Alagar membalikan badannya, ia menatap gadis yang sedang memarahi penjambret dengan seksama. Pria itu benar-benar dibuat tidak percaya dengan apa yang dilihat depan matanya tersebut.
Bukan hanya energi spiritualnya saja mirip dengan seseroang yang dikenalnya dulu, tetapi wajah cantiknya juga sangat mirip, ditambah perawakan wanita itu juga hampir sama, membuat Alagar benar-benar tidak bisa berkata-kata."Tuan," tegur Jack yang sudah sampai ditempat tersebut."Eh ...." Alagar tersentak kaget."Siapa mereka Tuan?" tanya Jack penasaran, melihat Clinton yang sedang menduduki seseroang dan ada wanita cantik di sana.Alagar mau menjawab, tetapi orang-orang mulai berkerumun, sehingga membuat pria itu terpaksa menjauh dan berdiri di dekat mobil masih menatap wanita tersebut.Jack memperhatikan Tuannya dengan seksama, pandangannya yang tidak teralihkan sama sekali dengan wanita cantik itu, membuat Jack yakin kalau Alagar tertarik dengannya."Dia sangat cantik Tuan, saya rasa cocok dengan Anda," celetuk Jack."Kamu be ... kau bicara apa? Ayo pergi!" bentak Alagar tiba-tiba dan langsung masuk ke dalam mobil."Hais ... ternyata seorang Alagar Ruiz bisa salah tingkah juga," gumam Jack sembari tersenyum, lantas bergegas masuk ke dalam mobil.Bersamaan dengan itu Polisi datang langsung menangkap penjambret, sementara mobil Alagar pun meninggalkan tempat tersebut.Untuk beberapa saat Alagar masih memperhatikan wanita yang sangat familiar itu, hingga beberapa saat ia pun mengabaikannya, bersamaan dengan itu si wanita menoleh ke mobil Alagar, memperhatikannya dengan seksama."Dia Tuan muda Ruiz yang menangkap penjambret tadi," ucap Clinton yang melihat temannya itu menatap mobil Alagar."Ah ... aku tidak sempat berterima kasih padanya," tutur wanita itu lembut."Nanti saja, dia juga bakal sering ke Universitas, kita ke kantor polisi dulu," ajak Clinton kepada temannya itu.Si wanita hanya menganggukkan kepalanya, mereka bertiga pun pergi ke kantor polisi untuk memberikan kesaksian.***Sementara itu didalam mobilnya, Alagar masih memikirkan wanita tadi yang benar-benar mirip dengan kenalannya."Tidak mungkin itu dia, pasti hanya kebetulan saja," gumam Alagar meyakinkan dirinya sendiri, "tapi ... kenapa dia sangat mirip sekali?" sambungnya penasaran.Jack yang mendengar gumaman Alagar hanya tersenyum, dia mengira kalau Tuannya sedang jatuh cinta pada pandangan pertama.Pemikiran Alagar dan Jack jelas saja berbeda, ada sedikit kesalah pahaman di sana, mengingat Alagar selama ini tidak pernah menyukai seorang wanita sama sekali, sehingga Jack pikir Tuannya itu baru menemukan belahan jiwanya."Tuan tenang saja, saya akan membantu Anda," celetuk Jack tiba-tiba."Ah benar, harusnya memang begitu." Alagar tanpa sengaja menjawab pertanyaan Jack.Jack berbangga diri mendengar ucapan Alagar, dia pikir Tuannya memang membutuhkan bantuan darinya. Kenyataannya Alagar sedang berbicara kepada dirinya sendiri.Alagar sedang berpikir kalau hasil riset mengatakan, setiap manusia di bumi hampir semuanya memiliki kembaran, walau entah dimana mereka berada, sehingga ia yakin kalau wanita tersebut hanya kebetulan mirip dengan orang yang dia kenal.Alagar mengangguk-anggukkan kepalanya sambil tersenyum, dia sangat yakin pikirannya tidak salah sama sekali.Sementara Jack yang melihat Tuannya tersenyum, mengira kalau Alagar benar-benar senang dengannya karena menawarkan bantuan.***Di tempat Ibu Alagar berada, wanita itu menutup mulutnya tidak percaya saat melihat pesan dari Jack."Astaga, apa ini benar?" tanya Liliana tidak percaya.Liliana bergegas menelepon Jack yang sedang bersama Alagar. "Kamu tidak sedang bercanda, 'kan, Jack?" tanyanya langsung ketika panggilannya di angkat."Tentu saja Nyonya, Tuan muda juga sedang bergumam sendiri daritadi, apa lagi kalau bukan cinta pandangan pertama?" jawab Jack diseberang telepon dengan suara pelan."Fotonya, apa kamu punya foto gadis itu?" tanya Liliana penasaran."Sayangnya tidak, tapi Nyonya bisa menyuruh pusat informasi untuk mengecek CCTV di sana, nanti saya kirimkan lokasinya," jawab Jack diseberang mantap."Baik, segera kirim lokasinya!" Liliana langsung mematikan panggilannya, wanita paruh baya itu terlihat sangat bersemangat, akhirnya setelah sekian lama putranya bisa tertarik dengan seorang wanita.Jack mengirimkan lokasi dimana penjambret itu ditangkap. Liliana langsung mengirimnya ke pusat informasi keluarga Ruiz, agar mereka mencari tahu tentang wanita tersebut.Hanya dalam waktu setengah jam setelah Liliana mengirimkan lokasi CCTV. Wanita itu sudah mendapatkan video CCTV dan identitas wanita yang sedang dipandang Alagar di video tersebut."Cantiknya, dia memang pandai memilih gadis," celetuk Liliana bersemangat sembari menonton video CCTV yang diberikan pusat informasi.Liliana melihat data identitas gadis tersebut. "Viona Rosemary, nama yang cantik. Dia Mahasiswi di Universitas yang sama dengan Alagar? Wah ... kebetulan yang baik."Liliana dengan senang hati langsung menelepon Mikel, meminta pria itu agar mengirim undangan ke Viona agar datang ke pesta penyambutan Alagar.Mikel pun mengangguk mengerti, asisten keluarga Ruiz tersebut langsung mengirim orang ke alamat yang diberikan oleh Nyonya-nya."Ibu sepertinya senang sekali, ada apa?" tegur Pricilia tiba-tiba. Dia memang memanggil Liliana dengan sebutan Ibu.Liliana langsung mematikan ponselnya. "Eh ... kamu sudah bangun, Pricil?"Pricilia menganggukkan kepalanya, ia duduk di samping Ibu Alagar sembari tersenyum. "Ngomong-ngomong kemana Alagar, Bu?""Dia sedang keluar, jalan-jalan." Liliana menjawab dengan cepat.Pricilia menghela napas panjang kemudian berkata. "Kenapa sih dia selalu saja menjauhiku, memangnya aku kurang apa, Bu?"Liliana tersenyum kecut mendengar ucapan Pricilia. Karena dia juga tidak tahu apa yang membuat Alagar tidak menyukai Pricilia, padahal gadis itu sangat baik, ramah, perhatian dan juga selalu setia menunggunya.Liliana meraih tangan Pricilia menariknya pelan, memeluk gadis itu sembari mengusap punggungnya dengan lembut sembari meminta maaf atas sikap Alagar yang begitu dingin kepada Pricilia.***Sementara itu di Rumah sederhana Viona berada, gadis itu baru pulang dari kantor polisi."Aku pulang!" seru Viona yang terlihat sangat lesu.Viona mengernyitkan dahi ketika tidak ada yang menyahut sama sekali. Padahal biasanya sang Ayah dan Ibunya selalu menyahut jika dia berteriak, mengingat rumah mereka tidak terlalu besar."Kemana Ayah dan Ibu, apa mereka pergi?" Viona bertanya-tanya kepada dirinya sendiri. Namun, setelah membuka pintu, dia melihat ada dua pasang sepatu, menandakan ada tamu di rumahnya.Viona pun bergegas masuk ke dalam untuk melihat siapa yang berkunjung ke rumahnya, ketika sampai di ruang tamu, gadis itu melihat Ayah dan Ibunya terlihat sangat gugup, tubuh pasangan Suami-istri tersebut gemetaran dihadapan tamunya.Jelas saja Viona mengira kalau orang-orang yang berkunjung adalah penjahat. Gadis itu dengan hati-hati mengambil Vas bunga, secara perlahan mendekati tamu tersebut dari belakang.Kedua orang tua Viona sontak saja terkejut saat melihat Anaknya mengangkat Vas bunga di atas salah satu kepala tamu. Mata mereka membelalak lebar."Viona ja ...."Prang!" ... an." Ayah Viona seketika langsung lemas.Tamu yang dihantam Vas bunga menoleh ke belakang sejenak, sebelum akhirnya jatuh pingsan dengan kepala berdarah.Tamu satunya terkejut, ia langsung menoleh ke belakang, terlihat Viona sedang berdiri sambil menatap rekannya yang jatuh pingsan di sofa. Pria itu tersenyum getir, jika saja yang memukul rekannya bukan gadis pilihan Tuan mudanya, dia sudah menghajarnya. Namun, dia tidak bisa apa-apa saat melihat Viona, hanya bisa berharap rekannya baik-baik saja.Ayah dan Ibu Viona menghela napas berat, mereka tahu akan mendapatkan masalah besar akibat ulah Viona. Mereka berdua pasrah dengan apa yang terjadi nantinya, mengingat dia tamu tersebut utusan keluarga Ruiz.Terlihat mobil ambulan didepan rumah keluarga Viona. Pria yang dipukul Vas bunga dengan cepat dibawa masuk ke ambulan.Bawahan orang tua Alagar satunya terlihat sangat cemas, melihat kepala rekannya berdarah cukup banyak. Pria itu mengeluarkan amplop undangan kepada Viona."Nona, nanti malam Anda harus datang, siapkan diri dengan baik, akan ada orang yang menjemput Anda," ucap bawahan orang tua Alagar yang langsung ke mobilnya mengikuti ambulan.Viona tertegun ditempatnya, gadis itu pikir akan dilaporkan ke polisi, tetapi ternyata malah diabaikan begitu saja.Kristina Reisi, Ibu Viona menjewer telinga sang Anak ketika ambulan sudah pergi, hingga kedalam Rumah. Viona merengek kesakitan sambil berjalan, tetapi sang Ibu tidak melepaskan tangannya dari telinga gadis itu."Sakit Bu ... lepaskan," ucap Viona masih merengek kesakitan."Sakit ... kamu pikir sakit mana? Kedua orang tuamu akan masuk penjara gara-gara sikapmu!" bentak Kristina saat sudah berada didalam Rumah, melepaskan tanganny
Bawahan Jack yang diperintahkan untuk memberikan Amplop kepada Viona terlihat sudah kembali ke Kastil Tuannya.Salah satu bawahan kepalanya di perban dia dipapah rekannya saat turun dari mobil.Jack yang memerintahkan keduanya untuk memberikan Amplop undangan kepada Viona mengernyitkan dahi saat melihat keduanya turun dari mobil, ketika dia sedang bersantai di Pos penjagaan depan gerbang."Kalian berkelahi dengan siapa? Bukankah sudah ku bilang untuk mengantar undangan itu terus pulang? Kenapa malah terlibat masalah? Apa perintahku kurang jelas?" cecar Jack langsung, merasa kesal karena bawahannya tidak menuruti perintahnya sama sekali."Bos, kejadiannya bukan seperti itu ...," ucap bawahan yang tidak terluka."Terus apa? Coba ceritakan dengan jelas padaku!" bentak Jack masih terlihat kesal.Bawahan yang tidak terluka menghela napas tidak berdaya, melihat rekannya lantas menjelaskan. "Nona Viona memukulnya memakai Vas bunga, dia mengira kami rentenir.""Apa?!" Jack terkejut dengan per
Liliana jelas saja terkejut saat melihat Ibu Viona bersimpuh dibawah kakinya, bukan hanya di situ saja, Viona juga melakukan hal yang sama dengan sang Ibu."Nyonya, tolong maafkan saya. Saya tidak bermaksud menyakiti bawahan Anda," ucap Viona bersungguh-sungguh sembari memegangi kaki Liliana bersama sang Ibu.Liliana merasa ada kesalah pahaman diantara mereka, wanita paruh baya itu pun bergegas meminta Ibu dan Anak itu agar berdiri."Kalian ini kenapa? Kedatanganku kemari untuk menjemputmu untuk datang ke pesta penyambutan anak aku? Kenapa kalian malah seperti ini?" tanya Liliana sembari memapah keduanya berdiri."Nyonya saya se ... eh, tadi Anda bilang apa?" tanya Viona terkesiap dengan pernyataan Ibu Alagar.Liliana mengulas sebuah senyum, mengusap puncak kepala Viona dengan lembut. "Kedatanganku kemari memang untuk menjemput kamu, aku penasaran dengan gadis yang di sukai Putraku, ternyata pilihan dia tepat, kamu sangat cantik."Viona tertegun sejenak, mengedip-ngedipkan matanya, me
Malam harinya di kapal pesiar tempat pesta berlangsung. Terlihat Alagar sedang bersama Pricilia berada di dek atas menatap orang-orang yang mulai berdatangan ke kapal pesiar tersebut.Alagar menyesap anggur yang sedang dipegangnya, lantas buka bertanya, "dimana Ibu Pricil? Tumben sekali dia tidak datang lebih awal untuk menyambut mereka?""Entahlah, aku juga tidak melihatnya dari tadi," jawab Pricil sembari menggendikan bahu dan memperhatikan pria yang di sukainya tersebut.Alagar masih memperhatikan orang-orang yang ada dibawah, tampak sang Ayah sedang mengobrol dengan rekan-rekan bisnisnya sembari tertawa-tawa."Apa pencitraan sepenting itu bagi mereka?" tanya Alagar lagi yang melihat kalau semua orang di sana sedang menjilat orang tuanya.Pricillia reflek menoleh ketempat Alagar memandang, wanita itu tersenyum tipis. "Bukankah kamu sudah tahu jawabannya? Kalau tidak seperti itu, mana bisa mereka menjalin sebuah relasi?"Alagar menghela napas, menyesap anggurnya lagi kemudian berbic
Alagar dan Viona sampai di dek atas kapal pesiar, melepaskan cekalan tangannya dan menatap gadis itu dengan seksama.Terlihat sedikit semburat wajah sedih Alagar ketika memperhatikan Viona dengan seksama. Berbeda dengan Alagar yang sedang memperhatikan wanita didepannya itu.Viona menundukkan kepala tidak berani menatap Alagar sama sekali, masih takut dengan pria yang baru berhadapan langsung dengannya tersebut."Siapa dia, Alagar?" tegur Pricilia yang memang berada di dek atas.Alagar segera tersadar, lantas menjawab, "Dia ... t-temanku.""Teman?" Pricilia menatap Viona dari atas sampai bawah, kemudian menatap Alagar menyelidik. "Sejak kapan kamu punya teman?"Alagar bingung mau menjawab apa, pasalnya ini pertama kalinya dia bertemu langsung dengan Viona yang entah kenapa bisa datang ke pesta bersama sang Ibu.Kruyuk ....Terdengar suara perut Viona berbunyi, sontak saja Alagar dan Pricilia langsung menoleh ke arah Viona sambil mengerutkan kening.Viona memegangi perut sambil terseny
Alagar menatap kehadiran Dewa penjaga Neraka, sosok yang dulu pernah terlibat atas penyegelan dirinya.Sosok tersebut datang bersama dua bawahan setianya yang berdiri melayang dibelakang Tuannya tersebut."Hahahaha ... ternyata rumor itu benar, kau bisa bereinkarnasi kembali menjadi manusia Alagar!" seru Dewa penjaga neraka sambil tertawa keras.Alagar hanya menatap tajam Dewa tersebut tanpa berbicara, mengingat kejadian saat dirinya di segel dalam dimensi kegelapan.Bikely yang mulai merasakan energi sihir Alagar melonjak naik langsung menoleh, sosok Dewi waktu tersebut melihat raut wajah kebencian Alagar."Hooh ... kau pikir bisa mengalahkanku dengan tubuh manusiamu itu, Alagar? Ketahuilah batasanmu, cepat atau lambat kau akan kembali terbunuh, setelah keberadaanmu diketahui yang lain!" ujar Dewa penjaga Neraka percaya diri.Alagar merapal mantra sihir, Yama dan Yami keluar dari portal sihir yang Alagar ciptakan. Dua sosok Dewa Kematian tersebut tanpa bertanya langsung melesat ke ar
Waktu kembali berjalan dengan normal stelah Nagra sudah Alagar masukan ke dimensi balung bersama Yama dan Yami. Alagar menghampiri Bikely yang telah membantunya menghentikan Nagra.Semua orang yang berada di kapal pesiar tidak mengetahui kalau tadi ada serangan besar, mereka semua tidak melihatnya karena berhenti bergerak."Jangan menganggap remeh Herda, Alagar! Kau tahu sendiri dia bagaimana, bukan?" tegur Bikely mengingatkan."Apa itu penting buatku? Lagi pula apa dia Sudi menurunkan harga dirinya melawan manusia sepertiku?" tanya Alagar santai.Bikely menghela napas, menunjuk Viona. "Lihatlah, dari sini saja aku tahu kalau wanita itu berhubungan dengannya, apa kau pikir Herda tidak mengetahuinya?""Sudahlah, lebih baik kau kembali ke kediamanmu, jangan ikut campur dengan urusan dunia manusia," ucap Alagar tidak peduli.Bikely mengepalkan tangannya, sedari dulu Alagar memang tidak pernah percaya dengan kata-katanya. Namun, Dewi waktu itu menyadari kalau Alagar memperlakukannya seper
Alagar menunggu Viona menjawab, masih memegang kedua tangan Viona penuh harap, dia tidak ingin kejadian sewaktu dulu terulang kembali. Tak mampu menjaga orang yang dicintainya.Viona menghirup napas dalam-dalam kemudian membuangnya, dia kemudian buka suara. "Apa Tuan muda berjanji akan kata-kata Anda?""Tentu, aku tidak pernah menarik kata-kataku," jawab Alagar mantap."Kalau begitu, bolehkan saya berbicara biasa saja, tidak formal seperti sekarang?" tanya Viona memastikan.Alagar menganggukkan kepalanya, menandakan tidak keberadaanmu kalau Viona berbicara biasa saja dengan dirinya.Viona mengulas senyum menawan, lantas bertanya lagi. "Apakah ada alasan kusus, kenapa kamu tiba-tiba mengatakan hal ini padaku?"Alagar melepaskan genggaman tangannya, kemudian mengeluarkan sebuah cincin yang terbuat dari batu giok murni dengan ukiran naga menyelimuti seluruh cincin.Alagar meraih tangan Viona bermaksud mengenakan cincin tersebut di jari manisnya. Namun, Viona menarik tangannya, tidak mau
Alagar dan Viona memasuki Istana Cahaya dengan hati yang berdebar. Mereka berpikir akan ada perlawanan dari para Dewa yang tinggal di istana tersebut. Namun, begitu mereka melangkah masuk, para Dewa dan Dewi justru menyambut mereka dengan hangat dan penuh hormat.Saat Alagar dan Viona berjalan melalui koridor istana, mereka disambut oleh senyuman ramah dan tatapan penuh penghormatan dari para penghuni istana. Tak ada satupun tanda penolakan atau kemarahan yang terlihat pada wajah mereka.Viona merasa lega dan bahagia, ternyata para Dewa menghormati dan menerima dirinya sebagai permaisuri Alagar.Para dayang-dayang istana juga sangat menghormati Viona. Mereka membantu Viona beradaptasi dengan kehidupan di istana dan memberikan segala yang dibutuhkan oleh Viona.Sementara itu, Alagar merasa terkejut namun bersyukur. Ia mengira para Dewa akan menentangnya karena ia membawa Viona, seorang manusia, ke istana mereka. Namun, ternyata para Dewa malah menghormatinya dan menerima Viona dengan t
Alagar dan Viona berdiri di hadapan kedua orang tua mereka, dengan rasa haru dan berdebar-debar. Keduanya telah bersiap untuk pergi ke langit. Namun, kedua orang tua mereka tidak diberitahu, mengingat kekuatan Alagar tidak bisa dibeberkan ke mereka."Ayah, Ibu, kami pamit," ucap Alagar dengan suara lantang namun bergetar, sementara Viona menundukkan kepalanya, menahan rasa sedih yang menyelimuti dirinya."Hati-hati di sana," ujar ayah Alagar dengan senyum hangat, memeluk putranya dengan erat. Ibu Viona pun menghampiri dan memeluk putrinya, berbisik, "Jaga diri baik-baik di sana, Nak. Jangan lupa sesekali mengunjungi kami.""Tentu Bu, aku pasti akan sering kemari," jawab Viona dengan mata berkaca-kaca.Namun, di balik senyum dan ucapan selamat tersebut, Alagar dan Viona tahu bahwa mereka tak akan pergi ke luar negeri seperti yang mereka katakan. Sebagai seseorang yang setara dengan Dewa, Alagar akan membawa Viona ke langit, tempat yang jauh dari dunia manusia.Ketika semua pelukan
Alagar melangkah cepat mendekati Pricila yang tampak bergegas meninggalkan tempat itu, wajahnya pucat pasi mendengar percakapan tentang pernikahan Alagar dengan Viona. Wajah Pricila terlihat sangat sedih, seolah dunia ini runtuh di depan matanya."Pricilla, kau mau kemana?" tanya Alagar dengan lembut sambil mencekal lengan Pricila, mencoba untuk menenangkannya.Pricila menatap Alagar dengan air mata berlinangan, pipinya memerah karena menahan tangis. "Selama ini aku selalu menunggumu. Aku selalu berharap bahwa suatu saat kau akan memilihku, tetapi ternyata semua harapanku hanya sia-sia. Pada akhirnya kau memilih wanita lain, Alagar," ucap Pricila dengan suara lirih dan terbata-bata.Alagar merasa terpukul mendengar ungkapan perasaan Pricila. Hatinya terasa berat, menahan perasaan bersalah yang mendera. Ia mencoba memandang Pricila dengan tatapan penuh pengertian, namun wanita itu terus menundukkan kepalanya, tak mampu menatap mata Alagar."Maafkan aku, Pricila. Aku tidak bermaksud men
Viona terdiam, matanya terpejam saat dia merenung dalam-dalam tentang ajakan Alagar untuk pergi ke langit bersamanya. Dalam keheningan itu, dia beranjak duduk, merasa tercekik oleh berbagai perasaan yang melanda. Tubuh telanjangnya dibungkus oleh selimut yang kemudian ditarik lebih rapat, seolah mencari perlindungan dari ketakutan yang mulai merayapi hatinya."Bagaimana dengan keluarga kita? Mereka pasti akan menentang, Alagar," ucap Viona dengan suara yang penuh kekhawatiran, alisnya mengerut dan jari-jarinya mengepal erat pada selimut yang menutupi tubuhnya.Alagar pun bergegas duduk di samping Viona, menatap matanya yang pilu. Dengan lembut, ia menggenggam kedua bahunya, mencoba memberikan kekuatan dan dukungan. "Kita akan bilang ke mereka, untuk tinggal di luar negeri, sesekali kita juga bisa berkunjung menemui mereka," ujar Alagar dengan nada yang meyakinkan, berusaha meredakan kegelisahan yang terpancar dari wajah Viona.Viona menatap Alagar, sejuta pertanyaan dan keraguan ber
Begitu melihat Dewa Agung sudah kembali di kediamannya, Bikely dan Indra segera menyambutnya dengan hormat. Keduanya membungkukkan badan serta mengucapkan salam yang penuh sopan. Namun, tidak demikian dengan Alagar yang tetap berdiri tegak, tanpa menunjukkan rasa hormat yang sama. Wajahnya tampak datar, tanpa ekspresi. Dia tidak pernah menganggap sosok Dewa Agung hebat, apalagi setelah dia berhasil mengalahkan Tigras dalam pertandingan dan seharusnya, Alagar yang menjadi Dewa Agung selanjutnya, namun dia menolak tahta tersebut.Mata Dewa Agung menatap tajam ke arah Alagar, lalu berkata, "Kalian berdua, bisa tinggalkan kami."Dengan patuh, Bikely dan Indra mengangguk, sebelum perlahan meninggalkan tempat tersebut. Mereka tahu bahwa Dewa Agung ingin berbicara dengan Alagar secara empat mata.Setelah Bikely dan Indra pergi, Dewa Agung mulai berbicara dengan suara yang tenang, "aku sudah beribicara dengan petinggi Istana cahaya, kau bisa tinggal di sana kapan pun kau mau."Alagar tidak b
Alagar sedang berada di kediamannya, sementara Dewa Agung beserta para petinggi Istana Cahaya berkumpul di kediaman Tigras, yang kini tidak memiliki pemimpin setelah Tigras lenyap—dikalahkan oleh kekuatan Alagar.Dewa Agung duduk di kursi utama, memimpin rapat di hadapan para petinggi yang saling berbisik dan menatap ragu satu sama lain. "Sekarang kalian tinggal pilih, ingin menerima Alagar sebagai pemimpin baru, atau ingin menunjuk pemimpin lain?" ujar Dewa Agung dengan suara berat yang memenuhi ruangan.Para petinggi saling berpandangan, beberapa terlihat gugup, sementara yang lain tampak serius dalam mempertimbangkan pilihan yang diberikan Dewa Agung. Mereka sadar bahwa keputusan ini akan menentukan masa depan Istana Cahaya dan seluruh rakyatnya."Alagar memang telah membuktikan kekuatannya dengan mengalahkan Tigras, tapi kita belum tahu apakah ia bisa menjadi pemimpin yang bijaksana, dan menerima kita, mengingat apa yang telah Tuan Tigras lakukan padanya," sahut salah satu peting
Alagar yang melayang di hadapan Dewa Agung. Matanya menatap tajam sosok pemimpin langit tersebut. "Apa begini sudah cukup?" tanyanya dengan suara datar namun tegas.Dewa Agung menghela napas panjang, seolah merasakan beratnya pertanyaan yang dilontarkan Alagar. "Bukankah kau lihat sendiri?" jawabnya dengan suara menggema. "Setelah kau mengeluarkan dua naga legendaris itu dan mengalahkan Tigras, siapa yang akan berani menentangmu? Lihatlah mereka...."Mata Dewa Agung melirik ke arah para Dewa yang tengah menyaksikan pertandingan antara Alagar dan Tigras. Wajah mereka tampak tenang, namun tatapan mata mereka terpaku pada Alagar dan Dewa Agung dengan rasa khawatir yang tersembunyi.Alagar pun menoleh, melihat para Dewa yang terdiam. Ia merasakan kekuasaan yang kini ada di tangannya, namun hatinya tetap merasa hampa. "Apa mereka semakin takut padaku?" tanya Alagar dengan wajah bingung, tak menyangka bahwa kekuatannya yang luar biasa justru membuat para Dewa ketakutan."Begitulah kami, ya
Arena pertarungan berubah menjadi medan perang yang mengerikan. Seluruh penonton, para Dewa yang hadir, menatap takjub dan terperangah saat melihat dua sosok Naga Yin dan Yang muncul secara bersamaan dari pola sihir yang diciptakan oleh Alagar. Naga-naga legendaris itu merupakan penguasa elemen sihir cahaya dan kegelapan, makhluk yang hanya ada dalam mitos dan legenda. Suasana di arena menjadi hening seketika. Semua Dewa yang menonton pertarungan tersebut seakan-akan kehilangan kata-kata untuk menggambarkan kejadian luar biasa yang baru saja mereka saksikan. Mata mereka terbelalak, mulut mereka terbuka lebar, dan beberapa bahkan menahan napas mereka karena terkejut.Keterkejutan mereka semakin bertambah saat Alagar, dengan santainya dan percaya diri, menaiki kepala Naga Cahaya. Dengan pandangan yang tajam dan penuh tekad, dia mengendalikan Naga Cahaya seolah sudah menjadikannya monster kontraknya. Di sisi lain, Tigras tampak kesulitan menghadapi serangan yang diterimanya. D
Alagar terpojok di sudut arena pertandingan, diserang oleh Tigras yang beringas dan tak kenal ampun. Ekspresi cemas tergambar jelas di wajah Indra yang menyaksikan pertandingan itu dari tribun penonton."Bukankah ini tidak adil, Alagar tidak bisa mengeluarkan kemampuan penuhnya!" gerutu Indra, kesal sambil mengepalkan tangannya erat-erat."Kau salah, Indra. Lihatlah baik-baik...." tegur Bikely dengan nada tenang, membuat Indra refleks menatap arena pertarungan dengan seksama.Saat itu juga, Indra mengerutkan kening, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi di arena. Ia menyaksikan Alagar yang sengaja menerima serangan Tigras, tanpa menghindar atau melawan sama sekali. Bahkan, wajah Alagar tampak tenang dan fokus, seolah ada rencana besar yang sedang dipersiapkannya.Indra kemudian memperhatikan lebih detail gerak-gerik Alagar, mencoba memahami strategi yang sedang digunakan oleh sahabatnya itu. Sementara itu, Bikely tersenyum tipis, seolah tahu bahwa Alagar memiliki kejutan yang