“Mau ngapain?” tanya Katha kala Rabu menitipkan air mineral padanya.
“Ke toilet. Lo tunggu di sini, jangan ke mana-mana,” perintah Rabu.
Katha mengangguk. Dia pun tak ingin ke mana-mana karena keadaan sekeliling sangat ramai.
Saat ini Rabu dan Katha sedang berada di alun-alun Kota Batu. Mereka berangkat jam tujuh malam dengan balutan jaket tebal. Siang hingga sore tadi hujan mengguyur Malang, maka malam ini yang tersisa ialah hawa dingin, terlebih di Batu memang punya udara yang jauh lebih dingin.
Kesendirian membuat Katha kembali menelusuri barisan para pedangang. Aroma berbagai macam jajanan membuat perutnya terasa lapar kembali. Padahal sebelum berangkat Rahayu sudah memaksa mereka makan malam. Katha tak tahu apa namanya, namun wilayan yang digunakan khusus untuk para pedagang ini cukup luas dan punya dua lantai. Dari lantai atas dia bisa mendengar suara live music yang mengalun. Ah, alun-alun ini banyak berubah, pikirnya.
Hai, Obyn di sini. Sekali lagi, terima kasih buat yang sudah mengikuti kisah Rabu dan Katha sampai sejauh ini. Kalau ada kritik dan saran, jangan sungkan tinggalkan di kolom review. Terima kasih
Kunjungan singkat ke Malang itu berakhir. Katha dan Rabu pun sudah kembali terjun dalam kesibukan masing-masing. Namun, malam ini mereka janjian bertemu di Angkasa untuk membahas soal kontrak pernikahan yang sudah mereka sepakati di alun-alun Batu malam itu. Usai kerja, Katha menyempatkan pulang sebentar untuk berganti pakaian. Kali ini tak seperti biasanya, dia memilih memakai sweater dan celana jeans panjang, rambutnya pun dia ikat ekor kuda agar ringkas. “Tumben pakai baju kayak gitu,” celetuk Dewi. “Mau ke mana?” “Hehe, mau ke Angkasa,” jawab Katha sembari memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. “Kamu ajak Kaia, ya?” pinta Dewi. Katha mengernyit. Dia hendak membahas sesuatu yang penting, jadi tidak mungkin rasanya membawa Kaia turut serta. “Memangnya Mama mau ke mana?” tanyanya kemudian. “Mama sama Papa ada undangan. Tempatnya lumayan jauh. Kasihan Kaia kalau diajak.” Helaan napas panjang keluar dari mulut
Agung mengangguk-anggukkan kepala sembari masih menatap Katha. Dia tahu bahwa keputusan putrinya itu berat, namun tak ada pilihan lain yang bisa dia berikan selain dua pilihan kala itu. Sekarang, Katha telah membuat keputusan, dan dia merasa bahwa keputusan itu merupakan yang paling tepat. Dia tidak ragu ataupun punya rasa khawatir lagi. “Jadi Rabu?” Kini suara Dewi yang terdengar. “Iya,” jawab Katha. “Kayaknya dia pilihan terbaik.” “Nggak nyesel?” tanya Dewi lagi. Menyesal jelas ada dalam benak Katha. Tetapi, dia sudah tidak bisa menarik lagi ucapannya. Walaupun menikah, dia dan Rabu tetaplah sahabat. Menikah hanyalah status yang tampak di muka orang-orang, berikut cincin yang nantinya tersemat. Akan tetapi bagi mereka sendiri, mereka adalah sepasang sahabat yang tidak bisa diganggu gugat sampai akhir hayat. Setidaknya itu yang diyakini oleh Katha. “Semoga enggak,” jawab perempuan berambut panjang itu sambil nyengir. “Ya, sudah. Mama
“Kenapa lo itu rajin masak, tapi males banget buat isi dispenser, ha?” omel Katha sambil menuang bubuk matcha ke dalam cangkir. Langit menirukan kata-kata Katha tanpa suara sembari menggoyang-goyangkan gelas berisi susu hangatnya yang tinggal seperempat. “Padahal tinggal minta anak-anak apa susahnya, sih!” omel Katha lagi, sambil menuangkan air dari teko listrik. Seketika aroma matcha menguar di dalam ruang kerja Langit itu. “Lagian udah ada teko listrik itu, Tha. Atau kalau lo males masak air, bisa tuh minta ke dapur,” sahut Langit sambil memejamkan mata setelah dia letakkan gelasnya di atas meja. Lalu, dia rasakan sofa di sebelahnya bergerak. “Terserah lo, deh.” Katha meletakkan cangkirnya di sebelah gelas Langit, lalu ikut menyandarkan badan ke sofa. “Eh, Tha.” Tahu-tahu Langit sudah membuka matanya lagi. Dia duduk tegak dan memfokuskan perhatiannya pada Katha yang terlihat bersantai. “Apa?” “Lo masih berhubungan sama Atmaja
“Kamu biasa ikut gala premier gini?” tanya Sakha saat dia dan Katha keluar dari gedung bioskop yang disewa untuk acara gala premier film ‘Tidak Mau Cinta Lagi’. Katha menggelengkan kepala. “Jarang banget. Kamu sendiri? Kayaknya hanya karena salah satu aktrismu main sebuah film, nggak akan buat kamu mau susah payah datang ke acara seperti itu,” tebaknya. Sakha membenarkan tebakan Katha. Dia memang jarang datang ke acara-acara seperti ini. Biasanya dia hanya datang untuk rapat-rapat penting dengan stasiun televisi atau lainnya. “Tadi iseng datang, eh, ternyata bisa ketemu kamu,” ujarnya sambil mengusap lengannya. Malam ini dia hanya mengenakan kemeja lengan pendek, hingga angin dengan mudah bertiup langsung di kulitnya. Katha yang melihat itu, lantas melebarkan jaket yang sedari tadi hanya dia sampirkan di lengan. “Kamu kedinginan? Mau pinjam jaketku?” tawar Katha. Sakha langsung tertawa dan menunjuk jaket kuning Katha. “Kamu suruh aku pakai itu? Yang b
Tiba-tiba saja sepulang kerja Katha dihampiri oleh Kaia yang menangis. Bocah itu memaksa tantenya untuk menuntaskan janji yang sudah dibuatnya sejak lama, namun belum terealisasikan. Karenanya, tanpa mengganti pakaian, Katha langsung membawa Kaia ke salah satu toko milik Rabu setelah memesan taksi online.“Segini aja, ya,” ujar Katha sembari menunjuk dua bungkus keripik pisang cokelat di tangannya.Kaia menggeleng. “Masa cuma beli dua?” protesnya.Pegawai yang kebetulan kenal dengan Katha tertawa mendengar ucapan Kaia. “Lagian Mbak Katha masa cuma ambil dua. Tambah, Mbak, nggak usah bayar. Nggak dibolehin juga sama Pak Rabu nerima uang dari Mbak Katha.”“Mau-maunya kamu disuruh Rabu,” canda Katha. “Lagian dia nggak tahu kalau aku ke sini.”“Kan menjalankan amanah, Mbak.” Pegawai perempuan itu menaik-turunkan alisnya.Katha tertawa, lalu kembali fokus pada keponakan
“Tha, kamu janjian sama Rabu?” tanya Dewi. Dia menggoyang-goyangkan kaki Katha agar anak perempuannya itu segera bangun.Katha menggeliat sebentar, sebelum akhirnya mengabaikan lagi pertanyaan mamanya dan melanjutkan tidur yang sejak dua menit lalu terganggu.“Tha!” panggil Dewi lagi. Kali ini dia membuka selimut Katha dengan paksa.“Apa, sih, Ma!” erang Katha kesal. Dia berusaha menarik kembali selimut itu. Udara pagi yang berembus dari jendela yang dibuka, membuat rambut-rambut kulitnya berdiri.“Kamu ada janjian sama Rabu, kan?” tanya Dewi lagi.Katha menggeleng-gelengkan kepala. “Nggak ada. Males juga ketemu Rabu,” sahutnya masih dengan mata terpejam. Dia akhirnya mengabaikan selimut yang sedari tadi ditarik oleh mamanya dan tidur dengan posisi meringkuk.“Rabu di bawah, tuh,” ujar Dewi.Perempuan yang kini kian meringkuk itu berdecak. Dia jadi tahu alasan gaw
“Makanya pakai baju yang bener!” omel Rabu. Dia sudah melepaskan hoodie yang seharian dipakainya, hingga menyisakan kaus oblong warna putih polos. “Salah kursinya, tuh! Mana gue tau di sana ada paku yang mencuat,” balas Katha. Dia tidak terima karena Rabu sejak tadi mengomel karena celananya robek di bagian pantat. “Haih!” Dia melempar hoodie yang diberikan Rabu dan melepas cardigannya sendiri. “Heh! Heh! Kenapa itu dilepas?” Rabu memelototkan matanya. “Buat nutupin ini, lah,” jawab Katha sambil menunjuk pantatnya yang terduduk di ujung kursi. Kejadian celana robek ini terjadi karena keterkejutan Katha atas pertanyaan Rabu mengenai lamaran. Dia dengan gegabah langsung berdiri dan hendak memukul punggung Rabu. Sayangnya, keberuntungan adalah milik Rabu. Tanpa Katha tahu, ternyata ada paku yang sedikit mencuat di bagian tengah kursi. Sebetulnya paku itu tidak akan menyebabkan masalah apa pun kalau Katha mengangkat pantatnya kala hendak berdiri. Namun, k
Katha datang ke Angkasa dengan wajah kuyu. Dia menghampiri Langit yang kebetulan baru saja menemui salah satu pelanggan. “Ada Shae, tuh,” ujar Langit kala mendapati Katha sudah ada di sampingnya. “Mana?” “Di ruangan gue. Lagi makan,” jawab Langit. Lalu, lelaki itu mengerutkan dahi saat melihat bahwa Katha tidak bersemangat seperti biasanya. “Kenapa lo? Bertengkar sama Rabu?” Katha mengangguk begitu saja. Dia sudah memprediksi kalau Rabu akan marah bila tahu kejadian pertemuannya dengan Felysia yang isinya tentu tak berakhir baik. Hanya saja dia tidak tahu kalau Rabu akan semarah itu. Sialnya, Katha tidak tahu siapa yang memberitahu Rabu perihal pertemuan itu, apalagi obrolan dia dan Felysia. Dia belum bercerita pada siapa pun perihal kejadian itu, dan orang yang tau hanyalah Sakha dan Felysia sendiri. Rasa-rasanya tidak mungkin saja bila Sakha yang membocorkannya. Satu-satunya kemungkinan adalah Rabu bertemu dengan Felysia, dan perempuan itu mencerita