Sampainya di sekolah, Siska cukup percaya diri dengan dunia baru yang ia masuki, Siska memiliki beberapa sahabat yang juga masuk di sekolah yang cukup ternama itu saat mereka duduk di sekolah SMP.
Tidak sembarangan siswa dan siswi bisa memasuki sekolah yang cukup terkenal itu, selain dari biaya yang dipungut. Sekolah itu menjadi salah satu tempat di mana para generasi melahirkan bakatnya dari tahun ke tahun.
Mulai dari menari, seni melukis, bulu tangkis, renang, dan masih banyak olahraga lainnya yang membuat nama sekolah itu menjadi pilihan terbaik bagi orang tua menyekolahkan anak-anaknya.
Saat Siska mulai memasuki pintu kelasnya, Siska langsung disambut oleh beberapa sahabatnya yang sudah datang lebih dulu.
Mereka sangat antusias melihat gadis cantik dengan seragam seksi dan rambut yang terurai dengan rapi itu. Teman-teman Siska sebenarnya tidak ada yang benar-benar tulus dengannya, karena Siska orang paling kaya dari pada mereka, mereka lebih memilih untuk hanya menumpang gaya dan ketenaran.
"Selamat pagi Cinderella, kenapa terlihat murung sekali?" tanya Bella sambil memasukkan cemilan ringan ke mulutnya.
"Seperti biasa, Gue harus menerima sikap dingin dari nyokap dan bokap Gue dipagi hari yang seharusnya Gue dikasih semangat!" sahut Siska menghempaskan dirinya di tempat duduk yang ia pilih.
"Masalah di rumah jangan Lo bawa-bawa ke sekolah Kia, nanti belajar Lo malah nggak konsen," tambah Runi yang memiliki nasib hampir sama dengan Siska.
Siska terdiam dan menganggukkan kepalanya pelan, meskipun ia tak ingin terganggu dengan pelajaran yang baru ia mulai hari ini, Siska masih tak terima dengan sikap dingin yang selalu diberikan oleh kedua orang tuanya.
"Kia, di sini ada siswa ganteng, Lo," kata Runi yang sudah melihat sosok siswa yang ia ceritakan kepada Siska.
"Terus? Memangnya kenapa kalau di kelas ini ada siswa ganteng?" jawab Siska yang mengerti maksud Runi.
"Yaelah Kia, mulai hari ini tu kita udah berseragam abu-abu, memangnya Lo nggak pengen apa punya pacar!" jelas Runi melirik Bella dan Anggun.
"Ha ha ha, umur baru tujuh belas tahun, Lo mikirin pacaran? Kembangin dulu bakat menari kita di kelas ini, harumin dulu nama sekolah ini dengan bakat kita, baru nanti kita pikirkan pacaran." jawab Siska dengan lantang dan penuh percaya diri.
Ucapan dan obrolan Siska dengan keempat sahabatnya itu terdengar jelas oleh Bu Tuti, guru yang akan mengajar di kelas Siska pagi ini, setelah memerintahkan para murid masuk dan duduk dengan rapi. Disusul dengan Bu Tuti yang berjalan dengan tegap dan tegas, Bu Tuti berdiri di depan anak-anak yang juga memperhatikan dirinya, dengan suara yang cukup lembut namun terkesan tegas, Bu Tuti memperkenalkan dirinya.
"Assalamu'alaikum, selamat pagi anak-anak, perkenalkan saya Bu Tuti, guru yang akan mengajar di kelas ini. Semoga kalian tidak merasa keberatan dan tidak sungkan untuk bertanya kepada Ibu, jika ada pelajaran yang kalian tidak mengerti," ucapnya dengan senyuman yang tulus.
"Wa'alaikumussalam, selamat pagi kembali, Bu." jawab anak-anak dengan serentak.
Setelah merasa sudah selesai memperkenalkan diri, Bu Tuti pun memulai pelajaran yang akan ia berikan kepada anak-anak didiknya, Bu Tuti menulis di papan tulis dan diikuti oleh murid-murid yang sepertinya sangat menikmati pelajaran yang diberikan olehnya.
Pandangan Bu Tuti tertuju pada Siska yang duduk di barisan paling depan, ia tahu bahwa Siska memiliki banyak bakat, namun karena Bu Tuti juga sudah sering mendengar tentang kenakalannya membuat Bu Tuti mencari cara agar Siska mau berubah.
Seorang janda yang tak memiliki anak itu, memutuskan untuk menua dan menghabiskan waktunya mengajar anak-anak di bidang tari. Setelah bercerai dengan sang suami, ia memilih untuk fokus dengan karir sekaligus guru didik bagi anak-anak yang membutuhkan ilmunya.
***
Kegiatan belajar sudah selesai, Anggun yang merasa kelaparan mengajak teman-temannya untuk pergi ke kantin.
"Kalian nggak pada laper apa?" tanyanya dengan nada lesu.
"Laper juga si, ayo kita ke kantin." ajak Siska yang juga mulai merasa kelaparan.
Siska yang hanya memasukkan sarapan paginya beberapa sendok, merasa sangat kelaparan saat memasuki jam pelajaran pertama.
Dengan berjalan beriringan, mereka sampai di kantin. Jam istirahat seperti ini kantin terlihat sangat penuh, karena kebanyakan siswa dan siswi tidak sempat sarapan atau memilih untuk tidak sarapan di rumah, karena jam sekolah yang harus datang tepat dijam tujuh pagi, membuat mereka memilih untuk makan di kantin.
Siska duduk di bangku kosong bersama teman-temannya, bersebelahan dengan siswa bulu tangkis yang diceritakan oleh Runi, pandangan mata Runi tertuju pada Chandra. Siswa yang sudah membuatnya terpikat saat pertemuan pertamanya.
"Lo liatin apaan si?" tanya Siska menyadarkan Runi.
"Sssst, jangan keras-keras malu Gue,!" jawab Runi meletakkan telunjuknya tepat di tengah bibirnya.
"Memangnya kenapa? Apa yang Lo liat si, sampai membuat Lo lupa kalau ada kita-kita di sini?!"
Siska semakin menekan Runi yang hampir ketahuan oleh Chandra, namun karena cepat berpaling dan mengganti topik, Chandra berhenti memperhatikan tempat duduk Siska dan teman-temannya.
Tak lama kemudian makanan yang mereka pesan sudah sampai, dengan lahap mereka memakan makanan yang terlihat sangat nikmat itu. Sesekali pandangan mata Runi tertuju pada Chandra.
Hal itu membuat Eko, salah satu tim basket Chandra menyadari. Pandangan mata Runi yang justru terbalaskan dengan Eko. Runi pun segera mengalihkan pandangannya saat Eko melempar senyum padanya.
Eko membisikan sesuatu ke telinga Chandra, sosok Chandra dan Eko adalah laki-laki yang suka berganti-ganti pacar. Selain memiliki bakat di lapangan basket, mereka berdua juga sangat jago dalam urusan menaklukan hati seorang wanita.
"Bro, Lo liat siswi-siswi yang ada di sebelah kita," ucap Eko menunjuk dengan bibir monyongnya.
Sekilas Chandra mengikuti pandangan mata yang ditunjukkan oleh sahabatnya itu, terlihat tidak ada yang aneh, yang ia lihat hanya keempat siswi yang sedang memakan makanan dengan begitu lahapnya.
"Kenapa dengan mereka?" tanya Chandra.
"Nggak ada yang Lo taksir apa dari mereka?" tanya Eko menyadarkan Chandra.
"Gue denger kalau mereka itu tim menari, dan tariannya cukup terkenal di sekolah mereka dulu." jelas Joko yang mendengar kabar itu.
Chandra tersenyum lebar saat mendengar semua penjelasan dari Eko.
"Keren, berarti mereka bukan orang sembarangan, mereka pasti akan ikut mengharumkan nama sekolah ini," sahut Fino.
Chandra masih terdiam tak merespons, ia masih asik menikmati hidangan yang ia pesan, kasah kusuh sang sahabat yang dengan asik membicarakan tentang Siksa dan sahabatnya, membuatnya justru menyikapinya dengan biasa saja.
"Bro, Lo kok diem aja si! Apa Lo nggak tertarik untuk membahas mereka?" tanya Eko.
"Kalau mau ngebahas mereka jangan di sini! Nanti mereka denger dan merasa percaya diri lagi, kan repot."
Chandra menyadarkan sahabat-sahabatnya untuk tidak memuji atau merasa tersaingi dengan nama baik yang Siska bawa.
Saat pelajaran kedua telah usai, Siska memilih untuk berpamitan kepada teman-temannya yang masih dengan santai menunggu jam pelajaran sekolah berikutnya. Kedatangan tamu yang tak diundang disetiap bulannya membuat Siska merasa sangat lelah dan lesu. Wajahnya terlihat pucat karena menahan rasa sakit. "Gays, Gue pulang dulu, ya. Perut Gue nyeri banget nih," rintih Siska meremas perutnya yang kempes. "Lo kenapa Kia? Lo sakit?" tanya Runi cemas. "Biasa, kedatangan tamu Gue, Gue pulang dulu ya." Siska memasukkan buku-bukunya ke dalam tas, dan memilih untuk meninggalkan teman-temannya. "Hati-hati ya, Kia."Teriak Runi saat menyadari Siska sudah pergi dari pandangannya. Siska berjalan dengan sangat pelan, rasa sakit yang ia rasakan cukup membuatnya
Selesai mengerjakan tugas di sekolah, seperti biasa, Siska meminta Pak Hadi untuk mengantarkannya pulang. Akhir-akhir ini Siska merasa tubuhnya sangat lelah dan ingin istirahat di rumah. Tugas sekolah dan olahraga seni yang ia mainkan bersama teman-temannya, membuat semua waktunya terkuras habis. Meskipun begitu, Siska masih berusaha menikmati semua kesibukan yang ia rasakan setiap hari.Karena dengan begitu, setidaknya Siska bisa melupakan setiap tingkah dan sikap dingin dari keluarga yang memang sudah tak sepaham itu. Mereka hanya sibuk dengan bisnis, bisnis dan bisnis mereka, berangkat pagi pulang malam. Hanya itulah yang diketahui oleh Siska, karena keempat malaikat pelindungnya itu juga tidak pernah mengatakan keluh kesahnya dengan Siska. Sampainya di depan pintu mewah itu, Siska mendengar kedua orang tuanya dan juga kakak-kakaknya sedang
Saat kedua orang tuanya dan kedua kakaknya sibuk dengan harta yang selangkah lagi akan menjadi milik bank itu, Siska justru menerapkan gaya hidupnya yang lebih bar-bar dari sebelumnya bersama teman-temannya di luar rumah. Berawal dari luka hati yang terus digores oleh perlakuan sang keluarga, Siska lebih memilih untuk merusak hidupnya dan masa depannya sendiri. Siska justru membuat dirinya seakan-akan bodoh dan tak memiliki ilmu apa-apa di sekolah, nilai semua mata pelajaran turun dengan pesat, ia berpikir bahwa semua biaya yang dikeluarkan oleh kedua orang tuanya selama ini bukanlah dari pekerjaan yang tulus dan jujur. Melainkan dari sebuah permainan semu di meja judi, yang pastinya perbuatan itu dianggap salah besar di mata semua orang bahkan agama. Semua rasa sakit hatinya justru ia lampiaskan kepada pergaulan bebas dan semua hal yang buruk ia la
Merasa bahwa Siska sudah tidak bisa lagi diberi nasehat, Bu Tuti memutuskan untuk memanggil orang tua Siska via pesan yang dikirimkan kepada Mami Salwa. Sementara Siska yang memang tak ingin berangkat sekolah lagi, memutuskan untuk menghabiskan waktunya di dalam kamar, bermain musik, karaokean, bahkan makan dan minum pun ia lakukan di dalam kamar. Di meja makan, Mami Salwa mengatakan kepada Papi Hardi bahwa pagi ini ia harus menemui kepala sekolah terlebih dahulu, sebelum berangkat ke kantor untuk menyelesaikan sebagaian masalah yang tak kunjung selesai. "Pi, Mami mau ke sekolah Siska dulu, Mami diminta untuk menemui kepala sekolah," kata Mami Salwa sambil memasukkan makanan kedalam mulutnya."Tumben? Ada apa, Mi?" tanya Papi Hardi menatap istrinya dan mengambil air minum yang ada di sebelah kanannya. "Mami juga nggak faham si, tapi pagi ini Mami har
Karena merasa sangat tertekan di dalam rumah, yang sama sekali tak mendukung pertumbuhannya dan pola pikirnya, membuat Siska memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah tanpa diketahui oleh siapapun yang tengah sibuk dengan urusan mereka masing-masing itu. Siska pun memilih malam hari untuk bisa keluar dari rumah, menunggu sampai keadaan terasa hening dan sepi. Setelah merasa aman Siska pun mengendap-endap menuruni anak tangga dengan perlahan berharap tak akan ada orang yang mengetahuinya.Berbekalkan tas kecil yang ia bawa dan beberapa lembar uang, membuat Siska benar-benar nekat memutuskan untuk pergi dari rumah meninggalkan keluarga yang selama ini menjadi pelindung dan penaungnya di rumah. Namun, meskipun begitu Siska sama sekali tidak merasa bahwa mereka benar-benar melindungi dirinya, justru yang Siska rasakan hanyalah kesibukan dan waktu terbuang dengan sia-sia di luar rumah, ta
#Beberapa Minggu Kemudian#Kepergian Siska dari rumah membawanya kedunia baru yang lebih bebas dari sebelumnya, Runi yang memang sudah menjadi wanita malam tanpa sepengetahuan Siska itu pun memberikan makan dan tempat tinggal untuk Siksa dari hasilnya bekerja di salah satu bar yang tidak jauh dari kontrakan mereka. Sementara kebebasan Siska tidak sebanding dengan kebebasan Runi, Runi masih merahasiakan pekerjaannya sebagai wanita malam, Siska hanya bermain-main di malam hari bersama beberapa anak kontrakan yang bernasib sama seperti dirinya. Sementara saat itulah, Runi pergi meninggalkan Siska dan mulai bekerja sebagai wanita penghibur sampai pukul dua belas malam. Kegiatan Runi yang masih baru beberapa hari itu berjalan dengan lancar, Runi pun sudah mendapatkan uang muka dari atasannya karena sudah berhasil menggait beberapa laki-laki hidung belang dalam waktu semalam.
Setelah selesai mengerjakan tugasnya, Runi pun memutuskan untuk segera pulang karena waktu sudah menunjukkan pukul dua pagi dini hari, rasa kantuk dan lelahnya membuat Runi tak mampu menyeimbangi tubuhnya yang berjalan menyusuri jalan.Runi tak menyadari bahwa Dimas yang sejak tadi menunggunya di persimpangan jalan, saat melihat Runi melintas di hadapannya, Dimas pun berlari menghampiri dan menyapa Runi."Dimas, kok Lo masih di sini, si?" tanya Runi yang membuka kedua matanya lebih lebar. "Ya, Gue sengaja nungguin Lo di sini," sahut Dimas melempar senyum. "Untuk apa Lo nungguin Gue, eh ini tu udah malam kali, harusnya Lo itu bobok cantik di rumah!" sahut Runi yang melempar senyum kepada Dimas. "Hahaha, Lo lucu ya, Lo bilang jam segini waktunya bobok cantik di rumah, sementara Lo sendiri baru keluar tu dari tem
Karena merasa bahwa mentari pagi cukup membuat Runi dan Siska merasa ingin keluar untuk berolahraga, mereka pun akhirnya memutuskan untuk mengganti baju tidur mereka dengan pakaian olahraga. "Sis, ayo kita berangkat. Mumpung masih pagi, nih," ajak Runi yang sudah merasa siap dan menunggu di depan pintu kontrakan. "Iya, tunggu sebentar! Gue lagi ngiket rambut, nih." jawab Siska yang masih berdiri di depan cermin. Runi tak menghiraukan ucapan Siska, ia memilih untuk berjalan lebih dulu karena sudah tidak sabar menikmati pagi yang baru pertama kali ia rasakan. "Coba aja, Gue nggak terjebak di pekerjaan malam seperti ini, mungkin hari-hari Gue masih bisa Gue nikmatin dengan lebih indah dari pada mentari pagi ini." Ungkap Runi dengan gerakan langkah kakinya yang ia ayunkan, tak lama kemudian Siksa pun menyusul Runi yang sudah berjalan lebih dulu
Beberapa Hari KemudianDimas berniat untuk menemui Siska yang sudah beberapa hari tidak ia temui, rasa rindu yang dirasakan oleh Dimas semakin besar karena semakin ia pendam perasaan itu semakin dalam.Dengan menyemprotkan beberapa parfum di pakaiannya, Dimas pun keluar untuk menemui Siska."Semoga saja Siska ada di rumah." harap Dimas yang sudah terlihat rapi.Sampainya di depan rumah kontrakan Siska, Dimas pun memberhentikan sepeda motornya dan segera berjalan mendekati pintu rumah.Tok... Tok... Tok....Ketukan pintu Dimas pun membangunkan Siska dan Runi yang baru saja menikmati istirahatnya, setelah semalaman begadang mencari uang."Kia, buka pintunya," pinta Runi yang masih memejamkan kedua matanya."Lo saja, Ni. Gue masih ngantuk, nih!" protes Siska tak kalah merasakan kantuk."Ih, Kia. Kok lo gitu si."Runi merasa kesal, namun ia tetap bangkit untu
Karena ketidakbisaan Dimas menjaga Siska, akhirnya Siska sudah tidak ada harapan lagi untuk mempertahankan Kesuciannya, Siska menerima orderan manapun yang bisa menghasilakan uang dan ia tidak perduli dengan ucapan Dimas yang melarangnya melakukan pekerjaan itu. Siska dengan brutal merusak dirinya sendiri dan lebih sering bersama dengan Kalvin, seiring berjalannya waktu Siska pun mulai melupakan perasaannya dengan Dimas. Laki-laki yang dianggap misterius namun memiliki jiwa yang baik dan tulus. "Siska, apa lo akan selamannya bekerja sebagai wanita penghibur seperti ini?" tanya Kalvin yang sedang asik menikmati minuman yang tersedia. "Gue nggak tahu, yang jelas gue harus mencukupi kehidupan gue melalui pekerjaan ini." jawab Siska yang tidak memiliki alasan lain. Kalvin pun melempar senyum saat mendengar jawaban ringan namun mencakup semua kebutuhan sehari-hari Siska, menjadi par penikmat mata laki-laki yang datang menggoda bukan
"Tapi sayangnya gue nggak mau lagi bertemu dengan lo!" jawab Siska yang memilih untuk segera masuk ke dalam rumah.Dimas pun berusaha untuk membuka pintu dan terjadi saling tarik ulur diantara Dimas dan Siska, Siska yang masih merasakan sakit akibat permainan Kalvin itu akhirnya menyerah dan memilih untuk mengalah.Dengan lunglai Siska terduduk di lantai dan membiarkan Dimas masuk dengan melihat keadaan Siska yang sudah dibanjiri dengan air mata."Kia, lo kenapa?" tanya Dimas membelai pundak Siska pelan."Jangan sentuh gue! Lo jahat, lo tega, lo bilang kalau lo mau lindungi gue agar gue tidak disentuh oleh laki-laki, tapi nyatanya lo biarkan gue tidur bersama laki-laki lain!" omel Siska yang benar-benar merasa kecewa."Gue minta maaf, Kia. Bukan keinginan gue untuk sakit seperti ini," ucap Dimas yang masih menutup wajahnya dengan masker."Itu hanya alasan lo aja kan, mulai sekarang lo pergi dari sini karena lo tidak ada tempat lagi di sini!"
Karena merasa Siska cukup lama di dalam kamar mandi, membuat Kalvin yang sudah melepaskan kemejanya itu memilih untuk segera menyusul Siska dan memanggilnya. Tok... Tok... Tok.... Suara ketukan pintu pun terdengar dari dalam kamar mandi Siska, dengan cepat Siska pun membalikkan tubuhnya dan mengatur napasnya kembali. 'Ya ampun, laki-laki itu pasti sudah sangat tidak sabar menunggu gue!' batin Siska yang tak bisa lagi mengelak. Ketukan itu terdengar kembali, karena Siska tak kunjung keluar dari kamar mandi. "Siska, lo nggak papa kan?" tanya Kalvin memastikan keadaan Siska. Siska yang mendengar itu akhirnya pasrah dengan apa yang akan terjadi malam ini, karena Dimas memang tak ada kabar sampai saat ini. Ceklek Siska membukakan pintu dan menatap ke arah Kalvin yang sudah bertelankang dada, dengan cepat Siska menutup kedua mata menggunakan kedua tangannya. "Kok l
Setelah merasa aman dari sekelompok orang yang ingin menghajar Syam habis-habisan, Runi segera memberikan obat yang telah ia beli untuk Syam. Dengan pasrah Syam menerima perlakuan baik dari wanita yang baru saja ia kenal itu.Tatapan mata Runi yang begitu tulus mengobati Syam membuatnya merasa sangat bersyukur karena telah ditolong oleh Runi yang sebelumnya tidak dikenalnya."Thanks ya, lo udah nolongin gue," ucap Syam yang menatap wajah Runi tajam."Sama-sama, lagian lo kenapa sampai dikeroyok begitu si?" tanya Runi penasaran."Gue nggak sengaja nimpuk salah satu dari mereka dengan botol bekas, dan mereka marah besar." jelas Syam masih menahan sakit.Runi yang ingin berangkat bekerja itu akhirnya menyadari bahwa dirinya sudah terlalu lama bersama Syam, dan harus segera pergi karena Siska sudah lebih dulu berangkat."Lo nggak papa kan, kalau gitu gue mau pergi dulu!"Runi pun segera beranjak hendak mening
Mendengar suara wanita yang mengira bahwa dirinya akan bunuh diri membuat Syam bangkit dan menghadap Runi, Runi yang tidak mneyadari bahwa laki-laki yang ada di hadapannya itu adalah kakak Siska membuatnya bersikap sangat asing dengan Syam. "Enak saja lo, siapa juga yang bunuh diri, memangnya gue gila!" celetuk Syam yang merasa kesal. "Ya gue kira lo duduk di sini sendiri karena mau bunuh diri, lagian untuk apa lo duduk-duduk nggak jelas begitu?" sahut Runi yang merasa kepo. "Ya urusan gue lah, kenapa lo yang repot si." jawab Syam memilih untuk segera pergi. Syam meninggalkan Runi yang masaih memandangi Syam dengan pandangan yang aneh. 'Dasar aneh, berjalan saja tidak bersemangat seperti itu, seperti sedang menanggung beban hidup yang cukup berat.' batin Runi. Karena tidak ingin mengambil pusing, akhirnya Runi pun kembali meneruskan perjalannya menuju rumah kontaran. Siska yang sedang asik menikmati kesendiriannya di dala
"Syukurlah, meskipun tidak terlalu besar setidaknya kontrakan ini bisa kita gunakan untuk istirahat," kata Sandy yang langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang."Tapi San, tempat ini terlalu kecil dan sempit!" protes Syam yang masih berdiri dengan memangku tangannya."Sudahlah Syam, tempat ini adalah tempat terakhir kita. Setelah sekian kali memilih kontrakan." jawab Sandy yang merasa lelah.Syam yang sudah beberapa kali menolak kontrakan yang mereka datangi itu membuat Sandy akhirnya memilih menyerah dan menerima kontrakan seadanya, karena permintaan Syam tidak mencukupi pembayaran yang harus mereka berikan setiap bulannya.Syam pun dengan raut wajah kesal ikut duduk di ujung bibir ranjang mencoba untuk menerima apa yang telah Sandy pilih."Pokoknya setelah kita mendapatkan pekerjaan, gue mau kita pindah kontrakan yang lebih besar dari ini!" kata Syam menatap Sandy tajam."Iya, besok pagi kita mulai me
Satu Bulan kemudian Sejak Siska memutuskan untuk pergi, dan setelah berpindah dari rumah bak istana menuju rumah sederhana membuat mami Salwa berpikir untuk bisa menemukan Siska yang selama ini tidak terlalu mereka pikirkan. Kesibukan melunasi hutang-hutang membuat mami Salwa dan papi Hardi sama sekali tidak memikirkan Siksa, karena bagi mereka Siska selama ini tidak pernah bisa membantu apa-apa dengan segudang masalah yang mereka menghadapi . Kini mereka tersadar bahwa mereka sudah kehilangan satu keluarga yang membuat mereka tergerak untuk mencari di mana Siska saat ini berada. "Pi, kapan si kita bisa bertemu dengan Siska. Sudah berbulan-bulan Siska pergi tanpa kabar?" tanya mami Salwa saat menikmati sarapan pagi bersama. "Papi juga tidak tahu, Mi. Kita mau mulai mencari di mana, selama ini kan kita sama sekali tidak memikirkan Siska karena sibuk melunasi hutang yang begitu banyak." jawab papi Hardi merasa putus
Pukul 03:00 pagiSiska terbangun dari tidurnya dan memperhatikan ruangan yang terasa asing baginya, ia pun tersadar bahwa ia masih berada di kamar bersama laki-laki yang baru saja ia kenal itu.'Kok dia tidurnya di sofa, ya?' batin Siska melirik Dimas.Saat Dimas sedang tidur dengan pulas Siska pun menggunakan kesempatan itu untuk membuka topi dan penutup wajah Dimas, dengan berjalan sangat pelan Siska pun mencoba untuk membuka perlahan topi Dimas. Namun, saat tangan Siska hampir sampai di pucuk kepala Dimas hendak membuka topi.Tiba-tiba Dimas terbangun dan menyadari keberadaan Siska, Siska yang terkejut itu tiba-tiba tak mampu menyeimbangkan tubuhnya hingga terjatuh dalam pelukan Dimas.Tatapan antara Dimas dan Siska pun tak terelakkan, mereka saling menyelami samudera pandangan yang membuat mereka terdiam sejenak, sampai akhirnya mereka pun akhirnya saling menyadari."Eh, lo apa-apaan si?!" omel Dimas yang seketika