Beranda / Romansa / Rapuh / Part 6, Menyalakan Api Kemarahan

Share

Part 6, Menyalakan Api Kemarahan

Penulis: Adissutria Adiss
last update Terakhir Diperbarui: 2024-10-29 19:42:56

Merasa bahwa Siska sudah tidak bisa lagi diberi nasehat, Bu Tuti memutuskan untuk memanggil orang tua Siska via pesan yang dikirimkan kepada Mami Salwa. 

  Sementara Siska yang memang tak ingin berangkat sekolah lagi, memutuskan untuk menghabiskan waktunya di dalam kamar, bermain musik, karaokean, bahkan makan dan minum pun ia lakukan di dalam kamar. Di meja makan, Mami Salwa mengatakan kepada Papi Hardi bahwa pagi ini ia harus menemui kepala sekolah terlebih dahulu, sebelum berangkat ke kantor untuk menyelesaikan sebagaian masalah yang tak kunjung selesai. 

  "Pi, Mami mau ke sekolah Siska dulu, Mami diminta untuk menemui kepala sekolah," kata Mami Salwa sambil memasukkan makanan kedalam mulutnya. 

 "Tumben? Ada apa, Mi?" tanya Papi Hardi menatap istrinya dan mengambil air minum yang ada di sebelah kanannya. 

  "Mami juga nggak faham si, tapi pagi ini Mami harus ke sana dulu." jelas Mami Salwa yang sudah menyelesaikan makannya dan memilih untuk meninggalkan meja makan. 

  Papi Hardi menatap penuh pertanyaan, namun tak begitu menghiraukan. Karena bagi papi Hardi masalah yang ia hadapi saat ini jauh lebih besar dari masalah apapun. 

  ***

  Sampainya di sekolah ternama, tempat putrinya mengenyam pendidikan di sana, mami Salwa turun dengan mobil mewahnya yang sebentar lagi akan disita, dan tas juga penampilannya yang begitu mahal disempurnakan dengan kacamata hitam yang menghiasi wajahnya, membuat para siswa dan siswi menatap dengan penuh kekaguman. Ditambah dengan kepercayaan diri yang sempurna, membuat mami Salwa sangat menikmati langkah kakinya menuju ruangan kepala sekolah. Dengan lembut mami Salwa mengetuk pintu yang langsung dibukakan oleh Bu Tuti karena Bu Tuti mengetahui akan kedatangan orang tua Siska. 

  "Silahkan masuk, dan silahkan duduk, Nyonya," ucap Bu Tuti dengan sopan, dan memperlakukan mami Salwa seperti ratu. 

  "Terima kasih Bu." jawab mami Salwa dengan senyum puas dan bangga. 

  Dengan saling melempar senyum, Bu Tuti pun mulai menatap mami Salwa dengan serius. 

  "Sebenarnya apa tujuan Anda memanggil saya untuk datang ke sekolah ini?" tanya mami Salwa tanpa basa basi. 

  Bu Tuti tersnyum tipis, dan memberanikan diri mengatakan apa yang memang seharusnya ia katakan. 

  "Begini Nyonya, sudah hampir satu bulan ini Siska berbuat rusuh di sekolah ini, mulai dari mewarnai rambutnya sehingga membuat para teman-teman yang lain mengikuti, dan nilainya sangat turun drastis bahkan dibawah rata-rata, bolos sekolah saat jam pelajaran akan dimulai dan ia lakukan itu tidak sendiri, pastinya teman-teman yang dekat dengan dirinya mengikuti jejak Siska." jawab Bu Tuti dengan sejelas-jelasnya.

  "Apa! Siska berani melakukan itu di sekolah ini?!" hardik mami Salwa tak menyangka. Bahkan mendengar laporan seperti itu membuat mami Salwa sangat marah. 

  "Benar Nyonya, saya takut perbuatannya justru akan mempengaruhi murid saya yang lain, kalau saya tidak menegurnya, tapi saat saya berusaha menegur, Siska justru memberontak bahkan berniat untuk keluar dari sekolah ini." jelas Bu Tuti dengan nada santai namun pernuh arti. 

  "Baik Bu, saya sendiri yang akan mengajarkan anak saya dan menegurnya sekarang juga, terima kasih sudah memberitahukan saya," kata mami Salwa yang langsung bangkit dari tempat duduknya. 

  "Baik Buk, terima kasih kembali. Kalau bisa beri nasehat dengan kepala dingin, Bu. Karena Siska ini sepertinya memiliki masalah yang tak mampu ia bendung seorang diri," lanjut Bu Tuti meminta mami Salwa untuk tidak menyudutkan dan menyalahkan Siska sepenuhnya. 

  "Saya tahu apa yang akan saya lakukan kepada putri saya, Bu."

  Jawaban mami Salwa mengakhiri pembicaraannya dengan Bu Tuti, ia pun melangkah pergi meninggalkan ruangan kepala sekolah itu. Dengan langkah kaki yang dipercepat, mami Salwa pun sampai di depan parkiran dan membuka mobil mewahnya. Diperjalanan, mami Salwa mengeluarkan cacian dan makian untuk Siska. Merasa sudah sangat pusing dengan masalah keuwangan, mami Salwa harus dihadapkan kembali dengan laporan kepala sekolah. 

  "Dasar anak tidak tahu berterima kasih! Sudah untung mendapatkan sekolah dengan kelas terbaik, malah berbuat ulah dan bertingkah!" Hardik mami Salwa dengan kekesalan yang tidak mampu ia bendung. 

  Mami Salwa mempercepat laju mobilnya dan tak lama kemudian, mobil mewah itu pun terparkir rapih di depan rumah mewanya. Mami Salwa keluar dari mobil dan memasuki rumah, Mami Salwa menaiki anak tangga untuk bertemu dengan Siska yang memang tidak masuk sekolah beberapa hari ini. 

  Cklek

  Pintu kamar Siska terbuka dengan kasar, Siska yang sedang asyik menyalakan musik dengan suara yang bising, tiba-tiba hening karena mami Salwa mematikannya. 

  Siska tersadar, dan menghentikan gerakan menarinya yang asal-asalan itu. Siska pun menghampiri mami Salwa yang menatapnya dengan wajah marah. 

  "Kenapa Mami matikan musik itu?" protes Siska yang sudah ada di hadapan sang mami

  Plak

  Suara tamparan keras mendarat di pipi kiri Siska, mami Salwa benar-benar tak mampu menahan amarahnya. 

  "Anak tidak tahu diri! Tidak pernah berterima kasih! Kenapa kamu harus mencoreng nama baik Mami di depan kepala sekolah ternama itu?!" hardik mami Salwa dengan kedua matanya yang menatap Siska tajam. 

  "Memangnya apa yang Mami tahu tentang Siska, bukankah selama ini Mami hanya fokus dan memikirkan bisnis Mami, saja?" protes Siska dengan nada kecewa. 

  Plak

 Mami Salwa kembali mendaratkan sebuah tamparan untuk Siska, kali ini mami Salwa benar-benar kecewa dan tak mampu membendung lagi amarahnya. 

 "Kurang ajar! Kenapa kamu tidak sopan berbicara kepada Mami, Siska! Apa kamu pikir selama ini semua fasilitas yang kamu pakai itu dapat dibeli dengan daun, ha?!" hardik mami Salwa yang terus menyalahkan Siska. 

  Siska yang sudah tumbuh menjadi anak yang kurang mendapatkan kasih sayang itu, menatap wajah mami Salwa dengan penuh kebencian. 

"Kenapa hanya tamparan yang Mami berikan kepada Siska? Kenapa Mami nggak bunuh Siska saja, dari pada Siska harus hidup di tengah-tengah keluarga yang tidak perduli dengan perasaan Siska!" protes Siska yang sudah lelah menghadapi semua sikap keluarganya. 

  "Kamu tahu Siska, Mami dan Papi sedang memiliki masalah. Tapi kenapa kamu harus berbuat seperti ini kepada Mami, kenapa kamu menjadi anak yang brutal dan tak tahu berterima kasih!" protes Mami Salwa menatap wajah polos putrinya yang penuh dengan air mata. 

  "Karena Mami dan papi hanya sibuk dengan urusan Mami dan papi, bahkan Mami dan papi sama sekali tidak pernah menanyakan bagaimana nasib Siska saat beradaptasi dengan sekolah baru, kenapa Mami justru menyalahkan Siska atas semua yang terjadi saat ini?!" teriak Siska dengan nada suara lantang. 

Mami Salwa pun  terdiam karena merasa bahwa sangat bingung dan cemas, apa yang disampaikan oleh Siska memang sebuah penilaian yang tak berani ia keluarkan kepada Ibunya selama ini. 

Bab terkait

  • Rapuh   Part 7, Pergi Dari Rumah

    Karena merasa sangat tertekan di dalam rumah, yang sama sekali tak mendukung pertumbuhannya dan pola pikirnya, membuat Siska memutuskan untuk pergi meninggalkan rumah tanpa diketahui oleh siapapun yang tengah sibuk dengan urusan mereka masing-masing itu. Siska pun memilih malam hari untuk bisa keluar dari rumah, menunggu sampai keadaan terasa hening dan sepi. Setelah merasa aman Siska pun mengendap-endap menuruni anak tangga dengan perlahan berharap tak akan ada orang yang mengetahuinya.Berbekalkan tas kecil yang ia bawa dan beberapa lembar uang, membuat Siska benar-benar nekat memutuskan untuk pergi dari rumah meninggalkan keluarga yang selama ini menjadi pelindung dan penaungnya di rumah. Namun, meskipun begitu Siska sama sekali tidak merasa bahwa mereka benar-benar melindungi dirinya, justru yang Siska rasakan hanyalah kesibukan dan waktu terbuang dengan sia-sia di luar rumah, ta

  • Rapuh   Part 8, Dunia Malam

    #Beberapa Minggu Kemudian#Kepergian Siska dari rumah membawanya kedunia baru yang lebih bebas dari sebelumnya, Runi yang memang sudah menjadi wanita malam tanpa sepengetahuan Siska itu pun memberikan makan dan tempat tinggal untuk Siksa dari hasilnya bekerja di salah satu bar yang tidak jauh dari kontrakan mereka. Sementara kebebasan Siska tidak sebanding dengan kebebasan Runi, Runi masih merahasiakan pekerjaannya sebagai wanita malam, Siska hanya bermain-main di malam hari bersama beberapa anak kontrakan yang bernasib sama seperti dirinya. Sementara saat itulah, Runi pergi meninggalkan Siska dan mulai bekerja sebagai wanita penghibur sampai pukul dua belas malam. Kegiatan Runi yang masih baru beberapa hari itu berjalan dengan lancar, Runi pun sudah mendapatkan uang muka dari atasannya karena sudah berhasil menggait beberapa laki-laki hidung belang dalam waktu semalam.

  • Rapuh   Part 9, Rahasia

    Setelah selesai mengerjakan tugasnya, Runi pun memutuskan untuk segera pulang karena waktu sudah menunjukkan pukul dua pagi dini hari, rasa kantuk dan lelahnya membuat Runi tak mampu menyeimbangi tubuhnya yang berjalan menyusuri jalan.Runi tak menyadari bahwa Dimas yang sejak tadi menunggunya di persimpangan jalan, saat melihat Runi melintas di hadapannya, Dimas pun berlari menghampiri dan menyapa Runi."Dimas, kok Lo masih di sini, si?" tanya Runi yang membuka kedua matanya lebih lebar. "Ya, Gue sengaja nungguin Lo di sini," sahut Dimas melempar senyum. "Untuk apa Lo nungguin Gue, eh ini tu udah malam kali, harusnya Lo itu bobok cantik di rumah!" sahut Runi yang melempar senyum kepada Dimas. "Hahaha, Lo lucu ya, Lo bilang jam segini waktunya bobok cantik di rumah, sementara Lo sendiri baru keluar tu dari tem

  • Rapuh   Part 10, Kurang Vesion

    Karena merasa bahwa mentari pagi cukup membuat Runi dan Siska merasa ingin keluar untuk berolahraga, mereka pun akhirnya memutuskan untuk mengganti baju tidur mereka dengan pakaian olahraga. "Sis, ayo kita berangkat. Mumpung masih pagi, nih," ajak Runi yang sudah merasa siap dan menunggu di depan pintu kontrakan. "Iya, tunggu sebentar! Gue lagi ngiket rambut, nih." jawab Siska yang masih berdiri di depan cermin. Runi tak menghiraukan ucapan Siska, ia memilih untuk berjalan lebih dulu karena sudah tidak sabar menikmati pagi yang baru pertama kali ia rasakan. "Coba aja, Gue nggak terjebak di pekerjaan malam seperti ini, mungkin hari-hari Gue masih bisa Gue nikmatin dengan lebih indah dari pada mentari pagi ini." Ungkap Runi dengan gerakan langkah kakinya yang ia ayunkan, tak lama kemudian Siksa pun menyusul Runi yang sudah berjalan lebih dulu

  • Rapuh   Part 11, Menghabiskan Waktu Untuk Jalan-jalan

    Kedua wanita cantik yang memiliki karismatik tinggi itu, dengan senang hati berjalan kaki menyusuri jalan raya yang dipadati kendaraan yang simpang siur. Siska dan Runi berusaha untuk menjadi manusia baru di tengah padatnya penduduk kota, niat mereka tidak hanya membeli sepatu untuk Siska yang sudah tidak bisa ia pakai.Mereka ingin menghabiskan waktu dengan bersantai menikmati hari mereka di luar kontrakan, karena pada malam hari Runi tidak akan ada waktu, maka Runi memanfaatkan waktu siang harinya untuk menemani Siska yang kesepian."Ni, kita mau beli sepatu di mana, si?" tanya Siska yang mulai lelah dengan langkah kakinya."Udah, Lo ikuti Gue aja. Nggak lama lagu sampai, kok." jawab Runi yang membawa Runi pergi ke tempat yang belum pernah ia tuju.Runi sengaja mengajak Siska jalan-jalan menyusuri kota, meskipun terlihat wajah Siska yang terlihat masam karena harus berjalan kaki sejauh ma

  • Rapuh   part 12, Membuntuti Runi

    Setelah menikmati harinya dengan jalan-jalan bersama, Siska dan Runi pun memilih untuk menghabiskan waktunya di rumah, di tengah panasnya sengatan matahari membuat mereka memilih untuk tidur di kamar. Karena hanya siang hari yang bisa membuat Runi tidur, ia pun tak menunggu waktu lama saat merebahkan tubuhnya di atas kasur, Runi terlelap dengan cepat sementara Siska yang tidak bisa tidur secepat itu hanya bisa ke sana ke sini untuk memfokuskan pusat pikirannya. Siska masih sangat penasaran dengan baju-baju yang dibeli oleh sahabatnya itu, begitu seksi dan terbuka, Siska terfokus dengan pekerjaan malam yang Runi lakukan. Karena tak ingin ketinggalan informasi, Siska pun memilih untu tidak tidur. 'Lebih baik Gue nggak usah tidur, karena beberaja jam lagi hari sudah gelap, malam ini Gue harus ikuti Runi.' kata Siska yang memutuskan untuk memilih beberes rumah dan mencucui pakaian yang baru saja ia beli itu. Peralatan seadanya membuat Siska harus terbiasa

  • Rapuh   Part 13, Makan Di Pinggir Jalan

    Dimas menatap ke arah Siska yang menatapnya marah, ia menyadari bahwa wanita yang ia lihat adalah wanita yang pernah bersama Runi beberapa hari yang lalu."Lo, Lo kan...?" Dimas merasa bahwa ia benar-benar mengenal Siska.Siska yang juga tak merasa asing dengan laki-laki yang ada di hadapannya itu menarik pakaian Dimas hingga jarak anatara bibir Dimas dan bibir Siska sangat dekat.Siska menyadari hal itu dan mendorong tubuh Dimas hingga tubuh Dimas terhempas jatuh."Aduh! Lo kasar banget, si?!" hardik Dimas merasa kesakitan di bagian pinggangnya."Sukurin! Lo sengaja kan cari kesempatan dalam kesempitan, ngaku Lo?" sahut Siska menuduh Dimas dengan prasangkanya.Dimas bangkit dan mendekat ke arah Siska dan menatapnya dengan tajam, Dimas merasa tersinggung dengan perkataan Siska yang menuduhnya."Eh, Lo jangan nuduh dong! Gue tu nggak sengaja nambrak Lo!" sahut Dimas tak terima."Alah, jangan bohong Lo! Laki-laki kayak Lo i

  • Rapuh   Part 14, Menolong Siska

    Dimas yang merasa begitu nyaman saat menghabiskan malamnya dengan Siska itu tak melewatinya begitu saja, Dimas berusaha untuk move on dari mantan kekasihnya yang meninggalkan dirinya. "Ternyata Lo asik juga, ya," kata Dimas memuji sikap Siksa. "Asik? Asik gimana maksud Lo?" tanya Siska tersenyum tipis karena merasa bahwa hidupnya lebih bermakna saat bertemu dengan Dimas. "Ya, Lo asik aja gitu di ajak ngobrol. Eh, lain kali kita makan bakso bareng lagi yuk?" tawar Dimas menatap wajah Siska tajam. "Boleh aja, si. Tapi Lo yang tlaktir ya, soalnya Gue nganggur belum ada kerjaan, Gue nggak mungkin minta sama Runi!" jelas Siska melotot ke arah Dimas. "Santai aja, ngasih makan Lo nggak banyak ini, Gue bisa aja nelaktir Lo setiap hari." jawab Dimas dengan nada sedikit sombong. Siska melirik ke arah Dimas, sembari mencubit manis pinggangnya karena mendengar jawaban Dimas yang membuat Siska geli. "Sombong Lo ya, emang Lo udah kerja?" tan

Bab terbaru

  • Rapuh   Part 31, Menemui Siska

    Beberapa Hari KemudianDimas berniat untuk menemui Siska yang sudah beberapa hari tidak ia temui, rasa rindu yang dirasakan oleh Dimas semakin besar karena semakin ia pendam perasaan itu semakin dalam.Dengan menyemprotkan beberapa parfum di pakaiannya, Dimas pun keluar untuk menemui Siska."Semoga saja Siska ada di rumah." harap Dimas yang sudah terlihat rapi.Sampainya di depan rumah kontrakan Siska, Dimas pun memberhentikan sepeda motornya dan segera berjalan mendekati pintu rumah.Tok... Tok... Tok....Ketukan pintu Dimas pun membangunkan Siska dan Runi yang baru saja menikmati istirahatnya, setelah semalaman begadang mencari uang."Kia, buka pintunya," pinta Runi yang masih memejamkan kedua matanya."Lo saja, Ni. Gue masih ngantuk, nih!" protes Siska tak kalah merasakan kantuk."Ih, Kia. Kok lo gitu si."Runi merasa kesal, namun ia tetap bangkit untu

  • Rapuh   Part 30, Curahan Hati Dimas

    Karena ketidakbisaan Dimas menjaga Siska, akhirnya Siska sudah tidak ada harapan lagi untuk mempertahankan Kesuciannya, Siska menerima orderan manapun yang bisa menghasilakan uang dan ia tidak perduli dengan ucapan Dimas yang melarangnya melakukan pekerjaan itu. Siska dengan brutal merusak dirinya sendiri dan lebih sering bersama dengan Kalvin, seiring berjalannya waktu Siska pun mulai melupakan perasaannya dengan Dimas. Laki-laki yang dianggap misterius namun memiliki jiwa yang baik dan tulus. "Siska, apa lo akan selamannya bekerja sebagai wanita penghibur seperti ini?" tanya Kalvin yang sedang asik menikmati minuman yang tersedia. "Gue nggak tahu, yang jelas gue harus mencukupi kehidupan gue melalui pekerjaan ini." jawab Siska yang tidak memiliki alasan lain. Kalvin pun melempar senyum saat mendengar jawaban ringan namun mencakup semua kebutuhan sehari-hari Siska, menjadi par penikmat mata laki-laki yang datang menggoda bukan

  • Rapuh   Part 29, Bertemu Teman Lama

    "Tapi sayangnya gue nggak mau lagi bertemu dengan lo!" jawab Siska yang memilih untuk segera masuk ke dalam rumah.Dimas pun berusaha untuk membuka pintu dan terjadi saling tarik ulur diantara Dimas dan Siska, Siska yang masih merasakan sakit akibat permainan Kalvin itu akhirnya menyerah dan memilih untuk mengalah.Dengan lunglai Siska terduduk di lantai dan membiarkan Dimas masuk dengan melihat keadaan Siska yang sudah dibanjiri dengan air mata."Kia, lo kenapa?" tanya Dimas membelai pundak Siska pelan."Jangan sentuh gue! Lo jahat, lo tega, lo bilang kalau lo mau lindungi gue agar gue tidak disentuh oleh laki-laki, tapi nyatanya lo biarkan gue tidur bersama laki-laki lain!" omel Siska yang benar-benar merasa kecewa."Gue minta maaf, Kia. Bukan keinginan gue untuk sakit seperti ini," ucap Dimas yang masih menutup wajahnya dengan masker."Itu hanya alasan lo aja kan, mulai sekarang lo pergi dari sini karena lo tidak ada tempat lagi di sini!"

  • Rapuh   Part 28 Noda Merah

    Karena merasa Siska cukup lama di dalam kamar mandi, membuat Kalvin yang sudah melepaskan kemejanya itu memilih untuk segera menyusul Siska dan memanggilnya. Tok... Tok... Tok.... Suara ketukan pintu pun terdengar dari dalam kamar mandi Siska, dengan cepat Siska pun membalikkan tubuhnya dan mengatur napasnya kembali. 'Ya ampun, laki-laki itu pasti sudah sangat tidak sabar menunggu gue!' batin Siska yang tak bisa lagi mengelak. Ketukan itu terdengar kembali, karena Siska tak kunjung keluar dari kamar mandi. "Siska, lo nggak papa kan?" tanya Kalvin memastikan keadaan Siska. Siska yang mendengar itu akhirnya pasrah dengan apa yang akan terjadi malam ini, karena Dimas memang tak ada kabar sampai saat ini. Ceklek Siska membukakan pintu dan menatap ke arah Kalvin yang sudah bertelankang dada, dengan cepat Siska menutup kedua mata menggunakan kedua tangannya. "Kok l

  • Rapuh   Part 27, Terjebak

    Setelah merasa aman dari sekelompok orang yang ingin menghajar Syam habis-habisan, Runi segera memberikan obat yang telah ia beli untuk Syam. Dengan pasrah Syam menerima perlakuan baik dari wanita yang baru saja ia kenal itu.Tatapan mata Runi yang begitu tulus mengobati Syam membuatnya merasa sangat bersyukur karena telah ditolong oleh Runi yang sebelumnya tidak dikenalnya."Thanks ya, lo udah nolongin gue," ucap Syam yang menatap wajah Runi tajam."Sama-sama, lagian lo kenapa sampai dikeroyok begitu si?" tanya Runi penasaran."Gue nggak sengaja nimpuk salah satu dari mereka dengan botol bekas, dan mereka marah besar." jelas Syam masih menahan sakit.Runi yang ingin berangkat bekerja itu akhirnya menyadari bahwa dirinya sudah terlalu lama bersama Syam, dan harus segera pergi karena Siska sudah lebih dulu berangkat."Lo nggak papa kan, kalau gitu gue mau pergi dulu!"Runi pun segera beranjak hendak mening

  • Rapuh   Part 26, Mencari Masalah

    Mendengar suara wanita yang mengira bahwa dirinya akan bunuh diri membuat Syam bangkit dan menghadap Runi, Runi yang tidak mneyadari bahwa laki-laki yang ada di hadapannya itu adalah kakak Siska membuatnya bersikap sangat asing dengan Syam. "Enak saja lo, siapa juga yang bunuh diri, memangnya gue gila!" celetuk Syam yang merasa kesal. "Ya gue kira lo duduk di sini sendiri karena mau bunuh diri, lagian untuk apa lo duduk-duduk nggak jelas begitu?" sahut Runi yang merasa kepo. "Ya urusan gue lah, kenapa lo yang repot si." jawab Syam memilih untuk segera pergi. Syam meninggalkan Runi yang masaih memandangi Syam dengan pandangan yang aneh. 'Dasar aneh, berjalan saja tidak bersemangat seperti itu, seperti sedang menanggung beban hidup yang cukup berat.' batin Runi. Karena tidak ingin mengambil pusing, akhirnya Runi pun kembali meneruskan perjalannya menuju rumah kontaran. Siska yang sedang asik menikmati kesendiriannya di dala

  • Rapuh   Part 25, Mencari Pekerjaan

    "Syukurlah, meskipun tidak terlalu besar setidaknya kontrakan ini bisa kita gunakan untuk istirahat," kata Sandy yang langsung merebahkan tubuhnya di atas ranjang."Tapi San, tempat ini terlalu kecil dan sempit!" protes Syam yang masih berdiri dengan memangku tangannya."Sudahlah Syam, tempat ini adalah tempat terakhir kita. Setelah sekian kali memilih kontrakan." jawab Sandy yang merasa lelah.Syam yang sudah beberapa kali menolak kontrakan yang mereka datangi itu membuat Sandy akhirnya memilih menyerah dan menerima kontrakan seadanya, karena permintaan Syam tidak mencukupi pembayaran yang harus mereka berikan setiap bulannya.Syam pun dengan raut wajah kesal ikut duduk di ujung bibir ranjang mencoba untuk menerima apa yang telah Sandy pilih."Pokoknya setelah kita mendapatkan pekerjaan, gue mau kita pindah kontrakan yang lebih besar dari ini!" kata Syam menatap Sandy tajam."Iya, besok pagi kita mulai me

  • Rapuh   Part 24, Pengembaraan Sandy Dan Syam

    Satu Bulan kemudian Sejak Siska memutuskan untuk pergi, dan setelah berpindah dari rumah bak istana menuju rumah sederhana membuat mami Salwa berpikir untuk bisa menemukan Siska yang selama ini tidak terlalu mereka pikirkan. Kesibukan melunasi hutang-hutang membuat mami Salwa dan papi Hardi sama sekali tidak memikirkan Siksa, karena bagi mereka Siska selama ini tidak pernah bisa membantu apa-apa dengan segudang masalah yang mereka menghadapi . Kini mereka tersadar bahwa mereka sudah kehilangan satu keluarga yang membuat mereka tergerak untuk mencari di mana Siska saat ini berada. "Pi, kapan si kita bisa bertemu dengan Siska. Sudah berbulan-bulan Siska pergi tanpa kabar?" tanya mami Salwa saat menikmati sarapan pagi bersama. "Papi juga tidak tahu, Mi. Kita mau mulai mencari di mana, selama ini kan kita sama sekali tidak memikirkan Siska karena sibuk melunasi hutang yang begitu banyak." jawab papi Hardi merasa putus

  • Rapuh   Part 23 Mencari Siska Yang Tak Kunjung Pulang

    Pukul 03:00 pagiSiska terbangun dari tidurnya dan memperhatikan ruangan yang terasa asing baginya, ia pun tersadar bahwa ia masih berada di kamar bersama laki-laki yang baru saja ia kenal itu.'Kok dia tidurnya di sofa, ya?' batin Siska melirik Dimas.Saat Dimas sedang tidur dengan pulas Siska pun menggunakan kesempatan itu untuk membuka topi dan penutup wajah Dimas, dengan berjalan sangat pelan Siska pun mencoba untuk membuka perlahan topi Dimas. Namun, saat tangan Siska hampir sampai di pucuk kepala Dimas hendak membuka topi.Tiba-tiba Dimas terbangun dan menyadari keberadaan Siska, Siska yang terkejut itu tiba-tiba tak mampu menyeimbangkan tubuhnya hingga terjatuh dalam pelukan Dimas.Tatapan antara Dimas dan Siska pun tak terelakkan, mereka saling menyelami samudera pandangan yang membuat mereka terdiam sejenak, sampai akhirnya mereka pun akhirnya saling menyadari."Eh, lo apa-apaan si?!" omel Dimas yang seketika

DMCA.com Protection Status