Katha menghela napas begitu masuk ke rumah. Dia tidak langsung mandi, melainkan berbaring di sofa depan televisi.
“Kayaknya kita nggak boleh telepon keluarga kalau lagi ada di dalam mobil, deh,” ujarnya.
Rabu mengernyit. “Kenapa?”
“Ya, gitu. Kejadian yang bikin gue sebel selalu terjadi kalau kita lagi telepon orang tua dalam mobil.”
Jawaban Katha membuat Rabu terkekeh. Kali ini emosi Katha tidak sampai meledak-ledak, meski mulutnya terus saja melontarkan kalimat-kalimat keluhan.
“Itu kebetulan aja, Tha. Kemarin kebetulan pas ada acara arisan di rumah lo. Terus tadi kebetulan ibu ke kamar mandi, dan hp-nya dipegang Bude Marni.”
Lagi-lagi Katha menghela napas panjang. Dia menutup matanya dengan lengan, menghalau silau dari cahaya lampu.
“Mandi, sana!” perintah Rabu. Dia melirik jam di dinding yang sudah menunjukkan pukul sembilan malam.
“Ntaran,” sahut Katha.
Rabu masih terkejut dengan ucapan Katha tadi. Ini memang bukan kali pertama dia mendengar ucapan semacam itu keluar dari mulut Katha. Namun, entah kenapa kali ini rasanya berbeda. Muncul kepanikan dalam dirinya. Dia mulai takut Katha bisa menemukan laki-laki yang disukainya saat melakukan perburuan itu.Sampai jarum jam menunjukkan angka tiga, Rabu belum juga bisa tidur. Dia terduduk di atas tempat tidur sambil memperhatikan Katha yang tidur. Diamatinya wajah sang sahabat yang terlelap dengan tenang, padahal sedang berada di dalam ruangan bersama seorang laki-laki dewasa yang normal.“Bisa-bisanya lo bikin gue gini, Tha,” gumam Rabu.Perlahan dia mengarahkan tangannya untuk menyingkirkan beberapa helai rambut yang menutupi wajah Katha. Namun, perbuatan itu membuatnya menginginkan hal yang lebih. Dia jadi ingin menyentuh wajah Katha.“Gue aja belum pernah menyentuh wajah ini kalau tidak dalam situasi tertentu,” gumamnya lagi. Dia me
Katha tertawa-tawa setelah keluar dari kamar mandi. Dia yang tadinya terkejut, berubah jadi terpingkal-pingkal kala sadar Rabu terpeleset di kamar mandi. Sungguh bodoh baginya.“Ketawa aja terus!” gerutu Rabu yang sudah keluar dari kamar mandi. Dia berjalan dengan sedikit menahan sakit di bagian pantantnya menuju lemari.Katha yang sedang duduk di meja rias menoleh, lalu kembali tertawa. Meski sekarang Rabu hanya mengenakan handuk di pinggang, dia tidak bisa memikirkan apa pun selain posisi menyedihkan Rabu di kamar mandi tadi. Ya, walau sebenarnya ada hal lain yang membuatnya canggung kalau mengingat apa yang sempat dilihatnya di kamar mandi.“Lagian lo bego banget. Bisa-bisanya sampai kepeleset gitu,” sahut Katha.“Gue lupa kalau tutup botol sabun kebuka. Ya, man ague tau kalau dia tumpah juga ke lantai,” keluh Rabu sambil mengeluarkan kemeja dari lemari. Saat hendak berganti pakaian, dia melirik Katha yang ternyata t
Guru lelaki itu pergi setelah kedatangan Rabu. Wajahnya berubah masam, apalagi saat Rabu dengan sengaja memeluk pinggang Katha."Lo kok di sini?" tanya Katha. Dia menepis tangan Rabu di pinggangnya, kesal karena lelaki itu mengusir mangsanya.Rabu mengeluarkan sebuah gawai dari saku celananya. "Gue kan udah bilang mau antar ini." Dia mengulurkan gawai pada Katha. "Segitu semangatnya cari mangsa, sampai hp sendiri ketinggalan, malah nggak sadar."Katha yang awalnya kesal, jadi terkekeh. "Trus lo tadi sengaja ganggu gue?" tanyanya sambil memasukkan gawai ke dalam tas."Kapan lagi gue bisa jahilin orang-orang gitu," sahut Rabu. Padahal dia tak sedang menggoda siapa pun. Dia hanya sedang menjaga apa yang harus dia jaga."Bang Kandara mana? Kok lo jalan sendiri di tempat asing?" tanya Rabu sambil mengalihkan pandangan mengitari sekitar. Saat itu, beberapa anak perempuan tampak tertarik pada Rabu.Katha yang menyadari itu langsung berdecih. Dia me
“Sayang, aku lapar,” ujar Rabu sambil kembali memeluk pinggang Katha.Dia sengaja melakukan itu untuk mengusir remaja yang sedang berdiri di depan Katha. Namun, anak lelaki itu tampak tidak peduli sama sekali dengan panggilannya pada Katha.Sedangkan Katha sendiri malah tertawa setelah mendengar ucapan remaja lelaki di depannya, sampai dia tak sadar kalau Rabu kembali memanggilnya dengan panggilan seperti tadi. Dia juga tidak sadar pinggangnya dipeluk oleh lelaki itu.“Nomor kamu tertinggal di kontak saya?” tanya Katha meladeni rayuan remaja di depannya. “Sebentar.” Dia kemudian mengeluarkan gawai dari dalam tas, lalu membuka kontaknya. “Coba sebut nama kamu,” ujarnya.“Ditulis dengan nama kontak brondong manisku,” jawab remaja itu sambil nyengir lebar.Hal itu tentu saja membuat Rabu mendengkus kasar. Rasanya dia ingini menarik Katha menjauh dari remaja nekat itu.Katha lagi-lagi t
Katha dan Rabu langsung menghampiri Rendra di apartemennya. Lelaki itu tampak berantakan, begitu juga raut wajahnya."Tadi gue mau ngajak makan siang Shae, Tha. Tapi waktu gue samperin ke kantor, dia nggak ada. Katanya udah gak ngantor dari kemarin. Gue panik, Tha. Gue langsung ke sini, dan ternyata dia juga nggak ada," cerita Rendra tanpa diminta. Dia menyugar rambutnya kasar.Katha menoleh ke arah Rabu. Dia juga tidak bisa membantu menenangkan Rendra, sebab dirinya pun kini ikut panik. Dia takut kondisi mental Shae ternyata belum membaik, dan sahabatnya itu memilih melakukuan hal-hal yang tidak baik lagi."Gimana, Bu?" tanya Katha.Rabu memejamkan mata sejenak. Dia punya satu pemikiran, tapi ragu mengatakannya pada Katha, apalagi Rendra.Katha yang merasa Rabu memikirkan sesuatu, langsung meraih tangan lelaki itu. "Bu, kasih tau apa pun yang sekarang lagi lo pikirin," pintanya.Tatapan Katha membuat Rabu frustrasi dan khawatir. Lalu dia be
Lalu Rabu bergerak turun. Dia memastikan sekeliiling dulu, sebelum akhirnya mendekati pagar rumah Shae. Namun, suara keributan yang samar-samar dia dengar, membuatnya mempercepat langkah. Dia memanjat pagar yang terkunci itu, lalu mendekat ke jendela sebelah kanan rumah. Tirainya masih tertutup, tapi suara di dalam terdengar.“Lepasin, gue, Theo!” jerit Shae.“Lo lupa kita saudara? Lo lupa kalau kita cuma punya satu sama lain?”Rabu menahan napas mendengar hal yang menurutnya sampah itu. Pasalnya, dulu dia sering mendengar ucapan itu tiap kali mengantar pulang Shae dan Katha seusai bersenang-senang di pesta.“Saudara? Lo masih bilang gitu setelah hal bejat yang lo lakuin ke gue?”“Gue nggak sengaja, Sha. Itu kesalahan. Lagian gue mabuk. Mana gue tau itu elo.”Hal mengerikan seperti itu diucapkan oleh Theo dengan nada super santai. Sampai-sampai Rabu menggenggam tangannya kuat-kuat agar tak meme
Shae menangis histeris sepanjang perjalanan menuju rumah sakit. Bahkan tangisannya semakin parah kala Rendra dimasukkan ke UGD dengan para dokter dan perawat yang terlihat panik.Katha yang melihat itu juga ikut gemetar. Namun, dia sekuat tenaga menahan tangis untuk menguatkan Shae. Sahabatnya itu terlalu syok. Apalagi saat melihat Rendra dibawa ke rumah sakit dengan posisi pisau yang masih menancap pada perut dan darah yang terus-terusan merembes di pakaiannya.Tangis Shae baru lenyap setelah perempuan itu pingsan di depan brankar Rendra. Dia akhirnya ikut dibaringkan di UGD, sementara Rendra dibawa ke ruang operasi.Masalahnya, kondisi Shae jadi mengkhawatirnya ketika sadar. Dia terlihat linglung.“Sha,” panggil Katha untuk yang kesekian kalinya. Dia menyentuh lengan Shae lembut.Shae membuka mata. Dia melihat Katha dengan tatapan bingung selama beberapa detik.“Kita pulang dulu, ya. Pulang ke rumah gue,” ajak Katha
"Gue nggak salah. Si brengsek itu yang berbuat rusuh duluan. Dia mecahin kaca rumah gue, terus menerobos masuk seenaknya. Harusnya gue yang tuntut dia!" teriak Theo. Dia sekarang ada di kantor polisi bersama dengan Rabu.Rabu sendiri jengah mendengar amukan Theo yang merasa dirinya tidak pantas dibawa ke kantor polisi. Padahal kali ini kejadiannya sudah teramat sangat parah, sebab membahayakan nyawa orang lain."Bapak kalau tidak tenang, bisa langsung saya masukkan sel," ujar seorang polisi yang kelelahan mencoba mendapatkan keterangan dari pelaku."Lo kata gue bisa tenang dituduh begini?" sahut Theo. Dia bahkan menendang meja yang ada di depannya.Kalau tidak ingat sedang berada di kantor polisi, mungkin saat ini Rabu sudah menghabisi muka Theo yang seolah tak berdosa itu. Dia geram, sebab setiap dia memberikan keterangan, lelaki itu terus saja membuat keributan dengan menyalahkan balik Rendra maupun Shae."Lo mau nyangkal gimana juga, saksi kita