21.57 WIB, Villa Jayagiri
Kamar itu dipenuhi aura dingin dan mencekam ketika Dean menyelesaikan persiapannya.
Lantai kamar tempat proses penyembuhan dilapisi tanah yang diambil dari area Gunung Putri, di mana energi alam terasa paling kuat.
Tanah itu berfungsi sebagai medium, menghubungkan dunia manusia dengan kekuatan yang lebih dalam.
Dengan kalung milik Aliya yang ia pinjam, Dean siap mendeteksi keberadaan makhluk yang menyusup dan berdiam di dalam tubuh Elang.
“Semoga ini berhasil,” bisik Dean kepada dirinya sendiri sambil menatap wajah Elang yang tak sadarkan diri dan pucat.
Pria mantan suami Aliya itu terbaring tak berdaya di atas ranjang, matanya terpejam, dan napasnya terdengar berat.
Keberadaan makhluk kegelapan di dalam dirinya adalah ancaman yang mengerikan, dan Dean tahu bahwa waktu tidak berpihak pada mereka. Meskipun ia telah menon-aktifkan makhluk itu, namun ia harus segera mengeluarkannya dari tubuh Elang.<
Rabu, 4 Januari 2023Pagi itu, cuaca cerah dan udara segar membuat Aliya merasa bersemangat.Setelah hampir satu minggu penuh ketegangan, dia merasa butuh penyegaran. Dean memang mengajaknya keluar, jalan pagi santai. Entah kemana.Dengan sepatu sneakers dan kaos santai, Elara keluar dari basecamp, bersiap untuk memulai harinya. Di luar, Dean menunggu dengan senyuman lebar di wajahnya.Langkah Aliya terhenti sesaat dengan tatapan terpaku pada sosok suami sukmanya itu.Dean memang adalah sosok yang mencuri perhatian di mana pun ia berada.Wajahnya menampilkan perpaduan sempurna antara ketampanan blasteran Prancis dan Timur Tengah.Dean memiliki bentuk wajah yang sempurna dari setiap sudut. Struktur wajahnya tegas dengan rahang yang kuat dan tulang pipi yang tinggi, memberikan kesan maskulin yang sangat menawan. Kulitnya berwarna olive yang halus, mengesankan aura eksotis dan misterius.Iris mata hazel-nya berkilau seperti dua pe
Langkah Aliya sontak terhenti sejenak, hatinya berdesir aneh saat mendengar itu. “Bertemu? Denganku?”“Ya.” Dean menyampingkan tubuh dan menatap Aliya lembut. “Aku tahu ini mungkin sulit bagimu. Tapi entah cepat atau lambat, kita memang harus menghadapinya. Einhard… dia pasti ingin menjelaskan banyak hal padamu.”Perasaan Aliya bercampur aduk.Setelah semua kejadian mengerikan yang disebabkan oleh Elang, Aliya tidak yakin bisa berhadapan dengan mantan suaminya itu.Gejolak lain menyelubungi dirinya.Satu perasaan bersalah yang sangat tajam, menggerogoti rongga dada Aliya.Ia merasa seperti dikhianati oleh hatinya sendiri. Di satu sisi, rasa cintanya pada Dean semakin dalam, tetapi di sisi lain, setiap mengingat Elang, ia merasa seperti ada sesuatu yang tertinggal. Dan itu membuatnya merasa bersalah pada Dean.Dean bahkan harus merelakan tubuhnya dihunjam benda tajam oleh Elang, hanya ag
Aliya tertegun, dan jantungnya berdebar kencang.Elang tampak berbeda, dengan mata yang tampak lelah dan memerah. Ia langsung menuju ke arah Nawidi yang masih terbaring, tanpa menoleh pada keberadaan Aliya.“Dia di sini?” tanya Elang, suaranya serak.“Ya, di dalam,” jawab Dean, menatap Elang dengan tatapan tenangnya seperti biasa.Aliya menunggu, merasakan ketegangan di udara.Dia melihat Elang masuk ke kamar Nawidi diikuti Dean, dan suara bisikan yang lembut terdengar dari dalam setelah beberapa saat pintu kamar tertutup.Agni yang berdiri di samping Aliya terlihat mengerutkan kening.“Dia harusnya tidak di sini,” gumam Agni, terlihat sedikit kesal. “Bang Nawi baru mendingan.”Pemuda api itu berpaling pada Agung yang langsung menaikkan kedua bahu sambil mengangkat tangan --isyarat menyerah.Agni memang sempat bertukar dengan Agung untuk menjaga Elang di vila Jayagiri, Agni tak menyangka Agung mengizinkan Elang keluar dan datang ke basecamp mereka.“Kang Dean sudah bilang boleh, kok,”
Di dalam, Aliya merasakan ketegangan saat berdiri di hadapan Elang.Mereka kini hanya berdua saja di dalam ruang tengah itu.Mata Elang tampak merah dan masih terlihat bengkak. Pria itu menunduk selama beberapa waktu.Melihat seorang Elang yang kini begitu tampak kacau, Aliya merasakan empati di hatinya.Ketika mereka melangkah ke sisi yang lebih sepi, dia bisa merasakan perasaan campur aduk di antara mereka.“Aliya,” Elang memulai, suaranya terdengar serak dan berat. “Aku ingin meminta maaf. Aku… sangat menyesal atas semua yang terjadi.”Aliya terdiam, sulit untuk menemukan kata-kata.Dia merasa sakit mendengar permintaan maaf itu, tetapi juga merindukan penjelasan setelah sekian tahun tanpa ada sepatah kata pun dari Elang untuknya.“Aku hanya…” Aliya menarik napas dalam. “Aku tidak mengerti, mengapa kau sampai harus meninggalkanku. Mengapa kau sampai harus menjatuhkan talak padaku. Jika memang kau melihat ramalan bahwa aku akan tewas, kau bisa saja mengatakan semuanya padaku, atau k
Malam di dunia sukma terasa lebih tenang daripada biasanya.Aliya dan Dean duduk di atas ranjang kayu yang megah di rumah sukma mereka, sebuah tempat yang dirancang dengan keindahan alam dan kesederhanaan.Dinding-dinding kayu bercahaya lembut dalam pelukan lilin-lilin kecil, menciptakan atmosfer hangat dan intim.Jendela besar di samping mereka terbuka, angin malam masuk membawa aroma hutan yang segar dan menenangkan. Udara dingin menyentuh kulit, namun pelukan mereka lebih dari cukup untuk mengusir dingin yang datang.Aliya memeluk Dean dengan erat, seolah-olah jika ia melepaskannya, semua kenyamanan yang sedang ia rasakan akan hilang begitu saja.Kepalanya bersandar di dada Dean, telinganya mendengar detak jantung pria itu yang stabil, sebuah ritme yang menenangkan kekacauan batin yang sejak tadi menghantuinya.Tatapan Aliya kosong, seolah tenggelam dalam pikirannya sendiri. Namun, pelukan itu mengungkapkan semuanya—betapa ia membutuhkan kenyamanan dari pria yang kini menjadi suami
Pagi di Villa Jayagiri terasa sunyi dan penuh ketegangan.Kabut tipis yang menyelimuti pegunungan mulai menguap seiring munculnya sinar matahari yang lembut.Villa yang terletak di tengah hutan pinus itu, biasanya memberikan ketenangan dan kehangatan, tetapi kali ini suasana di dalamnya terasa berbeda.Dua pria gagah dan amat tampan, Dean dan Elang, berdiri saling berhadapan di teras belakang villa. Udara yang sejuk seolah menambah keheningan canggung di antara mereka.“Duduklah,” ujar Elang datar.Pria tampan itu pun duduk di salah satu kursi yang berdampingan.Elang, dengan rahang yang sedikit mengeras, menatap pemandangan hutan yang hijau di kejauhan.Ia mencari kata-kata untuk memecah keheningan yang menggantung, namun setiap kata terasa salah.Tubuhnya tegang, dan meskipun ia ingin terlihat tenang, satu perasaan cemburu yang menyelinap di dalam dirinya membuatnya sulit berpura-pura.Dean masih berdiri tegak, tangannya disisipkan ke dalam saku celana kargo yang ia kenakan, sebelum
Jumat, 6 Januari 202310.40 WIB, Basecamp Cikahuripan.Siang itu Dean berada dalam kamar Nawidi untuk melakukan pengecekan dan kontrol terhadap perkembangan pemulihan Nawidi.“Bagaimana Aliya?” Nawidi bertanya pada Dean saat Dean tengah mengecek denyut nadi di pergelangan tangan Nawidi.“Alhamdulillah, baik. Per hari ini Aliya telah memulai aktivitas hariannya dalam pekerjaan. Pagi tadi dia mengunjungi beberapa kantor terkait, untuk koordinasi masalah verifikasi data kemiskinan,” jawab Dean. Dean lalu menaikkan telapak tangannya di atas tubuh Nawidi dan melakukan gerakan memindai dengan perlahan.“Apa yang ingin kau sampaikan?” tembak Dean pada Nawidi, dengan melirik sekilas.“Anda ini memang se-tipe dengannya,” Nawidi menggeleng pelan kepalanya.“Oh ya? Se-tipe yang bagaimana?”“Selalu tembak tanpa basa-basi saat saya ingin bicara sesuatu tentang kalian.”“Dia istriku. Pasti kami ada kemiripan,” lalu Dean tertawa kecil.“Dean,” Nawidi berujar. “Tingkatkan intensitas pertemuan Anda se
Jumat, 6 Januari 202319.20 WIBAliya menemukan buku lama catatan dirinya dengan Elang. Saat sedang membahas tentang masa lalu dan Aliya merasakan kegalauan dan rasa sedih.Aliya yang awalnya masih asyik melakukan chat dengan Diani, tiba-tiba merasakan haus. Ia lalu mengambil minum dalam mug besar tapi tangan yang memegang mug itu, justru bergerak hendak menumpahkan isinya ke atas buku.‘I’ll clean all about us’ (Aku akan membersihkan semua hal tentang kita) terdengar samar suara Elang dalam pikiran Aliya.Aliya langsung menyadari bahwa ini perbuatan Elang.‘Tunggu!! Tunggu!!’ jerit Aliya dalam hati.‘You can’t do that Elang!’ (Kau tidak bisa lakukan itu, Elang!)‘Waittt!!’ (Tunggu!!)‘Heeeyyy!!!’‘Don’t!!’ (Jangan!!)‘Dean, tell him to stop!’ (Katakan padanya untuk berhenti!!) Aliya berteriak dalam hati meminta bantuan Dean.Akan tetapi, tangan Aliya tetap bergerak menuangkan air ke buku miliknya.‘Ini milikku!!’‘Aku yang putuskan mau dihancurkan atau dibiarkan!!!’‘Sekali ini harga
Teaser untuk S3 RATU BUMI: KELAHIRAN SANG PEWARIS(Entah kapan akan dibuat S3-nya. Tapi Author ingin berikan ini sebagai ekstra saja untuk kalian. Thanks to you all!!)Seorang wanita tengah berada di depan laptop. Sebuah kacamata berbentuk persegi dengan bingkai berwarna biru bertengger di pangkal hidungnya.Terdengar suara tuts pada keyboard yang ditekan cukup keras dan cepat.“Selesai!!” seru wanita itu dengan bibir tersungging senyum yang begitu lebar.Matanya sekali lagi menatap lekat pada layar laptop miliknya. Seolah puas dengan apa yang ia baca, ia mengangguk dan tersenyum lagi.“Mantap memang. Si gue menggambarkan tokohnya begitu nyata. Cakep banget ini. Epik,” ujarnya sambil terus mengangguk-angguk kan kepala. Tiada henti ia memuji dirinya sendiri.“Mungkin karena aku pake namaku sendiri buat tokoh cewek, ini bener-bener terasa seperti kejadian nyata. Tapi kan itu emang tujuanku..”“Sepertinya aku bener-bener jenius… Beberapa potong mimpi ku, bisa kujadikan rangkaian cerita se
Suatu hari di bulan September 2023.Aliya menggeliat lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia merentangkan kedua tangannya dan menguap.Kepalanya menengok ke kiri. Sisi itu kosong.Ia lalu menengadah, melihat ke arah jam dinding dalam kamar itu. 7:15.Aliya kemudian turun dari ranjang-nya. Ia kenakan sandal rumah berbahan kain dengan bordiran inisial A pada bagian tutup kakinya.Dengan langkah malas ia keluar kamar. Kepalanya berputar mencari.Hari itu, setelah ia tadi shalat subuh, ia tertidur kembali, karena semalam ia begadang menyelesaikan pekerjaannya hingga jam 2 dini hari.Kaki Aliya terus melangkah. Kini hidungnya mencium harum masakan berasal dari dapur. Ia pun mengarahkan kakinya ke arah sumber aroma tersebut.Ia terhenti di ambang pintu dapur. Bibirnya tersenyum. Matanya menatap ke depan dengan sorot penuh kasih.Tubuh jangkung dengan masih menggunakan set piyama tidur bermotif salur itu, masih asyik melakukan sesuatu di depan kompor.“Sudah bangun, rupanya…” kata pemilik
Dean menyetir mobil Jeep Cherokee Trackhawk yang terbuka dengan santai, menikmati embusan angin yang hangat di wajahnya sementara Aliya di sampingnya tampak takjub memandangi pemandangan di sekeliling mereka.Sekitar lima belas menit lalu, Aliya dan Dean tiba di Amboseli Airtrip di dalam Taman Nasional Amboseli.Taman Nasional Amboseli ini terletak di selatan Kenya, tepatnya di Kabupaten Kajiado, dekat perbatasan Kenya dengan Tanzania.Taman ini berada sekitar 240 kilometer sebelah tenggara Nairobi, ibu kota Kenya, dan terletak di bawah bayang-bayang Gunung Kilimanjaro yang megah di Tanzania, yang memberikan latar belakang yang ikonik dan terkenal di taman ini.Amboseli terkenal dengan populasi gajah besarnya, serta pemandangan sabana yang menakjubkan.Dean sengaja membawa Aliya ke tempat favorit-nya ini, untuk memberikan pengalaman baru bagi Aliya.Dengan helikopter, mereka terbang sekitar 40 menit dari helipad di atas gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi menuju Kajiado. Se
Aliya paham, yang dimaksud orang Elemen Air itu adalah Elang. Namun yang tidak ia paham, mengapa ia menangkap gestur kemarahan dari sosok Syauqi? Apakah Syauqi dan Elang pernah bertemu sebelumnya?Ini belum waktunya Aliya bertanya lebih jauh tentang itu. Jadi ia kemudian hanya mengalihkan pertanyaan pada hal lain.“Bukankah yang kudengar, bahwa Realm adalah keluarga yang memang bermukim di Tanah Air. Tapi--” Ucapan Aliya terhenti.Syauqi tertawa kecil. “Anda bingung karena saya berwajah campuran di luar Indonesia?”“Ya, jujur aku bingung.” Mau tak mau Aliya pun tertawa kecil.“Nenek saya sedikit memberontak, Madam.”“Eh?”Syauqi terkekeh. “Nenek saya kabur dari Indonesia dan menikah dengan orang Jepang. Lalu ibu saya lahir dan kemudian menikah dengan orang Amerika. Lalu lahirlah saya.”Pria berwajah elok itu menjeda diri sesaat. “Saat saya berumur lima tahun, ibu saya membawa saya kembali ke kakek buyut. Tetua Realm Api dan mengembalikan saya. Kata ibu saya, itu wasiat nenek saya sebel
Aliya bersandar di sofa lounge hotel yang nyaman, menatap tenang pada makanan di depannya.Ia mencoba hidangan khas Nairobi: Nyama Choma, potongan daging panggang yang gurih dan kaya rempah, ditemani dengan kachumbari—salad segar dari tomat, bawang, dan cabai.Rasa pedas dan segar dari kachumbari melengkapi cita rasa daging yang hangat, membuat Aliya semakin larut dalam suasana santai sambil menunggu Dean yang tengah dalam rapat mendadak di ballroom hotel.Saat kunyahan terakhir, Aliya teringat percakapannya tadi dengan Matteo, yang penuh dengan dukungan.Matteo, sahabat Dean itu, mengungkapkan ketulusan hati ketika mengetahui Aliya bersama Dean."Aku sangat bahagia, Nyonya.”“Please, panggil Aliya saja, Matteo.”Matteo tersenyum sumringah. “Baiklah.. Ya.. aku benar-benar merasa bahagia.”“Aku bisa lihat itu. Sejak pertama kita bertemu, wajahmu berseri-seri terus,” Aliya tersenyum lebar.“Ini bukan tentang diriku, Nyonya. Melihatmu akhirnya bersama Dean... itu sungguh yang selama ini
Tak berapa lama limousine yang ditumpangi Dean dan Aliya tiba di satu hotel yang tampak megah.Beberapa greeter dan bellboy tampak menyambut ramah dan penuh hormat saat Aliya dan Dean yang dipimpin Matteo, memasuki area hotel.Dean terlihat sedikit menaikkan alis—tampak berpikir sesuatu, namun tetap dengan santai mengikuti langkah Matteo yang terlihat bersemangat berbicara dengan Aliya.Aliya melangkah masuk ke dalam suite mewah di Helshington Nairobi, tak dapat menahan gumaman kagum yang meluncur pelan.Matanya menyusuri setiap sudut ruangan—sebuah suite yang luas dengan desain butik berkelas, bercampur sentuhan klasik yang elegan.Dindingnya dihiasi karya seni khas Afrika, menambah sentuhan eksotis pada ruangan yang megah namun tetap hangat.Lampu-lampu gantung dari kristal menghiasi langit-langit tinggi, sementara lantai kayu yang mengilap mencerminkan pantulan cahaya lembut dari lampu yang dipasang dengan artistik.Di satu sisi, ada balkon pribadi yang menghadap ke pemandangan perb
Gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi terlihat lebih sibuk dari biasanya.Para karyawan berjalan cepat, membawa berkas-berkas dan peralatan, memastikan setiap detail tertata sempurna untuk menyambut kedatangan CEO mereka, yang nyaris tidak pernah terlihat.Lobi utama yang biasanya hanya dihiasi dengan dekorasi sederhana kini terlihat sedikit berbeda. Tanaman hijau segar diletakkan di beberapa sudut, meja resepsionis dibersihkan hingga berkilau, dan tim keamanan memeriksa ulang setiap titik untuk memastikan semuanya sesuai standar.Di tengah kesibukan tersebut, Direktur cabang melangkah mendekati Matteo, manajer yang selalu tenang di tengah hiruk-pikuk persiapan ini.Dengan ragu, Direktur bertanya, "Mr. Odhiambo, apa benar tidak masalah jika kita melakukan persiapan seperti ini?"Sang Direktur masih teringat akan sikap sang CEO yang cenderung rendah hati dan tidak suka dengan seremoni berlebihan.Pernah sekali waktu saat ia pertama kali menjabat sebagai direktur cabang, ketika
Aliya duduk sendirian di dalam kabin jet pribadi Gulf Stream yang melaju anggun di atas awan menuju Kenya.Interior jet ini tampak begitu mewah dan nyaman, didesain dengan kursi kulit lembut berwarna krem yang berpadu dengan elemen kayu mahoni gelap.Cahaya matahari senja yang masuk dari jendela memberikan kilau hangat ke dalam kabin, menciptakan suasana tenang yang menyelimuti perjalanan mereka.Aliya menatap keluar jendela, melihat hamparan langit oranye keemasan yang seakan tak berujung, membiarkan pikirannya melayang.Bayangan pertama kali ia melihat pesawat ini, dengan logo Starlight Corp di badan jet, memenuhi benaknya.Kata-kata Agung kembali terngiang di kepalanya, bagaimana Dean memilih nama Starlight, terinspirasi dari panggilan kesayangan yang ia berikan padanya setelah pertama kali melihat Aliya dalam mimpi.Ketika ia iseng berselancar di dunia maya, ia mendapati bahwa Starlight Corp adalah korporasi besar yang dikagumi dunia. Selain Starlight Corp dikenal dengan kebijakan
Dean tersedak lalu terbatuk.“Prrrfffffftttttt.” Agni sukses menyemburkan nasi yang baru saja ia suapkan ke dalam mulutnya.Bi Titin menahan tawa. Ia mengacungkan jempol pada Aliya, lalu melenggang santai kembali ke dapur.Hening.Aliya melotot ke arah Agni.“Jorok, ih!” Aliya menepukkan tangannya ke beberapa nasi semburan Agni yang mampir dan bertengger di bajunya.“So-sorry Moony!” Agni bergegas bangun dan meraih beberapa lembar tissue dan menghampiri Aliya. Tangannya mengelap tangan Aliya.Saat tangan Agni akan berpindah ke bagian baju di bawah dagu Aliya, tangan Dean telah memegang tangan Agni.“Biar saya saja,” kata Dean singkat.Agni memanyunkan mulutnya. “Lu sih, Om…” Lalu kembali ke tempat duduknya dan membersihkan sisa-sisa nasi yang berhamburan di meja sambil nyengir.Dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal, Agni mengambil piring makannya dan memutuskan segera menyingkir dari ruang makan, untuk memberi keleluasaan bagi pasangan itu.“Gue pindah ah. Ini obrolannya udah dua