Arjuna tersenyum tipis, agaknya Ibu Sonia mulai curiga padanya yang sudah mengetahui fakta tentang Bima. Untuk saat ini Arjuna pura-pura tidak tahu dahulu.
"Aku tidak tahu apa yang Ibu maksud," jawab Arjuna. "Jangan berlagak bodoh, aku tahu kamu sudah mengirim doang untuk mencari tahu informasi tentang Nadia selama ini," ucap Ibu Sonia. Akhir-akhir ini ada banyak siang yang lalu lalang di sekitar rumahnya di desa. Bahkan orang-orang asing itu bertanya-tanya tentang seorang perempuan yang pernah tinggal di sebuah rumah yang tak jauh dari perkebunan sawit. "Apa aku ketahuan?" tanya Arjuna sambil cengengesan. "Apa yang kalian bicarakan. Paman ayo kita pergi bermain saja. Bicara sama nenek itu nggak asyik," ajak Bima. "Arjuna aku harap kamu jangan main-main. Jika susah mengetahui fakta jangan coba untuk merebutnya dari Nadia. Karena hanya dia semangatnya untuk hidup," jawab Ibu Sonia. "Aku setuju," jawab Arjuna. Arjuna mengangguk, lalu diaIbu Sonia menggelengkan kepalanya lalu dia berkata, “Arjuna tidak akan merebut putramu,” Nadia menatap tajam sang ibu seakan tidak percaya dengan apa yang ibunya katakan. Bisa jadi ini adalah tak tik dari Arjuna bukan? “Bu, Arjuna itu licik. Dia pasti melakukan ini dengan sengaja, berdalih mengajaknya bermain lalu tidak mengembalikan Bima padaku,” ucap Nadia yang khawatir. Ibu Sonia tahu kekhawatiran Nadia seperti apa, tapi bukankah memberikan kesempatan Ayah dan anak kandung itu untuk menghabiskan waktu bersama tidak apa-apa. "Nadia, tenangkan saja pikiranmu sejenak. Berpikir positif saja Arjuna tidak akan melakukan apa yang kamu khawatirkan," ucap Ibu Sonia. "Bagaimana aku bisa tenang. Anakku ada ditangan orang yang salah. Pikiranku jadi kacau memikirkan nenek lampir itu kalau bertemu dengan Bima," balas Nadia. "Rana tidak akan berani melakukan sesuatu pada Bima. Lalu Arjuna akan menjaga Bima dengan baik. Biarkan saja Bima menikmati waktu bersa
Nadia menatap wajah Ibu Sonia dengan tatapan penasaran. Memangnya apa yang akan ditanyakan oleh sang ibu. "Apa kamu menyimpan rasa pada Arjuna?" tanya Ibu Sonia dengan suara lembut tapi penuh penasaran. “A-ku,” ucap Nadia terbata, dia sendiri jadi salah tingkah dan gelagapan. Melihat tingkah Nadia yang seperti itu Ibu Sonia dapat menyimpulkan bahwa putrinya memang sudah jatuh cinta pada pria itu. “Nadia, kamu tidak perlu menjawab jika belum siap menjawab pertanyaan Ibu. Sepertinya memang di hatimu sudah jatuh cinta pada Arjuna,” ucap Ibu Sonia. “Tidak seperti yang ibu pikirkan,” balas Nadia sambil melengos ke arah yang lain. Ibu Sonia tersenyum tipis, Nadia masih enggan menjawab jujur tentang perasaannya. Kenapa harus disembunyikan perasaan tentang menyukai seseorang yang sudah jelas dia adalah Ayah kandung dari putranya. Sebaiknya harus jujur agar orang tuanya bisa mengambil sikap. Apakah meminta Arjuna tanggung jawab atau harus merelakan anakny
Arjuna menoleh ke sumber suara, dia adalah Tuan Anwar dan Nyonya Rana. Wajah ibu Arjuna sudah tidak suka melihat anak yang digandeng Arjuna. "Dia anakku," jawab Arjuna. "Kamu belum menikah mana mungkin punya anak," balas Nyonya Rana. "Itu bisa saja terjadi," jawab Arjuna. Nyonya Rana menggertakkan giginya kesal. Lama kelamaan Arjuna semakin susah diatur olehnya. Apakah ini karena dia tidak merestui keinginan Arjuna mempersunting Nadia. "Arjuna, kalau kamu masih menganggap ibu adalah orang tuamu. Cepat katakan apa sebenarnya yang kamu mau," bentak Nyonya Rana. "Jangan ikut campur lagi apa yang aku ingin lakukan," balas Arjuna lalu membuka pintu mobilnya dan meminta Bima masuk mobil. Arjuna menatap Nyonya Rana tajam. Ada isyarat bahwa jangan pernah lagi mengusik kebahagiaannya. Lalu dia berkata, "Kali ini saja, jangan buat aku kecewa," Arjuna lalu berjalan kembali ingin masuk mobilnya. Tapi Pak Anwar menepuk pundaknya pelan. "Katakan siapa
Nyonya Rana jadi gelagapan. Dia tidak tahu kalau suaminya akan menghampirinya lagi. Padahal dia sudah jalan jauh mungkin juga sudah sampai mobil. "Dia yang mulai duluan!" seru Nyonya Rana sembari menunjuk Ibu Sonia dengan jari telunjuknya. "Tidak mungkin Sonia melakukan itu. Jujur saja kamu pasti melakukan kesamaan," ucap apak Anwar. "Dia ingin menyingkirkan putriku. Dia tidak suka Arjuna dekat dengan putriku," jawab Ibu Sonia. Lalu wanita paruh baya yang masih cantik itu mendekat ke Pak Anwar. Seraya membisikkan sebuah kalimat, "Aku akan membocorkan aib istrimu jika sampai putriku terluka dua kali," Ibu Sonia melanjutkan perjalanan untuk pergi dari hadapan mereka berdua. Dia sudah menekan Pak Anwar agar istrinya tidak main-main dengannya. "Kamu sudah mendapat peringatan. Kita harus hati-hati dalam bertindak. Sonia bukan tandingan kita. Kamu kira keluargamu bisa mengalahkan Sonia. Itu tidak akan pernah bisa!" seru Pak Anwar. "Memangnya dia s
Jantung Nyonya Rana seakan berhenti saat mendengar suaminya akan melamar Nadia untuk Arjuna. "Lalu bagaimana dengan Lisa?" tanya Nyonya Rana lagi "Tidak ada urusan denganku karena dari pihak keluarga kita belum resmi melamar. Itu hanya akal-akalan kamu sendiri Menjodohkan Arjuna dengan Alisa," jawab Pak Anwar. Tangan Nyonya Rana mengepal karena kesal. Kenapa suami dan anaknya susah tak lagi mendengarkan perkataannya. "Pasti mereka mendapatkan banyak hasutan diluaran sana," gumam Nyonya Rana. "Tidak ada yang mengajariku. Ini murni dari dalam hati ayah yang ingin anaknya bahagia dengan pilihannya," balas Pak Anwar. Bagi Pak Anwar, putranya Arjuna sudah banyak menderita selama ini. Dia sudah menghabiskan waktu untuk mencari dimana Nadia berada. Sampai Arjuna mengidap depresi, bolak balik ke psikiater untuk mengobati penyakit mentalnya. "Omong kosong, aku tetap tidak suka pada wanita yang sengaja naik ranjang pria untuk mendapatkan. buah hati
Arjuna menyunggingkan senyuman, lalu menatap wajah ibunya yang sedang menangis sedih itu.“Hubunganku sedikit membaik karena ada Bima,” ucap Arjuna.“Baguslah, kamu bisa merundingkan lamaran kepada Nadia,” balas Pak Anwar.“Nadia masih trauma bagaimana dihina oleh Ibu, diberikan sejumlah uang untuk meninggalkanku. Lalu dia juga takut kalau ada yang menyakiti anak kami,” ucap Arjuna seraya menatap tajam sang Ibu.Pak Anwar mengerti maksud dari Arjuna. Istrinya memang agak keras dalam berperilaku, kali ini memang Pak Anwar akui bahwa Nyonya Rana sangat keterlaluan. Menghina orang sampai dwon mentalnya. Hingga dia trauma dan ketakutan jika buah hatinya ikut tersakiti.“Biar Ayah yang bicara pada Ibumu,” ucap Pak Anwar sembari menepuk pundak Arjuna.“Ayah harus tahu, kalau ibu sampai hati menyakiti buah hatiku. Aku tidak segan—segan memenjarakan ibuku sendiri.” Balas Arjuna dengan
Arjuna menilai Ibunya hanya sibuk bergosip tentang keburukan orang lain sehingga keburukan dan kekurangan diri sendiri tidak terlihat oleh dirinya sendiri. Memalukan sekali, hal penting tentang seseorang yang memiliki kekayaan berlimpah malaha tidak tahu."Arjuna, kamu tidak boleh menghina ibu sendiri seperti itu. Bagaimanapun juga aku adalah orang yang ikut andil membesarkanmu sampai kamu bisa ditakuti dan di segani oleh banyak orang!" seru Nyonya Rana."Tapi kadang ibu memilihkan sesuatu yang salah," balas Arjuna."Itu hanya sebagian kecil. Sebagian besar keberhasilanku berkat didikan ibu," ucap Nyonya Rana."Aku tidak merasa begitu. Bahkan banyak didikan ibu yang salah kaprah menurutku," balas Arjuna.Nyonya Rana merasa terhina, kenapa putranya sudah sangat berubah. Tidak patuh lagi padanya seperti dulu. Arjuna yang dulu selalu mengikuti semua arahan dan ucapan Nyonya Rana. Kini semua sudah berubah semenjak Nyonya Rana tidak setuju Arjuna menikahi Nadia.
Nadia terkejut dengan ucapan itu. Melamar? apa tidak salah Arjuna melamar Nadia yang sama sekali tidak masuk kriteria menantu idaman Nyonya Rana alias ibu kandung Arjuna."Kamu sudah punya tunangan bukan? Anak pemilik surat kabar terkemuka di kota ini adalah calon istrimu. Bagaimana bisa kamu melamarku," balas Nadia."Dia bukan calon istriku. Itu hanya akal-akalan Lisa saja agar mendapatkan sanjungan dari para istri atau putri pebisnis," jawab Arjuna.Nadia menatap wajah Arjuna lekat-lekat, apakah pria di depannya ini bisa dipercaya. Pasalnya Nyonya Rana juga mengakui bahwa Lisa adalah menantu yang dia banggakan. "Ibumu menyukai Lisa untuk menjadi istrimu. Aku yakin itu bukan settingan," ucap Nadia.'Percayalah padaku. Aku hanya mencintaimu Nadia," balas Arjuna."Aku tidak mau dicap sebagai perusak hubunganmu dengan Lisa. Citraku sudah jelek. Aku tidak mau menambah rumor buruk tentangku," ucap Nadia.Walau sebenarnya dia senang Arjuna melamarnya. Dihatin
Bibinya Nadia mengepalkan tangannya kesal, Nadia sangat berani mengacuhkannya padahal dahulu dia selalu menurut apa yang dia perintahkan."Kenapa wajah Bibi seperti itu. Apa tidak suka dengan kebenaran yang aku katakan?" bentak Nadia yang lebih emosi."Keponakan durhaka nikmati saja keserakahan mu itu. Kamu dan anak haram mu yang hidup bahagia menelantarkan saudara akan menjadi sengsara dan tidak akan ada saudara yang menolong," balas Bibinya Nadia."Sudahlah Nadia jangan ladeni dia. Kalau dia masih mengganggumu, aku akan menelpon bos restoran ini untuk memecatnya," celetuk Arjuna mulai kesal.Mendengar itu Bibinya Nadia ketakutan kalau dia sampai di pecat mau makan apa dia. Suaminya juga bukan orang kaya, selama ini dia hidup dari mengerti Pak Abraham. Seperti benalu yang menghisap inangnya."Kenapa gemetar seperti itu nenek tua jahat, apa kamu takut dengan ancaman Ayahku?" ledek Bima lalu melewekan lidahnya."Anak haram hina, hidup enak Karana melahirkan anak haram saja bangga!" ben
Langit masih menatap Nadia dengan tatapan penuh kesedihan. Dia sungguh sangat menyesal karena dulu telah mencampakan Nadia demi wanita penggoda yang tidak bisa apa-apa seperti Karina.“Aku akan pergi Nadia, tapi yang harus kamu tahu. Sampai kapanpun aku masih tetap akan mencintaimu,” ucap Langit.“Wuueek,” ledek Arjuna. “Sampai kapanpun mecintai tapi kamu selalu selingkuh, menjengkelkan sekali kata-katamu itu!” lanjut Arjuna.Langit menatap Arjuna dengan tatapan penuh kebencian. Setelahnya di kembali menatap Nadia dengan tatapan teduh.“Aku pamit pergi, Nadia,” ucap Langit lirih lalu berbalik dan pergi dari hadapan mereka semua.“Hati-hati dijalan Paman. Semoga kita tidak berjuma lagi,” ucap Bima lalu melambaikan tangan ke Langit.Ada rasa sakit hati ketika Bima mengatakan itu pada benak Langit. Tapi semua sudah menjadi bubur tidak bisa kembali seperti semua. Langit pergi dengan langkah penyesalan seumur hidup di benaknya.“Ayo kita masuk mobil, kamu pasti sudah lapar ‘kan sayangku,”
Langit menatap Nadia dengan tatapan penuh kegembiraan. Langit tidak ingin menyia-nyiakan kesempatan untuk mengatakan bahwa dia masih ingin bersama Nadia.“Tolong tinggalkan Arjuna dan hidup bersamaku!” tegas Langit dia ingin menggenggam tangan Nadia tapi Nadia reflek menjauhkan tangan dari jangkauan Langit.“Kamu itu sungguh tidak tahu diri. Apa kamu pikir setelah kamu campakan dan ibumu hina aku masih sudi menjalin hubungan denganmu!” seru Nadia yang sangat kesal dengan ucapan Langit itu.“Nadia, aku sangat menyesal. Tolong mengertilah Nadia, jika itu kamu yang berada di posisiku aku yakin kamu pasti melakukan hal yang sama,” ucap Langit lalu dia berlutut di depan Nadia.Nadia yang melihat Langit berlutut memohon seperti itu, hatinya sangat tidak tergugah dia justru jijik depan apa yang dilakukan Langit.“Kalau begitu coba kamu posisikan dirimu di posisiku waktu itu,” balas Nadia.“Aku tidak bisa membayangkannya karena aku merasa kamu kecewakan,” jawab Langit.“Justru aku yang kecewa
Arjuna langsung memarkir mobilnya sembarangan lalu segera berlari ke lobby biasa yang dipakai untuk antar jemput siswa. Dia sangat panic mendengar percakapan Nadia. Jika sampai Bima diculik dia akan menuntut pihak sekolah.“Ayaahhh,” teriak Bima.Suara anak itu membuat Arjuna berhenti berlari lalu menoleh ke sumber suara bocah yang memanggilnya.“Bima,” gumam Arjuna.Bima berlari ke arah Arjuna dan memeluknya erat, Arjuna yang tadinya panic menjadi lega karena Bima ada dipelukannya. Sedangkan Nadia yang ikut mengejarnya tengah ngos-ngosan ketika sudah berada di dekatnya.“Kenapa berlari sekencang itu?” ucap Nadia disela nafasnya yang berderu kencang.“Aku mendengarmu kalau Bima sudah ada yang menjemput, jadi aku panic dan khawatir kalau Bima diculik,” balas Arjuna.“Aku juga sama ikut panic tapi kita bisa ‘kan berpikir jernih dulu, sebelum bertindak,” ucap Nadia mencoba mengontorl emosinya.“Maafkan aku,” balas Arjuna lalu mereka bertiga berpelukan bersama.“Sudah sudah jangan berteng
Nadia segera melihat siapa yang menelpon di ponselnya. Ternyata itu adalah Langit yang entah ingin mengatkan apa, Nadia yang tidak napsu untuk mengangkat telpon itu langsung mematikan dan menyimpan ponsel ke dalam tasnya kembali.“Dari orang yang tak penting, aku tak mau mengangkatnya,” gumam Nadia.“Apa aku pukuli saja dia sampai bengek ya,” ucap Arjuna kesal.“Jangan nanti kamu berurusan dengan polisi,” balas Nadia.“Berurusan dengan polisi itu hal yang mudah diatasi, tapi kalau bajingan gila itu meminta uang ganti rugi aku tidak sudi memberikannya. Uang akan sangat menguntungkan baginya,” ucap Arjuna sedikit marah dia membanyangkan Langit akan mendapatkan keuntungan dari satu pukulan yang dia berikan padannya.“Aku juga tidak sudi bagian tubuhku menyentuh tubuh pria miskin itu!” seru Arjuna lagi.“Tenangkan pikiranmu kita ini sedang menyetir loh,” ucap Nadia.Lagipula Nadia sudah tidak ada urusan lagi dengan Langit, peristiwa reuni sekolah tempo hari sudah mengisyaratkan semuanya,
Arjuna mencumbu Nadia dengan semangat, dia ingin melampirkan kerinduan yang mendalam yang terbelenggu di benaknya.“Tolong hentikan, kita bisa telat menjemput Bima,” bujuk Nadia.“Aku tidak bisa menunda lagi,” balas Arjuna lalu mencecap bibir Nadia lembut.Kali ini Nadia tidak bisa berkutik dia pasrah saja dengan apa yang dilakukan oleh Arjuna. Mereka memadu kasih selama beberapa saat sebelum menjemput Bima.“Dasar pria mesum,” gerutu Nadia.“Biarkan saja, aku hanya bisa mesum padamu,” balas Arjuna sembari menyeringai tipis.“Apa di otakmu hanya ada hal bercumbu saja?” gerutu Nadia lagi sembari membetulkan kemeja yang dia pakai.“Sebenarnya sih tidak. Tapi saat bersamamu aku tidak bisa menahan hasrat bercumbu denganmu,” balas Arjuna kali ini disertai tertawa kencang.Nadia mendengus kesal mendengar ucapan Arjuna. Dia langsung memoles bedak di wajahnya sebelum akhirnya meminta cepatan untuk menjemput Bima.“Hei, tunggu!” seru Arjuna seraya mengikuti langkah kaki Nadia yang terlalu cep
Nadia menggelengkan kepalanya, dia tidak sakit tapi ssmalam hanya tidak bisa tidur."Aku sangat khawatir padamu, biar aku saja yang menyetir," ucap Arjuna."Boleh," jawab Nadia lalu menyerahkan kunci mobil kepada Arjuna. Nadia duduk di kursi belakang barang Bima, sambil mobil jalan Nadia mengganti baju Bima dengan seragam sekolah. Setelahnya Bima duduk di sebelah Arjuna di jok depan."Ibu," panggil Bima yang memerlukan sesuatu.Tapi saat dia menoleh Nadia sudah tidur di jok belakang dengan pulas "Biarkan saja ibumu tidur. Kamu butuh apa?' tanya Arjuna."Aku hanya ingin mengecek tas sekolahku, tapi ya sudahlah biarkan ibu tidur saja sebentar," balas Bima.Arjuna mengangguk pelan, dia mengusap rambut Bima lembut karena merasa Bima sangat khawatir terhadap Nadia."Ibumu hanya khawatir padamu jadi tidak tidur semalaman memikirkan kamu, itu feeling ayah saya," ucap Arjuna."Aku juga berpikir begitu, kasihan Ibu, kenapa aku tidak mengajak ibu saja menginap di rumah ayah," keluh Bima."Saba
Bima mengangguk pelan, tandanya dia mau memakan sandwich buatan Nyonya Rana.“Ambilah,” ucap Arjuna ketika melihat putranya mengangguk setuju untuk memakan Sandwich buatan Nyonya Rana.“Terima kasih, Ayah,” jawab BIma sembari mengambil sandwich yang disodorkan oleh Arjuna.Bima menggigit sandwich itu lalu menunjukkan jempol tangannya kepada sang Nenek.“Kamu menyukainya, Nak?” tanya Nyonya Rana.“Iya,” jawab Bima lalu menggigit lagi sarapan buatan Nyonya Rana.“Syukurlah,” ucap Nyonya Rana terenyum bahagia. Tak lupa Nyonya Rana menyeduh susu untuk Bima. Biasanya anak kecil suka diberikan susu oleh orang tuanya karena masa pertumbuhan. Seperti yang dia lakukan ketika Arjuna masih kecil.“Minumlah, Nak. Dulu Ayahmu sangat suka susu. Nenek selalu menyediakan susu sapi murni setiap pagi dan malam hari,” ucap Nyonya Rana bersemangat menceritakan sedikit masa lalu Arjuna.“Sama dong sama aku,” jawab Bima.“Maksudmu, kebiasaan Ayahmu itu sama denganmu?” tanya Nyonya Rana.“Iya,” balas Bima s
Nyonya Rana menatap lembut wajah Arjuna dan membelainya..Wanita paruh baya itu tersenyum menatap putranya. "Jadilah suami dan ayah yang melindungi keluarga," ucap Nyonya Rana."Aku akan berusaha untuk itu, Bu," balas Arjuna."Ibu Beroda supaya kamu bisa menjadi Ayah dan Suami panutan buat keluargamu," ucap Nyonya Rana."terima kasih doanya Bu, aku juga berharap bisa menjadi seorang suami sekaligus Ayah panutan," balas Arjuna.Nyonya Rana memeluk Arjuna, dia berdoa penuh harap ayah putranya menjadi lelaki yang bertanggung jawab atas pilihannya sendiri. Istri dan Anaknya harus bahagia."Sekarang istirahatlah besok ibu ingin bertemu dan bermain dengan cucu," ucap Nyonya Rana."Baiklah, ibu juga istirahat ya," balas Arjuna.Nyonya Rana mengangguk pelan, Arjuna keluar dari kamar sang Ibu lalu menemui sang Ayah di kamar Bima. Ternyata mereka berdua sudah tidur nyenyak di kamar berdua. Arjuna juga ikut tidur di kamar itu dia tidur di sofa dengan perasaan yang lega karena sudah mendapatkan r