“Selena, kenapa kau mondar-mandir seperti itu? Duduklah. Kau membuatku pusing.” Samuel menegur sang istri yang sejak tadi mondar-mandir tidak jelas. Pria paruh baya itu kini tengah berada di kamar bersama dengan sang istri tercinta. Samuel tenang menikmati whisky, sedangkan sang istri malah nampak stress memikirkan masalah.“Astaga, Samuel. Apa kau sama sekali tidak memikirkan tentang masalah putra kita? Putra kita merebut Nicole dari Shawn. Shawn itu sepupunya. Kita berada di pihak salah, Samuel. Kenapa malah kau tenang seperti ini?” Selena menatap dingin sang suami. Sepulang dari acara yang kacau—dia pun kacau memikirkan masalah Shawn dan Oliver yang sama-sama mencintai Nicole. Itu membuat Selena tak bisa tenang.“Sayang, sejak awal aku sudah curiga kalau Oliver menaruh perasaan pada Nicole. Cara Oliver melihat Nicole berbeda. Tidak seperti Oliver menatap Shania.” Samuel meletakan whisky ke atas meja. “Sudahlah, kau jangan seperti kakakmu yang stress memikirkan ini. Jika Nicole menc
Erica membelai pipi Shania lembut, berusaha menenangkan putrinya itu. Tampak raut wajah Shania membendung kesedihan mendalam. Mata Shania sembab akibat tangis yang tak kunjung reda. Semalaman Shania menangisi hidupnya. Dia tak pernah mengira Nicole merebut Oliver darinya.“Sayang, ayo makan dulu. Kau belum makan, Nak.” Erica membujuk Shania untuk makan. Sejak tadi, Erica telah berusaha membujuk putrinya, tapi hasilnya nihil. Putrinya tidak bisa sama sekali dibujuk.“Mom, aku ingin Oliver kembali padaku. Oliver hanya milikku, Mom. Hanya milikku.” Shania memeluk Erica, meneteskan air matanya untuk kesekian kali.“Sayang, tenangkan dirimu. Oliver pasti akan kembali padamu.” Erica mengusap-usap punggung Shania, dan mengecup pipi putrinya itu.Shania menggelengkan kepalanya lemah. “Kenapa Nicole jahat padaku, Mom? Kenapa? Selama ini meski hubunganku tidak baik dengannya, tapi aku tidak pernah merebut apa yang menjadi miliknya.” “Shania, Mommy mohon, jangan terus menerus larut dalam masal
*Nona Nicole, ayah Anda kemarin memanggil saya untuk menanyakan tentang hubungan Anda dengan Tuan Oliver. Saya hanya menjawab jujur bahwa saya tidak tahu apa pun, tapi saya bilang pada ayah Anda bahwa Anda bukanlah wanita yang suka merebut milik orang lain. Nona di mana pun Anda berada; saya percaya Anda berada di pihak yang benar.* Nicole terdiam melihat pesan masuk dari Sadie. Sebenarnya, dia tak ingin menghidupkan ponselnya, tapi kebetulan dirinya ingin melihat email masuk. Dan sekarang Nicole pun kembali muram. Dia sama sekali tak mengira ayahnya sampai menginterogasi Sadie.Selama ini, Nicole memang sangat tertutup. Sekalipun Sadie sudah lama menjadi asistennya, tapi dia tak pernah menceritakan tentang Oliver pada asistennya itu. Nicole menutup rapat masa lalunya yang menyakitkan. Memang sedikit hal tentang kehidupan Nicole telah diketahui Sadie seperti perselingkuhan ayahnya, serta tentang dirinya yang pernah menjadi korban penculikan. Namun tentang Oliver sama sekali tak diket
Bibir Oliver menaut di bibir Nicole tanpa henti, membuat Nicole sedikit kesulitan untuk bernapas. Wanita itu hendak melepaskan pagutan itu, namun Oliver menekan tengkuk leher Nicole, memperdalam lumatan yang tercipta.Rasa dingin dari kolam renang telah tergantikan, dengan panas api gairah yang membara. Lidah Oliver mendesak masuk menyapu rongga mulut Nicole. Tangan kokoh Oliver kian memeluk erat Nicole. Mereka terlena akan ciuman itu. Hingga kemudian, terdengar suara …“Tuan Oliver.” Pelayan masuk ke dalam ruang kolam renang, dan seketika sang pelayan sedikit salah tingkah melihat adegan intim antara Oliver dan Nicole. Detik itu juga, sang pelayan segera menundukkan kepalanya, tak berani menatap Oliver dan Nicole—yang sangat mesra.Oliver dan Nicole melepaskan tautan bibir mereka di kala mendengar suara sang pelayan. Tampak pipi Nicole tersipu malu karena terpergok oleh sang pelayan. Buru-buru, Nicole hendak menjauh, namun Oliver malah kian merapatkan tubuh Nicole, tak membiarkan
Oliver menatap Nicole yang kini tengah tertidur lelap dalam pelukannya. Malam semakin larut, tapi Oliver tak kunjung mengantuk. Benaknya tak henti memikirkan tentang perdebatannya dengan Nicole tadi.Semua memang menjadi rumit karena Nicole sempat menjalin hubungan dengan Shawn. Jika saja Nicole tak pernah menjalin hubungan dengan Shawn, maka tak akan jadi seperti ini. Namun, Oliver tak akan menyalahkan Nicole. Akar permasalahan terjadi karenanya, bukan karena Nicole.Perlahan, Oliver mulai bangkit berdiri menjauh dari Nicole. Pria itu mengambil guling untuk menggantikannya, agar Nicole tak curiga dirinya tak ada. Pun Oliver menutupi tubuh Nicole dengan selimut tebal. Oliver menatap lekat dan hangat Nicole—memperhatikan wanita itu yang tengah tertidur pulas.Saat Oliver yakin bahwa Nicole tak mungkin terbangun—pria itu segera mengambil ponsel yang ada di atas nakas—dan menghubungi nomor sang asisten. Otak Oliver mendorongnya untuk melakukan sesuatu hal.“Selamat malam, Tuan Oliver,” s
“Tuan, dua keponakan Anda baik-baik saja. Luka tembak tak mengenai saraf di lengan mereka.” Sang dokter berucap penuh sopan pada Dominic, memberi tahu tentang keadaan Oliver dan Shawn.Dominic mengangguk singkat. “I know. Aku yang menembak mereka.”Wajah sang dokter sedikit memucat mendengar apa yang dikatakan oleh Dominic. Buru-buru sang dokter pamit undur diri, tanpa lagi mengatakan apa pun. Tentu Dominic sudah menduga keadaan dua keponakannnya. Semarah apa pun dia, tak mungkin Dominic membiarkan dua keponakannya mati.Oliver menatap dingin Dominic. “Paman, kenapa kau ada di sini?!” serunya menahan rasa kesal. Tak Oliver sangka, dirinya akan bertemu dengan Pamannya. Padahal, Pamannya itu tinggal di New York, bukan di London. Shawn di samping Oliver, tak mengatakan sepatah kata pun. Pria itu memilih diam, dan menatap Pamannya yang ada di sampingnya. Pertanyaannya sudah terwakilkan oleh Oliver.Dominic mengambil wine-nya yang ada di atas meja, menyesap wine itu perlahan, lalu duduk
Mayir memejamkan mata singkat. Pria paruh baya itu tampak sangat kesal, karena ponsel Nicole tak kunjung aktif. Mayir ingin segera menyelesaikan segala kekacauan yang terjadi. Kekacauan yang rumit. Bagaimanapun, Mayir berusaha untuk bersikap adil pada kedua putrinya.Suara ketukan pintu terdengar. Refleks, Mayir mengalihkan pandangannya ke arah pintu—dan menginteruksi orang yang mengetuk pintu itu untuk masuk ke dalam.“Tuan.” Curt melangkah mendekat pada Mayir.Mayir menatap dingin sang asisten. “Ada apa kau ke sini?”“Tuan, saya baru saja mendapatkan kabar dari Vincent, asisten Tuan Oliver. Dia mengatakan bahwa Tuan Oliver mengajak Anda, Nyonya Erica, dan juga Nona Shania datang ke rumah kediaman keluarga Maxton lusa ini. Tuan Oliver akan menyampaikan sesuatu,” ujar Curt melaporkan. Mayir terdiam sebentar. “Oliver memerintahkan Vincent untuk mengatakan itu padamu?” ulangnya memastikan.Curt menganggukan kepalanya. “Benar, Tuan. Vincent mengatakan itu pada saya.”Mayir mengembuskan
Ruang megah di kediaman keluarga Maxton, menjadi sunyi hanya terdengar suara isak tangis Nicole dalam pelukan Oliver. Tak hanya Nicole yang menangis, tapi Shania pun kini menangis dalam pelukan Erica. Mayir berada di tengah-tengah dua putrinya. Mayir bagaikan berada di ambang kebingungan, karena tak bisa memihak siapa pun.Mayir iba akan Shania yang patah hati kehilangan Oliver, tapi dia juga tak pernah mengira masa lalu pahit antara Oliver dan Nicole. Pria paruh baya itu tak mungkin bisa diam di kala kedua putrinya sama-sama terluka. Jika menghentikan Nicole untuk tak menjalin hubungan dengan Oliver pun tak akan bisa. Keadaan sudah seperti ini.“Nicole, tenangkan dirimu. Jangan menangis lagi. Aku tidak suka melihatmu seperti ini.” Oliver mengusap-usap punggung Nicole, dan memberikan kecupan di puncak kepala wanita itu. Tangis Nicole mulai sedikit mereda, tapi dia tetap berada di dalam pelukan Oliver. Wanita itu merasakan ketenangan hati dan jiwa di kala mendapatkan pelukan dari Ol
Beberapa bulan berlalu … Wengen, Switzerland. Tiga pengasuh dibuat pusing luar biasa oleh Olivia yang begitu aktif. Balita kecil itu terus berlari-lari sambil bermain bola kecil yang sejak tadi dia lempar-lempar. Tiga pengawal sudah siap siaga melihat setiap gerak Olivia yang sangat cepat. Entah dulu Nicole mengidam apa sampai membuat Olivia selincah ini. Baik pengasuh dan pengawal tidak bisa santai dalam menjaga balita kecil itu. Sedikit saja terabaikan, pasti Olivia sudah berulah.Tindakan Olivia memang kerap membuat Nicole sakit kepala. Apalagi waktu ketika Nicole masih hamil besar. Dia dibuat pusing luar biasa dengan tindakan putri kecilnya yang sangat aktif. Olivia sering susah diberi tahu Nicole. Balita kecil itu paling tunduk pada ayahnya. Hal tersebut yang membuat Nicole terkadang jengkel.“Olivia, pelan-pelan, Nak. Jangan berlari seperti itu,” ucap Nicole berseru dengan nada sedikit keras, tapi sayangnya tak menghentikan balita kecil yang sangat aktif itu. Nicole sampai men
Oliver berlari menelusuri koridor rumah sakit. Raut wajah pria itu tampak sangat panik dan penuh khawatir. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, dia tak henti mengumpati kebodohannya. Harusnya hari ini dia tak pergi ke mana-mana. Jika sampai ada hal buruk yang menimpa istri dan anaknya, maka dia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Saat Oliver sudah dekat dengan ruang persalinan, langkah kakinya terhenti melihat Joice mondar-mandir di depan ruangan persalinan. Raut wajah Oliver berubah, menatap lekat dan tegas sepupunya itu.“Joice?” tegur Oliver.Joice yang sejak tadi mondar-mandir tak jelas, terkejut melihat Oliver ada di hadapannya. “Oliver? Astaga, akhirnya kau muncul,” serunya bahagia melihat Oliver sudah datang. Sejak tadi dia sudah panik karena Oliver tak kunjung datang.“Di mana Nicole?” tanya Oliver cepat.Joice menyentuh lengan Oliver sambil berkata cemas, “Nicole ada di dalam. Segera kau masuk. Dari tadi dia terus menjerit kesakitan.” Oliver mengangguk, dan
*Nicole, aku pergi sebentar ingin bertemu ayahku. Ada kasus rumit yang sedang aku tangani dan aku membutuhkan pendapat ayahku. Aku tidak akan lama. Aku akan segera pulang. Kau jangan ke mana-mana. Your husband—Oliver.* Nicole mengembuskan napas panjang membaca note dari suaminya itu. Raut wajahnya nampak kesal. Pagi ini, Nicole bangun terlambat sedangkan Oliver bangun lebih awal. Dia yakin Oliver tak membangunkannya, karena tidak mau mengganggunya. Sungguh, itu sangat menyebalkan. Nicole mengikat rambut asal, dan meminum susu hangat yang baru saja diantarkan. Hari ini, Nicole terbebas dari menjaga Olivia, karena putri kecilnya itu sedang diculik keluarganya. Well, Olivia memang kerap menjadi rebutan. Wajar saja, karena Olivia adalah cucu pertama di keluarga Nicole dan juga cucu pertama di keluarga Oliver. Hal tersebut yang menjadikan Olivia kerap sekali diculik sana sini.“Lebih baik aku mandi,” gumam Nicole yang memutuskan ingin mandi. Meskipun kesal masih ada, tapi dia tidak mau k
“Nicole, pakailah gaun ini.” Oliver menunjuk sebuah kotak yang berisikan sebuah gaun indah yang ada di hadapannya. Pria itu sengaja menyiapkan gaun cantik untuk sang istri tercinta.Nicole mengalihkan pandangannya, menatap gaun yang ditunjuk Oliver. “Sayang, kau ingin mengajakku ke mana sampai aku harus memakai gaun seindah itu?” tanyanya lembut. Jika hanya pergi ke tempat-tempat terdekat saja, mana mungkin Oliver memintanya memakai gaun secantik yang ada di hadapannya itu.Oliver mendekat dan memberikan kecupan di kening sang istri. “Aku akan mengajakmu dan Olivia makan malam di luar. Gantilah segera pakaianmu.” “Kau akan mengajakku dan Olivia makan malam di luar?” ulang Nicole begitu antusias bahagia.“Ya, kita akan makan malam di luar. Bersiaplah.” Oliver membelai lembut pipi Nicole.Nicole tersenyum bahagia. Detik selanjutnya, Nicole menggenggam tangan Olivia—mengajak putrinya untuk mengganti pakaian. Gaun yang dibelikan Oliver sangatlah cantik. Bahkan gaun Nicole itu kembaran d
Oliver meminta Nicole untuk tak lagi mengingat tentang masalah Joice dan Marcel. Pria itu tak ingin istrinya sampai terlalu kepikiran dan berdampak pada tumbuh kembang anak mereka. Usia kandungan Nicole sudah besar. Sebentar lagi anak kedua mereka akan lahir ke dunia. Yang Oliver inginkan adalah Nicole hanya fokus pada anak-anak mereka saja. Pun berita tentang Marcel sudah Oliver bungkam. Media dilarang lagi untuk memberitakan tentang salah satu anggota keluarganya.Pagi menyapa Nicole sudah bersiap-siap. Hari ini dia dan Oliver akan periksa kandungan. Wanita itu tampil sangat cantik dengan balutan dress khusus ibu hamil berwarna navy. Rambut panjang Nicole tergerai sempurna. Riasan tipis membuatnya semakin cantik. Meski hanya memakai lip balm tapi bibir penuh Nicole tampak sangat seksi.Nicole dianugerahi paras yang luar biasa cantik. Dia tak perlu memakai riasan tebal, karena wanita itu sudah sangat cantik. Hamil membuatnya bahkan bertambah cantik meskipun bentuk tubuhnya sudah mela
Nicole merasakan kebebasan di kala Selena dan Samuel menculik Olivia. Well, Olivia menjadi cucu pertama di keluarga Maxton—membuat Olivia benar-benar seperti anak emas. Selena dan Samuel kerap sekali membawa Olivia ke rumah mereka untuk menginap. Mengingat tiga adik kandung Oliver yang lain berada di luar negeri—membuat kehadiran Olivia menjadi warna yang baru di keluarga Maxton.“Ah, perutku kenyang sekali.” Nicole mengusap-usap perut buncitnya di kala baru saja selesai menikmati tiramisu cake yang diantarkan oleh sang pelayan.Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Tak banyak aktivitas Nicole selain bersantai. Pekerjaannya sudah ditangani oleh asistennya. Sejak di mana dia hamil lagi, Oliver meminta Nicole menyerahkan pekerjaannya pada sang asisten.Jarak kehamilan pertama dan kehamilan kedua tidak jauh. Bisa dikatakan kehamilan kedua ini memang tak Nicole sangka. Nicole pikir dia tidak akan langsung hamil, karena baru saja melahirkan. Jadi setiap berhubungan badan dengan sang suami—
Satu tahun berlalu … “Olivia, jangan naik-naik ke atas meja, Nak.”Nicole mendesah panjang dengan raut wajah yang begitu kelelahan. Olivia—putri pertamanya yang baru bisa berjalan itu amat sangat aktif. Baru saja Oliva berusia satu tahun—dan harapan Nicole adalah Olivia menjadi anak yang tenang dan lembut seperti anak-anak perempuan lain.Sayangnya harapan Nicole tinggal harapan. Semakin hari Olivia semakin aktif. Dua pengasuh saja harus menjaga Olivia dengan baik. Pasalnya, jika tak diawasi, Olivia selalu saja berusaha memanjat posisi tempat yang tinggi. Hal itu yang membuat Nicole khawatir luar biasa. Ucapan Nicole tak didengar oleh Olivia. Balita kecil itu terus memanjat meja. Dengan penuh waspada, dua pengasuh sudah siaga merentangkan tangan—berjaga jika sampai Olivia terjatuh, maka dua pengasuh itu berhasil menangkap tubuh Olivia.Nicole memijat keningnya di kala rasa pusing menyerangnya. Menjaga Olivia harus extra hati-hati. Beberapa minggu lalu saja, Olivia hampir tercebur ke
Oliver mondar-mandir panik di dalam ruang bersalin. Suara jeritan menggema membuat Oliver tidak bisa tenang. Dua jam lalu, dokter mengatakan masih belum waktunya, karena kepala bayi belum terlihat. Teriakan sakit Nicole disebabkan oleh kontraksi. Masih butuh beberapa waktu sampai waktunya siap untuk Nicole melahirkan.Oliver nyaris gila akibat kepanikan dan ketakutannya. Berkali-kali dia meminta dokter untuk memberikan obat agar istrinya tidak kesakitan, tapi sang dokter mengatakan bahwa kontraksi adalah hal normal dirasakan ibu hamil.Otak Oliver seakan blank tidak mampu berpikir jernih. Pria itu tidak tahu harus melakukan apa selain mondar-mandir tidak jelas. Setiap kali sang istri menjerit kesakitan, membuat seluruh tubuh Oliver seakan mati rasa.Dulu, di kala ibunya melahirkan adiknya, dia tidak ikut di dalam ruang bersalin. Hal itu menyebabkan Oliver tak tahu perjuangan seorang wanita hamil. Yang Oliver lihat sekarang—sang istri seperti berada di ambang kematian.“Ahg!” jerit Nic
“Iya, Mom. Aku sudah meminta pelayan menyiapkan makan malam untuk kita. Kau tidak usah membawa makanan apa pun. Makanan yang sudah disiapkan sangat banyak.”“Hm, tadinya Mommy ingin membuat cake.” “Tidak usah, Mom. Dessert juga sudah disiapkan. Kau tidak usah repot-repot. Kau dan Dad cukup datang saja. Semua menu makanan sudah disiapkan.”“Baiklah, Sayang. Sampai nanti malam.” “Iya, Mom. Sampai nanti malam.”Panggilan tertutup. Nicole meletakan ponselnya ke tempat semula. Tampak senyuman di wajah wanita itu terlukis begitu hangat. Hari ini adalah hari di mana Nicole akan makan malam bersama dengan keluarganya. Pun tentu ibu tiri dan saudara tirinya juga akan datang.Nicole sekarang sudah tidak lagi memanggil Esther dengan sebutan ‘Bibi’. Sekarang, dia sudah memanggil Esther dengan sebutan ‘Mommy’. Jika dulu, Nicole tidak pernah dekat dengan ibu tirinya, kali ini dia sangat dekat dengan ibu tirinya yang baru.Sosok Esther bukanlah sosok ibu tiri yang kejam. Malah yang ada Esther sela