Lingga dengan cepat menggendong istrinya untuk segera di bawa ke rumah sakit.
Mbok Nem yang melihat dan mendengar pertengkaran majikannya itu hanya bisa menatap nanar kepergian Lingga. Mbok Nem tau, menjadi Naya sangat sakit. Menjadi Lingga juga tak kalah sakit! Lingga dengan penuh kekhawatiran, membawa sang istri ke UGD, dan mendampingi setiap pemeriksaan istrinya. Semuanya, tanpa terkecuali! Keadaan sudah malam, dokter umum meminta Lingga memesan kamar rawat bersamaan dengan dokter yang mengambil sample darah. Tak menunggu lama, semua sample laboratorium sudah di dilakukan uji lab, dan Naya sendiri dibawa ke ruang rawat bersama Lingga. Dokter memberikan obat penenang setelah Lingga minta menimbang emosi istrinya yang belum stabil. Dan malam itu, dengan semua gejolak hati Lingga, dia memeluk erat istrinya setelah tiga minggu tidak bertemu sambil tertidurNaya menatap Lingga yang masih memeluk perutnya dengan pandangan yang sulit diartikan, "Terlambat, Mas! Mencintaimu membuat hatiku terluka! Kamu adalah luka! Dan aku tidak ingin bersama dengan luka!" lirihnya. Sesaat, Lingga menggerakkan tubuhnya dan Naya pura-pura tidur kembali. "Kamu belum bangun, Nay? Tidurlah!" lirih Lingga sambil menggosok permukaan perut Naya kembali, "Papa ambil keperluan Mamamu dulu ya, jagain Mama ya, Nak!" lirihnya sambil mengecup kembali perut Naya. Hati Naya tambah tersentil mendapat perlakuan manis tersebut, Lingga menciumi seluruh permukaan wajah Naya, "Mas pulang sebentar, ya!" Setelah itu Lingga keluar dari ruang rawat dan Naya membuka matanya, menatap pintu itu dengan nanar sambil mengusap perutnya. "Kamu kenapa hadir di hidupku? Bisa tidak, pergi saja! Aku ingin bercerai dengan Papamu!" keluh Naya.
Brian sangat tau, Naya masih terguncang dan memilih membawa Naya masuk ke dalam rumah itu, agar Naya lebih tenang! Memberikan waktu untuk berfikir. "Masuklah! Berfikiran dengan matang, sekaligus rencana masa depanmu! Sebentar lagi akan ada Mbok Jum yang akan membantu semua keperluanmu di sini! Aku tidak mungkin masuk! Takut fitnah! Besok kita ketemu, dan bicarakan lagi? Aku akan mendukung semua keputusanmu! Okey?" kata Brian lembut. Naya mengangguk, "Makasih, Mas!" "Anggap rumah sendiri, ambil kamar yang kamu sukai!" "Iya!" Setelah itu Brian kembali masuk ke dalam mobil dan meninggalkan Naya di duduk kota itu. Tidak terpencil namun jauh dari tempat mereka. Naya kemudian masuk ke dalam rumah itu, seorang diri dengan air mata yang tumpah ruah!
"Menfitnah Bapak hingga akhirnya bapak saya meninggal, dan Ibu saya dijual 20 tahun lalu!" ucap Lingga. "Krismanto?" gumam Bu Btari terkejut hingga tangannya bergetar, "Nak!" "Iya, Bu! Bapak saya difitnah oleh suami Ibu yang mencuri para gadis di kampung sebelah dulu, kemudian di keroyok masa dan meninggal dunia, saya dan Ibu saya terusir dari kampung kami!" ucapnya dengan gemeluk gigi, "Saat itu, ditengah jalan Suami Ibu menawarkan bantuan, Ibu saya setuju karena percaya, nyatanya Ibu saya justru di jual!" lanjut Lingga. Tak mudah bagi Lingga kembali mengorek luka itu, hingga tangannya menggenggam erat hingga memutih. "Nak!" "Ibu saya dijual pada seorang duda beranak empat, menjadi ibu yang mengurus keempat anaknya tanpa digaji dan diberi kasih sayang! Ibu saya menderita karena orang yang membelinya selalu melakukan kekerasan! Semua kejadian itu tepat di depan mata kepala Lingga kecil, Bu! Lingga kecil itu sudah memupuk dendam sejak
Namun siapa sangka, pencarian Lingga itu tak berujung hingga bulan telah berganti dan harapannya kian pupus. Luka hatinya kian meradang ditinggalkan sang pemilik hati. Hubungannya dengan Byakta tidak pagi harmonis, malah terkesan ketus walaupun sudah saling memaafkan, namun tetap tidak terima untuk apa terjadi pada adiknya. Ibu Btari tetap sama, baik dan menyayangi Lingga seperti anaknya sendiri, justru kian sayang setelah mengetahui Lingga adalah korban dari suaminya. "Nak!" panggil Bu Btari di ruang tamu. Hari ini Bu Btari mengunjungi menantunya yang berantakan, "Iya, Bu!" "Duduk sini!" pintanya dan Lingga menurut, "Kamu sekarang sedikit kurus ... Jangan telat makan, Nak!" lirih Bu Btari sambil mengusap rambut Lingga. Lingga justru menyenderkan kepalanya di pundak mertuanya itu, "Kemana perginya Naya ya, Bu? Dia tidak membawa identitas apapun, Bu!" "Dimanapun dia,
"Iya, Desa ini dulu masih kental dengan mistis, Nak! Anak yang lahir di rabu wekasan harus syukuran doa bersama setiap tahunnya, agar selamat dan terhindar dari bala! Kebetulan kamu lahir di rabu wekasan! Mereka percaya dengan fitnahan itu dan main hakim tanpa tau kebenaran!" jawab Bu Btari. "Kenapa Ibuku tidak pernah cerita, Bu?" "Suamiku menjaga Ibumu saat itu karena amanah Bapakmu! Hingga kabar kematian itu datang, dan Ibumu menuduh suamiku pelakunya! Suamiku menerimanya karena rasa bersalah pada Bapakmu! Suamiku ingin sekali menolong, namun dilarang Bapakmu, karena tidak ingin Naya yang baru saja operasi itu harus kehilangan ayahnya juga!" jawab Bu Btari. "Lantas, kenapa Ibuku di jual?" tanya Lingga. "Tak ada pilihan, Nak! Dia orang terpandang yang memiliki banyak sekutu! Salah satu caranya adalah menyerahkanmu dan Ibumu pada orang yang lebih berkuasa, yaitu suami kedua Ibumu! Agar aman ... Suamiku tid
Cklek! Naya terkejut saat mendengar suara pintu terbuka, sontak dia keluar dari kamar mandi dan berjalan mendekati sosok pria yang baru saja memasuki kamar."Mau mandi dulu, Mas?" ucapnya pada sosok pria yang bernama Lingga, yang kini sudah resmi menjadi suaminya.Dia dan Lingga baru saja selesai melangsungkan pernikahan setengah jam lalu. Mereka sudah menjalin hubungan selama kurang lebih satu tahun dan akhirnya memutuskan untuk menikah.Cinta yang teramat, membuat Naya yakin bisa hidup bahagia berdua selamanya dengan Lingga. "Aku siapkan baju untukmu, ya?"Namun setelah berlalu berapa detik, tak ada sautan apapun dari Lingga yang hanya berdiri di hadapan Naya dengan seringaian yang mulai terbit! Jujur, Naya terkejut dan tidak tau arti dari ekspresi seram suaminya itu, "Apa ada masalah, Mas? Mas marah dengan seseorang?" tanya Naya. Bukannya menjawab, Lingga mulai mengikis jarak membuat Naya terbelalak, karena tiba-tiba bibir Lingga sudah ada tepat satu senti di depan bibirnya. H
"Arkhhhhhh!" teriak Naya melonggarkan sesak dadanya. Berjalan menuju kaca besar disebelah kasur, menatap pantulan dirinya sendiri, "Murahan?" ucapnya sambil menyeka air mata yang terus luruh. "Ya, kau seperti jalan! Tampilanmu menjijikan, Naya!" pekiknya sendiri dengan frustasi sebab sesak dadanya tak mau hilang. Naya kemudian melampiaskan marahnya dengan menarik bedcover yang sudah dihiasi mawar berbentuk hati itu hingga terburai, "Ya, aku wanita murahan ... Aku menjijikkan!" teriaknya sambil terus mengacak-acak kasur itu hingga tak berbentuk. Sampai Naya lega dan berakhir terduduk di pinggir ranjang dengan kedua tangan mencengkeram badcover itu dengan erat, membuat kukunya tampak memutih. Naya sangat terpukul dengan perubahan suaminya, juga sakit hati saat membayangkan suaminya kini tengah menikmati tubuh wanita lain. Istri mana yang bisa terima? Tidak ada! "MAKA, SAMPAI KAPANPUN JANGAN PERNAH MENYENTUHKU, MAS!" teriaknya sambil mengambil hiasan keramik di nakas sebelahnya da
"Wanita yang semalam adalah kekasihku! sekali lagi kau sebut gundikku, aku gunduli rambutmu!" teriak Lingga marah kemudian mendorong rambut yang di tarik menjauh hingga Naya tersungkurKaki dan tangannya namun masih sempat menyangga tubuh sehingga tidak sampai ke lantai.Naya menggenggam tangannya kuat-kuat! Rasa nyeri di pangkal rambutnya masih berdenyut, namun bukan itu yang membuat Naya marah. Namun, kenyataan bahwa Lingga membela gundiknya itu nyatanya juga masih membuat dadanya sesak, namun Naya sudah bertekad akan berlatih untuk bertahan. Kemudian dia kembali menatap Lingga dengan rambut yang sedikit berantakan karena jambakan itu, 'Teruslah sakiti aku, Mas!' batin Naya. "Apa?" pekik Lingga, "Kau marah? Kau sakit hati? Dia wanita yang sangat aku cintai!" lanjutnya memamerkannya. Naya tersenyum sedikit, kemudian berlalu begitu saja dengan menegakkan kepalanya tanpa menoleh sedikitpun. Seolah dia benar-benar biasa saja dan keluar dari kamar sambil menetralkan hatinya sendiri.
"Iya, Desa ini dulu masih kental dengan mistis, Nak! Anak yang lahir di rabu wekasan harus syukuran doa bersama setiap tahunnya, agar selamat dan terhindar dari bala! Kebetulan kamu lahir di rabu wekasan! Mereka percaya dengan fitnahan itu dan main hakim tanpa tau kebenaran!" jawab Bu Btari. "Kenapa Ibuku tidak pernah cerita, Bu?" "Suamiku menjaga Ibumu saat itu karena amanah Bapakmu! Hingga kabar kematian itu datang, dan Ibumu menuduh suamiku pelakunya! Suamiku menerimanya karena rasa bersalah pada Bapakmu! Suamiku ingin sekali menolong, namun dilarang Bapakmu, karena tidak ingin Naya yang baru saja operasi itu harus kehilangan ayahnya juga!" jawab Bu Btari. "Lantas, kenapa Ibuku di jual?" tanya Lingga. "Tak ada pilihan, Nak! Dia orang terpandang yang memiliki banyak sekutu! Salah satu caranya adalah menyerahkanmu dan Ibumu pada orang yang lebih berkuasa, yaitu suami kedua Ibumu! Agar aman ... Suamiku tid
Namun siapa sangka, pencarian Lingga itu tak berujung hingga bulan telah berganti dan harapannya kian pupus. Luka hatinya kian meradang ditinggalkan sang pemilik hati. Hubungannya dengan Byakta tidak pagi harmonis, malah terkesan ketus walaupun sudah saling memaafkan, namun tetap tidak terima untuk apa terjadi pada adiknya. Ibu Btari tetap sama, baik dan menyayangi Lingga seperti anaknya sendiri, justru kian sayang setelah mengetahui Lingga adalah korban dari suaminya. "Nak!" panggil Bu Btari di ruang tamu. Hari ini Bu Btari mengunjungi menantunya yang berantakan, "Iya, Bu!" "Duduk sini!" pintanya dan Lingga menurut, "Kamu sekarang sedikit kurus ... Jangan telat makan, Nak!" lirih Bu Btari sambil mengusap rambut Lingga. Lingga justru menyenderkan kepalanya di pundak mertuanya itu, "Kemana perginya Naya ya, Bu? Dia tidak membawa identitas apapun, Bu!" "Dimanapun dia,
"Menfitnah Bapak hingga akhirnya bapak saya meninggal, dan Ibu saya dijual 20 tahun lalu!" ucap Lingga. "Krismanto?" gumam Bu Btari terkejut hingga tangannya bergetar, "Nak!" "Iya, Bu! Bapak saya difitnah oleh suami Ibu yang mencuri para gadis di kampung sebelah dulu, kemudian di keroyok masa dan meninggal dunia, saya dan Ibu saya terusir dari kampung kami!" ucapnya dengan gemeluk gigi, "Saat itu, ditengah jalan Suami Ibu menawarkan bantuan, Ibu saya setuju karena percaya, nyatanya Ibu saya justru di jual!" lanjut Lingga. Tak mudah bagi Lingga kembali mengorek luka itu, hingga tangannya menggenggam erat hingga memutih. "Nak!" "Ibu saya dijual pada seorang duda beranak empat, menjadi ibu yang mengurus keempat anaknya tanpa digaji dan diberi kasih sayang! Ibu saya menderita karena orang yang membelinya selalu melakukan kekerasan! Semua kejadian itu tepat di depan mata kepala Lingga kecil, Bu! Lingga kecil itu sudah memupuk dendam sejak
Brian sangat tau, Naya masih terguncang dan memilih membawa Naya masuk ke dalam rumah itu, agar Naya lebih tenang! Memberikan waktu untuk berfikir. "Masuklah! Berfikiran dengan matang, sekaligus rencana masa depanmu! Sebentar lagi akan ada Mbok Jum yang akan membantu semua keperluanmu di sini! Aku tidak mungkin masuk! Takut fitnah! Besok kita ketemu, dan bicarakan lagi? Aku akan mendukung semua keputusanmu! Okey?" kata Brian lembut. Naya mengangguk, "Makasih, Mas!" "Anggap rumah sendiri, ambil kamar yang kamu sukai!" "Iya!" Setelah itu Brian kembali masuk ke dalam mobil dan meninggalkan Naya di duduk kota itu. Tidak terpencil namun jauh dari tempat mereka. Naya kemudian masuk ke dalam rumah itu, seorang diri dengan air mata yang tumpah ruah!
Naya menatap Lingga yang masih memeluk perutnya dengan pandangan yang sulit diartikan, "Terlambat, Mas! Mencintaimu membuat hatiku terluka! Kamu adalah luka! Dan aku tidak ingin bersama dengan luka!" lirihnya. Sesaat, Lingga menggerakkan tubuhnya dan Naya pura-pura tidur kembali. "Kamu belum bangun, Nay? Tidurlah!" lirih Lingga sambil menggosok permukaan perut Naya kembali, "Papa ambil keperluan Mamamu dulu ya, jagain Mama ya, Nak!" lirihnya sambil mengecup kembali perut Naya. Hati Naya tambah tersentil mendapat perlakuan manis tersebut, Lingga menciumi seluruh permukaan wajah Naya, "Mas pulang sebentar, ya!" Setelah itu Lingga keluar dari ruang rawat dan Naya membuka matanya, menatap pintu itu dengan nanar sambil mengusap perutnya. "Kamu kenapa hadir di hidupku? Bisa tidak, pergi saja! Aku ingin bercerai dengan Papamu!" keluh Naya.
Lingga dengan cepat menggendong istrinya untuk segera di bawa ke rumah sakit. Mbok Nem yang melihat dan mendengar pertengkaran majikannya itu hanya bisa menatap nanar kepergian Lingga. Mbok Nem tau, menjadi Naya sangat sakit. Menjadi Lingga juga tak kalah sakit! Lingga dengan penuh kekhawatiran, membawa sang istri ke UGD, dan mendampingi setiap pemeriksaan istrinya. Semuanya, tanpa terkecuali! Keadaan sudah malam, dokter umum meminta Lingga memesan kamar rawat bersamaan dengan dokter yang mengambil sample darah. Tak menunggu lama, semua sample laboratorium sudah di dilakukan uji lab, dan Naya sendiri dibawa ke ruang rawat bersama Lingga. Dokter memberikan obat penenang setelah Lingga minta menimbang emosi istrinya yang belum stabil. Dan malam itu, dengan semua gejolak hati Lingga, dia memeluk erat istrinya setelah tiga minggu tidak bertemu sambil tertidur
Naya benar-benar tak bisa menahan hatinya lagi, sakitnya dicampakkan tiga minggu ini setelah apa yang dia berikan bak boom waktu yang saat ini harus meledak. Ditinggalkan begitu saja setelah dinikmati, membuat Naya merasa seperti wanita penghibur. "PUAS! Senang kamu, Mas? Mengunciku di sangkar emasmu ini? Mematahkan sayapku hingga aku tidak bisa terbang! PUAS KAMU?" teriaknya lagi sambil beranjak dari ranjangnya. Naya sangat frustasi terkurung di rumah itu selama tiga minggu, setelah sebelumnya dia bebas bekerja dan memiliki kesibukannya, hingga selama ini dia tidak terlalu memikirkan Lingga. Namun saat dikurung dan menganggur, otaknya terus memikirkan Lingga, menanti dengan harap-harap cemas dan itu sangat menyakitkan. "APA SALAHKU PADAMU? Dendam apa yang kau miliki padaku? Hingga kamu tega menyiksaku selama ini? Kau ingin aku menderita? Bukankah aku sudah menderita, Mas?"
"Setelah apa yang kau ambil tadi pagi, kau masih tetap mencari ulat bulu itu, Mas! Dicampakkan setelah disentuh jauh lebih sakit daripada saat tidak tersentuh!" Naya tetaplah perempuan yang melakukan apapun dengan hatinya. Hatinya yang remuk redam penuh lukanya selama ini, seperti tersiram air garam! Sedangkan Lingga, tengah duduk di sofa apartment Bia, "Kamu ini aneh, Bang! Pulang sana, ucapkan terima kasih pada, Mbak Naya, dan mohon ampun, kemudian bina rumah tangga yang hangat! Yang bahagia, Bang!" omel Bia sambil membuatkan kopi untuk Lingga. "Hati Abang bimbang, Bi! Abang harus gimana? Abang tidak bisa melupakan balas dendam ini!" keluh Lingga. "Abang! Semua sudah berakhir, harapan Tante hanya ingin, Abang hidup bahagia! Abang sukses! Tante akan sedih jika melihat Abang terus bergelut dengan dendam ini, Bang!" jawab Bia. Lingga tampak terdiam. "Abang cinta kan sama, Mbak Naya? Mbak N
Dan pagi itu, dengan kemarahan memuncak karena pemintaan cerai sang istri, Lingga akhirnya mengambil haknya yang selama satu tahun dia abaikan. Membawanya terbang ke angkasa yang tak pernah Lingga rasakan! Menuntaskan segala gejolak dada bersama kemarahannya. Lebur, bersama pecahnya mahkota sang istri! Tidak peduli, air mata Naya menghiasi pagi membara itu, Lingga benar-benar ingin mengunci istrinya dari kebebasan yang selama ini dia berikan. Lingga ingin menunjukkan pada Naya, jika hanya dirinyalah yang berkuasa atas diri Naya. Tak hanya itu, Lingga melakukannya tak terhitung berapa kali, dan dia berhenti saat istrinya sudah tak berdaya dan terlelap. "Tidurlah! Terima kasih kau sudah menjaga kemurnianmu! Menjaga marwah sebagai istriku!" lirih Lingga kemudian beranjak membersihkan diri. Lingga harus tetap pergi bekerja! "Mbok, tolong temani dan bantu Ibu nanti setelah bangun! Jangan biarkan Ibu pergi kemanapun! Saya harus bekerja!" titah Lingga. "Baik, Tuan!" jawab Mbok Nem.