***
-“Alesya, lihatlah siapa yang Ayah bawa. Hm, apa putriku ini sudah tertidur?”-
-“Hng ... Ayah?”-
Alesya kecil yang merasa terganggu dengan suara nyaring di tengah tidur siangnya itu, terbangun dan mengucek-ngucek matanya yang masih terasa mengantuk.
Penasaran dengan apa yang membuat Ayahnya sampai membangunkannya hanya demi menunjukkan sesuatu padanya, Alesya pun akhirnya bertanya.
-“Apa yang membuat Ayah sampai datang kemari, kalau tidak salah ingat, di jam saat ini itu ... Ayah sering di sibukkan oleh pekerjaanmu, benar 'kan?”-
-“Ah soal itu, tentu saja karena Ayah ingin memperkenalkan seseorang padamu. Ayah sedih saat melihatmu kesepian di rumah tanpa menghabiskan masa kanak-kanakmu dengan teman sebayamu di luaran sana.”-
Marquess Myles mengelus-elus lembut pucuk kepala merah muda put
-“Karena Aku ... telah membunuhnya.”- Tersentak, tangan Alesya yang saling bertautan dengan tangan Hisahilde itu mendadak menjadi terasa kaku. Kendati demikian, ia tetap tak melepaskan tangannya dan pergi dari sana begitu saja, justru karena pengakuan yang sangat mengejutkan itulah, yang membuat Alesya ingin semakin menemani dan menguatkan teman masa kecilnya. -“Untuk menceritakan semuanya padamu, Aku ... harus memulai dari mana, yah?”- Hisahilde mengalihkan tatapannya ke luar, mengamati para pelayan dan penjaga kebun di bawah sana yang sibuk berlalu-lalang mengerjakan tugas mereka di March Eiren ini. -“Kejadian kelam itu, betul-betul menyisakan jejak yang sangat dalam pada jiwaku hingga mampu mempengaruhi kewarasanku. Tepat di hari peringatan kematian Ibuku, Aku tak pernah menyangka kalau Ayahku juga akan pergi meninggalkanku sendirian.”- Hisahilde melepaskan genggaman
-“Saat itu, Aku adalah seorang bocah kecil yang tidak tahu menahu tentang apapun. Terutama mati dengan cara membunuh dirinya sendiri,”- Hisahilde mengakhiri cerita tentang kematian ayahnya, dengan raut muka yang penuh akan kesedihan mendalam.-“Orang yang membawaku ke kerajaan ini ... tidak pernah memberitahuku tentang apa yang sebenarnya terjadi pada Ayahku di waktu itu, hingga pada akhirnya, Aku mencari tahu sendiri.”- lanjutnya.Hisahilde memutar badannya ke arah luar, kakinya yang tadi ia tekuk itu kini menjulur keluar bibir jendela, berayun-ayun kecil di sana, seirama dengan derus dari angin yang menerpa bingkai kaca.-“Aku dengar, bunuh diri dilakukan oleh orang yang sudah lelah dengan kehidupan yang sedang mereka jalani. Masalah yang banyak dan penderitaan yang semakin menumpuk, membuat orang itu ingin menghilang saja.”-Suara yang kian terdengar parau, dan
“Hilide~ oh Hilide~ di manakah Dikau berada? Daku sudah mencarimu ke mana-mana sedari tadi, tapi tetap tak bisa menemukanmu.”Alesya berdendang, sambil menyibakkan semak-semak ataupun gentong-gentong besar di belakang gudang kediamannya.Sementara si orang yang tengah dicari Alesya, yakni Hisahilde, justru berada di atas batang pepohonan sambil membekap mulutnya sendiri, agar tidak menimbulkan suara yang bisa membuat Alesya sadar kalau ia sedang berada di dekatnya.“Ah, Daku paham. Dikau ingin mengajak Daku bermain petak umpet ya? Ahaha, Hilide yang kekanak-kanakan. Baiklah, asal sekali saja ya! Soalnya Daku ingin mengajakmu berlatih memanah untuk kompetisi berburu nanti.”Tujuh bulan tak terasa telah berlalu, menggantikan musim gugur yang adem dengan suasana musim panas yang gerah. Kompetisi berburu yang merupakan sebuah tradisi turun temurun nenek moyang kerajaan, sudah hampir di depan ma
Kompetisi berburu yang dinanti-nanti akhirnya tiba juga. Kompetisi ini, telah mengumpulkan kepala keluarga dari berbagai gelar pangkat bangsawan elite, bersama dengan para istri dan anak-anak perempuan mereka di tempat yang sama.Ada sebuah tradisi yang dilakukan gadis-gadis muda kepada pria lajang yang akan berburu, yakni memberi mereka seutas pita satin yang disulam dengan nama marga keluarga si gadis.Jika si pria menerima pita dari gadis itu, maka sudah diharuskan ia supaya kembali dengan selamat, untuk memberi gadis itu setengah dari hasil berburunya.Misalkan ada sebuah kebetulan kalau si pria itu mendapatkan banyak tawaran pita-pita dari para gadis, maka si pria hanya perlu mengambil salah satunya saja.“Your Highness! Kyaaah, Your Highness Prince Lancient! Tolong terimalah pita dari Saya!”“Tidak, Your Highness. Tolong ambil milik Saya saja,”Pekikan dan jeritan yang m
“Para rakyatku tercinta, seperti yang sudah kalian ketahui, kompetisi berburu ini adalah sebuah tradisi yang sudah diadakan secara turun temurun dari nenek moyang kita. Kali ini, kita telah kedatangan tamu istimewa dari kekaisaran yang agung, the Royal Blood from Violegrent’s Empire, beserta para utusannya.”Raja Vernon berpidato di atas mimbar dengan penuh wibawa, seraya menyanjung tinggi tamu kehormatannya yang tak biasanya datang ke acara nasional negara lain, tapi tiba-tiba melakukannya hanya karena ingin menuruti sebuah permintaan kecil dari seseorang.“Tunjukan rasa hormat kalian kepada mereka! His Majesty the Emperor of Violegrent, Howard Carlisle Violegrent. Beserta Her Royal Highness, the Princess of Violegrent, Rosalina Earlene Gina Carlisle Violegrent.”Atas titahan sang Raja, semuanya membungkuk memberi hormat kepada mereka berdua yang tengah duduk santai penuh keang
Burung-burung bercuit, berkicau dan saling menyahut satu sama lain dengan suaranya yang terdengar mengalun merdu, sembari terbang berkejar-kejaran, di antara pepohonan yang rindang.Keadaan hutan yang masih terjaga dengan asri ini, telah banyak menumbuhkan semak belukar dan rerumputan yang berwarna hijau menyegarkan.Di saat itu, lewatlah seekor kijang jantan bertanduk besar, yang kemudian berhenti sejenak tuk memakan rerumputan yang sangat menggoda nafsu makannya.Sementara, dari kejauhan, terlihat ada seseorang yang sudah bersiaga dengan panahnya sedari tadi, untuk menargetkan kijang yang akan menjadi salah satu hewan yang diburu olehnya.Di tengah senyapnya akan kesendirian, ia pun bergumam, “Sir Eglantine bilang, bidik target yang tidak bergerak sedikit di atasnya. Dan bidiklah target yang bergerak, ke arah jalan yang akan dilaluinya.”Rambut merah muda yang diikat sehingga membuatnya merasa lebih l
“Anda tersenyum? Setelah mengungkit insiden buruk seseorang, Anda masih bisa tersenyum?!”Tak terlalu peduli dengan sikap Rosalina yang menurutnya tidak habis pikir, Aira berlaku cuek dan mengabaikan tatapan- tatapan yang tidak mengenakkan itu, dengan sibuk memakan kue bagiannya dan menyeruput secangkir teh hijau miliknya.“Padahal Putri Saya menjalani hari-harinya dengan sangat menderita hanya demi melupakan kejadian itu, dan Anda dengan seenak jidatnya tiba-tiba kembali membuka lukanya dengan mengungkit kejadiannya. Apa Anda benar-benar paham akan sopan santun yang telah diajarkan oleh orang tua Anda, putri Qianzy ... Lady Aira?” tanya Gloriella memojokkan.“Aira, cepat minta maaf.” suruh Viscountess Qianzy sambil menyenggol lengan Aira.Disuruh memperbaiki kesalahannya dengan baik seperti itu, Aira malah menjawab, “Kenapa harus meminta maaf? Saya 'ka
Terpojok sudah, Fennel dan Lancient dikepung oleh beberapa orang yang menggunakan senjata crossbow.Senjata crossbow, memang memiliki kelemahan berupa lambatnya mengisi ulang anak panah untuk dilontarkan. Namun, daya serang dan kecepatannya justru melebihi serangan dari panah biasa.Terlebih lagi, semua crossbow itu membidik ke arah yang sama, membuat mereka berasa seperti tengah berada di posisi pengeksekusian saja.“Kita benar-benar terkepung, Your Highness. Empat orang di arah jam enam, tiga orang di arah jam tiga, enam orang di arah jam sembilan, dan tujuh orang di arah jam dua belas!” ujar Fennel memberi info setelah mengamati mereka semua dalam waktu yang singkat.“Tcih, apakah ini akhirnya?”Mendengar penuturan tanpa harapan itu, Fennel pun menggertak, “Mustahil! Saya tidak akan pernah membiarkan itu terjadi, meski Saya harus menukarkannya dengan
“Akan terasa tidak nyaman jika rambut Anda menjuntai selagi asyik memakan camilan, bukan? Oleh sebab itu, akan lebih baik jika Anda mengikatnya untuk sementara waktu.” Alesya kira apa, ternyata ini toh yang dimaksudkan untuk dipakai olehnya tadi? “Apa Anda ingin memanggil pelayan pribadi tadi, dan membiarkannya membantu memakaikan ini?” SRAKK~! Fennel membuka dan mengeluarkan isi dari kantung kain itu. Terdapat banyak manik-manik kecil berbentuk bunga krisan, satu sisir kecil, dan juga pita berwarna kuning cerah supaya serasi dengan warna gaun yang saat ini tengah dikenakan oleh Alesya. “Poppy ya? Dia pergi ke suatu tempat dan akan kembali lumayan lama, jadi … Saya pikir ….” Alesya menggantung kalimatnya sejenak, tuk menundukkan wajahnya yang terasa mulai bersemu kembali. Dia juga menempatkan kedua telapak tangannya di bawah meja, untuk meremas rok gaun demi menyalurkan rasa gugup tak menentu. Dengan suara yang samar lagi terdengar seperti melirih, gadis itu pun lanjut berkat
“….”Untuk beberapa waktu, Fennel mengerjapkan matanya beberapa kali selagi menahan nafasnya akibat merasa kaget.Sejujurnya, pemuda itu merasa bingung.Bukankah seharusnya Alesya merasa senang? Lantas, mengapa dia malah meresponsnya dengan meninggikan suara, serta menodongkan kepalan tangan kanan di depan mukanya sekarang???“Poppy?”“Ya? Saya mendengarkan.”Akhirnya, Fennel bisa bernafas lega kembali sewaktu Alesya menarik kepalan tangan dari depan muka, dan membalikkan badannya tuk menghadap lurus sang pelayan pribadi bernama Poppy.“Aku akan berada dalam pengawasan Tuan muda Eglantine, jadi … aku harap kau mengerti."Pelayan berambut merah ati dam bermata hijau apel muda itu menyunggingkan senyuman tipis.Dengan menundukkan kepala dan merundukkan sedikit badan, Poppy menekuk kakinya sedikit selagi mengangkat masing-masing sisi rok, tanda bahwa ia langsung menuruti titahan tanpa perlu mendengarkan penjelasan secara menyeluruh.“Selamat bersenang-senang, Milady.”Mendapati respons
“Mohon tunggu sebentar ya? Saya harus melayani beberapa pelanggan yang sudah datang lebih awal terlebih dahulu.”Sekali lagi, keadaan yang membuat suasana menjadi begitu canggung pun terjadi.Malahan, suasananya benar-benar menjadi jauh lebih kaku dari pada di luar tadi.“….”“….”Dikarenakan tempat duduk lain sudah dipadati oleh banyaknya pelanggan butik ini yang telah datang lebih awal, akhirnya … Fennel dan Alesya pun, berakhir duduk bersebelahan dalam satu sofa.Walau, yah … mereka agak menyisakan tempat kosong di tengah-tengah, sebagai sebuah jarak pemisah.GRTT~!Dalam waktu bersamaan, seperti saling berbagi pikiran, keduanya memalingkan muka masing-masing tuk melihat ke arah lain, … dengan kedua telapak tangan mengepal gugup di atas lutut.Meski begitu, sesekali … baik itu Alesya atau bahkan Fennel, keduanya sempat mencuri-curi pandang terhadap satu sama lain.Fennel terpana dengan betapa lucunya hidung Alesya yang kecil seperti hidung kucing. Sedangkan Alesya sendiri, dia terp
SHAAK~!“Apa ini …?”Rambut hitam sekelam ebony berayun dengan lembut, begitu sang empu pemilik netra hijau zamrud itu menolehkan kepalanya ke belakang.“Kenapa aku merasa merinding?” gumamnya heran, seraya mulai mengusap tengkuknya sambil memasang ekspresi wajah tidak nyaman.“Sepertinya ada yang sedang membicarakanku,” gumamnya sekali lagi, namun, kali ini ia membarenginya dengan memokuskan wajah rupawannya supaya kembali menghadap sang mentor di hadapan.Hari ini, kelas 3-2 yang sebentar lagi akan segera lulus dari akademi, tengah mengadakan kelas tambahan khusus berupa belajar berdansa.Hadirlah di sana, Grand Duke muda Eglantine, Fennel, yang sengaja mengambil tempat duduk di ujung dan paling pojok, karena ia tidak dekat dengan siapa pun di angkatannya ini.Dia memerhatikan penjelasan dari mentor dengan saksama demi pengetahuannya yang pasti akan ia pergunakan di kemudian hari, sambil mencatat materi tuk sesekali.“Baiklah anak-anak. Sekarang, kita akan berlatih memeragakan mater
“Lihat! Ini rajutan buatan Saya lo~! Bagus bukan?”“Sarung tangan rajut? Untuk apa kau memakai itu? Itu kan tidak nyaman.”“Mengapa Anda mengatakan itu ketika Anda sendiri saja senantiasa mengenakannya? Sarung tangannya terbuat dari bahan kulit pula.”“….”Hari ini, Lancient memutuskan untuk makan siang dengan Ruffin dan Hisahilde saja, ketimbang dengan Aira.Dia memilih hal demikian untuk menghindari pertikaian tidak penting yang sempat bersitegang sewaktu kemarin.“Itu …! I-itu berbeda! Aku melakukannya karena ada alasan yang khusus, kan?! Aku tidak ingin kerepotan jika tak sengaja bersentuhan langsung dengan kulit kalian!”“Yah, Saya juga berpikiran seperti itu selagi merajut sarung tangan!”Namun, lihatlah.Apa yang sebenarnya ia hadapi sekarang?“Mulai sekarang kan, Saya pasti akan selalu berada di sekitar Anda, mengingat pertunangan yang terjalin bersama Putri Violegrent.”Apakah mungkin, pertikaian tidak penting itu … sedang terjadi lagi?“Saya melakukannya untuk memperkecil ke
“Aira!”Ah.Setelah semua kesulitan yang dilaluinya, berupa diabaikan dan dipermalukan oleh laki-laki yang ia coba goda, bukankah ini adalah sebuah kemenangan?“Lancient~! Huwaa!”Satu bulan tak terasa sudah berlalu, semenjak Aira menyadari bahwa Lancient ternyata tidak mengabaikan pikatannya seperti tiga anak laki-laki sebelumnya itu.Dengan saling berinteraksi satu sama lain secara dekat melalui bahasa informal disertai menyematkan nama depan, Aira yakin sekali … kalau Lancient, sekali lagi berada di pihaknya sama seperti di kehidupan mereka yang lalu.“Aira?! Apa kamu tidak apa-apa?”Benarkan? Lihat saja sekarang!Di sela-sela tangis yang sengaja ia keluarkan sejadi-jadinya tatkala menghadapi satu permasalahan ini, Aira menarik sudut bibirnya dan menyeringai puas.Bagaimana tidak?“Aku tidak baik-baik saja huwaa~! Mengapa Miss Eiren melakukan ini padaku? Mengapa ia mendorongku sampai jatuh, padahal yang aku lakukan hanya lewat di depannya saja?”Sama seperti dulu, Lancient datang s
“Semangat~! Lancient~! Semangat~!”Aira bersorak-sorai di pinggir lapangan, dekat petak bagian yang digunakan oleh ketiga anak lelaki yang sudah mengingat masa lalu mereka itu, sebagai tempat pelatihan mereka bertiga supaya mengasah kemampuan bela diri mereka agar lebih tajam lagi.Masing-masing dari mereka berdiri di tiga tempat berbeda, saling berhadapan dengan satu dan lainnya, selagi membawa senjata yang terbuat dari sihir. “….”“….”“Semangat~! Lancient~! Kyaaa~!”Selain dari anak bersangkutan yang namanya terus-menerus dipanggilkan sebagai bentuk penyemangat, ada dua anak lain.Yakni, Ruffin dan Hisahilde.Keduanya kini malah saling memandang satu dengan yang lainnya dengan tatapan serupa, yaitu, tatapan mata penuh rasa ngeri dan geli.Tak berlangsung lama, mereka pun lekas mengalihkan tatapan tersebut kepada sang pangeran berambut pirang, Lancient.“Oh, serius. Dia sangat mengganggu!” tukas Ruffin mengeluhkan isi hatinya secara blak-blakan. Sedangkan itu, Hisahilde, ….“Apa A
“A—?! Apa-apaan Anda ini?!” tegur Alesya, seraya menolehkan kepalanya ke arah samping kiri, memandang Hisahilde dengan penuh kekesalan.“Saya belum mengizinkan Anda untuk duduk di samping Saya lo~!?”Dia menghardik sang sepupu yang tidaklah berhubungan dekat dengannya itu, menggunakan bahasa formal.Struktur kalimatnya dipenuhi oleh kesopanan, memang. Namun, tidak dengan nada suara yang ia keluarkan.Mendapati yang ditegurnya tidak mengindahkan teguran itu sama sekali, malahan dia bersikap cuek bebek saja dengan mulai menyantap makanannya sendiri, … kekesalan yang Alesya rasa, kini mulai semakin memuncak.“Anda benar-benar ya …!?”Dalam hatinya, ia berpikiran bahwa dirinya memiliki niatan kurang bagus, berupa ingin menyingkirkan sepupunya itu pergi dengan cara mendorongnya dari kursi.Namun, ….“Biarkan saja, kakak.”… Berkat Darissa yang berkata seperti itu, Alesya pun akhirnya menyerah juga.“Haa … dasar.”Dia menghela nafasnya pasrah, dan lekas menukar raut muka penuh rasa keki itu
TUK! TUK!“…?”Ketukan pada salah satu meja kantin yang tengah ditempati olehnya bersama Alvina, mengalihkan perhatian dari mata hitam gelap kepunyaan sang putri dari Kekaisaran agung Violegrent, Rosalina Earlene Gina, tuk tertuju kepada si pengetuk.“Boleh minta waktunya sebentar, ….”Manik mata yang seindah batu obsidian itu terbelalak lumayan lebar, merasa tidak memercayai akan hal macam apa yang pupil matanya pantulkan.“… Your Royal Highness?”Hadir di samping mejanya sana, seorang anak lelaki pemilik warna rambut biru tua dan juga mata merah menyala, yang berdiri dengan tegap sembari menyembunyikan lipatan tangan di belakang punggungnya ala-ala ksatria.“…!”Anak lelaki itu biasanya bermuka masam dan menampilkan ekspresi tidak suka terhadap kehadiran Rosalina. Namun, kali ini justru bersikap berbeda lewat segaris senyuman tulus yang disunggingkannya, … sampai-sampai sang putri kesayangannya Kaisar Violegrent itu terperangah dengan pipi merah merekah.“U-uhm, uh.”Rosalina tidak