Kamis, 19 Januari 202319.27 WIB, teras rumah Aliya."Buta mutlak karena cinta?? Aku?" Dean terperangah, sebelum sejurus kemudian ia tergelak dalam tawa.Aliya merengut sebal. “Jangan ketawa!” sungut wanita cantik itu.Dean telah mengantar Aliya kembali ke rumahnya. Dan mereka baru saja membicarakan mengenai sesuatu di ruang tamu Aliya. Sesuatu yang menurut Aliya penting.Semua diawali pada sore itu. Saat Aliya mengunjungi basecamp. Untuk sekadar say hi pada Nawidi dan bi Titin.Entah mengapa seharian itu Aliya begitu merindukan Dean dan ingin melihat Dean walau sebentar.Meskipun mereka telah terikat secara sukma, Aliya masih merasa canggung jika mengatakan hal-hal romantis ataupun kerinduan kepada suami sukmanya itu.Di sisi lain, Aliya merasa mereka bukanlah remaja yang layak bertingkah bagai pasangan dilanda asmara.Meskipun pada kenyataannya, Aliya mengakui, dirinya kasmaran kembali. Oleh dan pada seorang Dean Dubois.Hingga akhirnya dengan menggunakan alasan hendak menengok Nawi
{Bab ini mengandung pemaparan adegan dewasa. Harap bijak dalam membaca. Silahkan skip bagi yang di bawah umur dan bagi yang tidak berkenan. Terima kasih ;) }Kedua tangan Aliya terkunci di atas kepalanya oleh genggaman erat tangan Dean. Matanya menatap sayu pria di atasnya yang juga tengah menatapnya begitu dalam dan mendebarkan.Tubuh ramping yang terkungkung oleh lengan kuat dan jantan sang pria itu, menyerah terhadap tatapan membakar milik Dean.“Hubbie…” lirih Aliya mendesah.Bibir berwarna pink pudar Aliya tampak kering, setara jiwanya yang mengering karena mendamba. Begitu dahaga atas kehangatan sang suami yang kini tampak tak terkira menawan hasrat primitif dirinya.“My Light… Sayang…” balas Dean parau.Dari dada bidang nan kokoh di hadapannya, pandangan Aliya merangkak naik melalui leher berjakun seksi untuk menemui manik mata sang kesatria infinity-nya.Di sanalah ia menemukan kedua lingkar hazel itu telah menggelap, serupa lembah di belantara hutan.Begitu kelam, liar dan me
Jumat, 20 Januari 2023Aliya melangkah keluar dari kantor desa dengan ekspresi wajah yang penuh kekesalan dan kekecewaan terpendam.Sorot matanya yang biasanya lembut kini terlihat muram, mencerminkan perasaannya yang terganggu setelah pertemuannya dengan kepala desa yang, menurutnya, begitu arogan dan keras kepala.Guntur, yang sudah menunggu di luar dengan setia mengawal Aliya hari itu, melihat ekspresi Aliya yang tidak biasa. Tanpa ragu, ia bertanya, “Ada masalah, Mbak?”Aliya menghela napas panjang, berusaha meredam rasa kesalnya yang amat mengganggu.“Kepala desa itu... dia menolak memberiku data warga pra-sejahtera yang aku butuhkan. Padahal aku sudah menjelaskan tujuan kita untuk membantu mereka. Bukannya mendukung, dia malah meremehkan dan menolak semua bentuk kerjasama yang kutawarkan,” ujarnya gusar.“Mana nolaknya kasar, lagi! Angkuh bin arogan banget tu orang,” gerutu wanita cantik itu lagi.Guntur mengangguk memahami, di dalam hatinya ia pun jelas mengerti kekesalan Aliya.
Dean berdiri terpaku di depan pintu, seolah-olah waktu berhenti ketika Aliya melangkah keluar.Wanita yang ia cintai sepenuh hati itu tampak begitu memukau.Aliya mengenakan dress selutut berwarna krem dengan motif bunga-bunga kecil yang cantik, dipadukan dengan celana jeans hitam yang ditutup sepasang sepatu boot kulit berwarna hitam.Bagian atas dress tertutup jaket kulit berpotongan ramping yang melekat sempurna di tubuhnya. Setiap detail tampak selaras, membuat Aliya terlihat semakin menawan.Rambut hitam panjangnya diikat dengan rapi, memperlihatkan wajah cantik berkulit lembut dengan sepasang mata hitam obsidian yang berkilau dalam kesederhanaan yang elegan.Ia benar-benar tampak seperti sosok yang ditakdirkan untuk mengarungi jalanan bersama Dean di atas super bike mereka.Dean tersenyum penuh arti.Ia tidak terkejut melihat mereka terlihat serasi dalam berpakaian, karena kali ini memang sangat berbeda.Selintas, kenangan masa lalu bertengger di kepala Dean. Saat pertama kali me
Hening sejenak menyelimuti mereka, sebelum akhirnya Elang mengangkat wajah, menatap mereka dengan tatapan penuh penyesalan. "Aku tahu, mungkin ini tidak berguna. Tapi aku ingin menyampaikan permintaan maafku lagi. Pada kalian berdua."Tatapan Elang lalu beralih kepada Aliya. "Aku seharusnya tahu diri sejak awal. Namun aku dibutakan oleh ego dan obsesiku untuk memilikimu. Hingga membuatku menutup mata terhadap tanda-tanda yang sudah jelas."Aliya mengernyit, sorot mata itu jelas menyiratkan kebingungan.Elang menghela napas, suaranya berubah lembut meski datar."Dulu, di hotel ini, ketika kau bermalam di sini setelah penyerangan dari Kaum Jure... kau tengah gamang. Kau bimbang. Lalu kau bertanya pada Tuhan, siapakah yang seharusnya menjadi pendampingmu. Tepat setelahnya, seseorang menekan bel pintu kamarmu. Dan yang muncul di depan pintumu adalah…. Dean." (Istriku Sang Ratu Bumi, Bab 183)Aliya terperangah. Ia menatap Elang, mencoba mengingat. Lalu potongan kenangan itu muncul kembali,
Selasa, 24 Januari 2023Aliya baru saja pulang kerja dan hendak merebahkan diri di sofa saat ponselnya bergetar. Nama Hana muncul di layar. Ia tersenyum kecil lalu menerima panggilan itu.‘Halo, Sis!’ sapa Hana dengan nada ceria."Hai Han. Apa kabar?" Aliya menyandarkan kepalanya, siap untuk percakapan panjang yang biasa mereka lakukan.‘Nanya kabar aku? Harusnya gue yang nanya kabar kamu, dong Sis. Gimana kemajuan sama Mr. Dean-mu itu?’ Hana langsung to the point, tanpa basa-basi.Aliya tersenyum malu-malu. "Emmh, garis jodoh kami kayanya makin kuat.”‘Nah nah. Gimana tuh? Gue kepo!’“Beberapa hari yang lalu, kita semacam... ya, bisa dibilang ‘penyempurnaan bonding’," jawabnya dengan sedikit ragu, namun tidak bisa menyembunyikan rasa bahagia di suaranya. “Ocehanmu waktu sebelumnya, sepertinya tanda waktunya bonding itu. Itu terjadi pas malam Jumat-nya.”‘Yeay, congrats! Akhirnya ada kemajuan, ya?’ Hana tertawa ringan, terdengar puas mendengar kabar itu.Tapi ia langsung melanjutkan, ‘
20.40 WIB, Tangerang.Di dalam ballroom sebuah hotel megah, ruang meeting telah ditata dengan kemewahan luar biasa.Ruangan yang biasanya digunakan untuk pesta kini disulap menjadi arena pertemuan kelas dunia.Meja-meja disusun berbentuk oval mengelilingi ruang tersebut, diatur dengan kursi-kursi yang nyaman sebanyak lima puluh tempat duduk.Setiap meja dilengkapi dengan mikrofon kecil yang tersusun rapi, memungkinkan para peserta berbicara dengan mudah —meskipun mungkin dalam hal ini, itu tidak dibutuhkan.Di ujung ruangan, terdapat kursi utama—lebih tinggi, dengan desain elegan—ditempatkan khusus untuk seseorang yang memegang kuasa tertinggi.Pencahayaan yang lembut memancarkan kehangatan, sementara karpet berwarna merah tua menyerap langkah-langkah yang melintasinya dengan hening.Di antara para peserta pertemuan yang hadir, terlihat berbagai wajah dari seluruh penjuru dunia—perwakilan dari beberapa bangsa dan negara.Mereka mengenakan busana formal, setelan jas rapi, serta tampak t
Dalam ballroom yang kini lengang, hanya terdengar suara embusan lembut pendingin udara yang memenuhi ruangan.Meeting telah berakhir, dan tamu-tamu penting sudah pergi. Namun, dua sosok masih bertahan—Dean dan pria dengan wajah khas blasteran Jepang-Amerika, di sisinya.Pria itu tegak, menanti instruksi dalam diam."Syauqi," Dean memanggilnya dengan nada dalam dan tenang.“Yes, my King,” jawab pria yang dipanggil Syauqi, sambil menegakkan tubuh.Dean mengamati ekspresi Syauqi sejenak sebelum menggeleng perlahan. “Pertama, hentikan panggilan itu. Saya bukan ‘King’.”Meskipun jelas bahwa panggilan itu layak baginya, Dean merasa tidak nyaman dengan penghormatan berlebihan.Syauqi mengangguk canggung, mencoba memahami panggilan yang lebih pantas.Dalam hati, Syauqi terpaksa berpikir keras.Apa sebutan lain yang cukup menghormati Dean, tanpa terdengar seperti sanjungan berlebihan?Syauqi, seumur hidupnya menunjukkan sikap serampangan meskipun berpenampilan elegan. Pria itu tidak pula mudah
Teaser untuk S3 RATU BUMI: KELAHIRAN SANG PEWARIS(Entah kapan akan dibuat S3-nya. Tapi Author ingin berikan ini sebagai ekstra saja untuk kalian. Thanks to you all!!)Seorang wanita tengah berada di depan laptop. Sebuah kacamata berbentuk persegi dengan bingkai berwarna biru bertengger di pangkal hidungnya.Terdengar suara tuts pada keyboard yang ditekan cukup keras dan cepat.“Selesai!!” seru wanita itu dengan bibir tersungging senyum yang begitu lebar.Matanya sekali lagi menatap lekat pada layar laptop miliknya. Seolah puas dengan apa yang ia baca, ia mengangguk dan tersenyum lagi.“Mantap memang. Si gue menggambarkan tokohnya begitu nyata. Cakep banget ini. Epik,” ujarnya sambil terus mengangguk-angguk kan kepala. Tiada henti ia memuji dirinya sendiri.“Mungkin karena aku pake namaku sendiri buat tokoh cewek, ini bener-bener terasa seperti kejadian nyata. Tapi kan itu emang tujuanku..”“Sepertinya aku bener-bener jenius… Beberapa potong mimpi ku, bisa kujadikan rangkaian cerita se
Suatu hari di bulan September 2023.Aliya menggeliat lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia merentangkan kedua tangannya dan menguap.Kepalanya menengok ke kiri. Sisi itu kosong.Ia lalu menengadah, melihat ke arah jam dinding dalam kamar itu. 7:15.Aliya kemudian turun dari ranjang-nya. Ia kenakan sandal rumah berbahan kain dengan bordiran inisial A pada bagian tutup kakinya.Dengan langkah malas ia keluar kamar. Kepalanya berputar mencari.Hari itu, setelah ia tadi shalat subuh, ia tertidur kembali, karena semalam ia begadang menyelesaikan pekerjaannya hingga jam 2 dini hari.Kaki Aliya terus melangkah. Kini hidungnya mencium harum masakan berasal dari dapur. Ia pun mengarahkan kakinya ke arah sumber aroma tersebut.Ia terhenti di ambang pintu dapur. Bibirnya tersenyum. Matanya menatap ke depan dengan sorot penuh kasih.Tubuh jangkung dengan masih menggunakan set piyama tidur bermotif salur itu, masih asyik melakukan sesuatu di depan kompor.“Sudah bangun, rupanya…” kata pemilik
Dean menyetir mobil Jeep Cherokee Trackhawk yang terbuka dengan santai, menikmati embusan angin yang hangat di wajahnya sementara Aliya di sampingnya tampak takjub memandangi pemandangan di sekeliling mereka.Sekitar lima belas menit lalu, Aliya dan Dean tiba di Amboseli Airtrip di dalam Taman Nasional Amboseli.Taman Nasional Amboseli ini terletak di selatan Kenya, tepatnya di Kabupaten Kajiado, dekat perbatasan Kenya dengan Tanzania.Taman ini berada sekitar 240 kilometer sebelah tenggara Nairobi, ibu kota Kenya, dan terletak di bawah bayang-bayang Gunung Kilimanjaro yang megah di Tanzania, yang memberikan latar belakang yang ikonik dan terkenal di taman ini.Amboseli terkenal dengan populasi gajah besarnya, serta pemandangan sabana yang menakjubkan.Dean sengaja membawa Aliya ke tempat favorit-nya ini, untuk memberikan pengalaman baru bagi Aliya.Dengan helikopter, mereka terbang sekitar 40 menit dari helipad di atas gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi menuju Kajiado. Se
Aliya paham, yang dimaksud orang Elemen Air itu adalah Elang. Namun yang tidak ia paham, mengapa ia menangkap gestur kemarahan dari sosok Syauqi? Apakah Syauqi dan Elang pernah bertemu sebelumnya?Ini belum waktunya Aliya bertanya lebih jauh tentang itu. Jadi ia kemudian hanya mengalihkan pertanyaan pada hal lain.“Bukankah yang kudengar, bahwa Realm adalah keluarga yang memang bermukim di Tanah Air. Tapi--” Ucapan Aliya terhenti.Syauqi tertawa kecil. “Anda bingung karena saya berwajah campuran di luar Indonesia?”“Ya, jujur aku bingung.” Mau tak mau Aliya pun tertawa kecil.“Nenek saya sedikit memberontak, Madam.”“Eh?”Syauqi terkekeh. “Nenek saya kabur dari Indonesia dan menikah dengan orang Jepang. Lalu ibu saya lahir dan kemudian menikah dengan orang Amerika. Lalu lahirlah saya.”Pria berwajah elok itu menjeda diri sesaat. “Saat saya berumur lima tahun, ibu saya membawa saya kembali ke kakek buyut. Tetua Realm Api dan mengembalikan saya. Kata ibu saya, itu wasiat nenek saya sebel
Aliya bersandar di sofa lounge hotel yang nyaman, menatap tenang pada makanan di depannya.Ia mencoba hidangan khas Nairobi: Nyama Choma, potongan daging panggang yang gurih dan kaya rempah, ditemani dengan kachumbari—salad segar dari tomat, bawang, dan cabai.Rasa pedas dan segar dari kachumbari melengkapi cita rasa daging yang hangat, membuat Aliya semakin larut dalam suasana santai sambil menunggu Dean yang tengah dalam rapat mendadak di ballroom hotel.Saat kunyahan terakhir, Aliya teringat percakapannya tadi dengan Matteo, yang penuh dengan dukungan.Matteo, sahabat Dean itu, mengungkapkan ketulusan hati ketika mengetahui Aliya bersama Dean."Aku sangat bahagia, Nyonya.”“Please, panggil Aliya saja, Matteo.”Matteo tersenyum sumringah. “Baiklah.. Ya.. aku benar-benar merasa bahagia.”“Aku bisa lihat itu. Sejak pertama kita bertemu, wajahmu berseri-seri terus,” Aliya tersenyum lebar.“Ini bukan tentang diriku, Nyonya. Melihatmu akhirnya bersama Dean... itu sungguh yang selama ini
Tak berapa lama limousine yang ditumpangi Dean dan Aliya tiba di satu hotel yang tampak megah.Beberapa greeter dan bellboy tampak menyambut ramah dan penuh hormat saat Aliya dan Dean yang dipimpin Matteo, memasuki area hotel.Dean terlihat sedikit menaikkan alis—tampak berpikir sesuatu, namun tetap dengan santai mengikuti langkah Matteo yang terlihat bersemangat berbicara dengan Aliya.Aliya melangkah masuk ke dalam suite mewah di Helshington Nairobi, tak dapat menahan gumaman kagum yang meluncur pelan.Matanya menyusuri setiap sudut ruangan—sebuah suite yang luas dengan desain butik berkelas, bercampur sentuhan klasik yang elegan.Dindingnya dihiasi karya seni khas Afrika, menambah sentuhan eksotis pada ruangan yang megah namun tetap hangat.Lampu-lampu gantung dari kristal menghiasi langit-langit tinggi, sementara lantai kayu yang mengilap mencerminkan pantulan cahaya lembut dari lampu yang dipasang dengan artistik.Di satu sisi, ada balkon pribadi yang menghadap ke pemandangan perb
Gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi terlihat lebih sibuk dari biasanya.Para karyawan berjalan cepat, membawa berkas-berkas dan peralatan, memastikan setiap detail tertata sempurna untuk menyambut kedatangan CEO mereka, yang nyaris tidak pernah terlihat.Lobi utama yang biasanya hanya dihiasi dengan dekorasi sederhana kini terlihat sedikit berbeda. Tanaman hijau segar diletakkan di beberapa sudut, meja resepsionis dibersihkan hingga berkilau, dan tim keamanan memeriksa ulang setiap titik untuk memastikan semuanya sesuai standar.Di tengah kesibukan tersebut, Direktur cabang melangkah mendekati Matteo, manajer yang selalu tenang di tengah hiruk-pikuk persiapan ini.Dengan ragu, Direktur bertanya, "Mr. Odhiambo, apa benar tidak masalah jika kita melakukan persiapan seperti ini?"Sang Direktur masih teringat akan sikap sang CEO yang cenderung rendah hati dan tidak suka dengan seremoni berlebihan.Pernah sekali waktu saat ia pertama kali menjabat sebagai direktur cabang, ketika
Aliya duduk sendirian di dalam kabin jet pribadi Gulf Stream yang melaju anggun di atas awan menuju Kenya.Interior jet ini tampak begitu mewah dan nyaman, didesain dengan kursi kulit lembut berwarna krem yang berpadu dengan elemen kayu mahoni gelap.Cahaya matahari senja yang masuk dari jendela memberikan kilau hangat ke dalam kabin, menciptakan suasana tenang yang menyelimuti perjalanan mereka.Aliya menatap keluar jendela, melihat hamparan langit oranye keemasan yang seakan tak berujung, membiarkan pikirannya melayang.Bayangan pertama kali ia melihat pesawat ini, dengan logo Starlight Corp di badan jet, memenuhi benaknya.Kata-kata Agung kembali terngiang di kepalanya, bagaimana Dean memilih nama Starlight, terinspirasi dari panggilan kesayangan yang ia berikan padanya setelah pertama kali melihat Aliya dalam mimpi.Ketika ia iseng berselancar di dunia maya, ia mendapati bahwa Starlight Corp adalah korporasi besar yang dikagumi dunia. Selain Starlight Corp dikenal dengan kebijakan
Dean tersedak lalu terbatuk.“Prrrfffffftttttt.” Agni sukses menyemburkan nasi yang baru saja ia suapkan ke dalam mulutnya.Bi Titin menahan tawa. Ia mengacungkan jempol pada Aliya, lalu melenggang santai kembali ke dapur.Hening.Aliya melotot ke arah Agni.“Jorok, ih!” Aliya menepukkan tangannya ke beberapa nasi semburan Agni yang mampir dan bertengger di bajunya.“So-sorry Moony!” Agni bergegas bangun dan meraih beberapa lembar tissue dan menghampiri Aliya. Tangannya mengelap tangan Aliya.Saat tangan Agni akan berpindah ke bagian baju di bawah dagu Aliya, tangan Dean telah memegang tangan Agni.“Biar saya saja,” kata Dean singkat.Agni memanyunkan mulutnya. “Lu sih, Om…” Lalu kembali ke tempat duduknya dan membersihkan sisa-sisa nasi yang berhamburan di meja sambil nyengir.Dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal, Agni mengambil piring makannya dan memutuskan segera menyingkir dari ruang makan, untuk memberi keleluasaan bagi pasangan itu.“Gue pindah ah. Ini obrolannya udah dua