Selesai mengerjakan tugas di sekolah, seperti biasa, Siska meminta Pak Hadi untuk mengantarkannya pulang. Akhir-akhir ini Siska merasa tubuhnya sangat lelah dan ingin istirahat di rumah.
Tugas sekolah dan olahraga seni yang ia mainkan bersama teman-temannya, membuat semua waktunya terkuras habis. Meskipun begitu, Siska masih berusaha menikmati semua kesibukan yang ia rasakan setiap hari.
Karena dengan begitu, setidaknya Siska bisa melupakan setiap tingkah dan sikap dingin dari keluarga yang memang sudah tak sepaham itu.
Mereka hanya sibuk dengan bisnis, bisnis dan bisnis mereka, berangkat pagi pulang malam. Hanya itulah yang diketahui oleh Siska, karena keempat malaikat pelindungnya itu juga tidak pernah mengatakan keluh kesahnya dengan Siska.
Sampainya di depan pintu mewah itu, Siska mendengar kedua orang tuanya dan juga kakak-kakaknya sedang beradu mulut, saling menyalahkan satu sama lain. Dengan melangkah pelan namun pasti Siska mendekati keluarganya yang sedang beradu mulut itu.
"Ini semua gara-gara Papi, kalau saja Papi bisa secepatnya melunasi hutang-hutang itu, kita nggak akan bangkrut seperti ini!"
Hardik Mami Salwa yang terus menyalahkan sang suami.
"Mi, Papi juga nggak tau kalau akan terjadi hal seperti ini! Papi juga nggak mau bangkrut, Mi!"
Papi Hardi pun tak mau kalah mengeluarkan argumennya.
Sandy yang duduk dengan santai bersama Syam pun ikut terpancing emosi mendengar kedua orang tuanya yang saling menyalahkan.
"Pi, Mi, udahlah nggak usah bertengkar seperti ini! Sekarang yang harus kita pikirkan bagaimana caranya agar nama baik kita tetap terjaga," kata Sandy yang ikut bangkit dari tempat duduknya.
"Nggak bisa setenang dan sesantai itu juga Kak, Papi dan Mami lambat laun akan dicari oleh perusahaan dan semua aset kita akan disita bank!" jelas Syam yang ikut panik dan dengan keadaan mereka yang saat ini sedang terlilit hutang.
Mami Salwa menatap Papi Hardi penuh kemarahan, seakan ingin segera memangsanya.
"Kenapa Papi tega lakukan ini! Kenapa Papi tega gadaikan semua aset perusahaan hanya untuk bermain di meja judi! Kenapa, Pi?!"
Terdengar vase bunga yang terletak di meja ruang tamu itu tiba-tiba terhempas berhamburan di lantai, Mami Salwa membantingnya dengan begitu keras. Hingga membuat Siska merasa ketakutan saat berdiri tidak jauh dari mereka.
Mami Salwa tak menyadari dan tak ada yang tahu bahwa selama ini, Papi Hardi sangat candu dan gemar sekali menghabiskan waktu di meja judi, berawal dari kemenangan satu, dua, tiga dan seterusnya, membuat Papi Hardi mengira bahwa itu semua keuntungan besar yang tidak bisa dilewatkan begitu saja.
Isak tangis dari Siska terdengar jelas ditelinga kedua orang tua dan kedua kakaknya itu.
Mami Salwa yang melihat Siska begitu ketakutan, langusng menghampiri dan meraih tubuh Siska. Namun hempasan penolakan dari kedua tangan Siska membuat Mami Salwa tercengang dan ikut meneteskan air mata.
"Untuk apa Mami peluk Siska! Bukankah selama Mami merasa senang dengan begitu banyaknya harta yang Mami punya, Mami tidak pernah memeluk Siska!"
Siska yang sudah lama memendam rasa kesal itu mulai menunjukkan kekecewaan kepada keluarganya.
Melihat aksi Siska yang menolak saat didekati oleh Mami Salwa, Papi Hardi pun melangkah maju dan mencoba untuk menyentuh hati putri kecilnya itu dengan sambutan kedua tangan yang siap memeluk tubuh Siska.
Namun, bukan hanya Mami Salwa yang mendapatkan penolakan. Papi Hardi juga menerima semua penolakan dari putrinya itu.
"Mami dan Papi selama ini nggak pernah ada buat Siska, dan sekarang Mami dan Papi mendekati Siska ingin memeluk Siska dan menangis haru, itu semua kalian lakukan karena kalian akan bangkrut! Hebat sekali!"
Siska dengan berani bertepuk tangan di hadapan kedua orang tuanya dan kedua kakaknya yang tidak pernah mengetahui bahwa adiknya akan terluka separah itu.
Namun tindakan Siska justru membuat Syam yang mendengarnya ikut terpancing karena kata-kata Siska yang sudah melebihi batas.
Plak
Tiba-tiba tamparan keras mendarat di pipi kanan Siska, Mami Salwa yang sedang merasa amat sangat kecewa itu, semakin menjadi dan mencoba untuk melampiaskan semua kekesalannya kepada Siska.
"Anak tidak tahu diri! Selama ini Mami bekerja untuk membiayai semua kebutuhan hidup kamu! Tapi dengan seenak hati kamu mengatakan hal seperti itu kepada Mami!!"
Hardik Mami Salwa tak terima dengan semua protesan yang dilakukan oleh Siska kepadanya .
"Mi, apa-apaan kamu, Mi. Kenapa kamu menampar Siska yang jelas-jelas tidak ada hubungannya dengan masalah ini!"
Papi Hardi seolah-olah muncul sebagai pahlawan kesiangan untuk Siska, yang tanpa ia sadari bahwa hal itu justru membuat Siska semakin benci.
"Ha ha ha, Siska sangat puas dan senang sekali mendengar kabar berita ini, Siska yakin kalau kalian masih di atas langit dan mampu membeli semua waktu dengan uang, pasti kalian tidak akan ada di rumah siang-siang bolong begini," ungkap Siska tertawa lepas saat mendengar bisnis keluarganya sudah diambang kebangkrutan.
"Anak kurang ajar, nggak tahu diri! Memangnya kamu makan minum dan berangkat sekolah diantar oleh supir menggunakan mobil mewah itu bisa kamu dapatkan jika tidak dari usaha dari kedua orang tuamu, ini?!" hardik Mami Salwa dengan kedua mata melotot seperti mau keluar.
"Iya Mi, memang semua itu dari Mami dan Papi. Tapi terlepas dari semua kemewahan itu Siska justru lebih bahagia mendengar kabar ini, kalian bangkrut karena kesalahan kalian sendiri!"
Siska menjawab dengan penuh keberanian, Sandy dan Syam yang menyadari sikap Siska yang sudah terlewat batas justru menarik paksa tubuh mungil Siska dan menyeretnya naik ke lantai dua.
Teriakan dan penolakan Siska tak mendapatkan jawaban apapun, mereka sibuk dengan masalah yang harus mereka selesaikan, semua ucapan Siska justru menambah kepala mereka menjadi sangat pusing.
Sandy melempar paksa tubuh Siska dan Syam pun menutup serta mengunci pintu kamar Siska dengan cepat.
"Kak, buka Kak, kalian nggak bisa memperlakukan Siska seperti ini!" teriak Siska menggedor-gedor pintu kamarnya.
"Karena kamu sudah berani kurang ajar, maka kamu harus terima semua resikonya," sahut Sandy dengan suara tak kalah lantang.
"Tapi Siska nggak mau di kurung seperti ini! Siska nggak mau!!"
Dengan sekuat hati Siska berusaha menolak semua prilaku yang diberikan oleh orang tua dan kakak-kakaknya itu.
Tangis kekesalan Siska pun ia tumpahkan tanpa ada satu orang pun yang tahu,
"Kenapa harus Gue yang selalu menjadi korban? Bukankah merekah lah sebagai pelaku yang seharusnya dikenakan hukuman setimpal?!!"
Hardik Siska yang terus menggedor pintu sampai tubuhnya terasa lemas tak berdaya, isak tangisnya tak lagi ia rasakan saat tubuhnya tersungkur di lantai.
Siska jatuh pingsan tak mampu menahan seluruh tubuhnya yang terasa sakit karena seretan dari kakaknya.
Saat kedua orang tuanya dan kedua kakaknya sibuk dengan harta yang selangkah lagi akan menjadi milik bank itu, Siska justru menerapkan gaya hidupnya yang lebih bar-bar dari sebelumnya bersama teman-temannya di luar rumah. Berawal dari luka hati yang terus digores oleh perlakuan sang keluarga, Siska lebih memilih untuk merusak hidupnya dan masa depannya sendiri. Siska justru membuat dirinya seakan-akan bodoh dan tak memiliki ilmu apa-apa di sekolah, nilai semua mata pelajaran turun dengan pesat, ia berpikir bahwa semua biaya yang dikeluarkan oleh kedua orang tuanya selama ini bukanlah dari pekerjaan yang tulus dan jujur. Melainkan dari sebuah permainan semu di meja judi, yang pastinya perbuatan itu dianggap salah besar di mata semua orang bahkan agama. Semua rasa sakit hatinya justru ia lampiaskan kepada pergaulan bebas dan semua hal yang buruk ia la
Merasa bahwa Siska sudah tidak bisa lagi diberi nasehat, Bu Tuti memutuskan untuk memanggil orang tua Siska via pesan yang dikirimkan kepada Mami Salwa. Sementara Siska yang memang tak ingin berangkat sekolah lagi, memutuskan untuk menghabiskan waktunya di dalam kamar, bermain musik, karaokean, bahkan makan dan minum pun ia lakukan di dalam kamar. Di meja makan, Mami Salwa mengatakan kepada Papi Hardi bahwa pagi ini ia harus menemui kepala sekolah terlebih dahulu, sebelum berangkat ke kantor untuk menyelesaikan sebagaian masalah yang tak kunjung selesai. "Pi, Mami mau ke sekolah Siska dulu, Mami diminta untuk menemui kepala sekolah," kata Mami Salwa sambil memasukkan makanan kedalam mulutnya."Tumben? Ada apa, Mi?" tanya Papi Hardi menatap istrinya dan mengambil air minum yang ada di sebelah kanannya. "Mami juga nggak faham si, tapi pagi ini Mami har
Karena merasa sangat tertekan di dalam rumah, yang sama sekali tak mendukung pertumbuhannya dan pola pikirnya, membuat Siska memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah tanpa diketahui oleh siapapun yang tengah sibuk dengan urusan mereka masing-masing itu. Siska pun memilih malam hari untuk bisa keluar dari rumah, menunggu sampai keadaan terasa hening dan sepi. Setelah merasa aman Siska pun mengendap-endap menuruni anak tangga dengan perlahan berharap tak akan ada orang yang mengetahuinya.Berbekalkan tas kecil yang ia bawa dan beberapa lembar uang, membuat Siska benar-benar nekat memutuskan untuk pergi dari rumah meninggalkan keluarga yang selama ini menjadi pelindung dan penaungnya di rumah. Namun, meskipun begitu Siska sama sekali tidak merasa bahwa mereka benar-benar melindungi dirinya, justru yang Siska rasakan hanyalah kesibukan dan waktu terbuang dengan sia-sia di luar rumah, ta
#Beberapa Minggu Kemudian#Kepergian Siska dari rumah membawanya kedunia baru yang lebih bebas dari sebelumnya, Runi yang memang sudah menjadi wanita malam tanpa sepengetahuan Siska itu pun memberikan makan dan tempat tinggal untuk Siksa dari hasilnya bekerja di salah satu bar yang tidak jauh dari kontrakan mereka. Sementara kebebasan Siska tidak sebanding dengan kebebasan Runi, Runi masih merahasiakan pekerjaannya sebagai wanita malam, Siska hanya bermain-main di malam hari bersama beberapa anak kontrakan yang bernasib sama seperti dirinya. Sementara saat itulah, Runi pergi meninggalkan Siska dan mulai bekerja sebagai wanita penghibur sampai pukul dua belas malam. Kegiatan Runi yang masih baru beberapa hari itu berjalan dengan lancar, Runi pun sudah mendapatkan uang muka dari atasannya karena sudah berhasil menggait beberapa laki-laki hidung belang dalam waktu semalam.
Setelah selesai mengerjakan tugasnya, Runi pun memutuskan untuk segera pulang karena waktu sudah menunjukkan pukul dua pagi dini hari, rasa kantuk dan lelahnya membuat Runi tak mampu menyeimbangi tubuhnya yang berjalan menyusuri jalan.Runi tak menyadari bahwa Dimas yang sejak tadi menunggunya di persimpangan jalan, saat melihat Runi melintas di hadapannya, Dimas pun berlari menghampiri dan menyapa Runi."Dimas, kok Lo masih di sini, si?" tanya Runi yang membuka kedua matanya lebih lebar. "Ya, Gue sengaja nungguin Lo di sini," sahut Dimas melempar senyum. "Untuk apa Lo nungguin Gue, eh ini tu udah malam kali, harusnya Lo itu bobok cantik di rumah!" sahut Runi yang melempar senyum kepada Dimas. "Hahaha, Lo lucu ya, Lo bilang jam segini waktunya bobok cantik di rumah, sementara Lo sendiri baru keluar tu dari tem
Karena merasa bahwa mentari pagi cukup membuat Runi dan Siska merasa ingin keluar untuk berolahraga, mereka pun akhirnya memutuskan untuk mengganti baju tidur mereka dengan pakaian olahraga. "Sis, ayo kita berangkat. Mumpung masih pagi, nih," ajak Runi yang sudah merasa siap dan menunggu di depan pintu kontrakan. "Iya, tunggu sebentar! Gue lagi ngiket rambut, nih." jawab Siska yang masih berdiri di depan cermin. Runi tak menghiraukan ucapan Siska, ia memilih untuk berjalan lebih dulu karena sudah tidak sabar menikmati pagi yang baru pertama kali ia rasakan. "Coba aja, Gue nggak terjebak di pekerjaan malam seperti ini, mungkin hari-hari Gue masih bisa Gue nikmatin dengan lebih indah dari pada mentari pagi ini." Ungkap Runi dengan gerakan langkah kakinya yang ia ayunkan, tak lama kemudian Siksa pun menyusul Runi yang sudah berjalan lebih dulu
Kedua wanita cantik yang memiliki karismatik tinggi itu, dengan senang hati berjalan kaki menyusuri jalan raya yang dipadati kendaraan yang simpang siur. Siska dan Runi berusaha untuk menjadi manusia baru di tengah padatnya penduduk kota, niat mereka tidak hanya membeli sepatu untuk Siska yang sudah tidak bisa ia pakai.Mereka ingin menghabiskan waktu dengan bersantai menikmati hari mereka di luar kontrakan, karena pada malam hari Runi tidak akan ada waktu, maka Runi memanfaatkan waktu siang harinya untuk menemani Siska yang kesepian."Ni, kita mau beli sepatu di mana, si?" tanya Siska yang mulai lelah dengan langkah kakinya."Udah, Lo ikuti Gue aja. Nggak lama lagu sampai, kok." jawab Runi yang membawa Runi pergi ke tempat yang belum pernah ia tuju.Runi sengaja mengajak Siska jalan-jalan menyusuri kota, meskipun terlihat wajah Siska yang terlihat masam karena harus berjalan kaki sejauh ma
Setelah menikmati harinya dengan jalan-jalan bersama, Siska dan Runi pun memilih untuk menghabiskan waktunya di rumah, di tengah panasnya sengatan matahari membuat mereka memilih untuk tidur di kamar. Karena hanya siang hari yang bisa membuat Runi tidur, ia pun tak menunggu waktu lama saat merebahkan tubuhnya di atas kasur, Runi terlelap dengan cepat sementara Siska yang tidak bisa tidur secepat itu hanya bisa ke sana ke sini untuk memfokuskan pusat pikirannya. Siska masih sangat penasaran dengan baju-baju yang dibeli oleh sahabatnya itu, begitu seksi dan terbuka, Siska terfokus dengan pekerjaan malam yang Runi lakukan. Karena tak ingin ketinggalan informasi, Siska pun memilih untu tidak tidur. 'Lebih baik Gue nggak usah tidur, karena beberaja jam lagi hari sudah gelap, malam ini Gue harus ikuti Runi.' kata Siska yang memutuskan untuk memilih beberes rumah dan mencucui pakaian yang baru saja ia beli itu. Peralatan seadanya membuat Siska harus terbiasa
Beberapa Hari KemudianDimas berniat untuk menemui Siska yang sudah beberapa hari tidak ia temui, rasa rindu yang dirasakan oleh Dimas semakin besar karena semakin ia pendam perasaan itu semakin dalam.Dengan menyemprotkan beberapa parfum di pakaiannya, Dimas pun keluar untuk menemui Siska."Semoga saja Siska ada di rumah." harap Dimas yang sudah terlihat rapi.Sampainya di depan rumah kontrakan Siska, Dimas pun memberhentikan sepeda motornya dan segera berjalan mendekati pintu rumah.Tok... Tok... Tok....Ketukan pintu Dimas pun membangunkan Siska dan Runi yang baru saja menikmati istirahatnya, setelah semalaman begadang mencari uang."Kia, buka pintunya," pinta Runi yang masih memejamkan kedua matanya."Lo saja, Ni. Gue masih ngantuk, nih!" protes Siska tak kalah merasakan kantuk."Ih, Kia. Kok lo gitu si."Runi merasa kesal, namun ia tetap bangkit untu
Karena ketidakbisaan Dimas menjaga Siska, akhirnya Siska sudah tidak ada harapan lagi untuk mempertahankan Kesuciannya, Siska menerima orderan manapun yang bisa menghasilakan uang dan ia tidak perduli dengan ucapan Dimas yang melarangnya melakukan pekerjaan itu. Siska dengan brutal merusak dirinya sendiri dan lebih sering bersama dengan Kalvin, seiring berjalannya waktu Siska pun mulai melupakan perasaannya dengan Dimas. Laki-laki yang dianggap misterius namun memiliki jiwa yang baik dan tulus. "Siska, apa lo akan selamannya bekerja sebagai wanita penghibur seperti ini?" tanya Kalvin yang sedang asik menikmati minuman yang tersedia. "Gue nggak tahu, yang jelas gue harus mencukupi kehidupan gue melalui pekerjaan ini." jawab Siska yang tidak memiliki alasan lain. Kalvin pun melempar senyum saat mendengar jawaban ringan namun mencakup semua kebutuhan sehari-hari Siska, menjadi par penikmat mata laki-laki yang datang menggoda bukan
"Tapi sayangnya gue nggak mau lagi bertemu dengan lo!" jawab Siska yang memilih untuk segera masuk ke dalam rumah.Dimas pun berusaha untuk membuka pintu dan terjadi saling tarik ulur diantara Dimas dan Siska, Siska yang masih merasakan sakit akibat permainan Kalvin itu akhirnya menyerah dan memilih untuk mengalah.Dengan lunglai Siska terduduk di lantai dan membiarkan Dimas masuk dengan melihat keadaan Siska yang sudah dibanjiri dengan air mata."Kia, lo kenapa?" tanya Dimas membelai pundak Siska pelan."Jangan sentuh gue! Lo jahat, lo tega, lo bilang kalau lo mau lindungi gue agar gue tidak disentuh oleh laki-laki, tapi nyatanya lo biarkan gue tidur bersama laki-laki lain!" omel Siska yang benar-benar merasa kecewa."Gue minta maaf, Kia. Bukan keinginan gue untuk sakit seperti ini," ucap Dimas yang masih menutup wajahnya dengan masker."Itu hanya alasan lo aja kan, mulai sekarang lo pergi dari sini karena lo tidak ada tempat lagi di sini!"
Karena merasa Siska cukup lama di dalam kamar mandi, membuat Kalvin yang sudah melepaskan kemejanya itu memilih untuk segera menyusul Siska dan memanggilnya. Tok... Tok... Tok.... Suara ketukan pintu pun terdengar dari dalam kamar mandi Siska, dengan cepat Siska pun membalikkan tubuhnya dan mengatur napasnya kembali. 'Ya ampun, laki-laki itu pasti sudah sangat tidak sabar menunggu gue!' batin Siska yang tak bisa lagi mengelak. Ketukan itu terdengar kembali, karena Siska tak kunjung keluar dari kamar mandi. "Siska, lo nggak papa kan?" tanya Kalvin memastikan keadaan Siska. Siska yang mendengar itu akhirnya pasrah dengan apa yang akan terjadi malam ini, karena Dimas memang tak ada kabar sampai saat ini. Ceklek Siska membukakan pintu dan menatap ke arah Kalvin yang sudah bertelankang dada, dengan cepat Siska menutup kedua mata menggunakan kedua tangannya. "Kok l
Setelah merasa aman dari sekelompok orang yang ingin menghajar Syam habis-habisan, Runi segera memberikan obat yang telah ia beli untuk Syam. Dengan pasrah Syam menerima perlakuan baik dari wanita yang baru saja ia kenal itu.Tatapan mata Runi yang begitu tulus mengobati Syam membuatnya merasa sangat bersyukur karena telah ditolong oleh Runi yang sebelumnya tidak dikenalnya."Thanks ya, lo udah nolongin gue," ucap Syam yang menatap wajah Runi tajam."Sama-sama, lagian lo kenapa sampai dikeroyok begitu si?" tanya Runi penasaran."Gue nggak sengaja nimpuk salah satu dari mereka dengan botol bekas, dan mereka marah besar." jelas Syam masih menahan sakit.Runi yang ingin berangkat bekerja itu akhirnya menyadari bahwa dirinya sudah terlalu lama bersama Syam, dan harus segera pergi karena Siska sudah lebih dulu berangkat."Lo nggak papa kan, kalau gitu gue mau pergi dulu!"Runi pun segera beranjak hendak mening
Mendengar suara wanita yang mengira bahwa dirinya akan bunuh diri membuat Syam bangkit dan menghadap Runi, Runi yang tidak mneyadari bahwa laki-laki yang ada di hadapannya itu adalah kakak Siska membuatnya bersikap sangat asing dengan Syam. "Enak saja lo, siapa juga yang bunuh diri, memangnya gue gila!" celetuk Syam yang merasa kesal. "Ya gue kira lo duduk di sini sendiri karena mau bunuh diri, lagian untuk apa lo duduk-duduk nggak jelas begitu?" sahut Runi yang merasa kepo. "Ya urusan gue lah, kenapa lo yang repot si." jawab Syam memilih untuk segera pergi. Syam meninggalkan Runi yang masaih memandangi Syam dengan pandangan yang aneh. 'Dasar aneh, berjalan saja tidak bersemangat seperti itu, seperti sedang menanggung beban hidup yang cukup berat.' batin Runi. Karena tidak ingin mengambil pusing, akhirnya Runi pun kembali meneruskan perjalannya menuju rumah kontaran. Siska yang sedang asik menikmati kesendiriannya di dala
"Syukurlah, meskipun tidak terlalu besar setidaknya kontrakan ini bisa kita gunakan untuk istirahat," kata Sandy yang langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang."Tapi San, tempat ini terlalu kecil dan sempit!" protes Syam yang masih berdiri dengan memangku tangannya."Sudahlah Syam, tempat ini adalah tempat terakhir kita. Setelah sekian kali memilih kontrakan." jawab Sandy yang merasa lelah.Syam yang sudah beberapa kali menolak kontrakan yang mereka datangi itu membuat Sandy akhirnya memilih menyerah dan menerima kontrakan seadanya, karena permintaan Syam tidak mencukupi pembayaran yang harus mereka berikan setiap bulannya.Syam pun dengan raut wajah kesal ikut duduk di ujung bibir ranjang mencoba untuk menerima apa yang telah Sandy pilih."Pokoknya setelah kita mendapatkan pekerjaan, gue mau kita pindah kontrakan yang lebih besar dari ini!" kata Syam menatap Sandy tajam."Iya, besok pagi kita mulai me
Satu Bulan kemudian Sejak Siska memutuskan untuk pergi, dan setelah berpindah dari rumah bak istana menuju rumah sederhana membuat mami Salwa berpikir untuk bisa menemukan Siska yang selama ini tidak terlalu mereka pikirkan. Kesibukan melunasi hutang-hutang membuat mami Salwa dan papi Hardi sama sekali tidak memikirkan Siksa, karena bagi mereka Siska selama ini tidak pernah bisa membantu apa-apa dengan segudang masalah yang mereka menghadapi . Kini mereka tersadar bahwa mereka sudah kehilangan satu keluarga yang membuat mereka tergerak untuk mencari di mana Siska saat ini berada. "Pi, kapan si kita bisa bertemu dengan Siska. Sudah berbulan-bulan Siska pergi tanpa kabar?" tanya mami Salwa saat menikmati sarapan pagi bersama. "Papi juga tidak tahu, Mi. Kita mau mulai mencari di mana, selama ini kan kita sama sekali tidak memikirkan Siska karena sibuk melunasi hutang yang begitu banyak." jawab papi Hardi merasa putus
Pukul 03:00 pagiSiska terbangun dari tidurnya dan memperhatikan ruangan yang terasa asing baginya, ia pun tersadar bahwa ia masih berada di kamar bersama laki-laki yang baru saja ia kenal itu.'Kok dia tidurnya di sofa, ya?' batin Siska melirik Dimas.Saat Dimas sedang tidur dengan pulas Siska pun menggunakan kesempatan itu untuk membuka topi dan penutup wajah Dimas, dengan berjalan sangat pelan Siska pun mencoba untuk membuka perlahan topi Dimas. Namun, saat tangan Siska hampir sampai di pucuk kepala Dimas hendak membuka topi.Tiba-tiba Dimas terbangun dan menyadari keberadaan Siska, Siska yang terkejut itu tiba-tiba tak mampu menyeimbangkan tubuhnya hingga terjatuh dalam pelukan Dimas.Tatapan antara Dimas dan Siska pun tak terelakkan, mereka saling menyelami samudera pandangan yang membuat mereka terdiam sejenak, sampai akhirnya mereka pun akhirnya saling menyadari."Eh, lo apa-apaan si?!" omel Dimas yang seketika