Setiap hari, Asahi dengan cermat memantau gerak-gerik para bawahannya serta mengawasi pergerakan para manusia yang berniat menyerang. Meskipun begitu, para pengikut Raja Iblis berusaha melawan orang-orang yang membantai manusia yang mereka anggap pemuja sang Raja. Pembantaian di desa itu akhirnya mulai mereda, dan para prajurit Raja Iblis bekerja sama membantu perbaikan serta pemakaman mayat-mayat yang telah dibantai.“Sungguh mengerikan ...” ucap Regulus dengan nada rendah, matanya menyapu pemandangan kehancuran di sekelilingnya.“Kau benar,” jawab Asahi dengan tatapan tajam, “para manusia sudah bertindak terlalu jauh ... apakah kita harus melakukan sesuatu ...?”Regulus memandang ke arah Asahi, matanya penuh kehati-hatian. “Menurut saya, Anda sebaiknya tidak melakukan pergerakan apa pun... ini mungkin jebakan yang akan memicu kericuhan baru nantinya.” Tiba-tiba, suasana menjadi tegang saat seorang wanita muncul, memaksa masuk dan berlutut di depan Asahi. Penj
Malam itu, langit Brirya tampak lebih gelap dari biasanya, seolah-olah mengisyaratkan datangnya malapetaka. Di dalam istana megah Brirya, Mother of Great Spirit Luna berjalan sendirian di sepanjang koridor yang diterangi oleh cahaya bulan yang redup. Taman-taman yang biasanya dipenuhi dengan suara nyanyian roh hutan kini senyap, seakan-akan mereka merasakan kekhawatiran yang sama dengan Luna. Hutan roh, yang baru saja dipindahkan ke dekat Brirya, terasa sunyi, menyiratkan bahwa sesuatu yang buruk tengah mendekat. Luna, dengan wajah penuh keraguan, menggumam pelan kepada dirinya sendiri, mencoba memahami perubahan drastis yang terjadi pada Asahi, sang Demon Lord. Asahi, yang dulu pernah berdiri di sisi cahaya sebagai pelindung, kini berubah menjadi ancaman yang menakutkan bagi umat manusia. "Mengapa Asahi memilih jalan gelap ini? Apa yang mendorongnya untuk memusuhi manusia yang pernah ia lindungi?" Luna bertanya-tanya, suaranya hampir tidak terdengar di tengah
Pagi itu, Nyx memimpin pasukan iblis dengan penuh ketegasan, misinya jelas: membasmi orang-orang yang telah ditargetkan oleh Asahi. Di bawah sinar mentari yang baru terbit, mereka bergerak dengan hati-hati, memastikan tidak ada suara yang bisa membangunkan penghuni desa-desa di sekitar Vurfield. Setiap langkah mereka dihitung dengan cermat, menghindari perhatian yang tidak diinginkan. Nyx, dengan tatapan mata yang tajam dan penuh tekad, merasakan beban tanggung jawab yang berat di pundaknya. Ia tahu bahwa misi ini bukan sekadar penyerangan biasa—ini adalah peringatan, pesan yang harus sampai kepada musuh-musuh Asahi. Namun, ada kekhawatiran yang bersemayam di benaknya. Bukan hanya karena risiko tinggi dari operasi ini, tetapi juga karena potensi konflik yang bisa muncul jika mereka gagal menjaga kerahasiaan gerakan mereka. Di tengah keheningan pagi, angin berembus pelan, membawa serta aroma tanah yang lembab dan dedaunan basah. Nyx memberi isyarat k
Asahi menatap pemandangan di depannya dengan senyuman tipis setelah seluruh pasukan dibantai habis. Di sisi lain, Asmodeus, Ubert, dan Mileena memandangnya dengan tatapan penuh keheranan dan ketakutan. Mereka merasa bahwa Asahi telah berubah menjadi sosok yang berbeda—seseorang yang jauh lebih gelap dan kejam. Kekhawatiran mereka memuncak ketika menyadari bahwa Asahi kini menjadi pembunuh tanpa belas kasihan.“Tuan Asahi, sepertinya masih ada beberapa dari mereka yang berhasil melarikan diri...” kata Regulus dengan nada ragu. Asahi hanya tersenyum lebih lebar. “Itu bukan masalah besar. Yang penting, Nyx kini sudah berada di ibukota,” jawabnya dengan tenang, seakan-akan pembantaian yang baru saja terjadi hanyalah masalah kecil. Setelah Asahi tersenyum menatap sihir proyeksi medan perang yang penuh dengan mayat, tidak ada satu pun yang menyadari bahwa ada sesuatu yang lebih besar terjadi di balik layar. Nyx, dalam keganasannya, telah berubah menjadi s
Saat Asahi selesai berbicara dan mereka semua mulai beranjak pergi, suasana yang tadinya tegang mendadak menjadi lebih mencekam. Sebuah suara tepuk tangan perlahan terdengar dari belakang mereka, memecah kesunyian yang baru saja tercipta. Semua orang fokus ke arah sumber suara, dan di sana, di bayangan gelap ruangan yang tersembunyi itu, Regulus muncul dengan senyum yang penuh arti di wajahnya. Tepuk tangan itu berhenti, digantikan oleh suara lembut namun sarat dengan ironi. "Selamat datang... sungguh hebat, Tuan Asahi," ucapnya dengan nada yang merayap, seolah-olah dia telah menyaksikan sesuatu yang menarik. Asahi tidak menunjukkan tanda-tanda terkejut. Sebaliknya, dia hanya mengangkat satu alisnya, memandang Regulus dengan tatapan yang sulit ditebak. Regulus melangkah maju, mendekati mereka, dan keheningan yang menyelimuti ruangan seolah menambah ketegangan yang menggantung di udara."Tuan Asahi," lanjut Regulus, masih dengan nada yang sama, "Aku tidak menyang
Lantai batu dingin terasa menusuk di lututnya, seakan ingin menambah beban yang sudah tak tertanggungkan di hatinya. Ruangan itu sunyi, begitu sunyi hingga suara napasnya yang terengah-engah terdengar memekakkan telinga. Di hadapannya, sang pemimpin berdiri dengan angkuh, tatapannya setajam pisau yang mampu menembus jiwa. "Maafkan aku...," suaranya gemetar, hampir tak terdengar. Tenggorokannya terasa kering, setiap kata yang keluar terasa seperti duri yang merobek-robek dirinya. "Aku tak pantas... tapi aku mohon... ampunilah aku..." Kepala tertunduk, ia tak berani mengangkat wajahnya untuk menatap sang pemimpin. Ia tahu, kesalahannya terlalu besar untuk diampuni dengan mudah. Keringat dingin membasahi punggungnya, detak jantungnya berpacu cepat, seolah berusaha melarikan diri dari nasib yang kini tergantung di ujung keputusan orang di hadapannya. Sang pemimpin tak memberikan jawaban. Hanya keheningan yang menyelimuti ruangan itu, membuat
Di wilayah Iblis, suasana di sana begitu suram dan mengerikan, seolah-olah alam itu sendiri telah berubah menjadi mimpi buruk yang tak berkesudahan. Langit selalu tertutup oleh awan hitam pekat yang berputar-putar seperti pusaran neraka, memuntahkan petir merah yang menggelegar tanpa henti. Tanahnya, seperti luka menganga yang bernanah, mengeluarkan asap belerang dan api yang menjilat dari celah-celah besar, memancarkan panas yang cukup untuk memanggang kulit siapa pun yang berani mendekat. Pohon-pohon di sana bukanlah pohon biasa, melainkan kerangka-kerangka yang berjeritan saat angin dingin berhembus, memperdengarkan tangisan makhluk yang disiksa. Sungai-sungai darah mengalir deras, berbau amis dan memabukkan, seolah mengundang kehancuran bagi siapa pun yang menatapnya terlalu lama. Suara tangisan dan raungan putus asa bergema dari segala arah, menciptakan simfoni kengerian yang membuat jantung berdegup kencang dan nyali menciut. Di setiap sudutny
Arena bertarung dipenuhi dengan ketegangan yang memuncak. Kedua petarung, Misha dan Asahi, saling berhadapan dengan tatapan penuh determinasi. Udara di sekitar mereka terasa berat, seolah dipenuhi oleh kekuatan besar yang siap dilepaskan kapan saja. Dalam sekejap, Misha melesat maju. Gerakannya secepat kilat, hampir tidak terlihat oleh mata manusia biasa. Tangannya yang kecil namun kuat mengepal, siap menghantam Asahi dengan kekuatan penuh. Namun, Asahi sudah siap. Dengan ketenangan yang mengerikan, dia menghindar ke samping dengan kecepatan yang setara, membuat serangan Misha hanya menyentuh angin.“Cepat…,” gumam Asahi dalam hati, memuji kecepatan Misha. Namun, dia tidak tinggal diam. Dengan gerakan yang sama cepatnya, Asahi membalas, mengayunkan tinjunya ke arah Misha yang dengan lincah memutar tubuhnya untuk menghindari serangan itu. Kedua petarung terus bergerak dalam irama yang mendebarkan. Serangan demi serangan diluncurkan, tinju dan tendang
Asahi mengundang semuanya ke ruang tamu yang megah di dalam istana. Para tamu, termasuk Haruto dan bawahannya, dengan senang hati menerima tawaran baik Asahi dan mengikuti langkahnya ke dalam ruangan yang besar dan nyaman.Setelah semua orang duduk, suasana sedikit tenang namun penuh dengan rasa penasaran. Haruto, yang biasanya ceria, kali ini menunjukkan ekspresi serius. Bawahannya juga duduk dengan sopan, menunggu apa yang akan dibahas oleh sang Demon Lord yang telah mereka hormati dan takuti."Asahi," Haruto memulai, suaranya penuh kehati-hatian, "Kami semua di sini tahu bahwa kau baru saja menghadapi sesuatu yang luar biasa. Namun, kami juga tahu bahwa kau pasti sudah memikirkan apa yang akan kau lakukan selanjutnya."Asahi mengangguk pelan, menatap mereka satu per satu sebelum akhirnya berbicara. "Memang benar. Apa yang terjadi belum lama ini bukanlah hal yang bisa dianggap remeh. Vernie… dan segala yang berkaitan dengannya, telah mengacaukan banyak hal, termasuk wakt
Dengan satu gerakan, dia mengangkat tangan dan membanting suaka itu ke tanah dengan kekuatan yang menghancurkan, menciptakan gelombang kehancuran yang mengguncang Vurfield.Namun, Asahi belum selesai. Dia menggunakan sihirnya untuk memanipulasi daratan, membawa suaka itu ke kastilnya dan menjadikannya lantai utama dari istana Vurfield. Suaka yang dulunya penuh dengan kekuatan Vernie kini berada di bawah kendali Asahi sepenuhnya.Pedang yang telah menyatu dengan dirinya muncul kembali di tangan Asahi. Dengan satu tebasan ringan, dia menghancurkan hukum suaka tersebut, menciptakan hukum baru yang menyatakan bahwa suaka itu kini adalah sumber kehancurannya, dan akan selamanya menjadi bagian dari kastilnya."Ini belum berakhir, Vernie... aku akan membuatmu menyesal telah mempermainkan seorang Demon Lord," gumam Asahi, kekuatan barunya menyatu dengan ambisinya yang semakin besar.Asahi berdiri di hadapan tangga yang menjulang tinggi, langkahnya tenang namun dipenuhi dengan tujuan yang jela
Ketika kedua kekuatan tersebut bertemu di tengah, terjadi ledakan kolosal yang menyilaukan dan menggetarkan seluruh dimensi. Cahaya terang dan kegelapan saling bertabrakan, menciptakan gelombang energi yang menyapu bersih segala sesuatu di sekitarnya. Waktu seolah berhenti sejenak saat kekuatan-kekuatan tersebut beradu, menentukan siapa yang akan keluar sebagai pemenang. Setelah beberapa saat yang terasa seperti keabadian, ledakan tersebut perlahan mereda. Asap dan debu tebal menyelimuti medan pertarungan, membuat pandangan menjadi samar. Saat debu mulai mengendap, terlihatlah sosok Asahi berdiri tegak, meski dengan luka dan kelelahan yang jelas terlihat namun regenerasinya benar benar diatas batas normal. Di hadapannya, Vernie terjatuh berlutut, aura cahayanya memudar dan kekuatannya tampak terkuras habis."Asahi... bagaimana bisa...?" Vernie berbisik lemah, matanya kehilangan kilauannya. Asahi berjalan mendekati Vernie, men
Gak ada Prolog, jadi lanjut aja ...Kedepan akan menceritakan bagaimana keadaan dunia 500 tahun yang lalu. Sebagai Demon Lord, Asahi telah menjadi ancaman seluruh dunia. Bukan hanya satu dunia, ribuan semesta yang ada telah menganggap dirinya adalah sebuah kehancuran abadi.Flashback sedikit,Tanpa peringatan, Vernie mengangkat tangannya, dan dari langit yang gelap, muncul kilatan petir yang menyambar ke arah Asahi. Petir itu bukan petir biasa—setiap kilatan membawa energi pemusnahan yang bisa meluluhlantakkan apa saja. Namun, Asahi dengan sigap melompat ke udara, menghindari petir tersebut dengan kecepatan yang tidak mungkin ditangkap mata manusia. Vernie, tidak terkejut, langsung meluncurkan serangan kedua. Dengan satu gerakan tangan, tanah di bawah kaki Asahi terbelah, dan dari dalamnya muncul makhluk-makhluk kegelapan yang berwujud kabut, mencoba merangsek ke arah Asahi. Makhluk-makhluk ini tidak memiliki bentuk pasti, tetapi setiap sentuhan mereka bisa menguras energi
Lima ratus tahun yang lalu, sebelum dunia sepenuhnya memahami ancaman yang dibawa oleh satu sosok yang sangat berbahaya dan keji, sudah ada upaya dari para dewa untuk menghentikan kebangkitannya. Sosok ini, yang kelak dikenal sebagai salah satu ancaman terbesar dalam sejarah, telah menunjukkan tanda-tanda kegelapan yang tidak bisa diabaikan. Para dewa, yang melihat bahaya besar yang akan datang, mencoba segala cara untuk menghentikannya. Mereka menggunakan kekuatan mereka yang paling besar, mengerahkan segala usaha untuk membunuh sosok tersebut. Namun, meskipun berkali-kali dicoba, upaya mereka selalu gagal. Seolah-olah hukum alam, atau mungkin takdir itu sendiri, menolak kematian sosok itu. Meskipun kekuatan para dewa mampu menghancurkan gunung dan membelah laut, mereka tidak bisa menembus perlindungan yang tampaknya diberikan oleh hukum yang tidak tertulis. Bahkan para dewa, yang biasanya tidak terbatas oleh aturan dunia fana, menemukan diri merek
Lima ratus tahun yang lalu, saat dunia masih belum sepenuhnya berada dalam cengkeraman kegelapan. Asahi, Demon Lord yang perkasa, berdiri di puncak kekuasaannya. Namun, di balik wajah dingin dan hati yang mulai dipenuhi kebencian, dia masih menyimpan jejak kemanusiaan. Meskipun sudah lama meninggalkan kehidupan lamanya, ada sesuatu yang mengganggu hatinya—sesuatu yang dia sendiri tak bisa jelaskan. Suatu malam, di tengah kesunyian istananya, Asahi merasakan kehadiran yang tidak biasa. Udara di sekitarnya tiba-tiba menjadi dingin, dan bayangan gelap muncul tanpa peringatan. Asahi, yang tidak pernah takut pada apapun, merasakan dorongan untuk berbalik dan melihat siapa yang berani mengganggu kedamaiannya. Di balik bayangan, sesosok hitam yang misterius muncul, berdiri dengan anggun namun memancarkan aura mengancam. Sosok ini tidak seperti apa pun yang pernah dilihat Asahi sebelumnya. Tubuhnya berkilauan dengan energi gelap yang tidak bisa dijelaskan,
Peperangan kembali berkobar dengan dahsyat. Pasukan Demon Lord, yang dipimpin oleh para jenderal terkuat, maju dengan kekuatan besar, penuh dengan kebencian dan dendam yang telah mendidih sejak kekalahan sebelumnya. Mereka tidak lagi menahan diri, setiap serangan ditujukan untuk menghancurkan segala sesuatu di hadapan mereka. Tujuan mereka jelas—merebut kembali Chloe dari tangan manusia dan memulihkan harga diri yang telah tercabik-cabik. Di garis depan, barisan iblis dan monster berderap maju, memaksa para ksatria suci dari Brirya dan sekutu-sekutunya untuk bertahan mati-matian. Serangan demi serangan dari pasukan iblis menghujani pertahanan Brirya, membuat tanah bergetar dan langit menjadi merah dengan percikan darah. Mereka datang dari segala arah, mengepung dan menyudutkan kota Brirya seperti ombak yang tak henti-hentinya menghantam karang. Di tengah kekacauan itu, Rei berdiri teguh di antara para ksatria lainnya, mengayunkan Excalibur dengan ke
Setelah perang usai, suasana di Brirya dipenuhi dengan sorak-sorai kegembiraan. Para ksatria dan rakyat bersuka cita menyambut para pahlawan yang berhasil memukul mundur pasukan Iblis. Jalanan kota dipenuhi dengan tawa dan keceriaan, seolah beban perang yang berat telah terangkat sepenuhnya. Meja-meja panjang penuh dengan makanan dan minuman, dan semua orang tampak bersenang-senang, bergurau dan bercanda satu sama lain. Di salah satu sudut, Rei, Chloe, dan Luna duduk bersama di meja yang dikelilingi oleh para ksatria. Mereka ikut makan, menikmati momen damai yang langka. Namun, di tengah keceriaan itu, ada keheningan yang tak terucap di antara mereka, terutama di wajah Luna yang terlihat termenung. Saat semua orang mulai berdiri untuk menari mengikuti musik yang dimainkan oleh para musisi, Luna hanya bisa melihat mereka dengan tatapan kosong. Ia tidak ikut menari, hanya duduk dan memandangi sekelilingnya.“Damai sekali…” ucap Luna pelan, nyaris sepe
Dalam senja yang merona di atas medan pertempuran, dua kekuatan dahsyat berhadapan, menggetarkan tanah dan langit. Di satu sisi, pasukan Iblis yang dipimpin oleh tiga Demon Lords: Chloe, Sang Fallen Hero yang pernah menjadi pahlawan umat manusia sebelum terjatuh ke dalam kegelapan; Azusa, Sang Queen Arachne yang memerintah dengan kecerdikan dan kekejaman; dan Auriel, Sang Arachne Origin, sumber dari segala kutukan dan kekuatan Arachne yang telah menanamkan teror di hati musuh-musuhnya. Di sisi lain, pasukan gabungan dari empat kerajaan berkumpul, terdiri dari para ksatria suci dan ahli sihir terhebat. Holy Kingdom Brirya dipimpin oleh Rei, Luna, dan Kashaa, tiga ksatria yang dikenal sebagai pilar kekuatan dan kebijaksanaan. Holy Kingdom Aschyam membawa Arthur, ksatria dengan pedang suci yang memancarkan cahaya keadilan. Dari Magical Kingdom of Tamenia datanglah Putri Tania, ahli sihir yang dikatakan mampu mengendalikan elemen dengan kedipan mata. Ki