Oliver membelai rambut panjang dan indah Nicole. Wanita itu kini tengah berada di dalam pelukan sang kekasih. Pelukan yang begitu hangat. Berada di dalam pelukan Oliver memang sangatlah nyaman. Selama ini, Nicole tak pernah memiliki sosok yang menjadi sandarannya.Jika dulu, Nicole selalu berjuang dengan kedua kakinya sendiri, kali ini dirinya memiliki sosok yang melindungi, menjaga, dan bahkan mencintainya. Setiap kali Nicole rapuh dan lemah dengan semua masalah yang datang, dia cukup memeluk Oliver. Hal itu mampu menenangkan hati dan pikirannya dari segala kesesakan.“Oliver, aku senang sekali Shawn sudah siuman,” ucap Nicole yang kian memeluk erat pinggang Oliver. Tubuh mungil Nicole begitu pas di dalam dekapan Oliver. Persis layaknya seorang anak kecil yang tengah dimanja.Oliver mencium puncak kepala Nicole. “Aku pun senang melihatnya sudah siuman. Semoga dia segera pulih, dan bisa sehat seperti sedia kala.”Nicole mendongakkan kepalanya, menatap Oliver penuh kehangatan. “Saat ak
Oliver melangkah keluar dari ruang rawat Nicole. Pria itu meninggalkan Nicole di kala kekasihnya sudah tertidur pulas. Sebelum pergi, dia meminta pelayan untuk menjaga Nicole. Meski kondisi Nicole sudah membaik, tapi dia tak akan mungkin membiarkan sang kekasih seorang diri.“Tuan Maxton?” Salah satu polisi yang menjaga di depan ruang rawat Shania, menatap Oliver yang datang. Saat ini, Oliver memang memutuskan untuk menemui Shania. Sekalipun, Shania belum banyak bicara, tapi Oliver yakin pasti Shania memberikan respon padanya.“Aku ingin bertemu dengan Shania. Ada hal penting yang ingin aku bicarakan padanya,” ucap Oliver dingin dengan raut wajah tanpa ekspresi. “Tuan Maxton, kami membatasi kunjungan menemui Nona Shania Tristan. Jadi, jika Anda ingin tetap bertemu dengan Nona Shania Tristan, maka Anda tidak bisa lama bertemu dengannya,” jawab sang polisi memberi tahu.Oliver mengangguk. “Aku mengerti. Aku tidak akan lama bertemu dengannya.”Para polisi itu langsung mempersilakan Oli
“Oliver? Kau dari mana?” Nicole menatap Oliver yang kini mendekat padanya. Wanita itu baru saja bangun tidur. Nicole sedikit terkejut di kala dirinya tak mendapati Oliver di sisinya. Akan tetapi, keterkejutannya hanya sebentar saja, karena sekarang pria itu sudah muncul di depannya. Oliver duduk di tepi ranjang, lalu para pelayan yang menjaga Nicole segera pamit undur diri dari hadapan Oliver dan Nicole. Tentu para pelayan tak ingin mengganggu Nicole dan Oliver.“Aku tadi ke ruang rawat Shania. Aku menemuinya,” jawab Oliver yang sontak membuat Nicole terkejut.“Kau bertemu dengan Shania?” ulang Nicole memastikan. Tadi, sebelum dirinya tidur, Oliver sama sekali tak mengatakan akan bertemu dengan Shania. Jika saja Nicole tahu, maka sudah pasti Nicole meminta ikut untuk bertemu dengan Shania.Oliver menganggukkan kepalanya. “Ya, aku bertemu dengan Shania.”Nicole mendesah panjang. “Kenapa kau tidak bilang padaku, Oliver? Aku juga ingin bertemu dengan Shania.”Oliver membelai pipi Nicol
“Tuan? Anda ingin ke mana?” Curt menatap bingung Mayir yang baru saja keluar dari ruang rawat Nicole, tengah melangkah terburu-buru. Curt pun segera mengikuti tuannya, karena kondisi kesehatan tuannya itu masih belum bagus.“Aku harus bertemu Erica,” ucap Mayir dingin dengan sorot mata tajam, membendung kemarahan yang nyaris meledak. Rahangnya mengetat. Tangannya terkepal begutu kuat. Benak Mayir penuh dengan perkataan Nicole tadi.Jika dulu Mayir tak pernah percaya begitu saja pada Nicole, kali ini tanpa sama sekali meragukan, dia sangat percaya pada Nicole. Dari semua yang telah terjadi, Mayir menyadari kesalahannya yang kerap menyudutkan putrinya sendiri. Dia terlalu buta cinta bodoh sampai melupakan banyak hal.Curt mengerutkan keningnya dalam. “Tuan, maaf, untuk apa lagi Anda bertemu dengan Nyonya Erica? Bukankah kemarin, Anda meminta saya untuk mengurus perceraian Anda dengan beliau?” tanyanya bingung dan tak mengerti.“Perceraian akan terus berjalan. Aku memiliki urusan lain de
“D-Dad?” Shania menatap nanar ayahnya yang baru saja masuk ke dalam ruang rawatnya. Air matanya berlinang membasahi pipinya, di kala melihat ayahnya berada di hadapannya. Dia hendak meraih tangan ayahnya itu, tapi kilat mata tajam Mayir membuatnya tak berani menyentuh tangan sang ayah.“Kenapa kau melakukan ini pada kakakmu sendiri, Shania! Jika ibumu memiliki hati yang busuk, kenapa kau mengikuti jejaknya?!” bentak Mayir begitu keras dan kuat. Aura kemarahan pria paruh baya itu tak lagi bisa terkendali. Dia sengaja mendatangi Shania, setelah bertemu dengan Erica. Sekalipun, Shania adalah putri kandungnya, tetap saja dia tak akan mungkin begitu saja mengampuni apa yang telah Shania lakukan pada Nicole. Shania menatap lirih sang ayah “Aku mencintai Oliver. Sangat mencintainya. Tapi, Nicole tega merebut Oliver dariku, Dad. Jika saja Nicole tidak merebut Oliver dariku, maka aku tidak akan mungkin bertindak setega ini padanya. Sekalipun hubunganku dan Nicole tidak baik, dia tetap kakakk
William duduk di sebuah kafe dekat rumah sakit bersama dengan Martin. Mereka tengah menikmati kopi seraya berbincang menikmati suasana pagi yang indah. Di usia senja, mereka sama sekali tak terlihat tua. Sepertinya William dan Martin memang sangat rajin berolah raga.“Aku sudah mendengar dari Dominic, kau yang mendapatkan penawar racun untuk cucuku,” ucap William seraya menyesap kopi di tangannya, dan menatap Martin.Martin tersenyum samar. “Masa laluku yang buruk, sedikit menaruh dampak positive. But of course, negative jauh lebih besar dari sisi positive.”William pun tersenyum. “Jangan pernah menyesali masa lalumu. Jujur, aku salut dengan masa lalu yang kau miliki. Kau mampu berubah dan bisa keluar dari masa lalumu itu sangat baik. Tidak semua orang bisa sepertimu, Martin.”Martin meletakan gelas di tangannya ke atas meja. “Ya, tidak mudah untuk keluar dari dunia seperti itu. Aku juga bangga pada Dominic yang mampu keluar dari dunia itu. Kau tidak perlu berterima kasih, William. Sh
Dua minggu berlalu … London, UK. Waktu berlalu begitu cepat. Tanpa terasa, sudah dua minggu lamanya kejadian yang menimpa Nicole telah terlewati. Saat ini, Nicole dan Oliver telah kembali ke London. Mereka tak mungkin berlama-lama di Madrid. Pun kondisi mental Nicole sudah membaik karena Nicole selalu di kelilingi orang-orang yang memberikannya kehangatan kasih sayang. Bukan hanya kondisi Nicole yang membaik, tapi kondisi Shawn pun sudah berangsur-angsur membaik. Shawn kini berada di London, tetapi Shawn masih mendapatkan perawatan guna memastikan bahwa racun di seluruh tubuhnya sudah hilang.Erica dan Shania tengah berada di penjara. Mereka telah dipindahkan ke penjara London. Meski mereka telah berbuat kejahatan di Madrid, tapi Oliver memperjuangkan Erica dan Shania agar dipenjara di London sesuai dengan kewarganegaraan mereka. Pasalnya, jika berada di London, Oliver bisa mengajukan tuntutan sangat berat pada mereka. Terutama pada Erica yang telah membunuh ibu Nicole, dan pernah
Suara dering ponsel berbunyi, membuat Nicole yang baru saja selesai mandi langsung mengambil ponselnya di atas nakas, dan menatap ke layar tertera nomor Selena di sana. Nicole masih memakai bathrobe dan rambut yang dililit oleh handuk—hendak ingin memakai pakaian lebih dulu, namun itu akan memakan waktu dan pasti membuat Selena menunggu lama.Tanpa pikir panjang, Nicole akhirnya menggeser tombol hijau untuk menjawab panggilan itu.“Hallo, Ma?” jawab Nicole kala panggilan terhubung.“Nicole, apa kabar, Sayang?” tanya Selena dari seberang sana. “Aku baik, Ma. Kau sendiri bagaimana?”“Mama juga baik, Sayang. Oh, ya, di mana Oliver?” “Oliver sedang di ruang kerjanya, Ma.”“Oliver selalu menemanimu, kan?” “Mama tidak usah khawatir. Oliver selalu menemaniku.”“Good. Nicole, kau harus tenang menjelang persidangan nanti. Mama tahu, kau bisa menjawab hakim dengan sangat baik.” “Iya, Ma. Kau tenang saja. Oliver selalu di sisiku. Dia selalu membantuku.” “Nicole, Mama sangat menyayangimu. A