Selamatan yang meriah diadakan untuk menyambut kedatangan Rahmat dan Rukmini. Kedua orang tua itu sangat bersyukur karena berhasil menunaikan ibadah haji dengan baik sehingga bisa kembali ke tanah air dengan selamat.
Sangat banyak orang-orang yang datang untuk memberi selamat pada pasangan suami istri tersebut. Tidak hanya para tetangga, tokoh masyarakat yang mengenal Rahmat dan Rukmini pun memenuhi rumah besar milik suami istri tersebut. Para tokoh agama, lurah, camat hingga kepala polisi setempat, memenuhi undangan syukuran yang diadakan besar-besaran tersebut. Rukmini yang tak henti-henti mengumbar senyuman, mendampingi Rahmat menerima ucapan selamat dan mengikuti rangkaian acara. Walaupun mereka baru saja tiba dari bandara, Rukmini sama sekali tak merasa lelah. Kebahagiaannya karena telah kembali ke tanah air telah menghapus kelelahan akibat perjalanan mengarungi udara selama belasan jam. Akan tetapi, lama kelamaan, Rukmini mulai merasakan ada sesuatu yang berbeda. Bukan hanya karena Rika yang hanya muncul sebentar di acara dengan alasan harus menyusui Razka, melainkan karena ia tidak melihat dua orang penghuni rumah lainnya: Risma dan Ratu. “Nak, ke sini,” panggil Rukmini saat melihat Ronny melintas di depannya. Rahmat yang duduk di sebelahnya, hanya menengok sejenak, lalu kembali berbincang dengan Pak Camat yang tampak menikmati acara. “Ada apa, Bu?” tanya Ronny. “Risma dan Ratu mana? Dari tadi kok tidak kelihatan?” Ronny terdiam. Ia membuang muka, tak berani menatap ibunya yang heran melihat sikapnya. *** “Assalamu ‘alaikum! Bu Risma, ayo, Bu! Berangkat!” “Wa ‘alaikum salam! Iya, Bu!” balas Risma. Risma beralih pada Ratu yang masih mengunyah pisang rebus untuk sarapan. “Nak, Bunda berangkat dulu, ya. Nasi dan sayur ada di panci. Makan itu saja kalau lapar,” pesan Risma sebelum berjalan menuju pintu kos-kosan. “Iya, Bunda.” “Nah, Bunda berangkat kerja dulu. Assalamu ‘alaikum!” pamit Risma. “Wa ‘alaikum salam!” Risma bergegas menemui teman kerjanya yang juga adalah seorang ibu-ibu sebaya dirinya. Dengan pakaian kerja berupa kaus lengan panjang lusuh dan celana olahraga tua serta jilbab lebar dari bahan kaus, Risma siap bekerja memulung kardus dan botol plastik bekas. Sudah seminggu ini, Risma melakukan pekerjaan sebagai pemulung sampah yang masih dapat didaur ulang. Sebelumnya, saat baru saja pindah ke kos-kosan di pinggir kota, Risma bahkan belum tahu, bagaimana ia harus mencari uang untuk menyambung kehidupan mereka. Beruntung salah seorang tetangga kosnya mengajak Risma bekerja memulung. Sebab, dia membutuhkan bantuan dalam mengangkut barang-barang yang mereka peroleh dari berbagai tempat sampah. Risma sendiri menyambut pekerjaan itu dengan suka cita. Walaupun sebelumnya ia hidup di sebuah rumah yang besar dan tak perlu bekerja, Risma sama sekali tidak malu dengan keadaannya saat ini. Bisa tidur di bawah atap dan tetap makan adalah anugerah besar bagi dirinya yang sebentar lagi akan menjadi janda. Meskipun mensyukuri keadaannya saat ini, di sisi lain, Risma merasa bersalah pada Ratu. Anak perempuan yang sangat menyayanginya itu memilih ikut ibunya daripada tetap tinggal di rumah besar yang juga dihuni oleh ayah dan ibu tiri yang tidak menyukainya. Kadang-kadang, Risma menyesali apa yang telah terjadi antara dirinya dengan Ronny, hingga membuat Ratu menjadi korbannya. Risma acap kali berpikir, seandainya ia tetap diam saat disakiti oleh Ronny, Ratu tidak akan terkena imbasnya. Sebelum memukuli Risma dua minggu yang lalu, Ronny memang sudah cukup sering menyakiti hati Risma dengan ulahnya yang seenaknya. Selama ini, Risma selalu mengalah dan mendiamkan. Namun, ada waktunya di mana ia tidak tahan lagi dengan keegoisan suaminya. Sebelum pertengkaran yang memicu terjadinya KDRT tersebut, Ronny membujuk Risma agar mau memberikan perhiasan emasnya untuk dibagi dengan Rika. “Toko Abang sedang menurun penjualannya, Dik. Jadi Abang tak bisa memberikan hadiah pada Rika. Kasihan dia. Sejak melahirkan Razka, Rika belum mendapatkan satu stel perhiasan emas. Tidak seperti kau yang mendapatkan hadiah setelah melahirkan Ratu,” bujuk Ronny saat itu. “Tapi Bang, perhiasan ini aku maksudkan sebagai simpanan untuk Ratu. Bisa untuk menambah pembayaran biaya kuliah dia nanti,” tolak Risma dengan halus. Bagaimana pun, anak Ronny bukan hanya Razka. Ratu pun harus dipersiapkan masa depannya dengan baik. “Ratu baru sembilan tahun, Dik. Kuliah masih lama. Nanti kalau penjualan di toko Abang membaik, Abang akan ganti perhiasan itu. Mau, ya?” kilah Ronny, pantang menyerah demi istri keduanya. “Memangnya, Rika tidak bisa menunggu sampai Abang bisa membelikan hadiah? Lagipula, Razka masih bayi dan anak laki-laki, pula. Jadi untuk kuliah juga masih lebih lama dan tidak perlu perhiasan,” balas Risma, tetap bersikeras mempertahankan haknya. “Lagipula, kalau bukan karena pengorbananku, Rika tidak akan bisa masuk ke rumah ini sebagai istri Abang. Jadi, aku minta tolong, Bang. Jangan minta aku untuk berkorban lagi. Hanya perhiasan ini yang bisa aku wariskan pada Ratu anak kita,” lanjut Risma. Rahang Ronny mengeras saat mendengar penolakan Risma. Setelah itu, kesabarannya habis dan ia mulai memukuli Risma. Risma bergidik mengingat kekerasan yang ia alami. Memar dan luka lainnya sudah pulih. Namun, ia tidak bisa menghapus ingatan mengenai KDRT yang telah berlalu itu begitu saja. Sambil berjalan menyusuri jalanan untuk mengais di tempat sampah, Risma diam-diam menitikkan air mata. Ia merasa sakit hati pada Ronny dan Rika, itu pasti. Namun untuk saat ini, ia hanya perlu bertahan hidup. Demi dirinya dan Ratu, anak kesayangannya. *** Rahmat tercengang mendengar penjelasan Ronny. Sementara Rukmini menggeleng-geleng. Usai acara selamatan, kedua orang tua itu harus mendengar kabar buruk: menantu dan cucu mereka kabur dari rumah! “Ibu tidak percaya. Risma anak yang baik. Ratu juga. Tidak mungkin Ratu memukul Razka dan Risma memaki Rika,” tukas Rukmini. “Ini betulan, Bu. Ratu iri pada adiknya sendiri, jadi mau dia pukul. Untuk Rika mencegah dan menasihati dia. Tapi Risma tidak terima anaknya dinasihati. Dia mau memukul Rika. Kalau tidak ada aku waktu itu, Rika mungkin sudah babak belur,” sergah Ronny membantah. “Jadi, sekarang di mana Risma dan Ratu?” sela Rahmat. “Aku sudah mencari mereka ke mana-mana, Pak. Tapi belum ketemu. Ponsel mereka juga tidak aktif.” Rukmini menatap Ronny. Ia merasa ada yang tidak benar dengan penjelasan Ronny, namun tidak tahu letak kesalahannya. Menyadari bahwa istrinya tetap ragu meskipun putranya bersikeras dengan ceritanya, Rahmat akhirnya menengahi. “Kalau begitu, kita istirahat dulu satu dua hari ini. Kalau Bapak dan Ibu sudah enakan badannya, kita sama-sama cari Risma dan Ratu. Bapak yakin, mereka tidak pergi jauh karena Ratu juga masih sekolah. Bagaimana, Bu?” usul Rahmat sabar. Rukmini mengangguk setuju. Merasa agak lega karena suaminya mau mencari cucu perempuannya dan ibunya. Namun di lain pihak, wajah Ronny tampak berubah menjadi pucat usai mendengar usul Rahmat. Rukmini menyadarinya, namun diam saja. Setelah Risma dan Ratu ditemukan, akan terungkap kebenaran di balik perginya mereka dari rumah ini.Sekolah masih libur, jadi Ratu menemani Risma bekerja memulung sampah. Awalnya Risma tidak mengizinkan karena khawatir anaknya itu kelelahan. Namun, Ratu bersikeras.“Ratu mau bantu Bunda. Kasihan Bunda, setiap pulang pasti capek. Siapa tahu, capeknya berkurang karena Ratu bantu.”Risma menoleh pada tetangga kos yang sudah berbaik hati mengajaknya bekerja memulung. Meminta izin untuk mengajak anak perempuannya yang ingin berbakti.Tetangga kos yang baik hati itu mengangguk tanda setuju. Ia tidak keberatan sama sekali.Maka, berangkatlah tiga wanita berbeda usia itu menyusuri jalanan untuk mengumpulkan sampah kardus dan plastik bekas. Sepanjang perjalanan, Risma tak henti memerhatikan Ratu, khawatir jika anaknya kelelahan. Sesekali mereka beristirahat dan memakan bekal yang dibawa.Apa yang Risma khawatirkan tentang Ratu, justru tidak terjadi sama sekali. Sebaliknya, Risma-lah yang merasa kesulitan dan perjalanan mereka. Sinar matahari yang bersinar terik membuat dirinya merasa lelah d
Saat Risma membuka mata, wajah pertama yang dilihatnya adalah wajah Ratu. Mata gadis kecil itu sembab karena menangisi ibunya yang mendadak tak sadarkan diri.“Bunda!” panggil Ratu sambil memeluk ibunya. Anak itu masih menangis. Dia pasti sangat ketakutan saat Risma masih pingsan.Wajah berikutnya yang Risma lihat adalah tetangga kosnya. Apakah dia tidak lanjut bekerja dan menunggui Risma hingga sadar?“Bu Risma istirahat dulu. Kalau sudah enakan, kita pulang saja.”Risma hanya mengangguk sambil balas memeluk Ratu. Sesungguhnya, dia sendiri masih terguncang. Perasaannya seperti orang yang baru bangun tidur, bingung karena tidak tahu apa yang terjadi saat ia masih kehilangan kesadaran.Kemudian, saat ingatan dan penglihatannya menjadi lebih jernih, Risma mulai menyadari keadaan di sekitarnya. Ia mengedarkan pandangan, melihat bahwa saat ini ia tengah berada di sebuah kamar, namun bukan kamarnya sendiri.Setumpuk pakaian yang tergantung di balik pintu, jendela yang tidak dibuka sehingga
Rika yang terkejut, buru-buru menuju garasi. Hal pertama yang ia lihat adalah Rahmat yang berkacak pinggang dengan wajah memerah. Sementara Rukmini menutup mulut dengan mata mengarah pada tiga mobil milik mereka sekeluarga di garasi. Pada awalnya, Rika tak mengerti, apa yang terjadi pada mobil-mobil tersebut. Namun, setelah melihat ke bagian bawah, barulah ia paham, mengapa mertuanya bereaksi seperti itu. Setengah dari seluruh ban ketiga mobil tersebut kempes! Keenam buah ban yang dirusak tersebut, dirobek dengan menggunakan benda tajam. Jelas ada seseorang yang sengaja merusak ban-ban mobil tersebut. Rika langsung teringat pada rencana Ronny. Ternyata ini yang Ronny maksud. Rupanya, suaminya itu selain licik, bisa bergerak cepat juga. Tanpa sadar, Rika tersenyum tipis. Dengan begini, mertuanya tidak akan bisa mencari Risma. Kalau perlu, sel
Setelah pingsan saat memulung, Risma terpaksa beristirahat selama satu hari untuk memulihkan diri. Hanya Ratu yang menemani karena tetangga kos Risma tetap berjalan untuk memulung. Keesokan harinya, saat Risma sudah sehat, ia kembali memulung bersama tetangganya yang baik hati. Ratu bersikeras menemaninya, khawatir jika Risma mendadak sakit lagi. Rute yang mereka lalui untuk memulung, berbeda setiap harinya. Namun yang pasti, mereka akan melalui daerah-daerah yang ramai karena biasanya lebih mudah memperoleh sampah yang masih bisa dijual. “Bunda, kita akan lewat di depan warung Om Raka lagi, ya?” kata Ratu saat melihat bahwa gerobak yang mereka bawa tengah berada di jalan dekat warung makan milik Raka berada. “Iya, memangnya kenapa?” jawab Risma. “Siapa tahu, Om Raka mau mentraktir makan ayam lagi. Makanannya enak-enak, Bunda,” ha
Butuh waktu dua hari untuk mengganti ban-ban yang telah dirusak. Ronny memang sengaja tidak melibatkan Rusdi agar ia terlihat kerepotan. Sehingga, rencana untuk mencari Risma dan Ratu, agak terlupakan. Selama itu pula, Rahmat lebih sering marah-marah karena tidak bisa menerima perlakuan itu. Rukmini harus sering-sering membujuknya agar bersabar. Rika mengambil kesempatan tersebut untuk menambah kedekatan Razka dengan kakek dan neneknya. Setiap kali ia melihat Rahmat hendak marah-marah karena mengingat apa yang terjadi pada mobil-mobilnya, jika Razka sedang terjaga, Rika akan menyodorkan putranya untuk membuat kakeknya lebih tenang. “Tuh, Razka…. Kakek lagi ngapain, tuh…. Mau main?” “Razka mau main dengan Kakek. Boleh, ya, Kek?” “Kakek… Razka sudah bisa merangkak, loh. Lihat, lihat, Kek.”
Rika kembali tersentak. Kamar kosong itu artinya kamar yang dahulu pernah dihuni oleh Risma dan Ratu. Untuk apa Rahmat menyuruh menempatkan CCTV di sana? “Kamar Risma dan Ratu itu sekarang kosong, jadi Bapak pikir harus dipantau sering-sering. Siapa tahu, orang yang kemarin merusak ban mobil kembali ke sini dan bersembunyi di sana. Biar kita gampang menangkapnya,” kata Rahmat pada Rika. Rika terdiam. Ia hanya bisa menyaksikan para kru bekerja dengan diawasi oleh Rahmat. Pasrah. *** Ratu tampak kecewa karena hari ini, mereka lagi-lagi tidak melewati warung makan milik Raka. Dia tentu mengharapkan es teh yang segar dinikmati pada siang hari seperti ini. “Sabar ya, Nak. Kalau hari ini kita dapat uang lebih, Bunda belikan es teh,” janji Risma untuk menghibur Ratu. Ratu hanya mengangguk lemah. Langkahnya makin gontai, buah kekecewaan karena
Sudah lima hari berlalu setelah insiden perusakan ban mobil di kediaman Rahmat sekeluarga. Rahmat sendiri mulai mengikhlaskan peristiwa itu. Bagi Ronny, hal ini berbahaya. Sebab, itu berarti ayah dan ibunya akan kembali memusatkan perhatian dalam upaya mencari keberadaan Risma dan Ratu. Apalagi Rukmini mulai sakit-sakitan karena memikirkan cucu perempuannya. Keberadaan Razka memang menghiburnya, namun Rukmini juga tetap merindukan cucu perempuannya. “Kau ini ayahnya, Ronny. Anak perempuanmu hilang entah ke mana, kau malah santai-santai di sini,” semprot Rukmini saat ia sudah tak tahan lagi melihat Ronny yang seolah tak peduli keberadaan anak pertamanya. “Bu, aku tadinya mau lapor polisi. Tapi kalau aku lapor, sama dengan membuka aib sendiri. Ibu tahu ‘kan, alasan mengapa Risma dan Ratu pergi dari rumah ini,” kilah Ronny dengan segala dustanya. “Apa pun alasannya, kau tetap harus menca
Dua orang anak yang sedang bermain, mendongak ke Rukmini. Anak yang lebih tua berlari masuk ke dalam rumah. Tak lama kemudian, dia kembali bersama seorang wanita yang tampaknya adalah ibunya. “Assalamu ‘alaikum,” ulang Rukmini. “Risma-nya ada, Bu?” Wanita yang sebaya dengan Rukmini itu membalas salam sambil mengerutkan kening. Bingung. “Risma, pemilik rumah ini? Anaknya perempuan. Ratu, namanya,” tambah Rukmini. Setelah melihat berbagai perubahan di rumah sederhana tersebut, Rukmini bersikap hati-hati. “Bu Risma? Oh, maksud Ibu, pemilik rumah ini sebelumnya?” balas wanita itu akhirnya. Rupanya dia mengenal Risma. “Iya, pemilik rumah ini. Ibu kenal?” sela Rahmat. “Hanya bertemu beberapa kali di kantor notaris, Pak. Dua tahun lalu, waktu suami saya membeli rumah ini dari Bu Risma,” jawab wanita tersebut. Rahmat d
"Kenapa sih, Mas Raka? Takut pandangan miring orang-orang?" goda Risma."Iya. Kok kesannya aku ini menikahimu karena harta. Aku tidak enak hati. Termasuk pada 'mereka'," sungut Raka."'Mereka'? Duh, suamiku ini baik banget orangnya. Perasaan orang jahat juga dipikirkan segala. Jadi makin cinta, deh," kata Risma lalu mencium pipi Raka.Wajah Raka bersemu. Ia berdiri usai menyelesaikan sarapannya."Aku pamit, mau ke warung," kata Raka sambil menyambar kunci motornya."Aku temani saja. Bantu-bantu. Bosan di rumah," sahut Risma, ikut berdiri.
Sudah dua hari berlalu setelah Risma dan Ratu berhasil ditemukan. Kepulangan mereka ke rumah Rahmat dan Rukmini, membawa kebahagiaan bagi pasangan suami istri yang sudah tua tersebut, sekaligus menguak berbagai hal yang mengejutkan.Pada awalnya Rahmat dan Rukmini berusaha membujuk agar Risma tidak bercerai dengan Ronny. Sebaliknya, mereka menginginkan agar Rika-lah yang keluar dari rumah itu."Tapi Pak, Bu, saya tidak bisa lagi menerima Bang Ronny sebagai suami saya. Cinta dan harapan padanya sudah tidak ada lagi," jelas Risma saat mereka berkumpul di ruang tengah.Ronny dan Rika sendiri masih ditahan di kantor polisi atas laporan percobaan penculikan atas Ratu. Rahmat dan Rukmini sengaja membiarkan mereka di sana agar da
Rusdi menatap istrinya. Ratih mengangguk sebagai balasannya. Rusdi kembali menatap majikannya.Maka, meluncurlah pengakuan Rusdi mengenai apa yang terjadi. Rahmat duduk mendengarkan sambil sesekali menghela napas.Usai mendengar penjelasan Rusdi, Rahmat memberi perintah."Beri tahu Ibu tentang ini. Bilang juga, kalau mau ikut, kita berangkat mencari Ratu dan Mbak Risma sekarang," perintahnya pada Ratih."Baik, Pak Rahmat," balas Ratih. Ia lalu mencari Rukmini yang sedang memasak di dapur.
Ratu tidak tahu, sudah berapa lama ia menunggu di dalam kamar kos-kosan. Bunda menyuruhnya menunggu hingga Bunda bisa menjemputnya. Tapi, ini sudah terlalu lama.Ratu mondar-mandir di dalam kamar, menunggu dengan gelisah. Ia tidak tahu, berapa lama sudah berlalu sejak ia berhasil lari dari kejaran Tante Rika dan meminta tolong pada para penghuni kos lainnya. Ratu tak punya jam, arloji atau ponsel agar dapat mengetahui waktu.Sudah terlalu lama. Juga terlalu sepi. Ke mana orang-orang? Apakah mereka berhasil menolong Bunda?Tiba-tiba terdengar bunyi ketukan pintu. Ratu terkesiap, tidak berani bersuara. Apakah itu Bunda? Atau justru Ayah dan Tante Rika?
Plak! Plak!Risma terhuyung karena tamparan itu. Ronny merangkul pinggangnya, lalu menarik istri tuanya itu untuk dibawa ke mobil."Kejar Ratu. Abang tunggu di mobil," perintahnya pada Rika yang penampilannya kini acak-acakan."I-iya, Bang," balas Rika sambil meringis menahan sakit, lalu mengejar Ratu yang sudah menghilang di balik sebuah belokan jalan.Sambil berlari, Ronny menggendong Risma yang masih pusing. Saat istri pertamanya itu mulai pulih, ia kembali melawan hingga ia dan Ronny jatuh bersama-sama menimpa jalanan.Risma segera bangkit dan berlari menuju ke ko
Ronny dan Rika terus membuntuti dua orang yang mereka yakini sebagai Risma dan Ratu tersebut. Saat kedua orang itu berbelok menuju ke jalanan yang lebih kecil, tidak ramai dan agak gelap, Ronny memarkir mobilnya."Kita jalan kaki saja. Sorot lampu mobil akan bikin kita ketahuan," kata Ronny.Pasangan suami istri itu pun turun untuk melanjutkan perburuannya. Sayup-sayup, mereka bisa mendengar suara-suara yang sudah sebulan ini tidak mereka dengar."Bunda jangan marah ke Om Raka lagi. Kasihan Om Raka.""Bunda tidak marah, Nak.""Terus, siapa dong yang marah?"
Rika merasa kesal dan marah pada suaminya. Alih-alih menemukan Ratu dan Risma, mereka ternyata mendapatkan informasi yang salah. Anak yang disebut sebagai Ratu itu, ternyata anak lain yang berpenampilan mirip. Sedangkan pria yang disebut-sebut sebagai penculik atau pacar Risma, adalah ayah dari anak yang disangka sebagai Ratu tersebut.Akibatnya, saat mereka mencari hingga ke alamat yang Ronny dapatkan, keduanya tidak mendapatkan apa-apa. Bahkan, ayah si anak yang dituduh sebagai pacar Risma, murka dan nyaris memukul Ronny yang sebelumnya petantang petenteng di lingkungan rumah orang.Beruntung Ketua RT setempat melerai keributan itu. Ia meminta agar Ronny dan Rika meninggalkan lokasi untuk mencegah keributan lebih jauh."
Walaupun Risma sudah menduganya, tak ayal pengakuan Raka membuat pikirannya terbebani. Meskipun tak lantas mengganggu pekerjaannya, Risma jadi lebih banyak diam.Raka sendiri juga demikian. Dia menjadi lebih kaku saat berbicara dengan Risma. Mereka jadi seperti dua orang yang sedang bermasalah. Padahal, hanya perkara pengakuan cinta yang datang di masa dewasa.Risma sendiri sudah menduga, alasan di balik kebaikan dan pengorbanan Raka untuknya dan Ratu. Namun setelah mendengarnya dari mulut Raka sendiri, ia tetap merasa sulit untuk menerimanya.Bukan hanya karena Risma merasa berutang budi karena Raka terlalu baik. Risma juga merasa bahwa ia tidak pantas menerima kebaikan Raka yang tidak memiliki hubungan apa-apa dengan dir
Sayangnya, saat itu, wanita yang membuat hatinya seperti hendak meloncat keluar itu tampak sedang kepayahan. Ia lemas dan kesulitan berjalan. Hingga pada satu titik, ia tumbang."Subhanallah!" seru Raka. Warung siang itu sedang ramai, tapi Raka tak peduli lagi. Ia melesat ke jalan untuk menolong wanita yang telah menggugah hatinya itu.***Nama wanita yang menarik perhatian Raka itu adalah Risma. Sedangkan anak perempuan yang bersamanya itu adalah Ratu, putri satu-satunya.Setelah menolong Risma, Raka tidak tahu apa-apa tentang kehidupannya. Pertemuan demi pertemuan selanjutnya membuat Raka mulai mendapatkan informasi sedikit demi sedikit tentang Risma dan Ratu.Bahkan saat Risma mulai bekerja pada Raka, wanita itu belum sepenuhnya berterus terang pada Raka mengenai siapa dirinya dan kehidupannya sebelum menjadi pemulung.Raka pun tak memaksa Risma untuk bicara. Cinta membuatnya memahami pilihan Risma untuk menyembunyikan masa la