Aliya menelan ludah lagi. Kali ini pun, kalimat Nawidi tak ada yang bisa ia bantah. Dean memang berbeda dalam memperlakukan dirinya.
Dean bahkan membiarkan ia menangis sepuasnya, untuk membuat dirinya kemudian merasa lega dan tertumpahkan segala beban hatinya.
Setelahnya, Dean akan menghangatkan hatinya dengan kalimat penuh kasih sayang ataupun tindakan pelukan yang menenangkan.
Dean memang seorang bumi yang hangat.
“Mereka berdua sama-sama pria hebat yang tidak bisa dalam satu wadah perbandingan. Karena mereka pribadi yang unik, memiliki kekuatan serta kelemahannya masing-masing.”
“Dan mereka memiliki caranya sendiri untuk mencintai dan melindungi Anda,” tukas Nawidi tenang.
Aliya mengangguk dalam diam. Ia sadar sepenuhnya apa yang dikatakan Nawidi sangat benar.
Jauh di dasar lubuk hatinya, Aliya masih menyimpan rasa yang mengganjal tentang perasaannya pada Elang, yang tentunya akan be
21.57 WIB, Villa JayagiriKamar itu dipenuhi aura dingin dan mencekam ketika Dean menyelesaikan persiapannya.Lantai kamar tempat proses penyembuhan dilapisi tanah yang diambil dari area Gunung Putri, di mana energi alam terasa paling kuat.Tanah itu berfungsi sebagai medium, menghubungkan dunia manusia dengan kekuatan yang lebih dalam.Dengan kalung milik Aliya yang ia pinjam, Dean siap mendeteksi keberadaan makhluk yang menyusup dan berdiam di dalam tubuh Elang.“Semoga ini berhasil,” bisik Dean kepada dirinya sendiri sambil menatap wajah Elang yang tak sadarkan diri dan pucat.Pria mantan suami Aliya itu terbaring tak berdaya di atas ranjang, matanya terpejam, dan napasnya terdengar berat.Keberadaan makhluk kegelapan di dalam dirinya adalah ancaman yang mengerikan, dan Dean tahu bahwa waktu tidak berpihak pada mereka. Meskipun ia telah menon-aktifkan makhluk itu, namun ia harus segera mengeluarkannya dari tubuh Elang.
Rabu, 4 Januari 2023Pagi itu, cuaca cerah dan udara segar membuat Aliya merasa bersemangat.Setelah hampir satu minggu penuh ketegangan, dia merasa butuh penyegaran. Dean memang mengajaknya keluar, jalan pagi santai. Entah kemana.Dengan sepatu sneakers dan kaos santai, Elara keluar dari basecamp, bersiap untuk memulai harinya. Di luar, Dean menunggu dengan senyuman lebar di wajahnya.Langkah Aliya terhenti sesaat dengan tatapan terpaku pada sosok suami sukmanya itu.Dean memang adalah sosok yang mencuri perhatian di mana pun ia berada.Wajahnya menampilkan perpaduan sempurna antara ketampanan blasteran Prancis dan Timur Tengah.Dean memiliki bentuk wajah yang sempurna dari setiap sudut. Struktur wajahnya tegas dengan rahang yang kuat dan tulang pipi yang tinggi, memberikan kesan maskulin yang sangat menawan. Kulitnya berwarna olive yang halus, mengesankan aura eksotis dan misterius.Iris mata hazel-nya berkilau seperti dua pe
Langkah Aliya sontak terhenti sejenak, hatinya berdesir aneh saat mendengar itu. “Bertemu? Denganku?”“Ya.” Dean menyampingkan tubuh dan menatap Aliya lembut. “Aku tahu ini mungkin sulit bagimu. Tapi entah cepat atau lambat, kita memang harus menghadapinya. Einhard… dia pasti ingin menjelaskan banyak hal padamu.”Perasaan Aliya bercampur aduk.Setelah semua kejadian mengerikan yang disebabkan oleh Elang, Aliya tidak yakin bisa berhadapan dengan mantan suaminya itu.Gejolak lain menyelubungi dirinya.Satu perasaan bersalah yang sangat tajam, menggerogoti rongga dada Aliya.Ia merasa seperti dikhianati oleh hatinya sendiri. Di satu sisi, rasa cintanya pada Dean semakin dalam, tetapi di sisi lain, setiap mengingat Elang, ia merasa seperti ada sesuatu yang tertinggal. Dan itu membuatnya merasa bersalah pada Dean.Dean bahkan harus merelakan tubuhnya dihunjam benda tajam oleh Elang, hanya ag
Aliya tertegun, dan jantungnya berdebar kencang.Elang tampak berbeda, dengan mata yang tampak lelah dan memerah. Ia langsung menuju ke arah Nawidi yang masih terbaring, tanpa menoleh pada keberadaan Aliya.“Dia di sini?” tanya Elang, suaranya serak.“Ya, di dalam,” jawab Dean, menatap Elang dengan tatapan tenangnya seperti biasa.Aliya menunggu, merasakan ketegangan di udara.Dia melihat Elang masuk ke kamar Nawidi diikuti Dean, dan suara bisikan yang lembut terdengar dari dalam setelah beberapa saat pintu kamar tertutup.Agni yang berdiri di samping Aliya terlihat mengerutkan kening.“Dia harusnya tidak di sini,” gumam Agni, terlihat sedikit kesal. “Bang Nawi baru mendingan.”Pemuda api itu berpaling pada Agung yang langsung menaikkan kedua bahu sambil mengangkat tangan --isyarat menyerah.Agni memang sempat bertukar dengan Agung untuk menjaga Elang di vila Jayagiri, Agni tak menyangka Agung mengizinkan Elang keluar dan datang ke basecamp mereka.“Kang Dean sudah bilang boleh, kok,”
Di dalam, Aliya merasakan ketegangan saat berdiri di hadapan Elang.Mereka kini hanya berdua saja di dalam ruang tengah itu.Mata Elang tampak merah dan masih terlihat bengkak. Pria itu menunduk selama beberapa waktu.Melihat seorang Elang yang kini begitu tampak kacau, Aliya merasakan empati di hatinya.Ketika mereka melangkah ke sisi yang lebih sepi, dia bisa merasakan perasaan campur aduk di antara mereka.“Aliya,” Elang memulai, suaranya terdengar serak dan berat. “Aku ingin meminta maaf. Aku… sangat menyesal atas semua yang terjadi.”Aliya terdiam, sulit untuk menemukan kata-kata.Dia merasa sakit mendengar permintaan maaf itu, tetapi juga merindukan penjelasan setelah sekian tahun tanpa ada sepatah kata pun dari Elang untuknya.“Aku hanya…” Aliya menarik napas dalam. “Aku tidak mengerti, mengapa kau sampai harus meninggalkanku. Mengapa kau sampai harus menjatuhkan talak padaku. Jika memang kau melihat ramalan bahwa aku akan tewas, kau bisa saja mengatakan semuanya padaku, atau k
Malam di dunia sukma terasa lebih tenang daripada biasanya.Aliya dan Dean duduk di atas ranjang kayu yang megah di rumah sukma mereka, sebuah tempat yang dirancang dengan keindahan alam dan kesederhanaan.Dinding-dinding kayu bercahaya lembut dalam pelukan lilin-lilin kecil, menciptakan atmosfer hangat dan intim.Jendela besar di samping mereka terbuka, angin malam masuk membawa aroma hutan yang segar dan menenangkan. Udara dingin menyentuh kulit, namun pelukan mereka lebih dari cukup untuk mengusir dingin yang datang.Aliya memeluk Dean dengan erat, seolah-olah jika ia melepaskannya, semua kenyamanan yang sedang ia rasakan akan hilang begitu saja.Kepalanya bersandar di dada Dean, telinganya mendengar detak jantung pria itu yang stabil, sebuah ritme yang menenangkan kekacauan batin yang sejak tadi menghantuinya.Tatapan Aliya kosong, seolah tenggelam dalam pikirannya sendiri. Namun, pelukan itu mengungkapkan semuanya—betapa ia membutuhkan kenyamanan dari pria yang kini menjadi suami
Pagi di Villa Jayagiri terasa sunyi dan penuh ketegangan.Kabut tipis yang menyelimuti pegunungan mulai menguap seiring munculnya sinar matahari yang lembut.Villa yang terletak di tengah hutan pinus itu, biasanya memberikan ketenangan dan kehangatan, tetapi kali ini suasana di dalamnya terasa berbeda.Dua pria gagah dan amat tampan, Dean dan Elang, berdiri saling berhadapan di teras belakang villa. Udara yang sejuk seolah menambah keheningan canggung di antara mereka.“Duduklah,” ujar Elang datar.Pria tampan itu pun duduk di salah satu kursi yang berdampingan.Elang, dengan rahang yang sedikit mengeras, menatap pemandangan hutan yang hijau di kejauhan.Ia mencari kata-kata untuk memecah keheningan yang menggantung, namun setiap kata terasa salah.Tubuhnya tegang, dan meskipun ia ingin terlihat tenang, satu perasaan cemburu yang menyelinap di dalam dirinya membuatnya sulit berpura-pura.Dean masih berdiri tegak, tangannya disisipkan ke dalam saku celana kargo yang ia kenakan, sebelum
Jumat, 6 Januari 202310.40 WIB, Basecamp Cikahuripan.Siang itu Dean berada dalam kamar Nawidi untuk melakukan pengecekan dan kontrol terhadap perkembangan pemulihan Nawidi.“Bagaimana Aliya?” Nawidi bertanya pada Dean saat Dean tengah mengecek denyut nadi di pergelangan tangan Nawidi.“Alhamdulillah, baik. Per hari ini Aliya telah memulai aktivitas hariannya dalam pekerjaan. Pagi tadi dia mengunjungi beberapa kantor terkait, untuk koordinasi masalah verifikasi data kemiskinan,” jawab Dean. Dean lalu menaikkan telapak tangannya di atas tubuh Nawidi dan melakukan gerakan memindai dengan perlahan.“Apa yang ingin kau sampaikan?” tembak Dean pada Nawidi, dengan melirik sekilas.“Anda ini memang se-tipe dengannya,” Nawidi menggeleng pelan kepalanya.“Oh ya? Se-tipe yang bagaimana?”“Selalu tembak tanpa basa-basi saat saya ingin bicara sesuatu tentang kalian.”“Dia istriku. Pasti kami ada kemiripan,” lalu Dean tertawa kecil.“Dean,” Nawidi berujar. “Tingkatkan intensitas pertemuan Anda se