Nicole mendesah pelan dan mondar mandir gelisah di dalam kamar. Sudah dua jam Oliver pergi, tapi suaminya itu tak kunjung kembali. Hati Nicole dilingkupi kecemasan. Dia takut terjadi sesuatu pada Oliver dan Joice. Hal yang membuat Nicole khawatir adalah tadi Oliver tampak cemas dan panik di kala mendapatkan laporan dari Vincent tentang Joice. Entah apa yang terjadi pada Joice sampai Oliver sepanik itu.“Kenapa Oliver lama sekali?” gumam Nicole pelan dan semakin gelisah.Nicole melihat halaman parkir dari balik jendela kamar, tapi tetap mobil Oliver belum juga muncul. Berkali-kali Nicole berusaha untuk menenangkan hatinya, tapi tetap tak mudah, karena Nicole selalu saja cemas. Ini sudah tengah malam. Tidak baik begadang. Apalagi dirinya tengah hamil muda. Namun Nicole tetap tak bisa tidur. Dia sudah memaksa untuk menutup mata, hasilnya adalah nihil.Nicole hendak berbalik menuju ke ranjang, tapi mata Nicole melihat dari balik jendela—mobil Oliver masuk ke dalam halaman parkir mansion.
Nicole membelai punggung Joice, menatap Joice yang masih menangis. Sejak tadi wanita itu tak banyak mengeluarkan kata. Yang Nicole lakukan adalah menemeni Joice. Dia tak tega meninggalkan Joice yang sangat rapuh.“Joice, boleh aku bertanya padamu?” tanya Nicole bertanya pelan.Joice mengalihkan pandangannya, menatap Nicole sambil terisak, “Kau ingin tanya apa, Nicole?”Nicole membelai pipi Joice dengan penuh kelembutan. “Boleh aku tahu, kenapa kau sangat mencintai Marcel? Maksudku, kau ini sangat cantik. Kau model yang terkenal. Banyak pria yang masih menaruh perasaan padamu, Joice.”Joice menggelengkan kepalanya pelan. “Aku tidak butuh pria lain. Yang aku butuhkan hanya Marcel. Hatiku memilih Marcel. Hagiku hanya Marcel yang sempurna. Kau tahu, Nicole? Sekalipun Marcel sering mengeluarkan kata-kata kasar, tapi aku tidak pernah sakit hati. Aku akan tetap mencintai Marcel. Lebih dari apa pun yang ada di dunia ini.”Nicole terdiam mendengar apa yang Joice katakan. Dia bisa melihat dari
Joice menyesap teh hangat madu yang diberikan oleh Shawn. Sepulang dari klub malam, Shawn membawa Joice ke penthouse pribadi milik pria itu. Ya, Joice sudah sedikit mabuk. Hal itu yang membuat Shawn membawa Joice ke penthouse miliknya. Shawn khawatir terjadi sesuatu hal buruk pada Joice.Setelah bertengkar dengan Marcel dan Penelope, Joice terus menangis tanpa henti. Itu juga yang membuat Shawn berat meninggalkan Joice. Meski terkadang, Shawn dipusingkan dengan tingkah konyol Joice, tetap saja Shawn akan khawatir jika terjadi sesuatu hal buruk pada Joice.“Berhentilah menangisi pria yang telah memilih wanita lain daripadamu. Kau berharga di mata pria yang tepat,” ucap Shawn dingin dan tegas.Joice menurunkan cangkir tehnya, dan meletakan ke atas meja. “Aku yakin Marcel mencintaiku, Shawn. Dia hanya dibutakan oleh cinta palsu Penelope. Penelope itu wanita jahat dan licik. Penelope tidak pantas untuk Marcel.”Shawn mengembuskan napas panjang. Sejak dulu, Shawn tahu memang Joice begitu m
Oliver menatap laporan yang ada di tangannya dari Vincent. Laporan yang berisikan tentang bukti-bukti kesalahan yang telah dilakukan Penelope, sampai membuat beberapa brand memutuskan kontrak sepihak.“Vincent, kau yakin dengan semua laporan yang kau berikan padaku?” tanya Oliver dingin dengan sorot mata tegas, meminta sang asisten untuk menjelaskan padanya.Vincent mengangguk. “Saya sangat yakin, Tuan. Kesalahan ada pada Nona Penelope. Beliau sering datang terlambat, beliau juga sering melanggar aturan-aturan dari para brand yang mengontraknya. Itu kenapa pihak brand-brand ternama banyak yang memutus kontrak. Tapi saya dengar baru saja kemarin, pihak brand meminta maaf pada Nona Penelope. Pastinya semua berkat bantuan Tuan Marcel. Pihak brand-brand itu pasti takut pada Tuan Marcel. Jadi mau tidak mau mereka meminta maaf pada Nona Penelope agar mereka tidak tesandung masalah.”Oliver mengembuskan napas kasar dan melempar laporan itu ke atas meja. “Kenapa Marcel bodoh sekali. Harusnya
Oliver turun dari mobil, hendak melangkah masuk ke perusahaan cabang keluarga ibunya yang ada di kota London, tetapi langkah Oliver terhenti di kala melihat mobil milik Marcel meninggalkan halaman parkir. Pria tampan itu menatap dingin mobil Marcel yang melaju dengan kecepatan tinggi melewatinya begitu saja. Sejak perkelahian tempo hari, memang hubungan Oliver dan Marcel tidak baik.Oliver masih marah dengan Marcel. Pun Marcel bersikeras seolah tak melakukan kesalahan sama sekali. Hal itu yang membuat hubungan Oliver dan Marcel semakin renggang. Lihat saja sekarang mereka bertemu di halaman parkir, tanpa sama sekali menyapa. Oliver yakin seratus persen—Marcel melihat dirinya.Oliver mengembuskan napas kasar, lalu melangkah masuk ke dalam lobby. Ya, pagi ini Oliver sengaja mendatangi perusahaan keluarga ibunya, karena memiliki urusan bertemu dengan Shawn. Selama ini, Oliver memang nyaris tak pernah terlibat di perusahaan keluarga ibunya. Oliver fokus pada perusahaan firma hukum ayahnya
Joice terpaksa pemotretan memakai gaunnya sendiri. Beruntung, Joice memiliki stock gaun baru di dalam mobil. Jadi insiden di mana Penelope merusak gaunnya hanya sedikit menghambat, tapi pada akhirnya masalahnya selesai. Sungguh, Joice bersyukur tak dibuat pusing akibat gaunnya dirusak Penelope.Teruntuk masalah gaun yang dirusak Penelope, Joice memilih untuk tak memperpanjang masalah. Sebab tempo hari, Joice pun pernah merusak gaun Penelope. Saat itu Joice terpancing emosi melihat Marcel mencium Penelope. Itu yang mengakibatkan dirinya nekat. Jadi kalau sekarang Penelope balas dendam, Joice harus menerima.Akan tetapi untuk masalah merusak karir, seperti menghubungi brand untuk membatalkan kontrak Penelope, sama sekali tak Joice lakukan. Joice membenci Penelope, tapi dia tak pernah memiliki ide selicik itu.“Nona Joice?” Sang asisten melangkah menghampiri Joice dengan langkah cepat.Joice menatap asistennya. “Ada apa?”“Nona, besok Anda memiliki jadwal—”“Besok lagi kau ingatkan aku.
Nicole duduk di sofa kamar sambil mengusap-usap perutnya. Baru saja wanita itu menghabiskan sirloin steak dan pasta carbonara. Padahal tadi siang dia sudah makan. Namun memang hormon kehamilan membuat nafsu makan Nicole mulai meningkat. Nicole sudah tak terlalu sering muntah-muntah. Malah yang ada belakangan ini, dia selalu ingin makan. Hal tersebut yang membuat Oliver sangat senang dan lebih tepatnya Oliver mulai tenang.Suara dering ponsel Nicole terdengar. Refleks, Nicole mengambilkan ponselnya ke atas meja, dan menatap ke layar tertera nama Shawn di sana. Seketika senyuman di wajah Nicole terlukis melihat nama ‘Shawn’ yang terpampang di sana. Tanpa menunda, Nicole segera menjawab panggilan telepon tersebut.“Hallo, Shawn?” jawab Nicole hangat di kala panggilan terhubung.“Hi, Nicole. Apa kabar?” ujar Shawn dari seberang sana. “Aku baik, Shawn. Kau sendiri bagaimana?”“Aku juga baik. Oh, ya, Nicole, selamat untuk kehamilanmu.” “Thanks, Shawn.”“Aku harap kau memiliki anak perempu
Nicole belum sama sekali masuk ke dalam kamar. Raut wajah Nicole masih kesal, karena Oliver menolak permintaannya. Memangnya apa salahnya? Kalaupun hubungan Oliver sedang renggang dengan Marcel, tapi mereka adalah sepupu. Nicole yakin pasti Oliver dan Marcel akan segera berbaikan.“Menyebalkan sekali,” gumam Nicole menahan kesal. Nicole mengambil orange juice yang ada di atas meja, dan meminum perlahan. Dinginnya orange juice, membuat kepala Nicole yang panas, mulai sedikit mendingin. Akan tetapi tentu rasa kesal masih ada. “Nicole?” Joice yang baru saja tiba, menatap Nicole yang ada di ruang tengah. Wanita itu sedikit terkejut, karena sebelumnya dia berpikir kalau Nicole ada di kamar.Nicole mengalihkan pandangannya, menatap Joice. “Joice? Kau sudah datang?” Senyuman muncul di wajah Nicole, di kala melihat Joice datang.Joice duduk di samping Nicole. “Iya, maaf aku baru datang.”Joice menepati janjinya untuk kembali menginap di mansion Oliver dan Nicole. Sebenarnya, Joice masih i