantar undangan itu terus pulang? Kenapa malah terlibat masalah? Apa perintahku kurang jelas?" cecar Jack langsung, merasa kesal karena bawahannya tidak menuruti perintahnya sama sekali."Bos, kejadiannya bukan seperti itu ...," ucap bawahan yang tidak terluka."Terus apa? Coba ceritakan dengan jelas padaku!" bentak Jack masih terlihat kesal.Bawahan yang tidak terluka menghela napas tidak berdaya, melihat rekannya lantas menjelaskan. "Nona Viona memukulnya memakai Vas bunga, dia mengira kami rentenir.""Apa?!" Jack terkejut dengan per
Liliana jelas saja terkejut saat melihat Ibu Viona bersimpuh dibawah kakinya, bukan hanya di situ saja, Viona juga melakukan hal yang sama dengan sang Ibu."Nyonya, tolong maafkan saya. Saya tidak bermaksud menyakiti bawahan Anda," ucap Viona bersungguh-sungguh sembari memegangi kaki Liliana bersama sang Ibu.Liliana merasa ada kesalah pahaman diantara mereka, wanita paruh baya itu pun bergegas meminta Ibu dan Anak itu agar berdiri."Kalian ini kenapa? Kedatanganku kemari untuk menjemputmu untuk datang ke pesta penyambutan anak aku? Kenapa kalian malah seperti ini?" tanya Liliana sembari memapah keduanya berdiri."Nyonya saya se ... eh, tadi Anda bilang apa?" tanya Viona terkesiap dengan pernyataan Ibu Alagar.Liliana mengulas sebuah senyum, mengusap puncak kepala Viona dengan lembut. "Kedatanganku kemari memang untuk menjemput kamu, aku penasaran dengan gadis yang di sukai Putraku, ternyata pilihan dia tepat, kamu sangat cantik."Viona tertegun sejenak, mengedip-ngedipkan matanya, me
Malam harinya di kapal pesiar tempat pesta berlangsung. Terlihat Alagar sedang bersama Pricilia berada di dek atas menatap orang-orang yang mulai berdatangan ke kapal pesiar tersebut.Alagar menyesap anggur yang sedang dipegangnya, lantas buka bertanya, "dimana Ibu Pricil? Tumben sekali dia tidak datang lebih awal untuk menyambut mereka?""Entahlah, aku juga tidak melihatnya dari tadi," jawab Pricil sembari menggendikan bahu dan memperhatikan pria yang di sukainya tersebut.Alagar masih memperhatikan orang-orang yang ada dibawah, tampak sang Ayah sedang mengobrol dengan rekan-rekan bisnisnya sembari tertawa-tawa."Apa pencitraan sepenting itu bagi mereka?" tanya Alagar lagi yang melihat kalau semua orang di sana sedang menjilat orang tuanya.Pricillia reflek menoleh ketempat Alagar memandang, wanita itu tersenyum tipis. "Bukankah kamu sudah tahu jawabannya? Kalau tidak seperti itu, mana bisa mereka menjalin sebuah relasi?"Alagar menghela napas, menyesap anggurnya lagi kemudian berbic
Alagar dan Viona memasuki Istana Cahaya dengan hati yang berdebar. Mereka berpikir akan ada perlawanan dari para Dewa yang tinggal di istana tersebut. Namun, begitu mereka melangkah masuk, para Dewa dan Dewi justru menyambut mereka dengan hangat dan penuh hormat.Saat Alagar dan Viona berjalan melalui koridor istana, mereka disambut oleh senyuman ramah dan tatapan penuh penghormatan dari para penghuni istana. Tak ada satupun tanda penolakan atau kemarahan yang terlihat pada wajah mereka.Viona merasa lega dan bahagia, ternyata para Dewa menghormati dan menerima dirinya sebagai permaisuri Alagar.Para dayang-dayang istana juga sangat menghormati Viona. Mereka membantu Viona beradaptasi dengan kehidupan di istana dan memberikan segala yang dibutuhkan oleh Viona.Sementara itu, Alagar merasa terkejut namun bersyukur. Ia mengira para Dewa akan menentangnya karena ia membawa Viona, seorang manusia, ke istana mereka. Namun, ternyata para Dewa malah menghormatinya dan menerima Viona dengan t
Alagar dan Viona berdiri di hadapan kedua orang tua mereka, dengan rasa haru dan berdebar-debar. Keduanya telah bersiap untuk pergi ke langit. Namun, kedua orang tua mereka tidak diberitahu, mengingat kekuatan Alagar tidak bisa dibeberkan ke mereka."Ayah, Ibu, kami pamit," ucap Alagar dengan suara lantang namun bergetar, sementara Viona menundukkan kepalanya, menahan rasa sedih yang menyelimuti dirinya."Hati-hati di sana," ujar ayah Alagar dengan senyum hangat, memeluk putranya dengan erat. Ibu Viona pun menghampiri dan memeluk putrinya, berbisik, "Jaga diri baik-baik di sana, Nak. Jangan lupa sesekali mengunjungi kami.""Tentu Bu, aku pasti akan sering kemari," jawab Viona dengan mata berkaca-kaca.Namun, di balik senyum dan ucapan selamat tersebut, Alagar dan Viona tahu bahwa mereka tak akan pergi ke luar negeri seperti yang mereka katakan. Sebagai seseorang yang setara dengan Dewa, Alagar akan membawa Viona ke langit, tempat yang jauh dari dunia manusia.Ketika semua pelukan
Alagar melangkah cepat mendekati Pricila yang tampak bergegas meninggalkan tempat itu, wajahnya pucat pasi mendengar percakapan tentang pernikahan Alagar dengan Viona. Wajah Pricila terlihat sangat sedih, seolah dunia ini runtuh di depan matanya."Pricilla, kau mau kemana?" tanya Alagar dengan lembut sambil mencekal lengan Pricila, mencoba untuk menenangkannya.Pricila menatap Alagar dengan air mata berlinangan, pipinya memerah karena menahan tangis. "Selama ini aku selalu menunggumu. Aku selalu berharap bahwa suatu saat kau akan memilihku, tetapi ternyata semua harapanku hanya sia-sia. Pada akhirnya kau memilih wanita lain, Alagar," ucap Pricila dengan suara lirih dan terbata-bata.Alagar merasa terpukul mendengar ungkapan perasaan Pricila. Hatinya terasa berat, menahan perasaan bersalah yang mendera. Ia mencoba memandang Pricila dengan tatapan penuh pengertian, namun wanita itu terus menundukkan kepalanya, tak mampu menatap mata Alagar."Maafkan aku, Pricila. Aku tidak bermaksud men
Viona terdiam, matanya terpejam saat dia merenung dalam-dalam tentang ajakan Alagar untuk pergi ke langit bersamanya. Dalam keheningan itu, dia beranjak duduk, merasa tercekik oleh berbagai perasaan yang melanda. Tubuh telanjangnya dibungkus oleh selimut yang kemudian ditarik lebih rapat, seolah mencari perlindungan dari ketakutan yang mulai merayapi hatinya."Bagaimana dengan keluarga kita? Mereka pasti akan menentang, Alagar," ucap Viona dengan suara yang penuh kekhawatiran, alisnya mengerut dan jari-jarinya mengepal erat pada selimut yang menutupi tubuhnya.Alagar pun bergegas duduk di samping Viona, menatap matanya yang pilu. Dengan lembut, ia menggenggam kedua bahunya, mencoba memberikan kekuatan dan dukungan. "Kita akan bilang ke mereka, untuk tinggal di luar negeri, sesekali kita juga bisa berkunjung menemui mereka," ujar Alagar dengan nada yang meyakinkan, berusaha meredakan kegelisahan yang terpancar dari wajah Viona.Viona menatap Alagar, sejuta pertanyaan dan keraguan ber
Begitu melihat Dewa Agung sudah kembali di kediamannya, Bikely dan Indra segera menyambutnya dengan hormat. Keduanya membungkukkan badan serta mengucapkan salam yang penuh sopan. Namun, tidak demikian dengan Alagar yang tetap berdiri tegak, tanpa menunjukkan rasa hormat yang sama. Wajahnya tampak datar, tanpa ekspresi. Dia tidak pernah menganggap sosok Dewa Agung hebat, apalagi setelah dia berhasil mengalahkan Tigras dalam pertandingan dan seharusnya, Alagar yang menjadi Dewa Agung selanjutnya, namun dia menolak tahta tersebut.Mata Dewa Agung menatap tajam ke arah Alagar, lalu berkata, "Kalian berdua, bisa tinggalkan kami."Dengan patuh, Bikely dan Indra mengangguk, sebelum perlahan meninggalkan tempat tersebut. Mereka tahu bahwa Dewa Agung ingin berbicara dengan Alagar secara empat mata.Setelah Bikely dan Indra pergi, Dewa Agung mulai berbicara dengan suara yang tenang, "aku sudah beribicara dengan petinggi Istana cahaya, kau bisa tinggal di sana kapan pun kau mau."Alagar tidak b
Alagar sedang berada di kediamannya, sementara Dewa Agung beserta para petinggi Istana Cahaya berkumpul di kediaman Tigras, yang kini tidak memiliki pemimpin setelah Tigras lenyap—dikalahkan oleh kekuatan Alagar.Dewa Agung duduk di kursi utama, memimpin rapat di hadapan para petinggi yang saling berbisik dan menatap ragu satu sama lain. "Sekarang kalian tinggal pilih, ingin menerima Alagar sebagai pemimpin baru, atau ingin menunjuk pemimpin lain?" ujar Dewa Agung dengan suara berat yang memenuhi ruangan.Para petinggi saling berpandangan, beberapa terlihat gugup, sementara yang lain tampak serius dalam mempertimbangkan pilihan yang diberikan Dewa Agung. Mereka sadar bahwa keputusan ini akan menentukan masa depan Istana Cahaya dan seluruh rakyatnya."Alagar memang telah membuktikan kekuatannya dengan mengalahkan Tigras, tapi kita belum tahu apakah ia bisa menjadi pemimpin yang bijaksana, dan menerima kita, mengingat apa yang telah Tuan Tigras lakukan padanya," sahut salah satu peting
Alagar yang melayang di hadapan Dewa Agung. Matanya menatap tajam sosok pemimpin langit tersebut. "Apa begini sudah cukup?" tanyanya dengan suara datar namun tegas.Dewa Agung menghela napas panjang, seolah merasakan beratnya pertanyaan yang dilontarkan Alagar. "Bukankah kau lihat sendiri?" jawabnya dengan suara menggema. "Setelah kau mengeluarkan dua naga legendaris itu dan mengalahkan Tigras, siapa yang akan berani menentangmu? Lihatlah mereka...."Mata Dewa Agung melirik ke arah para Dewa yang tengah menyaksikan pertandingan antara Alagar dan Tigras. Wajah mereka tampak tenang, namun tatapan mata mereka terpaku pada Alagar dan Dewa Agung dengan rasa khawatir yang tersembunyi.Alagar pun menoleh, melihat para Dewa yang terdiam. Ia merasakan kekuasaan yang kini ada di tangannya, namun hatinya tetap merasa hampa. "Apa mereka semakin takut padaku?" tanya Alagar dengan wajah bingung, tak menyangka bahwa kekuatannya yang luar biasa justru membuat para Dewa ketakutan."Begitulah kami, ya
Arena pertarungan berubah menjadi medan perang yang mengerikan. Seluruh penonton, para Dewa yang hadir, menatap takjub dan terperangah saat melihat dua sosok Naga Yin dan Yang muncul secara bersamaan dari pola sihir yang diciptakan oleh Alagar. Naga-naga legendaris itu merupakan penguasa elemen sihir cahaya dan kegelapan, makhluk yang hanya ada dalam mitos dan legenda. Suasana di arena menjadi hening seketika. Semua Dewa yang menonton pertarungan tersebut seakan-akan kehilangan kata-kata untuk menggambarkan kejadian luar biasa yang baru saja mereka saksikan. Mata mereka terbelalak, mulut mereka terbuka lebar, dan beberapa bahkan menahan napas mereka karena terkejut.Keterkejutan mereka semakin bertambah saat Alagar, dengan santainya dan percaya diri, menaiki kepala Naga Cahaya. Dengan pandangan yang tajam dan penuh tekad, dia mengendalikan Naga Cahaya seolah sudah menjadikannya monster kontraknya. Di sisi lain, Tigras tampak kesulitan menghadapi serangan yang diterimanya. D
Alagar terpojok di sudut arena pertandingan, diserang oleh Tigras yang beringas dan tak kenal ampun. Ekspresi cemas tergambar jelas di wajah Indra yang menyaksikan pertandingan itu dari tribun penonton."Bukankah ini tidak adil, Alagar tidak bisa mengeluarkan kemampuan penuhnya!" gerutu Indra, kesal sambil mengepalkan tangannya erat-erat."Kau salah, Indra. Lihatlah baik-baik...." tegur Bikely dengan nada tenang, membuat Indra refleks menatap arena pertarungan dengan seksama.Saat itu juga, Indra mengerutkan kening, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi di arena. Ia menyaksikan Alagar yang sengaja menerima serangan Tigras, tanpa menghindar atau melawan sama sekali. Bahkan, wajah Alagar tampak tenang dan fokus, seolah ada rencana besar yang sedang dipersiapkannya.Indra kemudian memperhatikan lebih detail gerak-gerik Alagar, mencoba memahami strategi yang sedang digunakan oleh sahabatnya itu. Sementara itu, Bikely tersenyum tipis, seolah tahu bahwa Alagar memiliki kejutan yang