Suara mobil yang berlalu-lalang tidak merusak sedikit pun fokus Katha. Perempuan itu berjalan mantap ke arah mobil hitam yang terparkir di pinggir jalan. Sosok yang jadi incarannya sedang menatap ban depan mobil yang ternyata bocor.
“Sepertinya ada yang butuh bantuan,” ujar Katha.
Tentu saja sapaanya yang mendadak itu membuat Rakha tersentak. Lelaki itu langsung mundur selangkah, sebelum akhirnya menghela napas panjang. “Ah, Katha. Sedang apa kamu di sini?” tanyanya.
Katha tidak menjawab. Dia hanya memandangi ban mobil Rakha yang kehilangan isinya hingga terlihat menyedihkan.
“Kena paku,” ucap Rakha tanpa ditanya. Lelaki itu kembali memandangi nasib ban mobilnya.
“Mau saya bantu ganti ban?” tanya Katha. Dia hanya membual, sebab bertahun-tahun selama dia bisa mengendarai mobil, sampai malas-malasan mengemudikannya, dia tak pernah melakukan pekerjaan itu.
“Tidak apa. Saya sudah panggil montir. Kebetulan juga tidak ada ban pengganti di be
Sekarang tanggal 31 Desember. Keadaan jalanan sangat ramai, begitu juga dengan tempat wisata, pusat perbelanjaan dan lain-lain. Semua tampak antusias menyambut dan merayakan tahun baru bersama keluarga dan teman-teman.Sayangnya berbeda dengan Katha. Kali ini dia memang akan merayakannya bersama keluarga, namun sedikit terlambat. Kedua orang tuanya dan juga Kaia sudah lebih dulu berangkat liburan ke Jogjakarta sejak tiga hari yang lalu. Sementara dia dan Kandara harus menyelesaikan beberapa pekerjaan sebelum libur sepenuhnya.Kali ini dia terpaksa berada di tengah keramaian, karena Rabu sejak pagi sudah memaksanya menemani lelaki itu ke pusat perbelanjaan. Sahabatnya itu mengaku kalau dia lupa membeli hadiah natal untuk karyawannya yang merayakan. Sebab itu, sebelum tahun baru berakhir, dia akan mengirimkan satu per satu hadiah itu ke rumah karyawannya yang sudah libur. Maka dari itu, satu-satunya orang yang bisa dia repotkan adalah Katha.“Pakai acara lup
Rabu tersenyum lebar melihat reaksi Katha. Dia sudah mempersiapkan kejutan yang ada di ruangan ini untuk Katha sejak kemarin malam. Dia pun sengaja menjadikan hadiah natal untuk para pegawai sebagai alasan untuk bisa mengajak Katha keluar. Ya, meski tanpa itu pun, Katha akan mau jika dia paksa.“Bu!” pekik Katha.Lelaki itu akhirya berjalan dengan mantap mendekati sahabatnya yang tampak sangat terkejut. Rasa malu yang sudah dia bayangkan sebelumnya hilang akibat reaksi Katha. Menyiapkan hal-hal seperti ini bukanlah kemampuan dirinya. Dia bahkan tak pernah membuat kejutan untuk ulang tahun sahabatnya itu sejak pertama kali mereka berteman sampai sekarang. Akan tetapi, kejutan di ruang tengah ini jadi sebuah hal baru yang membuatnya merasakan malu tiap kali menduga-duga reaksi Katha.“Katharina, gue mau ngelamar lo dengan cara yang benar,” ungkap Rabu. Meski tadi dia merasa rasa malunya sudah hilang, tetapi begitu mengeluarkan kata-kata sep
“Gue nggak nyangka kalian udah sejauh itu.” Langit melanjutkan godaannya pada Katha dan Rabu atas kejadian semalam. “Mulut lo, ya!” decak Katha. Sementara Rabu hanya diam saja. Dia kali ini bertugas sebagai tuan rumah yang baik dengan menyiapkan sarapan, padahal ada koki handal di rumahnya. “Kalau gue nggak datang kalian bakal ngapaian, ya?” Langit tak mengindahkan peringatan Katha. Sejak semalam hanya kantuk yang menghentikan ocehan mulutnya. Katha yang kesal akhirnya berdiri dari duduknya di meja makan. Dia menghampiri Langit yang kini tertawa-tawa sambil membuat perisai di depan mukanya dengan kedua lengan yang disilangkan. Tanpa ragu, Katha mengambil sendok bersih dari atas meja, lalu memukulkannya keras-keras di atas kepala Langit. “Woy! Tha! Sadar, Tha!” teriak Langit heboh. “Rasain lo!” Katha meneruskan pukulannya, meski terhalang lengan Langit. Dia bahkan kini sudah mengikut sertakan tangan kirinya untuk menarik kerah kaus lela
“Akhirnya liburan ini benar-benar disponsori Ibu Katharina!” pekik Langit. Dia yang tengah berbaring di sofa ruang tengah, meregangkan otot-ototnya.Katha sendiri duduk di sisi lain sambil melipat lengan di depan dada. Matanya mentap sinis ke arah Langit yang masih saja menyebalkan sejak datang pagi tadi. Di ruangan itu juga ada Rabu, Shae dan Bening. Ya, koki baru itu diajak oleh Langit, karena katanya Bening tidak punya rencana apa pun untuk liburan tahun baru. Beruntung rumah eyangnya punya banyak kamar di sekeliling rumah utama—karena memang dia punya banyak pegawai dan murid—sehingga teman-temannya tak perlu mencari penginapan. “Makasih, ya, Mbak, udah izinin aku ikut liburan ke sini,” ujar Bening yang duduk di seberang Katha.Katha langsung berdecak, lagi-lagi Bening memanggilnya Mbak. Namun, sebelum protesnya keluar, Rabu sudah lebih dulu menyikut lengannya.“Udah pantas dipanggil mbak-mbak juga, mas
Sejak siang, sampai jam sembilan malam ini, Katha, Rabu, Shae, Langit dan Berlian pergi jalan-jalan. Mereka mengunjungi beberapa tempat, tapi tak menghabiskan banyak waktu di sana, karena Katha yang terlalu cerewet. Hal itu membuat Langit jadi uring-uringan. Dia pun memaksa Katha untuk mentraktirnya berbagai macam jajanan dan oleh-oleh. Hingga kali ini, Malioboro jadi tempat terakhir Katha menguras isi dompetnya untuk Langit. “Bangkrut, dah, gue,” keluh Katha sambil memasukkan dompet ke dalam tas. “Untung terakhir lo minta ke sini.” Bukannya berterima kasih, Langit masih saja menyuguhkan wajah masam pada Katha. Dia benar-benar tidak puas di liburan ini. Padahal dia sudah rela menutup Angkasa dan mengajak koki barunya selama beberapa hari, meski di masa liburan seperti ini penghasilannya bisa meningkat pesat. “Masih marah dia,” bisik Rabu pada Katha. “Gimana nggak marah? Kita cuma ngabisin tenaga di jalan!” gerutu Langit. Shae yang berdiri di s
Makan-makan sebagai perayaan tahun baru yang sedikit terlambat di rumah eyang cukup ramai. Semua sanak saudar berkumpul dan sibuk membakar berbagai bahan makanan yang disipakan. Pekerja eyang juga ikut berkumpul dan berpesta bersama. Mereka bahkan mengajak keluarga masing-masing, hingga semakin menyemarakkan malam ini. Api panggangan terus saja menyala. Arang berulang kali ditambahkan. Beberapa jenis makanan berkuah juga disediakan oleh Bening. Sebagai penyeimbang kalau kata eyang. Makan-makan kering hasil pembakaran secara terus-menerus tentu akan membosankan. Akan tetapi, makanan-makanan yang dibuat Bening rupanya membuat Kandara jadi risau. Dia sedari tadi duduk sambil memperhatikan gerak-gerik Bening yang sibuk menuangkan makanan ke dalam mangkuk dan juga memotong-motong bawang untuk campuran bumbu sate. Bermacam-macam dugaan muncul di kepala. Namun, dia tiada tahu bagaimana cara menyampaikannya pada Bening. Bagaimana cara menanyakannya tanpa terkesan aneh.
Hari ini Katha ikut pulang bersama Rabu, Langit, Shae dan Bening. Sedangkan keluarganya masih berada di rumah eyang untuk beberapa hari ke depan. Katha pun sebenarnya masih ingin berada di rumah eyang. Akan tetapi, dengan suasana hati Rabu yang buruk—yang juga karenanya—sejak kemarin, di jadi perlu menghindari pertanyaan-pertanyaan para saudara perihal pernikahannya dengan Rabu. Bertemu WO adalah alasan yang Katha berikan pada keluarga di Jogja. Sementara dia sengaja ikut Rabu agar bisa berbaikan dengan sahabatnya itu. Katha tak begitu tak berperasaan. Dia tahu kalau sudah salah. Rabu telah menjadikan dirinya sendiri sebagai perahu penyelamat untuk dirinya yang berada di atas kapal yang nyaris tenggelam. Rabu telah berkorban atas dasar persahabatan mereka yang dalam. Akan tetapi, semalam dia malah mengatakan hal seperti itu pada Rabu, seolah-olah tak menghargai pengorbanan sahabatnya itu. Katha melirik Rabu melalui spion depan. Dia kali ini duduk bertiga di kursi pen
Pagi tadi, Katha datang ke rumah Rabu. Dia membawa beberapa buah sebagai sogokan—ya, meski tahu cara seperti itu tidak selau berhasil. Dia dan Rabu sering bertengkar, tapi bisa kembali berbaikan tanpa usaha yang berarti. Mereka akan saling mencari. Namun, kali ini jadi sesuatu yang berbeda. Katha sampai kehabisan akal untuk kembali mendapatkan maaf Rabu. Tidak banyak yang berubah. Rabu kembali mendiamkan dan mengabaikannya. Padahal kemarin sewaktu di rumah makan, lelaki itu mau menanggapi ceritanya soal Rendra. Dia tak tahu apa penyebabnya, tapi berkelahi terlalu lama dengan Rabu sangat tidak cocok untuk dirinya. Jadilah Katha tadi berangkt ke kentor sendiri, menggunakan taksi. Rabu berangkat lebih dahulu menggunakan mobil, tanpa menawarkan tumpangan padanya. Kalau diingat, dia merasa cukup kesal juga, tapi dia ada di posisi terangka. Katha menghela napasnya lagi. Sekarang sudah jam makan siang, dan Katha tidak berniat makan di Angkasa. Dia hanya duduk sendir