Alagar pergi ke balkon sambil membawa dua kaleng Bir dari lemari pendingin setelah selesai mengenakan pakaiannya. Pria itu memberikan salah satu kaleng Bir untuk Pricilia.
"Bagaimana perusahaan Ayahmu, apa semuanya sudah berjalan lancar?" tanya Alagar sambil duduk di kursi samping tempat duduk Pricilia."Semuanya berjalan lancar, berkat Ayah kamu, terima kasih Alagar," jawab Pricilia lembut lantas menenggak Bir di tangannya.Alagar mengernyitkan dahi. "Kenapa berterima kasih padaku? Seharusnya kamu berterima kasihlah pada Ayahku, yang membantu kalian.""Ck, kamu pikir aku bodoh? Ayahmu tidak bisa apa-apa tanpa asisten pilihanmu itu," sergah Pricilia.Alagar hanya tersenyum, pasalnya ia juga tahu kalau sang Ayah sebenarnya tidak pandai berbisnis, karena itulah ia menunjuk seseorang untuk mendampingi Ayahnya.Orang yang ditunjuk Alagar bukanlah orang sembarangan, dia merupakan Kaki tangan Alagar yang secara kebetulan reinkarnasi di masa yang sama dengannya.Orang tersebut tidak memiliki ingatan masa lalu seperti Alagar. Namun, Alagar dapat mengetahui kalau dia mantan bawahannya dulu yang selalu menyiapkan dana perang untuknya. Kecapakan dia dalam mencari uang tidak perlu diragukan lagi, bermodalkan dengan hal tersebut. Alagar tanpa ragu merekrutnya dan hasilnya memang sangat memuaskan, dia mampu mendongkrak kinerja Ayahnya, selama Alagar berada di luar negeri."Dimana kamu bertemu dengan Mikel? Dia sepertinya sangat pandai, apakah lulusan sekolah ternama di luar negeri?" tanya Pricilia penasaran.Alagar menggelengkan kepalanya. "Dia hanya lulusan sekolah menengah atas, keluarganya kurang mampu, tidak seperti yang kamu kira.""Lulusan sekolah menengah atas? Tidak mungkin ... apa kamu bercanda?" sanggah Pricilia tidak percaya.Alagar menggendikan bahu, faktanya Mikel memang terlahir dari orang tidak mampu. Ia merekrutnya karena percaya kalau kemampuan Mikel masih sama seperti dulu.Pricilia menatap tidak percaya Alagar, jika benar Mikel hanya lulusan sekolah menengah atas, artinya pria yang di kaguminya itu menemukan bakat yang sangat luar biasa. Karena pencapaian Mikel sangat besar, walaupun statusnya hanya seorang asisten tapi faktanya para pebisnis mengakui Mikel sebagai seorang C.E.O. bayangan di Ruiz Grup.Langit tiba-tiba menggelap dengan begitu cepat. Alagar menyipitkan matanya, ia langsung menyentuh Pricilia, membuat wanita itu tidak sadarkan diri dan membuka sebuah dimensi, memasukkannya ke dalam sana.Alagar beranjak berdiri, menatap langit yang terus menggelap, seolah akan terjadi badai besar di sana."Keluarlah Indra!" tegur Alagar dengan suara dingin."Hahahaha ... ternyata benar kau memang terlahir kembali, Alagar!" Suara Indra terdengar menggelegar di atas Alagar.Perlahan sebuah asap hitam muncul, seruan petir yang saling menyahut menyelimuti asap hitam tersebut, kemudian muncul sosok pria yang dipenuhi energi listrik menjalar di tubuhnya sedang duduk di awan hitam.Alagar mengangkat tangannya, ia langsung memasukkan Indra ke dimensi Api. Dimensi kedua yang telah Alagar kuasai."Hoooh ... apakah ini neraka?" tanya Indra yang tampak tidak takut sama sekali meski di bawa ke dimensi Api Alagar."Seperti yang kamu lihat, selama sepuluh ribu tahun aku hidup di tempat seperti ini, bisa dikatakan ini rumahku," jawab Alagar santai.Kobaran Api menyembur dimana-mana, tempat tersebut sangat panas, mengingat di sana hanya ada batu dan Api, bahkan sungai di sana terbentuk oleh magma. Tidak ada mahluk hidup bisa bertahan di tempat tersebut, karena mereka akan langsung meleleh ketika berada di sana, kecuali para pengguna kekuatan absolute seperti Alagar dan beberapa Monster yang pada dasarnya tercipta oleh api."Kau membawaku kemari, apakah menyuruhku untuk memadamkan api di sini, Alagar?" tanya Indra menggoda.Alagar mengulas sebuah senyum. "Lakukanlah jika bisa, Dewa rendahan!"Alagar langsung menggerakan tangannya, dari magma keluar seekor ular besar dengan tubuh berwarna merah berselimut api.GroaarSebuah Golem batu api juga tercipta, meraung keras, menghampiri Alagar bersama dengan ular api besar yang muncul dari magma."Cih, kau memang masih sama seperti dulu, tidak bisa di ajak bicara baik-baik, Alagar!" raung Indra marah."Bicara baik-baik? Ah ... dari awal aku terlahir lagi ke dunia ini, sudah tidak percaya dengan kalian, karena itulah aku selama ini menyembunyikan diri, sambil memperkuat tubuhku dan aku rasa sudah waktunya untukku sekarang mengajari Dewa rendahan seperti kalian," tantang Alagar percaya diri."Kau ...." Dewa Indra tampak sangat marah, sosok tersebut langsung mengeluarkan beberapa naga petir.Alagar tersenyum saat melihat Indra marah padanya, ia memang sudah menunggu lama untuk membalaskan dendam atas perbuatan para Dewa dulu terhadapnya.SwuzzIndra menggerakan tangannya, naga petir langsung menyerang Alagar semuanya secara bersamaan. Akan tetapi Alagar tidak membiarkan hal tersebut, ia juga menggerakan ular magma yang ukurannya lebih besar dari naga petir dan juga Golem batu api.SwutDuar! Duar! Duar!Terjadi ledakan demi ledakan ketika naga petir menghantam Golem batu api dan dan Ular magma.Mereka terus beradu satu sama lain, membuat dimensi tersebut terguncang. Api semakin menyembur keluar dengan besar, sungai magma bergejolak seolah akan tumpah.Alagar memperhatikan setiap serangan dari Indra, pria itu menyeringai, ia menggerakan tangannya dengan sangat cepat.Tiba-tiba muncul kelelawar kegelapan berjumlah ribuan dari sebuah goa yang tidak jauh dari tempat tersebut, menyerbu Indra.Sontak saja Indra terkejut ketika melihat segerombol kelelawar kegelapan menyerbu ke arahnya.Indra membuat awan gelap untuk menghadang kelelawar. Awan-awan gelap tersebut berkumpul di depan Indra kemudian mengeluark petir yang seolah menembaki gerombolan kelelawar kegelapan.Duar! Duar! Duar!Kelelawar kegelapan berjatuhan satu per satu terkena tembakan petir dari awan hitam yang di ciptakan Indra. Namun, jumlah kelelawar yang begitu banyak membuat Indra kewalahan.SwutSwutKelelawar kegelapan berhasil menerobos awan hitam Indra sebagian, mereka semua menyerang Indra dengan cakar dan taringnya bagaika pisau."Argh, brengsek!" Indra berteriak marah.Alagar yang melihat hal tersebut tersenyum simpul, dari dulu kelemahan Indra memang meremehkan lawannya, sehingga ia tidak memiliki rencana untuk melakukan serangan balik.Indra mengumpulkan energinya, ia langsung melepaskan energi yang di kumpulkannya ke seluruh tubuh hingga tercipta sebuah gelombang listrik sangat besar menjalar di seluruh tubuhnya.Kelelawar-kelelawar kegelapan berjatuhan terkena sengatan listrik tersebut. Alagar yang melihat hal tersebut membiarkannya dan hanya memperhatikan itu dengan seksama."Kau pikir bisa mengalahkanku dengan serangga seperti ini, Alagar!" Raung Indra percaya diri.Alagar menggerakan tangannya, tiba-tiba Golem batu Api dan Ular Magma langsung agresif, kedua sosok monster panggilan tersebut seolah merasakan perintah dari Tuannya.Groaar!Boom! Boom!Golem batu meraung keras, menghantam naga petir hingga langsung hancur seketika. Begitu juga dengan Ular Magma, menggigit naga petir hingga menghilang.Indra terkejut saat melihat naga petirnya menghilang oleh serangan dua monster milik Alagar. Sosok Dewa petir itu baru menyadari kalau monster tersebut bukanlah energi kekuatan Alagar, melainkan keduanya merupakan sosok monster penghuni dimensi tersebut.Duar!Golem batu api dan Ular Magma menyerang Indra secara bersamaan, tetapi tiba-tiba Indra menghilang dari sana."Masalah kita belum selesai Alagar! Aku pasti akan kembali!" Terdengar suara Indra yang telah menghilang dari dimensi Api.Alagar hanya tersenyum mendengar hal tersebut, ia mengangkat tangannya, meminta kepada para monster agar kembali ke tempat semula. Golem batu Api, Ular Magma dan Kelelawar kegelapan langsung kembali ke tempatnya masing-masing.Alagar menjentikkan jarinya, hanya dalam sekejap mata ia kembali ke balkon rumahnya dan perlahan langit kembali cerah. Pria itu mengeluarkan Pricilia dari dimensi tempat dia menyembunyikannya. Ia membawa Pricilia ke kamar, membaringkan di ranjang, membiarkan wanita itu agar beristirahat di sana.Alagar keluar dari kamarnya, ia turun ke bawah untuk menemui Ayah dan Ibunya. Tadinya Alagar mau istirahat, tetapi karena Pricilia tertidur, jadi lebih baik keluar dari kamar.Alagar menghampiri kedua Ibunya yang sedang berada di ruang keluarga, menonton televisi ditemani kepala pelayan."Ayah pergi ke kantor, Bu?" tanya Alagar sambil duduk di kursi sebelah Ibunya.Liliana menganggukkan kepala, kemudian bertanya, "Katanya mau istirahat, kenapa turun?"Alagar menghela napas. "Sewaktu aku keluar dari kamar mandi, Pricil sudah tertidur, lebih baik aku turun agar tidak terjadi salah paham.""Hais kamu ini, dia sudah menunggumu lama, kenapa kamu masih bersikap dingin padanya? Ayah dan Ibu setuju kalau kalian menikah," ucap Liliana lembut."Jangan bahas itu, aku sudah bilang belum mau menikah dulu, Bu." Alagar mengambil buah Apel di meja, memakannya.Liliana menatap sang Anak, padahal usianya sudah cukup untuk menikah, tetapi dia selalu saja menolak permintaannya. Wanita yang telah melahirk
Alagar membalikan badannya, ia menatap gadis yang sedang memarahi penjambret dengan seksama. Pria itu benar-benar dibuat tidak percaya dengan apa yang dilihat depan matanya tersebut.Bukan hanya energi spiritualnya saja mirip dengan seseroang yang dikenalnya dulu, tetapi wajah cantiknya juga sangat mirip, ditambah perawakan wanita itu juga hampir sama, membuat Alagar benar-benar tidak bisa berkata-kata."Tuan," tegur Jack yang sudah sampai ditempat tersebut."Eh ...." Alagar tersentak kaget."Siapa mereka Tuan?" tanya Jack penasaran, melihat Clinton yang sedang menduduki seseroang dan ada wanita cantik di sana.Alagar mau menjawab, tetapi orang-orang mulai berkerumun, sehingga membuat pria itu terpaksa menjauh dan berdiri di dekat mobil masih menatap wanita tersebut.Jack memperhatikan Tuannya dengan seksama, pandangannya yang tidak teralihkan sama sekali dengan wanita cantik itu, membuat Jack yakin kalau Alagar tertarik dengannya."Dia sangat cantik Tuan, saya rasa cocok dengan Anda,
Terlihat mobil ambulan didepan rumah keluarga Viona. Pria yang dipukul Vas bunga dengan cepat dibawa masuk ke ambulan.Bawahan orang tua Alagar satunya terlihat sangat cemas, melihat kepala rekannya berdarah cukup banyak. Pria itu mengeluarkan amplop undangan kepada Viona."Nona, nanti malam Anda harus datang, siapkan diri dengan baik, akan ada orang yang menjemput Anda," ucap bawahan orang tua Alagar yang langsung ke mobilnya mengikuti ambulan.Viona tertegun ditempatnya, gadis itu pikir akan dilaporkan ke polisi, tetapi ternyata malah diabaikan begitu saja.Kristina Reisi, Ibu Viona menjewer telinga sang Anak ketika ambulan sudah pergi, hingga kedalam Rumah. Viona merengek kesakitan sambil berjalan, tetapi sang Ibu tidak melepaskan tangannya dari telinga gadis itu."Sakit Bu ... lepaskan," ucap Viona masih merengek kesakitan."Sakit ... kamu pikir sakit mana? Kedua orang tuamu akan masuk penjara gara-gara sikapmu!" bentak Kristina saat sudah berada didalam Rumah, melepaskan tanganny
Bawahan Jack yang diperintahkan untuk memberikan Amplop kepada Viona terlihat sudah kembali ke Kastil Tuannya.Salah satu bawahan kepalanya di perban dia dipapah rekannya saat turun dari mobil.Jack yang memerintahkan keduanya untuk memberikan Amplop undangan kepada Viona mengernyitkan dahi saat melihat keduanya turun dari mobil, ketika dia sedang bersantai di Pos penjagaan depan gerbang."Kalian berkelahi dengan siapa? Bukankah sudah ku bilang untuk mengantar undangan itu terus pulang? Kenapa malah terlibat masalah? Apa perintahku kurang jelas?" cecar Jack langsung, merasa kesal karena bawahannya tidak menuruti perintahnya sama sekali."Bos, kejadiannya bukan seperti itu ...," ucap bawahan yang tidak terluka."Terus apa? Coba ceritakan dengan jelas padaku!" bentak Jack masih terlihat kesal.Bawahan yang tidak terluka menghela napas tidak berdaya, melihat rekannya lantas menjelaskan. "Nona Viona memukulnya memakai Vas bunga, dia mengira kami rentenir.""Apa?!" Jack terkejut dengan per
Liliana jelas saja terkejut saat melihat Ibu Viona bersimpuh dibawah kakinya, bukan hanya di situ saja, Viona juga melakukan hal yang sama dengan sang Ibu."Nyonya, tolong maafkan saya. Saya tidak bermaksud menyakiti bawahan Anda," ucap Viona bersungguh-sungguh sembari memegangi kaki Liliana bersama sang Ibu.Liliana merasa ada kesalah pahaman diantara mereka, wanita paruh baya itu pun bergegas meminta Ibu dan Anak itu agar berdiri."Kalian ini kenapa? Kedatanganku kemari untuk menjemputmu untuk datang ke pesta penyambutan anak aku? Kenapa kalian malah seperti ini?" tanya Liliana sembari memapah keduanya berdiri."Nyonya saya se ... eh, tadi Anda bilang apa?" tanya Viona terkesiap dengan pernyataan Ibu Alagar.Liliana mengulas sebuah senyum, mengusap puncak kepala Viona dengan lembut. "Kedatanganku kemari memang untuk menjemput kamu, aku penasaran dengan gadis yang di sukai Putraku, ternyata pilihan dia tepat, kamu sangat cantik."Viona tertegun sejenak, mengedip-ngedipkan matanya, me
Malam harinya di kapal pesiar tempat pesta berlangsung. Terlihat Alagar sedang bersama Pricilia berada di dek atas menatap orang-orang yang mulai berdatangan ke kapal pesiar tersebut.Alagar menyesap anggur yang sedang dipegangnya, lantas buka bertanya, "dimana Ibu Pricil? Tumben sekali dia tidak datang lebih awal untuk menyambut mereka?""Entahlah, aku juga tidak melihatnya dari tadi," jawab Pricil sembari menggendikan bahu dan memperhatikan pria yang di sukainya tersebut.Alagar masih memperhatikan orang-orang yang ada dibawah, tampak sang Ayah sedang mengobrol dengan rekan-rekan bisnisnya sembari tertawa-tawa."Apa pencitraan sepenting itu bagi mereka?" tanya Alagar lagi yang melihat kalau semua orang di sana sedang menjilat orang tuanya.Pricillia reflek menoleh ketempat Alagar memandang, wanita itu tersenyum tipis. "Bukankah kamu sudah tahu jawabannya? Kalau tidak seperti itu, mana bisa mereka menjalin sebuah relasi?"Alagar menghela napas, menyesap anggurnya lagi kemudian berbic
Alagar dan Viona sampai di dek atas kapal pesiar, melepaskan cekalan tangannya dan menatap gadis itu dengan seksama.Terlihat sedikit semburat wajah sedih Alagar ketika memperhatikan Viona dengan seksama. Berbeda dengan Alagar yang sedang memperhatikan wanita didepannya itu.Viona menundukkan kepala tidak berani menatap Alagar sama sekali, masih takut dengan pria yang baru berhadapan langsung dengannya tersebut."Siapa dia, Alagar?" tegur Pricilia yang memang berada di dek atas.Alagar segera tersadar, lantas menjawab, "Dia ... t-temanku.""Teman?" Pricilia menatap Viona dari atas sampai bawah, kemudian menatap Alagar menyelidik. "Sejak kapan kamu punya teman?"Alagar bingung mau menjawab apa, pasalnya ini pertama kalinya dia bertemu langsung dengan Viona yang entah kenapa bisa datang ke pesta bersama sang Ibu.Kruyuk ....Terdengar suara perut Viona berbunyi, sontak saja Alagar dan Pricilia langsung menoleh ke arah Viona sambil mengerutkan kening.Viona memegangi perut sambil terseny
Alagar menatap kehadiran Dewa penjaga Neraka, sosok yang dulu pernah terlibat atas penyegelan dirinya.Sosok tersebut datang bersama dua bawahan setianya yang berdiri melayang dibelakang Tuannya tersebut."Hahahaha ... ternyata rumor itu benar, kau bisa bereinkarnasi kembali menjadi manusia Alagar!" seru Dewa penjaga neraka sambil tertawa keras.Alagar hanya menatap tajam Dewa tersebut tanpa berbicara, mengingat kejadian saat dirinya di segel dalam dimensi kegelapan.Bikely yang mulai merasakan energi sihir Alagar melonjak naik langsung menoleh, sosok Dewi waktu tersebut melihat raut wajah kebencian Alagar."Hooh ... kau pikir bisa mengalahkanku dengan tubuh manusiamu itu, Alagar? Ketahuilah batasanmu, cepat atau lambat kau akan kembali terbunuh, setelah keberadaanmu diketahui yang lain!" ujar Dewa penjaga Neraka percaya diri.Alagar merapal mantra sihir, Yama dan Yami keluar dari portal sihir yang Alagar ciptakan. Dua sosok Dewa Kematian tersebut tanpa bertanya langsung melesat ke ar
Alagar dan Viona memasuki Istana Cahaya dengan hati yang berdebar. Mereka berpikir akan ada perlawanan dari para Dewa yang tinggal di istana tersebut. Namun, begitu mereka melangkah masuk, para Dewa dan Dewi justru menyambut mereka dengan hangat dan penuh hormat.Saat Alagar dan Viona berjalan melalui koridor istana, mereka disambut oleh senyuman ramah dan tatapan penuh penghormatan dari para penghuni istana. Tak ada satupun tanda penolakan atau kemarahan yang terlihat pada wajah mereka.Viona merasa lega dan bahagia, ternyata para Dewa menghormati dan menerima dirinya sebagai permaisuri Alagar.Para dayang-dayang istana juga sangat menghormati Viona. Mereka membantu Viona beradaptasi dengan kehidupan di istana dan memberikan segala yang dibutuhkan oleh Viona.Sementara itu, Alagar merasa terkejut namun bersyukur. Ia mengira para Dewa akan menentangnya karena ia membawa Viona, seorang manusia, ke istana mereka. Namun, ternyata para Dewa malah menghormatinya dan menerima Viona dengan t
Alagar dan Viona berdiri di hadapan kedua orang tua mereka, dengan rasa haru dan berdebar-debar. Keduanya telah bersiap untuk pergi ke langit. Namun, kedua orang tua mereka tidak diberitahu, mengingat kekuatan Alagar tidak bisa dibeberkan ke mereka."Ayah, Ibu, kami pamit," ucap Alagar dengan suara lantang namun bergetar, sementara Viona menundukkan kepalanya, menahan rasa sedih yang menyelimuti dirinya."Hati-hati di sana," ujar ayah Alagar dengan senyum hangat, memeluk putranya dengan erat. Ibu Viona pun menghampiri dan memeluk putrinya, berbisik, "Jaga diri baik-baik di sana, Nak. Jangan lupa sesekali mengunjungi kami.""Tentu Bu, aku pasti akan sering kemari," jawab Viona dengan mata berkaca-kaca.Namun, di balik senyum dan ucapan selamat tersebut, Alagar dan Viona tahu bahwa mereka tak akan pergi ke luar negeri seperti yang mereka katakan. Sebagai seseorang yang setara dengan Dewa, Alagar akan membawa Viona ke langit, tempat yang jauh dari dunia manusia.Ketika semua pelukan
Alagar melangkah cepat mendekati Pricila yang tampak bergegas meninggalkan tempat itu, wajahnya pucat pasi mendengar percakapan tentang pernikahan Alagar dengan Viona. Wajah Pricila terlihat sangat sedih, seolah dunia ini runtuh di depan matanya."Pricilla, kau mau kemana?" tanya Alagar dengan lembut sambil mencekal lengan Pricila, mencoba untuk menenangkannya.Pricila menatap Alagar dengan air mata berlinangan, pipinya memerah karena menahan tangis. "Selama ini aku selalu menunggumu. Aku selalu berharap bahwa suatu saat kau akan memilihku, tetapi ternyata semua harapanku hanya sia-sia. Pada akhirnya kau memilih wanita lain, Alagar," ucap Pricila dengan suara lirih dan terbata-bata.Alagar merasa terpukul mendengar ungkapan perasaan Pricila. Hatinya terasa berat, menahan perasaan bersalah yang mendera. Ia mencoba memandang Pricila dengan tatapan penuh pengertian, namun wanita itu terus menundukkan kepalanya, tak mampu menatap mata Alagar."Maafkan aku, Pricila. Aku tidak bermaksud men
Viona terdiam, matanya terpejam saat dia merenung dalam-dalam tentang ajakan Alagar untuk pergi ke langit bersamanya. Dalam keheningan itu, dia beranjak duduk, merasa tercekik oleh berbagai perasaan yang melanda. Tubuh telanjangnya dibungkus oleh selimut yang kemudian ditarik lebih rapat, seolah mencari perlindungan dari ketakutan yang mulai merayapi hatinya."Bagaimana dengan keluarga kita? Mereka pasti akan menentang, Alagar," ucap Viona dengan suara yang penuh kekhawatiran, alisnya mengerut dan jari-jarinya mengepal erat pada selimut yang menutupi tubuhnya.Alagar pun bergegas duduk di samping Viona, menatap matanya yang pilu. Dengan lembut, ia menggenggam kedua bahunya, mencoba memberikan kekuatan dan dukungan. "Kita akan bilang ke mereka, untuk tinggal di luar negeri, sesekali kita juga bisa berkunjung menemui mereka," ujar Alagar dengan nada yang meyakinkan, berusaha meredakan kegelisahan yang terpancar dari wajah Viona.Viona menatap Alagar, sejuta pertanyaan dan keraguan ber
Begitu melihat Dewa Agung sudah kembali di kediamannya, Bikely dan Indra segera menyambutnya dengan hormat. Keduanya membungkukkan badan serta mengucapkan salam yang penuh sopan. Namun, tidak demikian dengan Alagar yang tetap berdiri tegak, tanpa menunjukkan rasa hormat yang sama. Wajahnya tampak datar, tanpa ekspresi. Dia tidak pernah menganggap sosok Dewa Agung hebat, apalagi setelah dia berhasil mengalahkan Tigras dalam pertandingan dan seharusnya, Alagar yang menjadi Dewa Agung selanjutnya, namun dia menolak tahta tersebut.Mata Dewa Agung menatap tajam ke arah Alagar, lalu berkata, "Kalian berdua, bisa tinggalkan kami."Dengan patuh, Bikely dan Indra mengangguk, sebelum perlahan meninggalkan tempat tersebut. Mereka tahu bahwa Dewa Agung ingin berbicara dengan Alagar secara empat mata.Setelah Bikely dan Indra pergi, Dewa Agung mulai berbicara dengan suara yang tenang, "aku sudah beribicara dengan petinggi Istana cahaya, kau bisa tinggal di sana kapan pun kau mau."Alagar tidak b
Alagar sedang berada di kediamannya, sementara Dewa Agung beserta para petinggi Istana Cahaya berkumpul di kediaman Tigras, yang kini tidak memiliki pemimpin setelah Tigras lenyap—dikalahkan oleh kekuatan Alagar.Dewa Agung duduk di kursi utama, memimpin rapat di hadapan para petinggi yang saling berbisik dan menatap ragu satu sama lain. "Sekarang kalian tinggal pilih, ingin menerima Alagar sebagai pemimpin baru, atau ingin menunjuk pemimpin lain?" ujar Dewa Agung dengan suara berat yang memenuhi ruangan.Para petinggi saling berpandangan, beberapa terlihat gugup, sementara yang lain tampak serius dalam mempertimbangkan pilihan yang diberikan Dewa Agung. Mereka sadar bahwa keputusan ini akan menentukan masa depan Istana Cahaya dan seluruh rakyatnya."Alagar memang telah membuktikan kekuatannya dengan mengalahkan Tigras, tapi kita belum tahu apakah ia bisa menjadi pemimpin yang bijaksana, dan menerima kita, mengingat apa yang telah Tuan Tigras lakukan padanya," sahut salah satu peting
Alagar yang melayang di hadapan Dewa Agung. Matanya menatap tajam sosok pemimpin langit tersebut. "Apa begini sudah cukup?" tanyanya dengan suara datar namun tegas.Dewa Agung menghela napas panjang, seolah merasakan beratnya pertanyaan yang dilontarkan Alagar. "Bukankah kau lihat sendiri?" jawabnya dengan suara menggema. "Setelah kau mengeluarkan dua naga legendaris itu dan mengalahkan Tigras, siapa yang akan berani menentangmu? Lihatlah mereka...."Mata Dewa Agung melirik ke arah para Dewa yang tengah menyaksikan pertandingan antara Alagar dan Tigras. Wajah mereka tampak tenang, namun tatapan mata mereka terpaku pada Alagar dan Dewa Agung dengan rasa khawatir yang tersembunyi.Alagar pun menoleh, melihat para Dewa yang terdiam. Ia merasakan kekuasaan yang kini ada di tangannya, namun hatinya tetap merasa hampa. "Apa mereka semakin takut padaku?" tanya Alagar dengan wajah bingung, tak menyangka bahwa kekuatannya yang luar biasa justru membuat para Dewa ketakutan."Begitulah kami, ya
Arena pertarungan berubah menjadi medan perang yang mengerikan. Seluruh penonton, para Dewa yang hadir, menatap takjub dan terperangah saat melihat dua sosok Naga Yin dan Yang muncul secara bersamaan dari pola sihir yang diciptakan oleh Alagar. Naga-naga legendaris itu merupakan penguasa elemen sihir cahaya dan kegelapan, makhluk yang hanya ada dalam mitos dan legenda. Suasana di arena menjadi hening seketika. Semua Dewa yang menonton pertarungan tersebut seakan-akan kehilangan kata-kata untuk menggambarkan kejadian luar biasa yang baru saja mereka saksikan. Mata mereka terbelalak, mulut mereka terbuka lebar, dan beberapa bahkan menahan napas mereka karena terkejut.Keterkejutan mereka semakin bertambah saat Alagar, dengan santainya dan percaya diri, menaiki kepala Naga Cahaya. Dengan pandangan yang tajam dan penuh tekad, dia mengendalikan Naga Cahaya seolah sudah menjadikannya monster kontraknya. Di sisi lain, Tigras tampak kesulitan menghadapi serangan yang diterimanya. D
Alagar terpojok di sudut arena pertandingan, diserang oleh Tigras yang beringas dan tak kenal ampun. Ekspresi cemas tergambar jelas di wajah Indra yang menyaksikan pertandingan itu dari tribun penonton."Bukankah ini tidak adil, Alagar tidak bisa mengeluarkan kemampuan penuhnya!" gerutu Indra, kesal sambil mengepalkan tangannya erat-erat."Kau salah, Indra. Lihatlah baik-baik...." tegur Bikely dengan nada tenang, membuat Indra refleks menatap arena pertarungan dengan seksama.Saat itu juga, Indra mengerutkan kening, mencoba memahami apa yang sebenarnya terjadi di arena. Ia menyaksikan Alagar yang sengaja menerima serangan Tigras, tanpa menghindar atau melawan sama sekali. Bahkan, wajah Alagar tampak tenang dan fokus, seolah ada rencana besar yang sedang dipersiapkannya.Indra kemudian memperhatikan lebih detail gerak-gerik Alagar, mencoba memahami strategi yang sedang digunakan oleh sahabatnya itu. Sementara itu, Bikely tersenyum tipis, seolah tahu bahwa Alagar memiliki kejutan yang