Home / Horor / Rawon Daging Ayah Mertua / Bab 9 Ulat bulu kah?

Share

Bab 9 Ulat bulu kah?

last update Last Updated: 2024-05-13 06:58:07

"Tenang saja, Bu! Masih banyak kok di rumah, Ibu bisa ambil sebanyak yang Ibu mau, nanti," jawabku, sambil tersenyum ramah memandang ibu mertua.

"Wah, benarkah itu, Janah?" tanyanya, sambil menunjukan tatapan mata berbinar bahagia.

"Iya, Bu. Bahkan sup tulangnya juga banyak, ambillah kalau Ibu suka, Janah bosan karena terlalu banyak. Ini ke warung Bu Ida saja karena Janah mau menukar rawon ini dengan lauk dan sayuran mentah, iyakan Bu Ida?"

Bu Ida, hanya menyunggingkan senyuman sinis mendengar pertanyaanku, entahlah kenapa dengan orang-orang itu? apakah perlu aku cinc*ng kalian seperti si ba*dot t*a itu, baru kalian mau memandangku ramah?

"Bagaimana, Bu Ida boleh atau tidak?" tanyaku memastikan.

"Baiklah, Janah. Boleh saja kamu tukar dengan lauk mentah, tapi ditambah satu mangkuk sup, ya," pintanya,

Akhirnya, aku pulang dengan membawa hasil tiga butir telur dan sayur bayam serta kangkung. Lumayan untuk lauk hari ini, dari pada harus memakan daging ba*dot tua itu, hiiii ... tidak s
Locked Chapter
Continue to read this book on the APP

Related chapters

  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 10 Gara-gara Si Ulat Bulu

    "Siapa perempuan yang pulang bersamamu itu, Bang?" tanyaku penasaran. "Jangan banyak bertanya dulu, Janah! Suamimu ini cape baru pulang, setidaknya kau sambutlah aku dengan senyuman, suguhi minuman dan makanan enak! Bukannya malah nyerocos seperti nenek-nenek!"Bukannya menjawab pertanyaanku, Bang Herman malah membentakku di depan wanita yang diboncengnya barusan. "Ini lagi, kenapa kalian bertengkar seperti ini di depan rumahku?" tanya Bang Herman, saat melihat Bu Ida dan ibu mertuaku sedang beradu mulut. "Herman, nasihati Ibumu itu. Jangan serakah jadi orang! Sudah tua bukannya tobat, ini kok malah makin menjadi." ketus Bu Ida, menunjuk wajah ibu mertuaku."Apa perduli mu, Ida? toh yang mau kuambil masakan menantuku sendiri, kenapa jadi kamu yang sewot?" balas ibu mertuaku, tak mau kalah. "Hey, Bu Rosma! Ibu juga kan tahu, tadi saya sudah ada sepakat sama, si Janah. Kenapa masih mau di keruk semua juga sih sayurnya? si Janah saja sudah setuju kok, malah situ yang marah-marah!""A

    Last Updated : 2024-05-13
  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 11 Ulat bulu yang mulai meresahkan

    "Kau ... tega sekali berbuat seperti ini padaku, Bang!""Pergi sana, jangan ganggu! Aku dan temanku mau makan atau mau kau ku hajar lagi, Janah?" bentak, Bang Herman sambil menunjuk wajahku dengan telunjuknya. Aku melengos, pergi meninggalkan mereka dengan hati yang sangat sakit teriris pedih, tega sekali Bang Herman menghajarku di depan orang lain. Sebelas dua belas dengan Ibu mertuaku, wanita tua itu hanya diam saja melihat anaknya memperlakukanku dengan kasar, dasar keluaraga durjana. Aku duduk terpaku di depan perapian, tak sengaja kulihat bungkusan plastik yang tadi kubawa dari warung bu Ida. Aku baru ingat, kalau aku mau memasak lauk untukku makan malam ini. Aku pun mengambil bungkusan plastik itu, lalu mengeksekusi telur serta sayur kangkung untukku makan, biarkan saja mereka tertawa bahagia karena bisa merasakan makanan mewah, padahal itu adalah daging bapaknya sendiri. "Herman, orang mana si Desi ini, kalian ketemu di manalah bisa-bisanya, dia ikut kau pulang?" tanya ibu

    Last Updated : 2024-05-14
  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 12 Aduan ibu mertua

    "Apa maksudmu, Bang?" tanyaku keheranan. "Apa, kau sudah tuli? aku bilang, mulai hari ini kau tidur di luar kamar, sana! Terserah mau di mana saja, asal jangan di kamar ini!" Jawabnya sungguh membuatku emosi. "Loh kenapa, Bang? inikan juga kamarku, kenapa aku tidak boleh tidur lagi di kamarku sendiri, lalu aku harus tidur dimana kalau tidak di kamar ini, Bang?""Aduh ... aduh ... sakit, Bang. Lepaskan! Kenapa harus selalu berakhir dengan kekerasan, Bang? belum cukupkah semua pengorbananku selama ini, sebagai istrimu?"Bukannya menjelaskan, apa maksudnya mengusirku dari dalam kamar, Bang Herman malah menjambak rambutku, lalu di tariknya aku keluar dari kamar yang aku tempati. "Aku bilang kau tidur di luar, ya sudah tidur di luar, sana! Terserah kau, mau tidur di dapur atau di ruang tengah, yang pasti kamar ini akan ku tempati bersama, Desi mulai sekarang!" Dengan seenaknya, Bang Herman mengusirku dari kamar yang sudah bertahun-tahun kutempati, hanya demi si ulat bulu tak tahu diri i

    Last Updated : 2024-05-14
  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 13 Salah memilih lawan

    Aku, bangun dan berdiri, dengan tubuh gemetar menahan sakit serta amarah dalam dada. Berjalan tertatih mencari tempat yang aman untukku tidur, malam ini. Untunglah ada gerobak, yang biasa kubawa untuk memulung barang bekas teronggok di pinggir halaman belakang. Aku masuk kedalamnya, menggelar kardus bekas untuk alasku tidur malam ini. Entah apa, yang dikatakan Ibu mertuaku kepada Bang Herman, sampai dia mengamuk padaku seperti ini.Badanku terasa remuk semua, beberapa hari ini jiwaku terus didera rasa sakit bertubi-tubi, sakit fisikku tidaklah seberapa jika dibandingkan sakit batin yang kurasakan saat ini. "Kalian, sudah sangat menyakitiku. Akan kuingat semua perbuatan kalian ini, rasa sakitku akan kalian rasakan juga suatu saat nanti. Tunggulah saatnya tiba! Kalian akan mengiba memohon agar aku mengampuni kesalahan kalian," gumamku, sesaat sebelum akhirnya mata ini terpejam, dalam derai air mata yang tak bisa lagi kubendung. Dug ... dug ... dug ...!! "Heh, Janah bangun, Janah! K

    Last Updated : 2024-05-14
  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 14 Si Jalang yang juga maling

    Bang Herman, menyeret ku masuk ke kebun karet yang ada di belakang rumah, Kami. "Ini adalah hukuman untukmu wanita sial, karena Kau sudah berani menyakiti wanitaku."Bang Herman, mengikatku di sebuah pohon karet yang menjulang tinggi, di sana."Bang, lepaskan aku! Aku tidak bersalah, aku tidak melakukan apapun padanya, Bang." teriakku memberitahukan kebenarannya pada suamiku. Namun bagaikan bicara pada angin, hanya menguap begitu saja. Bang Herman meninggalkanku terikat di sebuah pohon jati di kebun belakang rumah. Dalam keadaan panas terik, badan yang terasa lemas karena demam ditambah lagi siksaan yang baru saja di tambahkan suamiku, menambah rasa sakit pada keadaan tubuhku yang semakin tak terkendali. Aku berusaha menggerak-gerakan tubuhku, supaya ikatan talinya sedikit melonggar dan aku bisa melepaskannya nanti. Sudah sejak tadi aku terus bergerak berusaha melepaskan tali yang mengikatku, tapi usahaku masih nihil belum membuahkan hasil apapun, tali sialan ini masih melingkar

    Last Updated : 2024-05-14
  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 15 Akhir petualangan si ulat bulu

    "Apa yang bisa kau lakukan, Janah? kau hanya wanita lemah tak berguna," sahutnya, masih dengan rona angkuh di wajahnya. "Kau mau tahu apa yang bisa kulakukan, hah? jalang sialan. Rasakan ini pelacur murahan."Tanpa aba-aba langsung ku jambak rambut si jalang, keadaannya yang tengah mabuk karena menenggak alkohol bersama suamiku tadi, memudahkan aku untuk terus menyerangnya dengan membabi buta. Kutarik rambutnya dengan kasar, hingga terlepas beberapa helai dan menempel di tanganku. Ku dorong dia sampai tersungkur dan jatuh terlentang di lantai.Tanpa ragu aku meloncat ke atas perutnya, lalu menampari wajahnya dengan sekuat tenaga, hingga dia menjerit kesakitan. Argh ...! "Lepaskan aku, Janah! Kau sudah gila, kau bisa membunuhku, wanita kumuh," hardiknya, masih sempat-sempatnya dia mencaciku, padahal nyawanya sudah di ujung tanduk. "Padahal nyawamu sudah diujung kuku, tapi angkuhmu tidak luntur jua, dasar perempuan lacur!" Bentakku. Aku ikat tangannya kebelakang, ku seret kakinya

    Last Updated : 2024-05-14
  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 16 Emas yang hilang

    Byur ...! Secara tiba-tiba, Bang Herman menyiramku dengan segayung air, sehingga aku yang tidak sengaja tertidur menjadi gelagapan karena terkejut. "Hey Janah, kau apakan si Desi?" bentaknya, tanpa babibu lagi. "Maksudmu apa, Bang? kenapa kau bertanya, padaku? bukankah kekasih Abang itu ada di rumah bersama, Abang?" kilahku santai. "Jangan bohong kau, Janah? sudah ku cari dari tadi tapi si Desi tak ada di rumah. Ini pasti ulah kau kan Janah? karena kau tak suka dengan keberadaannya di rumahku wanita sial,""Apa kau sudah buta, Bang? lihatlah, aku masih di sini di tempat kau mengikatku kemarin, apa bisa aku melukai, jalangmu itu?" tanyaku, sinis. "Lancang kau jaga mulutmu itu, Janah!""Kenapa kau marah, Bang? bukannya memang benar apa yang kukatakan, barusan? dia hanya wanita jalang yang menginginkan posisiku di rumah ini, padahal tanpa harus merebut mu pun akan ku berikan posisiku kepadanya, secara sukarela."Plak ...! Tangan kasar suamiku, kembali mendarat mulus di pipiku. Tera

    Last Updated : 2024-05-16
  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 17 Aku istrimu bukan sapi perah

    "Apa benar, yang dikatakan istrimu itu, Man?" tanya Ibu mertua. "Tak tahulah aku, Bu. Waktu bangun pagi tadi, si Desi sudah tak kulihatnya di rumah ini,""Kenapa pula si Desi itu pergi dari rumahmu, Man? jangan-jangan, memang benar si Desi yang mencuri perhiasan Ibu di rumah kemarin, Man atau malah kau ikut andil juga sekongkol sama kekasih gelap kau itu, Man?" Ibu mertuaku, memicingkan mata menyelidik ke arah suamiku. "Apa sih, Bu! Tidak mungkinlah aku mengambil perhiasan Ibuku sendiri." Kilah suamiku menutupi kebohongannya. "Heh, Janah! Kau apakan si Desi sampai dia kabur, dari rumah ini?" tanya Ibu mertua malah kini mencecarku. "Mana Janah tahu, Bu. Kenapa Ibu malah menuduhku?""Pasti kau, yang telah menyakiti si Desi! Secara kamu itukan iri melihat si Desi di manja sama anakku, iyakan?"Dengan seenaknya ibu mertua bicara seperti itu padaku, bukannya menegur anaknya yang membawa pulang wanita jalang, berzinah di rumahku. Ini malah mendukung kelakuan bejat anaknya, dasar ibu mer

    Last Updated : 2024-05-16

Latest chapter

  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 41

    Akhirnya dengan perasaan yang tak karuan, aku pun menganggukan kepalaku sebagai jawaban atas lamaran Pak Beni waktu itu. Dengan bismillah aku akan mencoba kembali mengarungi bahtera rumah tangga dengan lelaki yang telah memilihku, dan harapanku semoga bahtera yang akan mulai kubina ini, tidak kembali karam untuk kedua kali seperti sebelumnya.Sebulan setelah penerimaan ku atas lamaran Pak Beni tersebut, Kami akhirnya melangsungkan pernikahan di sebuah gedung yang tidak jauh dari terminal. Alasannya karena banyak teman-teman juga kenalan Pak Beni, yang di harapkan datang untuk mendoakan pernikahan Kami berdua.Betapa bahagianya aku mendapatkan suami yang begitu perhatian, juga baik hati. Bukan hanya kepadaku atau kepada orang-orang yang di kenalnya, tetapi kebaikannya itu Ia berikan juga kepada setiap orang yang membutuhkan pertolongannya. Sungguh Tuhan maha adil dengan semua rencananya, dibalik semua kesedihan yang berkepanjangan aku mendapatkan kebahagiaan yang menyongsong di depan m

  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 40

    Aku langsung tertegun melihat ke arah yang ditunjukan Dian padaku. "Ya ampun apa ini Di, siapa mereka?" Tanyaku berbisik ke arah Dian."Mereka adalah keluarganya dan itu orang tua angkatnya Pak Beni," sahut Dian pelan.Mereka ber empat datang menghampiri Kami dengan membawa beberapa parcel buah dan juga makanan lainnya, aku semakin kebingungan dibuatnya, ada apa ini sebetulnya pikirku."Silahkan duduk, Pak, Bu! Maaf jika harus mengobrol di teras seperti ini, di dalam tempatnya sempit takut tidak muat," ucapku merasa tidak enak, takut mereka tidak nyaman harus berbincang di luar seperti ini."Tidak apa, Nak. Kami mengerti kok tidak usah sungkan," sahut Ibu angkat Pak Beni.Dian membawa beberapa gelas air dalam nampan untuk para tamu kemudian di letakkan nya di atas meja, serta sedikit camilan yang kebetulan belum kami buka sama sekali."Janah kenalkan mereka adalah Bapak dan Ibu angkat ku, seperti yang Kamu ketahui jika orang tua kandungku sudah meninggal sejak lama. Nah mereka ini ada

  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 39

    Setelah perbincangan itu, tak ada lagi yang bersuara diantara Kami yang terdengar hanya denting sendok yang beradu dengan mangkuk bakso yang aku makan.Setelah selesai menyantap satu mangkuk bakso serta segelas es teh manis aku beristirahat sejenak, sekedar menghilangkan rasa lelah dan menunggu hingga perut ini tidak terasa begah, untuk kembali melanjutkan perjalanan walaupun belum tahu hendak kemana kaki ini melangkah."Janah, jika memang Kamu belum ada tujuan atau pekerjaan yang akan di tuju, bagaimana jika Kamu kembali membantu saya saja berjualan? kebetulan saya sedang memerlukan satu pekerja lagi," tanya Pak Beni padaku.Tentu saja bagaikan mata air di Padang pasir yang gersang, tawaran Pak Beni barusan tak akan pernah ku pikir dia kali atau ku sia-siakan.."Benarkah Pak, saya boleh kembali bekerja membantu Bapak seperti dulu?" Tanyaku merasa tak percaya."Tentu saja benar, Janah untuk apa saya bercanda," sahutnya sambil tersenyum ke arahku."Baik Pak, saya bersedia kembali beke

  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 38

    Setelah aku bisa melepaskan cengkraman tangan Ibu, bergegas aku keluar dari rumahnya. "Janah pulang dulu ya Bu, selamat tinggal semoga kedepan nanti kehidupan Kita akan berubah lebih Indah, jaga diri baik-baik ya, Bu!" Setelah berpamitan bergegas aku pulang untuk kembali ke rumah ku.Setelah sampai di rumah aku berbenah mengepak sedikit barang yang hendak kubawa, aku pergi ke kebun jati di belakang rumah karena mengingat dulu pernah mengubur perhiasan Ibu yang di curi oleh Dewi simpanan Bang Herman, yang telah lebih dulu ku Bunuh dan mayatnya ku kubur di dalam kebun jati sana. Sejenak terbayang-bayang kenangan butuk di tempat itu seolah tengahenari di pelupuk mata.Setelah berhasil ku ambil emas itu aku pergi meninggalkan rumah, rumah pertama saat aku berumah tangga dengan Bang Herman, rumah dimana penuh dengan kenangan pahit dan kesengsaraan di dalamnya, kenangan yang mungkin akan tetap utuh dalam sanubari sampai akhir hayat."Mau kemana Janah, kenapa Kamu membawa tas segala," tanya

  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 36

    "Ibu ....!"Aku tercengang melihat kondisi Ibu mertuaku saat ini, Dia duduk di kursi roda dengan sebelah tangan yang terlihat menekuk kedalam, mulutnya terlihat miring sebelah, entah mulai kapan keadaannya berubah seperti ini, mungkin ini akibat obat yang sering ku teteskan ke dalam makanannya dulu, atau karena darah tingginya naik sehingga menyebabkan Dia terkena struk ringan. Namun entah karena apapun itu, yang pasti mungkin itu adalah karma dari semua kejahatannya yang telah dia lakukan padaku dulu."Sejak kapan kondisi Ibu memburuk, seperti ini?" tanyaku.Ku dorong kursi rodanya masuk ke dalam rumah. "Apa Ibu sudah makan?" tanyaku padanya.Ia menggeleng lemah, matanya sayu seolah menyiratkan kesedihan yang teramat sangat."Baiklah ayok makan dulu, tadi sebelum ke sini Janah memasak dulu makanan kesukaan Ibu, ini ada balado telur, ada tumis daun ubi juga kerupuk udang, mau Janah suapi?"Lagi-lagi Ia hanya bisa menganggukkan kepalanya lemah."Miris sekali hidupmu saat ini, Bu suami

  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 35

    Setelah kejadian buruk siang tadi, kini rumah ini terasa sunyi, senyap tak ada lagi suara cacian atau makian suamiku, rasanya sangat nyaman hening bagai di duniaku sendiri.semua jejak sudah ku amankan, seprai yang penuh darah, lantai dan juga dapur sudah ku poles agar terlihat lebih rapi dan juga bersih.tubuh kedua manusia la*nat itu kini ada di bawah tungku perapian, seperti panasnya bara api neraka maka seperti itulah tubuh kalian merasakan rasa panas kayu bakar ku di dunia ini.Hooaamm ...!Rasanya pagi ini tubuhku sudah sangat bugar kurasa, walaupun kemarin aku sudah kembali menghabisi dua nyawa namun rasanya tak ada perasaan mengganjal ataupun perasaan menyesal dalam diri ini.Aku segera memasak air, lalu pergi ke warung Bu Ida untuk sekedar membeli bumbu dan telur untuk membuat nasi goreng, sepertinya enak membuat nasi goreng dengan telur mata sapi setengah matang, selama ini semua masakanku selalu di habiskan oleh Bang Herman, sekarang aku bisa menikmatinya sendiri tak payah

  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 34

    Aku masuk ke dalam rumah lalu ku tutup pintu dan ku kunci rapat dari dalam, menyebalkan sekali kelakuan si benalu itu. Berani sekali Dia menggangguku, sungguh sangat kurang ajar ingin sekali ku kuliti wajahnya, ku congkel bola matanya yang sering jelalatan itu, dan kupatahkan tangannya yang telah berani mencolek ku seenaknya, Dia pikir aku wanita gat*l macam Ibu mertuaku.Ku hempaskan tubuh ini di atas pembaringan, tak kuhiraukan si Ja*ang yang sejak tadi pagi belum kuberikan makan atau pun minum, yang ingin kulakukan saat ini hanya mengistirahatkan kembali tubuhku yang masih terasa lelah dan juga letih ini.Tanpa kusadari beberapa menit kemudian aku sudah terlelap, terbuai ke alam mimpi.Tapi tiba-tiba nafasku terasa sesak, seolah ada yang menghimpit badan serta mencekik leherku. "Apakah aku sedang bermimpi, Tuhan? jika iya tolong bangunkan aku," gumamku di sela hempasan nafasku yang semakin sesak kurasa.Saat ku paksakan membuka mata ini, kulihat ternyata si Ja*ang sudah berada di a

  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 33

    Setelah mengisi perut, aku istirahat sejenak menyandarkan tubuh lelahku di di kursi bambu yang ada di dapur.Jika mengingat lagi bagaimana si Ja*ang ini menghina juga mencaci ku darahku seolah naik dengan cepat ke ubun-ubun, kesal bercampur benci aku rasakan karena bukan sekali ini dia menghinaku sudah sering hampir tiap hari mentang-mentang suamiku selalu membelanya."Dasar Ja*ang sial*n tak tahu diri, wanita lac*r, pergi saja Kau ke nera*a sana Ja*ang!" Dengan kesal aku menendang tubuh si Ja*ang yang masih tergeletak tak berdaya, setelah ku benturkan tadi kepalanya ke sudut meja Dia pingsan dan belum siuman sampai sekarang.Ku ambil tali lalu mengikatnya dengan kuat, ku sumpah juga mulutnya menggunakan kain serbet yang ada di atas meja takut ketika Ia terbangun nanti tiba-tiba berteriak atau melarikan diri."Ah, sungguh menyebalkan memang si ja*ang ini, membuat badanku yang lelah tambah lelah saja," batinku.Aku tinggalkan dia tergeletak di sana, dengan posisi badan terikat dan mul

  • Rawon Daging Ayah Mertua   Bab 32

    Sambutan hangat yang kuharap begitu sampai di rumah, rasa tenang agar bisa istirahat dengan nyaman menyandarkan tubuh dari rasa lelah dan letih setelah seharian berkutat dengan debu dan panas terik jalanan.Namun sayang semua itu hanya impian semata bagiku. Apalagi saat ini sapaan wanita ja*ang tak tahu malu itu malah menyulut emosiku yang sudah ku tahan beberapa hari ini.Aku tak menghiraukan ocehannya, aku masuk ke dalam rumah dengan sedikit menabrakkan bahuku pada padanya hingga ia terhuyung kebelakang."Apa Kau tidak punya mata, Janah? Kau tulikah? seenaknya saja masuk kedalam rumah, menabrakku dengan badan dekilmu itu, sungguh menjijikkan bisa-bisa aku kena penyakit nanti," ucap si ja*ang sambil bergidik ngeri, melihat badanku yang memang terlihat dekil, kontras dengannya yang hanya duduk-duduk manis saja di dalam rumah.Badanku lelah dan juga letih, tak ku hiraukan ucapannya walaupun sebetulnya sudah kesal sekali aku mendengarnya, tapi tetap ku tahan karena aku sungguh ingin sek

DMCA.com Protection Status