Bern, Swiss. Nicole tersenyum hangat di kala tiba di kota yang sudah sembilan tahun dia tempati. Sebuah kota indah di Swiss yang dulunya Nicole pikir akan selamanya tinggal di sini. Memang, terkadang rencana tak pernah sesuai dengan takdir yang tertulis. Ya, kini Nicole bersama dengan Oliver sudah tiba di Bern. Mereka telah meninggalkan Bali. Well, tentu Nicole dan Oliver menggunakan pesawat pribadi. Permintaan Nicole naik pesawat komersial tak dituruti oleh OliverBukan Oliver tak menyayangi Nicole, malah sebaliknya—Oliver terlalu mencintai Nicole. Menggunakan pesawat kormesial dan juga kelas ekonomi akan membuat sang istri pastinya merasakan kelelahan. Terlebih jika pesawat itu penuh. Oliver tak membayangkan dirinya berada di tengah-tengah banyak orang.Angin berembus kencang menyentuh kulit Nicole. Udara segar di kota Bern membuat Nicole memejamkan mata. Tak menampik bahwa dia sangat merindukan kota ini. Wajar saja, sembilan tahun bukanlah waktu yang sebentar. Pun Nicole memutuska
Manik mata silver Nicole menatap hangat dan lembut sungai Aare yang ada di kota Bern. Sebuah sungai terpanjang di Swiss dan sungai menjadi ikon dari kota Bern. Nicole tak berenang di sana. Wanita itu hanya duduk bersama dengan Oliver menikmati pemandangan aliran sungai Aare yang begitu tenang dan menyejukan. Air sungai yang sangat jernih hingga membuat semua orang yang melihat selalu mendapatkan ketenangan hati.“Pemandangan alam di Swiss memang sangat indah,” ucap Oliver seraya membelai lengan Nicole dan memberikan kecupan di puncak kepala sang istri.“Itu juga alasan aku tinggal di Swiss,” jawab Nicole pelan dan lembut.Oliver tersenyum samar. “Aku ingin bertanya sesuatu padamu.”Nicole mendongakkan kepalanya dari dalam pelukan Oliver. “Kau ingin bertanya apa, Sayang?” tanyanya pelan dan lembut.“Di sini pasti banyak yang mendekatimu.” Oliver membelai pipi Nicole lembut. “Kenapa kau tidak mau membuka hatimu untuk pria lain?”Ya, Nicole memiliki paras yang sangat cantik. Oliver yakin
Sudah satu minggu Nicole dan Oliver berada di Bern. Mereka menikmati bulan madu mereka yang indah. Berbagai tempat romantis di Bern telah mereka datangi. Pemandangan menakjubkan di Bern membuat Nicole rasanya tak ingin pergi meninggalkan Bern.Namun, Nicole tak bisa egois, karena Oliver tentu tak mungkin meninggalkan London. Beruntung, Nicole bekerja di bidang jasa yang mana menawarkan paket-paket wedding organizer, jadi bisa dikerjakan dari jarak jauh. Lagi pula, Nicole sudah memiliki team yang handal dalam bidang wedding organizer. Hal itu membuat Nicole bisa menyerahkan pekerjaannya pada team-nya.“Nicole, apa ada lagi barang-barang yang ingin kau bawa?” tanya Oliver seraya menatap Nicole yang duduk di kamar sambil meminum susu hangat.“Tidak, Sayang. Aku hanya membawa itu saja. Lagi pula barang-barangku di London sudah sangat banyak. Kau dan Mommy Selena sering sekali memberikanku barang-barang,” jawab Nicole pelan.Ya, besok Nicole dan Oliver akan kembali ke London. Tentu sebelum
Nicole mendesah pelan dan mondar mandir gelisah di dalam kamar. Sudah dua jam Oliver pergi, tapi suaminya itu tak kunjung kembali. Hati Nicole dilingkupi kecemasan. Dia takut terjadi sesuatu pada Oliver dan Joice. Hal yang membuat Nicole khawatir adalah tadi Oliver tampak cemas dan panik di kala mendapatkan laporan dari Vincent tentang Joice. Entah apa yang terjadi pada Joice sampai Oliver sepanik itu.“Kenapa Oliver lama sekali?” gumam Nicole pelan dan semakin gelisah.Nicole melihat halaman parkir dari balik jendela kamar, tapi tetap mobil Oliver belum juga muncul. Berkali-kali Nicole berusaha untuk menenangkan hatinya, tapi tetap tak mudah, karena Nicole selalu saja cemas. Ini sudah tengah malam. Tidak baik begadang. Apalagi dirinya tengah hamil muda. Namun Nicole tetap tak bisa tidur. Dia sudah memaksa untuk menutup mata, hasilnya adalah nihil.Nicole hendak berbalik menuju ke ranjang, tapi mata Nicole melihat dari balik jendela—mobil Oliver masuk ke dalam halaman parkir mansion.
Nicole membelai punggung Joice, menatap Joice yang masih menangis. Sejak tadi wanita itu tak banyak mengeluarkan kata. Yang Nicole lakukan adalah menemeni Joice. Dia tak tega meninggalkan Joice yang sangat rapuh.“Joice, boleh aku bertanya padamu?” tanya Nicole bertanya pelan.Joice mengalihkan pandangannya, menatap Nicole sambil terisak, “Kau ingin tanya apa, Nicole?”Nicole membelai pipi Joice dengan penuh kelembutan. “Boleh aku tahu, kenapa kau sangat mencintai Marcel? Maksudku, kau ini sangat cantik. Kau model yang terkenal. Banyak pria yang masih menaruh perasaan padamu, Joice.”Joice menggelengkan kepalanya pelan. “Aku tidak butuh pria lain. Yang aku butuhkan hanya Marcel. Hatiku memilih Marcel. Hagiku hanya Marcel yang sempurna. Kau tahu, Nicole? Sekalipun Marcel sering mengeluarkan kata-kata kasar, tapi aku tidak pernah sakit hati. Aku akan tetap mencintai Marcel. Lebih dari apa pun yang ada di dunia ini.”Nicole terdiam mendengar apa yang Joice katakan. Dia bisa melihat dari
Joice menyesap teh hangat madu yang diberikan oleh Shawn. Sepulang dari klub malam, Shawn membawa Joice ke penthouse pribadi milik pria itu. Ya, Joice sudah sedikit mabuk. Hal itu yang membuat Shawn membawa Joice ke penthouse miliknya. Shawn khawatir terjadi sesuatu hal buruk pada Joice.Setelah bertengkar dengan Marcel dan Penelope, Joice terus menangis tanpa henti. Itu juga yang membuat Shawn berat meninggalkan Joice. Meski terkadang, Shawn dipusingkan dengan tingkah konyol Joice, tetap saja Shawn akan khawatir jika terjadi sesuatu hal buruk pada Joice.“Berhentilah menangisi pria yang telah memilih wanita lain daripadamu. Kau berharga di mata pria yang tepat,” ucap Shawn dingin dan tegas.Joice menurunkan cangkir tehnya, dan meletakan ke atas meja. “Aku yakin Marcel mencintaiku, Shawn. Dia hanya dibutakan oleh cinta palsu Penelope. Penelope itu wanita jahat dan licik. Penelope tidak pantas untuk Marcel.”Shawn mengembuskan napas panjang. Sejak dulu, Shawn tahu memang Joice begitu m
Oliver menatap laporan yang ada di tangannya dari Vincent. Laporan yang berisikan tentang bukti-bukti kesalahan yang telah dilakukan Penelope, sampai membuat beberapa brand memutuskan kontrak sepihak.“Vincent, kau yakin dengan semua laporan yang kau berikan padaku?” tanya Oliver dingin dengan sorot mata tegas, meminta sang asisten untuk menjelaskan padanya.Vincent mengangguk. “Saya sangat yakin, Tuan. Kesalahan ada pada Nona Penelope. Beliau sering datang terlambat, beliau juga sering melanggar aturan-aturan dari para brand yang mengontraknya. Itu kenapa pihak brand-brand ternama banyak yang memutus kontrak. Tapi saya dengar baru saja kemarin, pihak brand meminta maaf pada Nona Penelope. Pastinya semua berkat bantuan Tuan Marcel. Pihak brand-brand itu pasti takut pada Tuan Marcel. Jadi mau tidak mau mereka meminta maaf pada Nona Penelope agar mereka tidak tesandung masalah.”Oliver mengembuskan napas kasar dan melempar laporan itu ke atas meja. “Kenapa Marcel bodoh sekali. Harusnya
Oliver turun dari mobil, hendak melangkah masuk ke perusahaan cabang keluarga ibunya yang ada di kota London, tetapi langkah Oliver terhenti di kala melihat mobil milik Marcel meninggalkan halaman parkir. Pria tampan itu menatap dingin mobil Marcel yang melaju dengan kecepatan tinggi melewatinya begitu saja. Sejak perkelahian tempo hari, memang hubungan Oliver dan Marcel tidak baik.Oliver masih marah dengan Marcel. Pun Marcel bersikeras seolah tak melakukan kesalahan sama sekali. Hal itu yang membuat hubungan Oliver dan Marcel semakin renggang. Lihat saja sekarang mereka bertemu di halaman parkir, tanpa sama sekali menyapa. Oliver yakin seratus persen—Marcel melihat dirinya.Oliver mengembuskan napas kasar, lalu melangkah masuk ke dalam lobby. Ya, pagi ini Oliver sengaja mendatangi perusahaan keluarga ibunya, karena memiliki urusan bertemu dengan Shawn. Selama ini, Oliver memang nyaris tak pernah terlibat di perusahaan keluarga ibunya. Oliver fokus pada perusahaan firma hukum ayahnya
Beberapa bulan berlalu … Wengen, Switzerland. Tiga pengasuh dibuat pusing luar biasa oleh Olivia yang begitu aktif. Balita kecil itu terus berlari-lari sambil bermain bola kecil yang sejak tadi dia lempar-lempar. Tiga pengawal sudah siap siaga melihat setiap gerak Olivia yang sangat cepat. Entah dulu Nicole mengidam apa sampai membuat Olivia selincah ini. Baik pengasuh dan pengawal tidak bisa santai dalam menjaga balita kecil itu. Sedikit saja terabaikan, pasti Olivia sudah berulah.Tindakan Olivia memang kerap membuat Nicole sakit kepala. Apalagi waktu ketika Nicole masih hamil besar. Dia dibuat pusing luar biasa dengan tindakan putri kecilnya yang sangat aktif. Olivia sering susah diberi tahu Nicole. Balita kecil itu paling tunduk pada ayahnya. Hal tersebut yang membuat Nicole terkadang jengkel.“Olivia, pelan-pelan, Nak. Jangan berlari seperti itu,” ucap Nicole berseru dengan nada sedikit keras, tapi sayangnya tak menghentikan balita kecil yang sangat aktif itu. Nicole sampai men
Oliver berlari menelusuri koridor rumah sakit. Raut wajah pria itu tampak sangat panik dan penuh khawatir. Sepanjang perjalanan menuju rumah sakit, dia tak henti mengumpati kebodohannya. Harusnya hari ini dia tak pergi ke mana-mana. Jika sampai ada hal buruk yang menimpa istri dan anaknya, maka dia tidak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Saat Oliver sudah dekat dengan ruang persalinan, langkah kakinya terhenti melihat Joice mondar-mandir di depan ruangan persalinan. Raut wajah Oliver berubah, menatap lekat dan tegas sepupunya itu.“Joice?” tegur Oliver.Joice yang sejak tadi mondar-mandir tak jelas, terkejut melihat Oliver ada di hadapannya. “Oliver? Astaga, akhirnya kau muncul,” serunya bahagia melihat Oliver sudah datang. Sejak tadi dia sudah panik karena Oliver tak kunjung datang.“Di mana Nicole?” tanya Oliver cepat.Joice menyentuh lengan Oliver sambil berkata cemas, “Nicole ada di dalam. Segera kau masuk. Dari tadi dia terus menjerit kesakitan.” Oliver mengangguk, dan
*Nicole, aku pergi sebentar ingin bertemu ayahku. Ada kasus rumit yang sedang aku tangani dan aku membutuhkan pendapat ayahku. Aku tidak akan lama. Aku akan segera pulang. Kau jangan ke mana-mana. Your husband—Oliver.* Nicole mengembuskan napas panjang membaca note dari suaminya itu. Raut wajahnya nampak kesal. Pagi ini, Nicole bangun terlambat sedangkan Oliver bangun lebih awal. Dia yakin Oliver tak membangunkannya, karena tidak mau mengganggunya. Sungguh, itu sangat menyebalkan. Nicole mengikat rambut asal, dan meminum susu hangat yang baru saja diantarkan. Hari ini, Nicole terbebas dari menjaga Olivia, karena putri kecilnya itu sedang diculik keluarganya. Well, Olivia memang kerap menjadi rebutan. Wajar saja, karena Olivia adalah cucu pertama di keluarga Nicole dan juga cucu pertama di keluarga Oliver. Hal tersebut yang menjadikan Olivia kerap sekali diculik sana sini.“Lebih baik aku mandi,” gumam Nicole yang memutuskan ingin mandi. Meskipun kesal masih ada, tapi dia tidak mau k
“Nicole, pakailah gaun ini.” Oliver menunjuk sebuah kotak yang berisikan sebuah gaun indah yang ada di hadapannya. Pria itu sengaja menyiapkan gaun cantik untuk sang istri tercinta.Nicole mengalihkan pandangannya, menatap gaun yang ditunjuk Oliver. “Sayang, kau ingin mengajakku ke mana sampai aku harus memakai gaun seindah itu?” tanyanya lembut. Jika hanya pergi ke tempat-tempat terdekat saja, mana mungkin Oliver memintanya memakai gaun secantik yang ada di hadapannya itu.Oliver mendekat dan memberikan kecupan di kening sang istri. “Aku akan mengajakmu dan Olivia makan malam di luar. Gantilah segera pakaianmu.” “Kau akan mengajakku dan Olivia makan malam di luar?” ulang Nicole begitu antusias bahagia.“Ya, kita akan makan malam di luar. Bersiaplah.” Oliver membelai lembut pipi Nicole.Nicole tersenyum bahagia. Detik selanjutnya, Nicole menggenggam tangan Olivia—mengajak putrinya untuk mengganti pakaian. Gaun yang dibelikan Oliver sangatlah cantik. Bahkan gaun Nicole itu kembaran d
Oliver meminta Nicole untuk tak lagi mengingat tentang masalah Joice dan Marcel. Pria itu tak ingin istrinya sampai terlalu kepikiran dan berdampak pada tumbuh kembang anak mereka. Usia kandungan Nicole sudah besar. Sebentar lagi anak kedua mereka akan lahir ke dunia. Yang Oliver inginkan adalah Nicole hanya fokus pada anak-anak mereka saja. Pun berita tentang Marcel sudah Oliver bungkam. Media dilarang lagi untuk memberitakan tentang salah satu anggota keluarganya.Pagi menyapa Nicole sudah bersiap-siap. Hari ini dia dan Oliver akan periksa kandungan. Wanita itu tampil sangat cantik dengan balutan dress khusus ibu hamil berwarna navy. Rambut panjang Nicole tergerai sempurna. Riasan tipis membuatnya semakin cantik. Meski hanya memakai lip balm tapi bibir penuh Nicole tampak sangat seksi.Nicole dianugerahi paras yang luar biasa cantik. Dia tak perlu memakai riasan tebal, karena wanita itu sudah sangat cantik. Hamil membuatnya bahkan bertambah cantik meskipun bentuk tubuhnya sudah mela
Nicole merasakan kebebasan di kala Selena dan Samuel menculik Olivia. Well, Olivia menjadi cucu pertama di keluarga Maxton—membuat Olivia benar-benar seperti anak emas. Selena dan Samuel kerap sekali membawa Olivia ke rumah mereka untuk menginap. Mengingat tiga adik kandung Oliver yang lain berada di luar negeri—membuat kehadiran Olivia menjadi warna yang baru di keluarga Maxton.“Ah, perutku kenyang sekali.” Nicole mengusap-usap perut buncitnya di kala baru saja selesai menikmati tiramisu cake yang diantarkan oleh sang pelayan.Waktu menunjukkan pukul sepuluh pagi. Tak banyak aktivitas Nicole selain bersantai. Pekerjaannya sudah ditangani oleh asistennya. Sejak di mana dia hamil lagi, Oliver meminta Nicole menyerahkan pekerjaannya pada sang asisten.Jarak kehamilan pertama dan kehamilan kedua tidak jauh. Bisa dikatakan kehamilan kedua ini memang tak Nicole sangka. Nicole pikir dia tidak akan langsung hamil, karena baru saja melahirkan. Jadi setiap berhubungan badan dengan sang suami—
Satu tahun berlalu … “Olivia, jangan naik-naik ke atas meja, Nak.”Nicole mendesah panjang dengan raut wajah yang begitu kelelahan. Olivia—putri pertamanya yang baru bisa berjalan itu amat sangat aktif. Baru saja Oliva berusia satu tahun—dan harapan Nicole adalah Olivia menjadi anak yang tenang dan lembut seperti anak-anak perempuan lain.Sayangnya harapan Nicole tinggal harapan. Semakin hari Olivia semakin aktif. Dua pengasuh saja harus menjaga Olivia dengan baik. Pasalnya, jika tak diawasi, Olivia selalu saja berusaha memanjat posisi tempat yang tinggi. Hal itu yang membuat Nicole khawatir luar biasa. Ucapan Nicole tak didengar oleh Olivia. Balita kecil itu terus memanjat meja. Dengan penuh waspada, dua pengasuh sudah siaga merentangkan tangan—berjaga jika sampai Olivia terjatuh, maka dua pengasuh itu berhasil menangkap tubuh Olivia.Nicole memijat keningnya di kala rasa pusing menyerangnya. Menjaga Olivia harus extra hati-hati. Beberapa minggu lalu saja, Olivia hampir tercebur ke
Oliver mondar-mandir panik di dalam ruang bersalin. Suara jeritan menggema membuat Oliver tidak bisa tenang. Dua jam lalu, dokter mengatakan masih belum waktunya, karena kepala bayi belum terlihat. Teriakan sakit Nicole disebabkan oleh kontraksi. Masih butuh beberapa waktu sampai waktunya siap untuk Nicole melahirkan.Oliver nyaris gila akibat kepanikan dan ketakutannya. Berkali-kali dia meminta dokter untuk memberikan obat agar istrinya tidak kesakitan, tapi sang dokter mengatakan bahwa kontraksi adalah hal normal dirasakan ibu hamil.Otak Oliver seakan blank tidak mampu berpikir jernih. Pria itu tidak tahu harus melakukan apa selain mondar-mandir tidak jelas. Setiap kali sang istri menjerit kesakitan, membuat seluruh tubuh Oliver seakan mati rasa.Dulu, di kala ibunya melahirkan adiknya, dia tidak ikut di dalam ruang bersalin. Hal itu menyebabkan Oliver tak tahu perjuangan seorang wanita hamil. Yang Oliver lihat sekarang—sang istri seperti berada di ambang kematian.“Ahg!” jerit Nic
“Iya, Mom. Aku sudah meminta pelayan menyiapkan makan malam untuk kita. Kau tidak usah membawa makanan apa pun. Makanan yang sudah disiapkan sangat banyak.”“Hm, tadinya Mommy ingin membuat cake.” “Tidak usah, Mom. Dessert juga sudah disiapkan. Kau tidak usah repot-repot. Kau dan Dad cukup datang saja. Semua menu makanan sudah disiapkan.”“Baiklah, Sayang. Sampai nanti malam.” “Iya, Mom. Sampai nanti malam.”Panggilan tertutup. Nicole meletakan ponselnya ke tempat semula. Tampak senyuman di wajah wanita itu terlukis begitu hangat. Hari ini adalah hari di mana Nicole akan makan malam bersama dengan keluarganya. Pun tentu ibu tiri dan saudara tirinya juga akan datang.Nicole sekarang sudah tidak lagi memanggil Esther dengan sebutan ‘Bibi’. Sekarang, dia sudah memanggil Esther dengan sebutan ‘Mommy’. Jika dulu, Nicole tidak pernah dekat dengan ibu tirinya, kali ini dia sangat dekat dengan ibu tirinya yang baru.Sosok Esther bukanlah sosok ibu tiri yang kejam. Malah yang ada Esther sela