Malam itu di basecamp Cikahuripan, suasana sepi, hanya ditemani suara serangga malam dan desiran angin lembut.Dean duduk santai di teras belakang bersama Guntur, menikmati obrolan ringan di bawah langit berbintang.Di tengah obrolan mereka, Agni muncul dengan wajah pias, terlihat gelisah.Guntur mengerutkan kening, bingung juga penasaran dengan apa yang akan dikatakan Agni.Dean, yang selalu bersikap tenang, hanya mengarahkan pandangannya pada Agni, menunggu penjelasan tanpa tergesa-gesa."Om... gimana ini?" kata Agni dengan nada canggung. "Gue... itu... Delia... Delia mau kesini."Dean yang semula santai, kini mengerutkan kening, namun ekspresi tenangnya tetap tidak berubah."Delia?" tanyanya singkat. Tatapannya lurus pada Agni, menuntut penjelasan lebih lanjut.Agni merasakan tekanan dari tatapan itu dan segera mengangkat tangannya, menunjuk ke arah Iyad yang duduk di meja makan tak jauh dari teras belakang tempat mereka berada."Gegara dia tuh..." Agni mengarahkan telunjuknya pada
Aliya tiba di basecamp dengan perasaan campur aduk.Dari dalam mobil Navara Dean, matanya tertuju pada sosok Agni yang sudah menunggu di teras luar.Pandangan Agni seperti penuh tanda tanya, dan Aliya tak bisa menyalahkannya.Setelah semua yang terjadi, Agni pasti penasaran mengapa Dean membawanya ke tempat ini, terutama setelah Aliya baru saja sembuh dari demamnya.Ketika Dean membuka pintu mobil untuknya, Aliya melangkah keluar, berusaha menenangkan kegelisahan yang tiba-tiba menyusup ke dalam hatinya."Om... Moony..." Agni menyapa mereka dengan sedikit terkejut saat melihat Aliya ikut bersama Dean.Tatapan Agni tertuju padanya, seakan mengukur apakah Aliya benar-benar sanggup menghadapi situasi ini.Dean berjalan santai mendekat. "Apa sudah datang?" tanyanya tanpa ekspresi.Agni mengangguk. "Tadi Iyad yang jemput di dekat alun-alun," jawabnya pelan.Aliya bisa merasakan kekhawatiran di balik tatapan Agni. Ia pun menepuk pundak Pemuda Api itu, mencoba menenangkannya."Tenang aja, Ag
Di ruangan tengah, suasana berubah mencekam saat Agni yang penuh amarah melangkah tegas, siap menghajar Delia.Namun langkahnya terhenti mendadak, matanya membelalak melihat Aliya yang dengan cekatan berhasil membekuk Delia. Tak jauh darinya, Elang, mantan suami Aliya, terperangah dengan tatapan terpaku. Siapa sangka, wanita yang dulu selalu ia lindungi dan dianggap lemah lembut tanpa daya itu, kini mampu melindungi dirinya sendiri dengan begitu tangkas.Sementara itu, Dean berdiri tenang.Tatapan tajamnya menghunjam ke arah Delia, mengalirkan energi yang membuat tubuh Delia seketika kaku.Tak bisa bergerak, wajah Delia memucat, terperangkap dalam ketakutan mendalam.Agni langsung melakukan yang seharusnya, tak menyia-nyiakan kesempatan itu. Dia segera meraih pisau yang terjatuh dan meringkus Delia tanpa ampun.“Kampret lu! Ga tau diuntung banget, udah diizinin masuk sini, malah bertingkah!” desis Agni marah, tatapannya berkilat penuh kemarahan.Pemuda Api itu menahan amarah yang men
Jumat, 13 Januari 202305.10 WIBMenjelang pagi itu, kabut masih menyelimuti halaman belakang basecamp, memberi suasana hening dan tenang.Di antara embun yang menguap tipis, Dean berdiri dengan tenang, mengolah napas dan memulai serangkaian gerakan pencak silatnya.Posturnya tegap dan bugar, tiap gerakannya penuh kekuatan namun mengalir dengan keindahan yang nyaris magis.Tangannya mengayun perlahan, lalu tiba-tiba menghentak ke depan, seperti menyimpan kekuatan yang siap meledak kapan saja.Agni berdiri di sampingnya, terpesona dengan setiap gerakan yang dilakukan Dean.Pemuda Elemen Api itu belum berhenti mengoceh, betapa ia mengagumi sosok Dean, terutama setelah melihat cara Dean memperlakukan Aliya.“Lu benar-benar hebat, Om!” katanya, sambil melirik ke arah Dean yang tengah menarik napas panjang, memusatkan energi. “Gue kagak tahu kalau lu ternyata udah ngajarin Moony dasar-dasar bela diri. Beneran, gak nyangka banget!”Dean hanya tersenyum tipis, tanpa mengalihkan fokusnya.Ia
Siang itu, di lobi hotel yang tampak sunyi, Aliya berjalan dengan tenang diiringi oleh Agung.Langkahnya mantap, penuh keyakinan untuk menemui seseorang.Sejak diusir oleh Agni semalam, Delia diantar Iyad ke satu hotel di kota --tentunya atas seizin Dean. Setelah lebih dulu Agni menghapus ingatan Delia tentang lokasi basecamp, Iyad pun mengantar wanita cantik itu keluar dari area Lembang.Entah bagaimana dan mengapa, saat terbangun di pagi ini, Aliya merasakan dorongan untuk menemui Delia. Maka itu, begitu melihat Dean masuk dari halaman belakang, Aliya langsung melancarkan bujuk rayunya pada Dean untuk mengizinkan dirinya menemui Delia.Tentu saja, tanpa membutuhkan pertimbangan berat, Dean mengizinkan.Aliya menarik napas dalam-dalam, mencoba mengusir pikiran ‘aneh’ saat ingatan pagi tadi memenuhi ruang pikirnya. Sosok Dean yang memesona, dengan kaos yang melekat karena keringat pada tubuh gagahnya, terpampang jelas dalam ingatannya.Ia lalu tahu, bahwa Dean selesai berolahraga.Ali
15.57 WIBAliya kini berada dalam mobil Wrangler yang dikendarai Agung.Ia tengah mengecek ponselnya dan menjawab beberapa chat di aplikasi pesan instan berlogo warna hijau itu.Bibirnya tersungging senyum, lalu tak lama ia tertawa kecil.“Kenapa, Liya?” Agung yang penasaran, akhirnya bertanya.“Ini… kata Diani, Agni ngomel-ngomel…”“Agni? Ngapain dia ngomel-ngomel?”“Iya, dia komplen setelah tau aku pergi keluar. Dia sewot, kenapa kamu yang nganter aku. Padahal hari ini jadwalnya dia yang patroli, katanya…”Agung sontak tertawa. “Kasian banget…”“Ya gimana lagi. Dia sendiri aja udah sewot banget sama Delia. Kalau aku minta anter dia nemuin Delia, sepanjang jalan bakal ngomel terus…” keluh Aliya.“Bener tuh. Udah kebayang sih, ngomelnya kaya gimana,” Agung tertawa lagi.“Mana dia nyebut Delia juga dengan panggilan ‘si 7’. Saking ga mau nyebut namanya,” Aliya mengeluh lagi sambil menggeleng-gelengkan kepala.“Si tujuh?”“Iya Gung,” sahut Aliya.“Gimana ceritanya jadi panggilan si tujuh
Buku ini adalah Season 2 dari Istri Ku Sang Ratu Bumi. Disarankan untuk membaca buku pertama. Buku ini akan sedikit sulit dipahami jika dibaca secara terpisah, karena merupakan sekuel dari buku pertama tersebut. Happy Reading, GoodReaders! === * * * === Langit mulai temaram dengan bias kemerahan di atas tanah bak lautan darah. Cakrawala seakan menghitam menyambut kegelapan yang menutupi kedamaian di atas bumi. Udara betul-betul mencekam diselimuti atmosfer pembinasaan. Gelimpangan tubuh-tubuh dengan jiwa yang telah tak berada di tempatnya, mengelana memenuhi perjalanan selanjutnya. Namun ratusan raga-raga yang tersisa masih saling menghunus, menembak energi dan saling membantai. Di satu titik area pertempuran penuh darah itu, seorang pria dengan baju zirahnya berdiri seakan membatu. “Ti-tidak…” Gemetar suara Elang menatap pemandangan di depannya, hanya berjarak dua langkah lagi saja. Seluruh pemandangan yang sebelumnya begitu jelas terbentang dalam tangkapan mata, kini seakan b
“E.. Lang… Sa-sakit…” rintih Aliya. “Pelan, Elang…”Namun Elang di atasnya, seakan tak mendengar itu. Ia terus mengentak dan memacu tubuhnya ke dalam inti Aliya.“E-Elang… ahh!” Desahan itu bukan desahan nikmat, Aliya meringis menahan nyeri.Alih-alih melambatkan gerakan dirinya mencumbu sang istri, Elang menarik kedua tangan Aliya dan menahan pergelangannya di atas kepala.“Elang! Sakit!” Aliya mencoba menggeser tubuhnya, akan tetapi Elang justru kian menindih dirinya dan melesak seraya mengentak lebih dalam.Entah apa yang terjadi, bagaimana Elang seakan tak mendengar apapun yang keluar dari bibir Aliya. Ia menyusupkan wajahnya di leher Aliya dengan pinggul yang tak henti mengentak kasar.“Elang!”“Emmmhhh.” Elang menggeram rendah. “Ahh!”Pelepasan itu akhirnya ia dapatkan. Mata yang semula terus terpejam, kini terbuka dan seketika tertegun melihat raut wajah istrinya.“Liebling!” Elang bergegas mengangkat tubuh lalu menangkup wajah Aliya dengan kedua tangan. Matanya melebar melihat