Dean mengangguk sebagai respon dan menatap istri sukmanya lekat.
‘Ah… ‘
Walau tidak lagi kosong dan hampa, Aliya dapat melihat tatapan mata Dean yang masih terlihat sendu, meski senyum terukir di bibir tipisnya.
Namun, Dean terlihat jauh lebih baik dibanding saat awal datang tadi.
Meski tak banyak, ia tampak lebih ‘ringan’ dengan bibir yang tak sepucat sebelumnya.
“Assalammu’alaikum, Aliya,” salam Dean dengan mata menatap teduh pada sang istri.
“Wa’alaikumsalam, Dean…”
Sosok Dean kemudian perlahan menghilang dari hadapan Aliya.
Sementara Aliya masih menatap ke depan, tempat Dean berdiri dan menghilang.
Dalam hati ia berterima kasih pada Nawidi, yang sengaja ‘mengusir’ Dean dari area pertarungan, untuk mendatangi dirinya.
Mungkin Nawidi hanya menggunakan alasan aroma Aliya agar Dean mau bergegas mendatangi Aliya. Mungkin Nawidi ingin Dean beristirahat sejenak dan melepas beban yang begitu berat di pundakny
Minggu, 27 November 202208.10“Duh Gusti…..” Aliya bergumam prihatin.Matanya menatap layar ponselnya sejak tadi. Ia sedang menonton beberapa video yang dikirimkan di grup WA keluarganya.Kota suci tengah banjir bandang.Mata Aliya membulat saat melihat video lainnya yang menampilkan seorang jemaah yang tetap berada di dekat bangunan suci itu, sementara tampak kilat menyambar-nyambar di sekitarnya.Beberapa video lain yang menampilkan gambaran jalanan kota yang seperti sungai besar itu juga membuat kedua mata Aliya membelalak.Beberapa saat terpaku seperti itu, kemudian tangannya menulis dua hingga tiga komentar dari video yang dikirim tersebut.Aliya meletakkan ponselnya di atas meja makan. Ia menghela napas, lalu berdiri menuju dispenser untuk mengambil air. Ia baru saja menyelesaikan sarapannya di pagi itu.Ketika Aliya kembali ke tempat duduknya dan tengah meneguk air minum, terdengar notifikasi m
Tapi, Dean masih belum bisa melakukan kontak secara langsung dengannya. Baik Aliya maupun Dean, masih harus menggunakan jalur Diani untuk berkomunikasi.Karena dalam kontak Aliya, nomor Dean masih belum muncul logo aplikasi dengan lambang gambar telepon berwarna hijau itu.Pernah Aliya mencoba menelepon nomor Dean, namun tidak tersambung sama sekali.Dirinya dan Dean hanya baru bisa berkomunikasi secara langsung lewat sukma saja.Aliya menghela napas lega. Ia merasa sedikit tenang.“Sis, aku tutup dulu ya…” ujar Aliya pelan.‘Ok.’Sambungan telepon itu kemudian terputus.Aliya kembali termangu. Tangannya menggeser layar ponselnya untuk mendengarkan rekaman itu lagi.Selesai rekaman terputar, ia kembali memutar ulang. Hingga tiga kali berturut-turut.“Itu benar-benar suara Elang. Dia… dia menangis…” bisiknya lirih.“Elang… m
‘Apa medan pelindungku telah hilang?? Tadi Dean bisa mengirim rekaman suara padanya. Jangan-jangan dia datang ke sini??’Dada Aliya mendadak berdebar begitu cepat.Aliya lalu bergegas keluar dari kamarnya untuk membukakan pintu.Namun saat pintu terbuka, ternyata salah satu warga binaan Aliya yang datang bertamu.Ya. Aliya memiliki sejumlah ibu-ibu yang menjadi binaan Aliya dalam pekerjaannya. Sebagai petugas lapangan dan sebagai penyuluh, ia memiliki tugas membina sejumlah ibu-ibu yang berasal dari keluarga pra-sejahtera.Pekerjaan yang berbeda dengan pekerjaan yang dulu pernah ia geluti. Bukan sebagai pekerja kantoran yang berada di dalam gedung dan duduk di balik meja kantor.Pekerjaan yang ia lakukan mengharuskannya berada di lapangan. Dari rumah ke rumah. Melakukan sosialisasi dan pembinaan kepada ibu-ibu tersebut, untuk menjadi ibu-ibu yang berdaya.Pekerjaan yang seringkali juga tidak mengenal kata ‘libur’, karena berurusan dengan manusia dengan berbagai permasalahannya.Seperti
Aliya sungguh seperti terseret dalam suasana aneh ini.‘Aneh?’ pikir Aliya dalam hati.‘Ya…. aneh.’ Ia menjawab sendiri. ‘Aku ragu mengatakan ‘Cinta’ untuk seorang Dean. Bahkan aku tak membalas pesan suara Dean yang mengatakan ‘I love you’ padaku.’ ‘Pesan yang ia coba kirimkan langsung padaku dengan membobol medan pembatas itu hingga menyebabkan dirinya mengalami pendarahan ringan.’ Aliya menjelaskan dirinya sendiri dalam hati.Aliya juga tak yakin dengan perasaan yang dimiliki pada pria yang kini menjadi suami sukmanya itu.Namun Aliya merasakan ketakutan yang luar biasa saat mengira Dean akan melepaskan dirinya demi Elang yang memohon Aliya kembali padanya.Rasa takut yang hanya bisa Aliya rasakan dalam diam. Serta sebuah kecemasan yang luar biasa saat terlintas, bahwa Dean masih berpikir bahwa Aliya masih menginginkan Elang untuk berada di sisinya.Rasa cemas itu adalah bahwa Dean menyangka Aliya akan berada dalam kekalutan karena kehadiran rekaman suara Elang itu.Serta rasa cem
Hawa terasa tetap sejuk, semilir angin terasa membelai kulit polos mereka berdua meskipun berada dalam balutan selimut.Aliya memejamkan mata, ini kali ketiga Dean tengah membuatnya seperti lupa segalanya.Siang menjelang sore itu, Dean begitu erat menggenggam jemari Aliya, mengungkung pinggangnya, begitu intens menciumi seluruh wajah dan tubuhnya, seolah tak ingin meninggalkan satu sentipun tubuh Aliya tak terjamah olehnya.Aliya membiarkan Dean menjelajahinya dan hanya bisa berharap, dia bisa memberikan apa yang tengah dicari Dean dengan tindakannya itu.Seolah Dean tak kunjung puas dengan apa yang ia lakukan sendiri pada Aliya.Sekali, dua kali, bahkan kali ketiga ini, Dean masih begitu tampak lapar akan diri Aliya.Entah pula kali ke berapa Aliya mengerang ketika Dean mendapati titik-titik sensitif Aliya.Entah berapa kali Aliya tak sengaja melepaskan suara yang ia rasa pastinya akan membuat dirinya malu sendiri.Namun just
“Ya. Memang ada yang janggal. Pada awal kita ketahui bahwa muncul semacam medan pelindung padamu, kita juga menemukan ada medan yang sama pada Einhard.”“Apa?” Aliya berbalik. Kini wajahnya menghadap ke arah Dean yang masih memeluk dirinya dari belakang.“Ya. Baik kau dan Einhard, memiliki medan perlindungan yang sama di hari yang sama, setelah Einhard menalakmu,” kata Dean.“Jadi kalian semua juga tidak bisa mendekati Elang?”“Ya. Kami tidak bisa mendekati Einhard, sama hal nya kami tidak bisa mendekatimu dengan jarak kurang dari 500 meter.”“Oh…..” Mulut Aliya membulat. Ia lalu menggigit bibirnya sambil berpikir.Dean terus memperhatikan Aliya. Lalu berujar lirih. “Don’t…” (Jangan…)“Hm?” Aliya menengadahkan kepalanya untuk mendapati wajah Dean yang tengah menatapnya.“Jangan memancingku. Kita belum
29 November 202213.20Siang itu matahari bersinar cukup terik, saat Aliya mengendarai motornya untuk mengunjungi Fayza di pesantrennya, dengan dikawal lima orang non-elemen. Hal tersebut dikarenakan Aliya yang masih memiliki medan pelindung yang tidak bisa di masuki oleh para elemen.Meskipun mereka non-elemen, namun mereka telah dilatih khusus oleh Nawidi dengan ketat. Penyaringan mereka sebagai anggota tim pengawal untuk Aliya, melalui prosedur yang panjang dan ketat.Sejak Aliya tidak bisa didekati oleh Dean, Nawidi, Agni dan kawan-kawan elemennya, Dean dan Nawidi menyiapkan penjaga khusus untuk Aliya yang direkrut dari pemuda-pemuda non-elemen yang bertalenta.Empat tahun sudah, semenjak medan perlindungan itu tercipta bagi Aliya, Aliya hanya dikawal oleh non elemen, diikuti dengan pengawal elemen yang hanya bisa berada di jarak 500 meter lebih.Saat ini, elemen yang ikut mengawal Aliya, adalah Agni.Namun saat Aliya tengah asyik
Aliya terlampau panik, dan yang terlintas pertama dalam pikirannya adalah Diani.Meskipun terakhir kali ia berhasil membuat dirinya bisa menyampaikan pesan telepati pada teman-teman elemennya, namun ia sudah terbiasa berhubungan dengan Diani ketika menyangkut tentang Elang.Pun ketika Dean berhasil dihubungi, itu pun melalui perantara Diani.Jadi, yang terpikir olehnya saat ini, adalah Diani.Namun tanpa Aliya sadari, pikiran itu lalu terwujud dan tercetak dalam bentuk status di WA milik Aliya yang hanya bisa dibaca oleh Diani.“Oh baiklah. Kau mau kasih kabar ke yang lainnya?” Kalimat Elang membuyarkan lamunan Aliya.“Silahkan. Ini aku bantu perjelas percakapan kita,” katanya lagi menambahkan.“A-apa maksudmu?” Aliya tidak paham maksud Elang.Pria bernetra cokelat tua itu tampak berdiam sebentar. Seolah tengah mengatur sesuatu dalam pikirannya.“Aku bantu kau untuk memberi
Teaser untuk S3 RATU BUMI: KELAHIRAN SANG PEWARIS(Entah kapan akan dibuat S3-nya. Tapi Author ingin berikan ini sebagai ekstra saja untuk kalian. Thanks to you all!!)Seorang wanita tengah berada di depan laptop. Sebuah kacamata berbentuk persegi dengan bingkai berwarna biru bertengger di pangkal hidungnya.Terdengar suara tuts pada keyboard yang ditekan cukup keras dan cepat.“Selesai!!” seru wanita itu dengan bibir tersungging senyum yang begitu lebar.Matanya sekali lagi menatap lekat pada layar laptop miliknya. Seolah puas dengan apa yang ia baca, ia mengangguk dan tersenyum lagi.“Mantap memang. Si gue menggambarkan tokohnya begitu nyata. Cakep banget ini. Epik,” ujarnya sambil terus mengangguk-angguk kan kepala. Tiada henti ia memuji dirinya sendiri.“Mungkin karena aku pake namaku sendiri buat tokoh cewek, ini bener-bener terasa seperti kejadian nyata. Tapi kan itu emang tujuanku..”“Sepertinya aku bener-bener jenius… Beberapa potong mimpi ku, bisa kujadikan rangkaian cerita se
Suatu hari di bulan September 2023.Aliya menggeliat lalu mengerjapkan matanya beberapa kali. Ia merentangkan kedua tangannya dan menguap.Kepalanya menengok ke kiri. Sisi itu kosong.Ia lalu menengadah, melihat ke arah jam dinding dalam kamar itu. 7:15.Aliya kemudian turun dari ranjang-nya. Ia kenakan sandal rumah berbahan kain dengan bordiran inisial A pada bagian tutup kakinya.Dengan langkah malas ia keluar kamar. Kepalanya berputar mencari.Hari itu, setelah ia tadi shalat subuh, ia tertidur kembali, karena semalam ia begadang menyelesaikan pekerjaannya hingga jam 2 dini hari.Kaki Aliya terus melangkah. Kini hidungnya mencium harum masakan berasal dari dapur. Ia pun mengarahkan kakinya ke arah sumber aroma tersebut.Ia terhenti di ambang pintu dapur. Bibirnya tersenyum. Matanya menatap ke depan dengan sorot penuh kasih.Tubuh jangkung dengan masih menggunakan set piyama tidur bermotif salur itu, masih asyik melakukan sesuatu di depan kompor.“Sudah bangun, rupanya…” kata pemilik
Dean menyetir mobil Jeep Cherokee Trackhawk yang terbuka dengan santai, menikmati embusan angin yang hangat di wajahnya sementara Aliya di sampingnya tampak takjub memandangi pemandangan di sekeliling mereka.Sekitar lima belas menit lalu, Aliya dan Dean tiba di Amboseli Airtrip di dalam Taman Nasional Amboseli.Taman Nasional Amboseli ini terletak di selatan Kenya, tepatnya di Kabupaten Kajiado, dekat perbatasan Kenya dengan Tanzania.Taman ini berada sekitar 240 kilometer sebelah tenggara Nairobi, ibu kota Kenya, dan terletak di bawah bayang-bayang Gunung Kilimanjaro yang megah di Tanzania, yang memberikan latar belakang yang ikonik dan terkenal di taman ini.Amboseli terkenal dengan populasi gajah besarnya, serta pemandangan sabana yang menakjubkan.Dean sengaja membawa Aliya ke tempat favorit-nya ini, untuk memberikan pengalaman baru bagi Aliya.Dengan helikopter, mereka terbang sekitar 40 menit dari helipad di atas gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi menuju Kajiado. Se
Aliya paham, yang dimaksud orang Elemen Air itu adalah Elang. Namun yang tidak ia paham, mengapa ia menangkap gestur kemarahan dari sosok Syauqi? Apakah Syauqi dan Elang pernah bertemu sebelumnya?Ini belum waktunya Aliya bertanya lebih jauh tentang itu. Jadi ia kemudian hanya mengalihkan pertanyaan pada hal lain.“Bukankah yang kudengar, bahwa Realm adalah keluarga yang memang bermukim di Tanah Air. Tapi--” Ucapan Aliya terhenti.Syauqi tertawa kecil. “Anda bingung karena saya berwajah campuran di luar Indonesia?”“Ya, jujur aku bingung.” Mau tak mau Aliya pun tertawa kecil.“Nenek saya sedikit memberontak, Madam.”“Eh?”Syauqi terkekeh. “Nenek saya kabur dari Indonesia dan menikah dengan orang Jepang. Lalu ibu saya lahir dan kemudian menikah dengan orang Amerika. Lalu lahirlah saya.”Pria berwajah elok itu menjeda diri sesaat. “Saat saya berumur lima tahun, ibu saya membawa saya kembali ke kakek buyut. Tetua Realm Api dan mengembalikan saya. Kata ibu saya, itu wasiat nenek saya sebel
Aliya bersandar di sofa lounge hotel yang nyaman, menatap tenang pada makanan di depannya.Ia mencoba hidangan khas Nairobi: Nyama Choma, potongan daging panggang yang gurih dan kaya rempah, ditemani dengan kachumbari—salad segar dari tomat, bawang, dan cabai.Rasa pedas dan segar dari kachumbari melengkapi cita rasa daging yang hangat, membuat Aliya semakin larut dalam suasana santai sambil menunggu Dean yang tengah dalam rapat mendadak di ballroom hotel.Saat kunyahan terakhir, Aliya teringat percakapannya tadi dengan Matteo, yang penuh dengan dukungan.Matteo, sahabat Dean itu, mengungkapkan ketulusan hati ketika mengetahui Aliya bersama Dean."Aku sangat bahagia, Nyonya.”“Please, panggil Aliya saja, Matteo.”Matteo tersenyum sumringah. “Baiklah.. Ya.. aku benar-benar merasa bahagia.”“Aku bisa lihat itu. Sejak pertama kita bertemu, wajahmu berseri-seri terus,” Aliya tersenyum lebar.“Ini bukan tentang diriku, Nyonya. Melihatmu akhirnya bersama Dean... itu sungguh yang selama ini
Tak berapa lama limousine yang ditumpangi Dean dan Aliya tiba di satu hotel yang tampak megah.Beberapa greeter dan bellboy tampak menyambut ramah dan penuh hormat saat Aliya dan Dean yang dipimpin Matteo, memasuki area hotel.Dean terlihat sedikit menaikkan alis—tampak berpikir sesuatu, namun tetap dengan santai mengikuti langkah Matteo yang terlihat bersemangat berbicara dengan Aliya.Aliya melangkah masuk ke dalam suite mewah di Helshington Nairobi, tak dapat menahan gumaman kagum yang meluncur pelan.Matanya menyusuri setiap sudut ruangan—sebuah suite yang luas dengan desain butik berkelas, bercampur sentuhan klasik yang elegan.Dindingnya dihiasi karya seni khas Afrika, menambah sentuhan eksotis pada ruangan yang megah namun tetap hangat.Lampu-lampu gantung dari kristal menghiasi langit-langit tinggi, sementara lantai kayu yang mengilap mencerminkan pantulan cahaya lembut dari lampu yang dipasang dengan artistik.Di satu sisi, ada balkon pribadi yang menghadap ke pemandangan perb
Gedung kantor cabang Starlight Corp di Nairobi terlihat lebih sibuk dari biasanya.Para karyawan berjalan cepat, membawa berkas-berkas dan peralatan, memastikan setiap detail tertata sempurna untuk menyambut kedatangan CEO mereka, yang nyaris tidak pernah terlihat.Lobi utama yang biasanya hanya dihiasi dengan dekorasi sederhana kini terlihat sedikit berbeda. Tanaman hijau segar diletakkan di beberapa sudut, meja resepsionis dibersihkan hingga berkilau, dan tim keamanan memeriksa ulang setiap titik untuk memastikan semuanya sesuai standar.Di tengah kesibukan tersebut, Direktur cabang melangkah mendekati Matteo, manajer yang selalu tenang di tengah hiruk-pikuk persiapan ini.Dengan ragu, Direktur bertanya, "Mr. Odhiambo, apa benar tidak masalah jika kita melakukan persiapan seperti ini?"Sang Direktur masih teringat akan sikap sang CEO yang cenderung rendah hati dan tidak suka dengan seremoni berlebihan.Pernah sekali waktu saat ia pertama kali menjabat sebagai direktur cabang, ketika
Aliya duduk sendirian di dalam kabin jet pribadi Gulf Stream yang melaju anggun di atas awan menuju Kenya.Interior jet ini tampak begitu mewah dan nyaman, didesain dengan kursi kulit lembut berwarna krem yang berpadu dengan elemen kayu mahoni gelap.Cahaya matahari senja yang masuk dari jendela memberikan kilau hangat ke dalam kabin, menciptakan suasana tenang yang menyelimuti perjalanan mereka.Aliya menatap keluar jendela, melihat hamparan langit oranye keemasan yang seakan tak berujung, membiarkan pikirannya melayang.Bayangan pertama kali ia melihat pesawat ini, dengan logo Starlight Corp di badan jet, memenuhi benaknya.Kata-kata Agung kembali terngiang di kepalanya, bagaimana Dean memilih nama Starlight, terinspirasi dari panggilan kesayangan yang ia berikan padanya setelah pertama kali melihat Aliya dalam mimpi.Ketika ia iseng berselancar di dunia maya, ia mendapati bahwa Starlight Corp adalah korporasi besar yang dikagumi dunia. Selain Starlight Corp dikenal dengan kebijakan
Dean tersedak lalu terbatuk.“Prrrfffffftttttt.” Agni sukses menyemburkan nasi yang baru saja ia suapkan ke dalam mulutnya.Bi Titin menahan tawa. Ia mengacungkan jempol pada Aliya, lalu melenggang santai kembali ke dapur.Hening.Aliya melotot ke arah Agni.“Jorok, ih!” Aliya menepukkan tangannya ke beberapa nasi semburan Agni yang mampir dan bertengger di bajunya.“So-sorry Moony!” Agni bergegas bangun dan meraih beberapa lembar tissue dan menghampiri Aliya. Tangannya mengelap tangan Aliya.Saat tangan Agni akan berpindah ke bagian baju di bawah dagu Aliya, tangan Dean telah memegang tangan Agni.“Biar saya saja,” kata Dean singkat.Agni memanyunkan mulutnya. “Lu sih, Om…” Lalu kembali ke tempat duduknya dan membersihkan sisa-sisa nasi yang berhamburan di meja sambil nyengir.Dengan menggaruk kepalanya yang tak gatal, Agni mengambil piring makannya dan memutuskan segera menyingkir dari ruang makan, untuk memberi keleluasaan bagi pasangan itu.“Gue pindah ah. Ini obrolannya udah dua